Askep Pani Acc
Askep Pani Acc
MEDIS ARITMIA
Untuk memenuhi tugas belajar : keperawatan intensif
Disusun oleh:
Kelompok : 3
Mirna 134042210
Segala puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan
petunjuknya sehingga makalah “ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
DIAGNOSA MEDIS ARITMIA” dapat diselesaikan sebagai mana mestinya meskipun dalam
bentuk yang sederhana dan masih terdapat kekurangan yang masih memerlukan perbaikan
seperlunya.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa penyelesaian makalah ini tidak dapat kami selesaikan tanpa
adanya bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu patutlah kiranya kami
sampaikan rasa syukur dan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu.
KELOMPOK 3
BAB 1
PENDAHULUAN
a. Latar belakang
Aritmia adalah penyakit sistem listrik jantung. Sistem listrik jantung terdiri atas generator sistem
alami yaitu nodus sinoatrial (SA) dan jaringan konduksi listrik dari atrium ke ventrikel. Gangguan pada
pembentukan atau penjalaran impuls listrik menimbulkan gangguan irama jantung yang disebut dengan
aritmia. Secara garis besar aritmia terdiri atas dua kelompok yaitu bradiaritmia yang dicirikan dengan
laju jantung yang terlalu lambat (kurang dari 60 kali per menit) dan takiaritmia yang dicirikan dengan
laju jantung yang terlalu cepat (lebih dari 100 kali per menit) (1). Aritmia seringkali tidak disadari oleh
penderitanya dikarenakan aritmia terkadang tidak memiliki gejala apapun dan baru diketahui setelah
adanya pemerikasaan pada jantung. Namun pada beberapa kasus muncul berbagai kondisi seperti
jantung berdebar, sesak nafas, pusing, mudah lelah bahkan dapat menyebabkan pingsan mendadak.
Umumnya aritmia tidaklah berbahaya, namun beberapa kasus dapat menyebabkan berbahaya apabila
terjadi komplikasi seperti gagal jantung, stroke, bahkan kematian. Aritmia dapat timbul karena beberapa
faktor antara lain pola hidup yang kurang sehat seperti merokok, mengkonsumsi alkohol, stress,
mengkonsumsi obat–obatan terlarang, umur, diabetes, genetik, dan sebagainya (2).
Menurut World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa penyakit kardiovaskular akan
menjadi kasus kematian terbesar di seluruh dunia pada tahun 2020 (3). Atrial Fibrilasi (AF) merupakan
jenis aritmia berkelanjutan yang sering terjadi dan didiagnosa dengan temuan EKG interval RR tidak
teratur dan gelombang f. Ini mempengaruhi lebih dari 2,3 juta orang di Amerika Serikat dan semakin
meningkat seiring bertambahnya usia masyarakat. Prevalensi AF lebih sering terjadi pada pria
dibandingkan wanita untuk setiap kelompok umur. Prevalensi AF diperkirakan di Korea Selatan yaitu
1,2% pada pria dan 0,4% pada wanita, di Cina yaitu 0,91% pada pria dan 0,65% pada wanita, di Taiwan
berkisar 2 1,4% pada pria dan 0,7% pada wanita, dan di Jepang 1,35% pada pria dan 0,43% pada wanita.
Prevalensi AF lebih rendah terjadi pada orang Asia daripada orang Barat, dan diperkirakan sekitar 0,7-
1,1% pada orang Asia yang lebih tua dari 40 tahun. Di AS yag mengalami AF dalam setahun 6,2 dari 1000
orang untuk pria dan 3,8 dari 1000 orang untuk wanita (dengan usia 55-65 tahun), di Cina 1,68 dari 1000
orang untuk pria dan 0,76 dari 1000 orang untuk wanita (usia rata-rata 52,5 tahun), dan di Jepang 4,1
dari 1000 orang untuk pria dan 1,3 dari 1000 orang untuk wanita (usia rata-rata 67,5 tahun), Jumlah
orang yang menderita AF di Jepang diperkirakan akan terus meningkat dengan penuaan masyarakat dari
0,83 juta pada 2010 menjadi 1,05 juta pada 2030, (4).
Pada Penelitian yang dilakukan oleh Laurentia Mihardja pada tahun 2007, Prevalensi penyakit
jantung yang terjadi di Indonesia pada populasi usia 15 tahun keatas adalah 9,2%, dimana 5,2%
diantaranya mengalami gejala aritmia (5). Menurut Data Framingham (2002) dapat diperkirakan bahwa,
populasi geriatri (lansia) akan mencapai 11,39% atau 28 juta orang di Indonesia pada tahun 2020. Makin
bertambah usia, presentase kejadian akan meningkat yaitu 70% pada usia 65–85 tahun dan 84% di atas
85 tahun (6).
Obat–obat yang biasa digunakan untuk pasien yang di diagnosa penyakit aritmia dapat dibagi
menjadi 5 golongan obat yaitu yang pertama obat kelas 1 yang dapat lagi dibagi menjadi 3 bagian yaitu
kelas 1A yang terdiri dari obat disopiramid, kuinidin, dan prokainamid. Contoh obat kelas 1B adalah
lidokain, fenitoin, meksiletin, dan tokainid, dan contoh obat kelas 1C adalah propafenon, flekainid, dan
enkainid. Golongan selanjutnya Obat kelas 2 yaitu penyekat beta misalnya propanolol, asebutolol, dan
esmolol. Selanjutnya obat kelas 3, Contoh obatnya adalah amiodaron, bretilium, sotalol (termasuk
kedalam golongan penyekat beta). Berikutnya adalah obat kelas 4, yaitu obat verapamil dan diltiazem
(7). Terakhir obat kelas 5 yaitu adenosin dan digoksin (8).
Selain memberikan efek terapi yang diinginkan, obat–obat tersebut juga memiliki efek samping
yang merugikan. Obat disopiramid memiliki efek samping yaitu menyebabkan hipotensi (terutama bila
digunakan secara intravena) serta memperberat gagal jantung. Selain itu obat ini juga memiliki efek
samping berupa 3 mual, muntah serta antikolinergik yang bisa membatasi penggunaannya pada pria
(retensi urin). Obat kuinidin juga memiliki efek samping terhadap jantung yang berpotensi menjadi
bahaya sehingga penggunaan obat kuinidin terbatas, efek samping yang lain dapat berupa mual,
muntah, dan diare (9). Efek samping dari obat prokainamid adalah lupus, diare, mual, muntah, aritmia
ventrikel, agranulositosis (10). Efek samping dari fenitoin adalah koordinasi menurun, kesulitan
berbicara, sulit tidur, hipotensi, gagal jantung kongestif (11). Obat meksiletin memiliki efek samping
berupa pusing, sedasi, gelisah, kebingungan, tremor, ateksia, penglihatan kabur, mual, muntah,
anoreksia, aritmia ventrikel (10).
Obat kelas 2 memiliki efek samping obat berupa nyeri dada, hipotensi, sakit kepala, kelelahan,
lemah, pusing, CHF, bradikardia, vertigo, ruam, hiperglikemia (12). Salah satu obat kelas 3 yaitu
amiodaron yang memiliki efek samping yaitu hipotiroid, hipertiroid, sakit kepala, hipotensi, rasa lemas,
pusing, gangguan tidur, konstipasi, fibrosis, hepatitis, sirosis, hepatitis, alveolitis paru yang difus (13).
Obat verapamil memiliki efek samping berupa konstipasi, lelah, sakit kepala, mual serta pergelangan
kaki bengkak. Penggunaan obat verapamil seabaiknya dihindari pada penderita tekanan darah rendah
(hipotensi), gangguan hati, gagal jantung, dan gangguan darah porfiria. Efek samping dari obat
antiarimia lainnya yaitu digoksin adalah mual, pusing, ruam kulit, pandangan buram, dan diare (9). Efek
samping dari obat anti aritmia sebagian besar yang terjadi yaitu nyeri dada 20 (20,22%), kehilangan
nafsu makan 12 (13,33%), pingsan 12 (13,33%), reaksi alergi 10 (11,11%), pusing 10 (11,11%),
peningkatan denyut jantung 9 (10%), penurunan denyut jantung 8 (8,88%), diare/sembelit 6 (6,66%),
sesak nafas 5 (5,55%), penglihatan kabur 5 (5,55%), batuk 4 (4,44%), pembengkakan kaki 2 (2,22%)
orang yang diamati(12).
Oleh karena itu, perlu dilakukan monitoring efek samping obat yang merugikan terhadap
pasien. WHO juga menyetujui pentingnya dilakukan pemantauan dan dilakukan pengumpulan data efek
samping obat yang pernah dilaporkan dari seluruh dunia. Dengan pemantauan keamanan obat yang
dilakukan sebenarnya Efek Samping Obat (ESO) dapat dicegah. Badan POM 4 sendiri telah mengeluarkan
panduan pemutakhiran terhadap pentingnya keamanan obat dan pemantauan efek merugikan yang
terjadi pada pemberian obat di rumah sakit. Hingga saat ini pelaporan terhadap efek samping obat
masih bersifat sukarela yang dilakukan oleh tenaga kesehatan dalam penanganan patient safety (14).
Pentingnya penanganan terhadap monitoring efek samping obat antiaritmia pada pasien
aritmia dan belum pernah dilakukannya penelitian terkait efek samping obat antiaritmia pada pasien
aritmia di RSUP Dr. M. Djamil Padang, maka perlu dilakukan penelitian yang bertujuan untuk
mengetahui gambaran efek samping obat antiaritmia pada pasien aritmia di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Jantung Terpadu RSUP Dr. M. Djamil Padang.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana pola penggunaan obat antiaritmia pada pasien aritmia di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Jantung Terpadu RSUP Dr.M.Djamil Padang?
2. Bagaimana gambaran efek samping obat antiaritmia yang terjadi pada pasien aritmia di Instalasi
Rawat Inap Penyakit Jantung Terpadu RSUP Dr.M.Djamil Padang berdasarkan karakteristik Demografi
dan klinis pasien?
3. Adakah perbedaan efek samping obat antiaritmia berdasarkan karakteristik demografi dan
klinis pasien?
1. Untuk mengetahui pola penggunaan obat antiaritmia pada pasien aritmia di Instalasi Rawat Inap
Penyakit Jantung Terpadu RSUP Dr.M.Djamil Padang.
2. Untuk mengetahui gambaran efek samping obat antiaritmia yang terjadi pada pasien aritmia di
Instalasi Rawat Inap Penyakit Jantung Terpadu RSUP Dr.M.Djamil Padang berdasarkan karakteristik
demografi dan klinis pasien
3. Untuk mengetahui perbedaan efek samping obat antiaritmia berdasarkan karakteristik
demografi dan klinis pasien.
1. Memberikan informasi mengenai gambaran gangguan irama jantung yang disebabkan karena
hipertiroid sehingga mampu digunakan sebagai sumbangan teoritis, metodologis, maupun praktis untuk
pengetahuan.
2. Memberikan informasi bagi pelayanan kesehatan tentang gambaran gangguan irama jantung
yang disebabkan karena hipertiroid sebagai masukan bagi para klinisi dalam pengelolaan suatu penyakit.
4
3. Memberikan informasi kepada masyarakat luas agar mampu mengetahui tentang gambaran
gangguan irama jantung yang disebabkan karena hipertiroid sehingga dapat memperluas wawasan dan
ilmu pengetahuan.
4. d. Memberikan informasi bagi peneliti yang dapat digunakan sebagai pedoman pemikiran untuk
penelitian-penelitian selanjutnya sehingga penelitian dapat berkembang lebih baik.
BAB 2
TINJAUAN TEORI
A. Konsep dasar Penyakit
1. Definisi
Gangguan irama jantung atau aritmia merupakan komplikasi yang sering terjadi pada infark
miokardium. Aritmia atau disritmia adalah perubahan pada frekuensi dan irama jantung yang
disebabkan oleh konduksi elektrolit abnormal atau otomatis.
Aritmia timbul akibat perubahan elektrofisiologi sel-sel miokardium. Perubahan elektrofisiologi ini
bermanifestasi sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Gangguan irama jantung tidak hanya terbatas pada iregularitas denyut jantung tapi juga termasuk
gangguan kecepatan denyut dan konduksi.
Definisi aritmia meliputi gangguan pada frekuensi, konduksi, atau asal irama yang bukan dari
nodus sinus. Seseorang dikatakan menderita aritmia bila terdapat :
a. Irama jantung bukan berasal dari nodus sinoatrial atau nodus sinus
2. Etiologi
b. Gangguan sirkulasi koroner (aterosklerosis koroner atau spasme arteri koroner), misalnya iskemia
miokard, infark miokard.
c . Karena obat (intoksikasi) antara lain oleh digitalis, quinidin dan obatobat anti aritmia lainnya.
e. Gangguan pada pengaturan susunan saraf autonom yang mempengaruhi kerja dan irama
jantung.
j. Gangguan irama jantung karena penyakit degenerasi (fibrosis sistem konduksi jantung)
Faktor-faktor tertentu dapat meningkatkan resiko terkena aritmia jantung atau kelainan irama
jantung. Beberapa faktor tersebut diantaranya adalah:
Penyempitan arteri jantung, serangan jantung, katup jantung abnormal, kardiomiopati, dan
kerusakan jantung lainnya adalah faktor resiko untuk hampir semua jenis aritmia jantung.
Tekanan darah tinggi dapat meningkatkan resiko terkena penyakit arteri koroner. Hal ini juga
menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi kaku dan tebal, yang dapat mengubah jalur impuls elektrik
di jantung.
Metabolisme tubuh dipercepat ketika kelenjar tiroid melepaskan hormon tiroid terlalu banyak.
Hal ini dapat menyebabkan denyut jantung menjadi cepat dan tidak teratur sehingga menyebabkan
fibrilasi atrium (atrial fibrillation). Sebaliknya, metabolisme melambat ketika kelenjar tiroid tidak cukup
melepaskan hormon tiroid, yang dapat menyebabkan bradikardi (bradycardia).
Obat batuk dan flu serta obat lain yang mengandung pseudoephedrine dapat berkontribusi pada
terjadinya aritmia.
f. Obesitas
Selain menjadi faktor resiko untuk penyakit jantung koroner, obesitas dapat meningkatkan
resiko terkena aritmia jantung.
g. Diabetes
Resiko terkena penyakit jantung koroner dan tekanan darah tinggi akan meningkat akibat
diabetes yang tidak terkontrol. Selain itu, gula darah rendah (hypoglycemia) juga dapat memicu
terjadinya aritmia.
h. Obstructive Sleep Apnea
Obstructive sleep apnea disebut juga gangguan pernapasan saat tidur. Napas yang terganggu,
misalnya mengalami henti napas saat tidur dapat memicu aritmia jantung dan fibrilasi atrium.
i. Ketidakseimbangan Elektrolit
Zat dalam darah seperti kalium, natrium, dan magnesium (disebut elektrolit), membantu
memicu dan mengatur impuls elektrik pada jantung. Tingkat elektrolit yang terlalu tinggi atau terlalu
rendah dapat memengaruhi impuls elektrik pada jantung dan memberikan kontribusi terhadap
terjadinya aritmia jantung.
Terlalu banyak minum alkohol dapat memengaruhi impuls elektrik di dalam jantung serta dapat
meningkatkan kemungkinan terjadinya fibrilasi atrium (atrial fibrillation). Penyalahgunaan alkohol kronis
dapat menyebabkan jantung berdetak kurang efektif dan dapat menyebabkan cardiomyopathy
(kematian otot jantung).
Kafein, nikotin, dan stimulan lain dapat menyebabkan jantung berdetak lebih cepat dan dapat
berkontribusi terhadap resiko aritmia jantung yang lebih serius.
Obat-obatan ilegal, seperti amfetamin dan kokain dapat memengaruhi jantung dan mengakibatkan
beberapa jenis aritmia atau kematian mendadak akibat fibrilasi ventrikel (ventricular fibrillation).
3. Macam-Macam Aritmia
a. Sinus Takikardi
Meningkatnya aktifitas nodus sinus, gambaran yang penting pada ECG adalah : laju gelombang
lebih dari 100 X per menit, irama teratur dan ada gelombang P tegak disandapan I,II dan aVF.
b. Sinus bradikardi
Penurunan laju depolarisasi atrim. Gambaran yang terpenting pada ECG adalah laju kurang dari 60
permenit, irama teratur, gelombang p tgak disandapan I,II dan aVF.
Impul listrik yang berasal di atrium tetapi di luar nodus sinus menyebabkan kompleks atrium
prematur, timbulnya sebelu denyut sinus berikutnya. Gambaran ECG menunjukan irama tidak teratur,
terlihat gelombang P yang berbeda bentuknya dengan gelombang P berikutnya.
d. Takikardi Atrium
Suatu episode takikardi atrium biasanya diawali oleh suatu kompleks atrium prematur sehingga
terjadi reentri pada tingkat nodus AV.
e. Fluter atrium
Kelainan ini karena reentri pada tingkat atrium. Depolarisasi atrium cept dan teratur, dan
gambarannya terlihat terbalik disandapan II,III dan atau aVF seperti gambaran gigi gergaji
f. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium bisa tibul dari fokus ektopik ganda dan atau daerah reentri multipel. Aktifitas
atrium sangat cepat.sindrom sinus sakit
h. Irama jungsional
i. Takikardi ventrikuler
4. Manifestasi Klinis
a. Perubahan TD ( hipertensi atau hipotensi ); nadi mungkin tidak teratur; defisit nadi; bunyi jantung
irama tak teratur, bunyi ekstra, denyut menurun; kulit pucat, sianosis, berkeringat; edema; haluaran urin
menurun bila curah jantung menurun berat.
b. Sinkop, pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
c. Nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat antiangina, gelisah
d. Nafas pendek, batuk, perubahan kecepatan/kedalaman pernafasan; bunyi nafas tambahan (krekels,
ronki, mengi) mungkin ada menunjukkan komplikasi pernafasan seperti pada gagal jantung kiri (edema
paru) atau fenomena tromboembolitik pulmonal; hemoptisis.
e. Demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis siperfisial); kehilangan
tonus otot/kekuatan
f. Palpitasi
g. Pingsan
5. Patofisiologi
Patofisiologi aritmia berkaitan dengan abnormalitas pembentukan impuls, serta sistem konduksi
jantung, ataupun keduanya.
1) Perubahan automatisitas nodus SA (sinoatrial) atau pacu jantung laten di sepanjang jalur konduksi
atau abnormalitas automatisitas miosit atrial atau ventrikel. Automatisitas adalah kemampuat miosit
untuk menginisiasi impuls secara spontan tanpa didahului oleh stimulasi. Ketika nodus SA mengalami
penekanan atau potensial aksi gagal mencapai pacu jantung sekunder, mekanisme overdrive
suppression menurun sehingga sel pacu jantung sekunder mengambil alih pacu jantung, disebut fokus
ektopik.
2) Aktivitas pemicu. Aktivitas pemicu diinisiasi oleh after depolarization, dimana osilasi depolarisasi
pada membran bervoltase diinduksi oleh ≥1 potensial aksi. Potensial aksi abnormal dapat dipicu oleh
depolarisasi spontan sel non pacu jantung yang mungkin terjadi pada fase 3 atau awal fase 4. Kondisi ini
disebut afterdepolarization. Akibatnya potensial aksi yang bertahan lama ini mengakibatkan takikardia.
After depolarization terbagi menjadi early afterdepolarization (terjadi pada fase 3) dan delayed
afterdepolarization (terjadi pada akhir fase 3 atau awal fase)
1) Konduksi blok
Konduksi blok adalah kondisi di mana aliran impuls mencapai area jantung yang tidak dapat
tereksitasi. Iskemia, fibrosis, inflamasi maupun beberapa obat dapat menimbulkan konduksi blok ini.
Konduksi blok pada area nodus AV atau sistem HisPurkinje mencegah penyebaran impuls ke bagian
distal. Akibatnya mekanisme overdrive suppression menghilang. Fungsi pacu jantung diambil alih oleh
area lebih distal sehingga timbul escape beat. Bradiaritmia timbul ketika impuls mengalami blokade
diikuti escape rhythm lambat atau asistol. Jika blokade memicu eksitasi reentrant, maka terjadi
takiaritmia. Faktor-faktor yang mempengaruhi konduksi impuls terkait amplitudo dan laju kenaikan fase
0, geometri jaringan tersebut dan eksitabilitas jaringan yang dialiri impuls.
Pada kondisi blok unidireksi terjadi blokade terhadap impuls anterograde. Impuls masuk
kembali ke area yang mengalami blokade secara retrograde. Jika impuls listrik bersirkulasi berulang kali
pada daerah tersebut dan periode refraksi sudah selesai, maka area tersebut dapat tereksitasi.
Mekanisme ini disebut reentry.
Normalnya aliran impuls berasal dari SA node dialirkan hingga ke seluruh miosit jantung. Pada
periode ini sel mengalami periode refrakter dan tidak dapat tereksitasi hingga menerima impuls baru
dari nodus SA. Akan tetapi ada sekelompok serabut yang tidak teraktivasi saatdepolarisasi pertama
sehingga dapat tereksitasi sebelum impuls habis. Serat tersebut yang berperan untuk mengeksitasi area
lainnya yang sudah tidak mengalami periode refrakter.
Aktivasi abnormal pada serat tersebut disebabkan perlambatan kondisi akibat kelainan anatomi
maupun fungsional. Reentry anatomi diakibatkan kelainan anatomi seperti fibrosis. Reentry fungsional
terkait kelistrikan. Reentry dapat menimbulkan berbagai aritmia yang signifikan secara klinis di
antaranya sinus node reentry, atrial flutter, atrial fibrilasi, AV nodal reentry, VT, VF
7. Klasifikasi Aritmia
a) Sinus Bradikardi
Sinus Bradikardi adalah irama sinus yang lambat denan kecepatan kurang dari 60
denyut/menit. Hal ini sering terjadi pada olahragawan dan seringkali menunjukkan jantung yang terlatih
baik. Bradikardia sinus dapat juga disebabkan karena miksedema, hipotermia, vagotoni, dan tekanan
intrakarnial yang meninggi. Umumya bradikardia tidak perlu di obati klau tidak menimbulkan keluhan
pada pasien. Tetapi bila bradikardi > 40/menit dan menyebabkan keluhan pada pasien maka sebaikkan
di obati dengan pemberian sulfasatrofin yang dapat diiberikan pada intra vena. Sampai bradikardia
dapat diatasi.
b) Sinus Takikardi
Ialah irama sinus yang lebih cepat dari 100/menit. Biasanya tidak melebihi 170/menit. Keadaan
ini biasanya terjadi akibat kelainan ekstrakardial seperti infeksi, febris, hipovolemia, gangguan
gastrointestinal,anemia, penyakit paru obstruktif kronik, hipertiroidisme. Dapat terjadi pada gagal
jantung.
c) Sinus Aritmia
Ialah kelainan irama jantung dimana irama sinus menjadi lebih cepat pada watu inspirasi dan
menjadi lambat pada waktu ekspirasi.
Terjadi akibat kegagalan simpul SA, setelah jedah, simpul SA akan aktif kembali
2) Aritmia Atrium
Secara klinis ekstrasistol nodal hampir tidak dapat dibedakan dengan ekstrasistol ventrikular
ataupun ekstrasistol atrial. Pada gambaran EKG ialah adanya irama jantung yag terdiri atas gelombang T
yang berasal dari AV node di ikuti kompleks QRS, biasanya dengan kecepatan 50-60/menit. Pada
trakikardia idionodal (AV junctional tachycardia atau nodal tachycardia) terdapat dua macam, yaitu :
idiojunctional tachycardia dengan kecepatan denyut ventrikel 100-140/menit, dan axtrasistolik AV
junctional tachycardia dengan denyut ventrikel 140-200/ menit.
Disebut juga takikardia supra vebtrikular. Merupakan sebuah takikardia yang berasal dari atrium
atau AV node. Biasanya disebabkan karena adanya re-entry baik di atrium, AV node atau sinus node.
Pasien yang mendapatka serangan ini merasa jantungnya berdebar cepat sekali, gelisah, keringat dingin,
dan akan merasa lemah. Kadang timbul sesak nafas dan hipotensi. Pada pemeriksaan EKG akan terlihat
gambaran seperti ekstrasistol atrial yag berturut-turut > 6. Terdapat sederetan denyut atrial yg timbulul
cepat berturut- turut dan teratur, yaitu : Gelombang P sering tdk terliha dan Rate : 140 – 250x/mnt
c) Flutter atrium
Pelepasan impuls dari fokus ectopic di atrium cepat dan teratur Rate : 250 – 350x/mnt
d) Fibrilasi atrium
Pada fase ini di EKG akan tampak gelombang fibrilasi (fibrillation wave) yag berupa gelombang
yang sangat tidak teratur dan sangat cepat dengan frekuensi 300/ menit. Pada pemeriksaan klinis akan
ditemukan irama jantung yang tidak teratur dengan bunyi jantung yang intensitasnya juga tidak sama.
3) Aritmia Ventrikel
Terjadi akibat peningkatan otomatisa sel ataupun ventrikel PVC bias di sebabkan oleh toksisitas
digitalis, hipoksia, hipokalemia, demam, asedosis atau peningktan sirkulkalasi katekolamin. Pada
kontraksi premature ventrikel mempunyai karakter sebagai berikut:
- Frekuensi:60-100 x/menit
- Gelombang QRS: biasanya lebar dan aneh, berdurasi lebih dari 0,10 detik
Biasanya terjadi disebabkan oleh intoksikasi digitalis, penyakit arteri koroner, miokard,infark, akut
dan chf. Istilah bigemini mengacu pada kondisi dimana setiap denyut jantung adalah premature.
Karakter:
- frekuensi: dapat terjadi pada frekuensi jantung berapapun, tetapi biasanya kuranga dari
90x/menit.
- Gelombang p: dapat tersembunyi dalam kompleks QRS Kompleks QRS: qrs lebar dan aneh dan
terdapat jeda kompensasi lengkap.
- Hantaran: denyut sinus dihantarkan dari nodus sinus secara normal namun PVC yang ulai berselang-
seling pada ventrikel akan mengakibatkan hantaran retrograde ke jaringan penyambung dan atrium
c) Takikardi ventrikel
Ialah ekstrasistole ventrikel yang timbul berturut-turut 4 atau lebih. Ekstrasistole ventrikel dapat
berkembang menjadi fibrilasi ventrikel dan menyebabkan cardiac arrest. Penyebab takikardia ventrikel
ialah penyakit jantung koroner, infark miokard akut, gagal jantung. Diagnosis ditegakkan apabila
takikardia dengan kecepatan antara 150-250/menit, teratur, tapi sering juga sedikit tidak teratur. Pada
gambaran EKG kompleks QRS yang lebar dari 0,12 detik dan tidak ada hubungan dengan gelombang P.
d) Fibrilasi ventrikel
Ialah irama ventrikel yang khas dan sama sekali tidak teratur. Hal ini menyebabkan ventrikel tidak
dapat berkontraksi dengan cukup sehingga curah jantung menurun atau tidak ada, tekanan darah dan
nadi tidak terukur, penderita tidak sadar dan bila tidak segera ditolong akan menyebabkan mati.
Biasanya disebabkan oleh penyakit jantung kooner, terutama infark miokard akut. Pengobatan harus
dilakukan secepatnya, yaitu dengan directed current countershock dengan dosis 400 watt second.
1) Blok :
a) Blok SA
Impuls yg dibentuk SA node diblok pada batas simpul SA dengan jaringan atrium di sekitarnya,
shg tdk terjadi aktivitas baik di atrium maupun ventricle
b) Blok AV,
Blok AV terjadi jika hambatan konduksi terjadi di jalur antara nodus SA sampai berkaskis
c) Blok intraventrikular/B.B.B
Menunjukkan adanya gangguan konduksi di cabang kanan atau kiri sistem konduksi, atau divisi
anterior atau posterior cabang kiri. Diagnosis ditegakkan atas dasar pemeriksaan EKG dengan adanya
kopleks QRS yang memanjang lebih dari 0,11 detik dan perubahan bentuk kompleks QRS serta adanya
perubahan axis QRS. Bila cabang kiri terganggu di sebut left bundle branch blok mempunyai gamaran
EKG berupa bentuk rsR atau R yang lebar I, aVL, V5, V6.
Ditandai dengan adanya depolarisasi ventrikel yang premature termasuk golongan ini. Syndrom
Wolff Pakison white (WPW), gambaran EKG menunjukkan gambaran gelombang P normal, interval PR
memendek (0,11 detik atau kurang), kompleks QRS melebar karena adanya gelombang delta. Perubahan
gelombang T yang sekunder. Dan syndrom lown ganong levine (LGL), pada gelombang EKG
memperlihatkan adanya gelombang P normal, interval PR memendek.
a. EKG
Menunjukkan pola cedera iskemik dan gangguan konduksi. Menyatakan tipe/sumber disritmia
dan efek ketidakseimbangan elektrolit dan obat jantung.
b. Monitor Holter
Gambaran EKG (24 jam) mungkin diperlukan untuk menentukan dimana disritmia disebabkan
oleh gejala khusus bila pasien aktif (di rumah/kerja). Juga dapat digunakan untuk mengevaluasi fungsi
pacu jantung/efek obat antidisritmia.
c. Foto dada
Dapat menunjukkan aea iskemik/kerusakan miokard yang dapat mempengaruhi konduksi normal
atau mengganggu gerakan dinding dan kemampuan pompa.
e. Tes stres latihan
f. Elektrolit
Peningkatan atau penurunan kalium, kalsium dan magnesium dapat mnenyebabkan disritmia.
g. Pemeriksaan obat
Dapat menyatakan toksisitas obat jantung, adanya obat jalanan atau dugaan interaksi obat
contoh digitalis, quinidin.
h. Pemeriksaan tiroid
i. Laju sedimentasi
Penignggian dapat menunukkan proses inflamasi akut contoh endokarditis sebagai faktor
pencetus disritmia.
j. GDA/nadi oksimetri
9. Penatalaksanaan Medis
a. Terapi medis
a) Kelas 1 A
Quinidine adalah obat yang digunakan dalam terapi pemeliharaan untuk mencegah berulangnya
atrial fibrilasi atau flutter. Procainamide untuk ventrikel ekstra sistol atrial fibrilasi dan aritmi yang
menyertai anestesi. Dysopiramide untuk SVT akut dan berulang
b) Kelas 1 B
Lignocain untuk aritmia ventrikel akibat iskemia miokard, ventrikel takikardia. Mexiletine untuk
aritmia entrikel dan VT
c) Kelas 1 C
Flecainide untuk ventrikel ektopik dan takikardi
Atenolol, Metoprolol, Propanolol : indikasi aritmi jantung, angina pektoris dan hipertensi
b. Terapi mekanis
1) Kardioversi : mencakup pemakaian arus listrik untuk menghentikan disritmia yang memiliki
kompleks GRS, biasanya merupakan prosedur elektif.
3) Defibrilator kardioverter implantabel : suatu alat untuk mendeteksi dan mengakhiri episode
takikardi ventrikel yang mengancam jiwa atau pada pasien yang resiko mengalami fibrilasi ventrikel.
4) Terapi pacemaker : alat listrik yang mampu menghasilkan stimulus listrik berulang ke otot jantung
untuk mengontrol frekuensi jantung
1. Pengkajian
a. Anamnesa adanya keluhan yang dirasakan : palpitasi, lemas, pusing, pingsan, nyeri dada, sesak,
batuk, pusing, cemas.
b. Riwayat penyakit
3) Penggunaan obat digitalis, quinidin dan obat anti aritmia lainnya kemungkinan untuk
terjadinya intoksikasi
4) Kondisi psikososial
c. Pengkajian fisik
3) Integritas ego : perasaan gugup, perasaan terancam, cemas, takut, menolak,marah, gelisah,
menangis.
4) Makanan/cairan : hilang nafsu makan, anoreksia, tidak toleran terhadap makanan, mual
muntah, peryubahan berat badan, perubahan kelembaban kulit
5) Neurosensori : pusing, berdenyut, sakit kepala, disorientasi, bingung, letargi, perubahan pupil.
6) Nyeri/ketidaknyamanan : nyeri dada ringan sampai berat, dapat hilang atau tidak dengan obat
antiangina, gelisah
8) Keamanan : demam; kemerahan kulit (reaksi obat); inflamasi, eritema, edema (trombosis
siperfisial); kehilangan tonus otot/kekuatan.
d. Kaji hasil pemeriksaan : lab darah : Hb, elektrolit, enzyme jantung AGD, Rontgen Thorax : normal atau
kardiomegali, terdapat udem pulmo, Echocardiografi : terdapat kelainan katup, defek kongenital, tumor
miokard, effuse pericard dan atau penurunan fungsi pompa jantung.
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
4. Implementasi
Implementasi terdiri atas melakukan dan mendokumentasikan tindakan yang merupakan susunan
dalam tahap perencanaan, kemudian mengakhiri tahap impementasi dengan mencatat tindakan dan
respons klien terhadap tindakan tersebut (Kozier,2010).
5. Evaluasi
Evaluasi adalah fase terakhir proses keperawatan. Evaluasi adalah aspek penting dalam proses
keperawatan karena kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan
harus diakhiri, dilanjutkan, atau diubah (Kozier, 2010).
BAB 3
TINJAUAN KASUS
KASUS
Pada tanggal 29 Desember 2021 Tn. J yang berusia 49 tahun datang ke Rsu Kab Tangerang dengan
keluhan jantung berdebar-debar disertai nyeri, nyeri hilang timbul seperti tertimpa benda berat, nyeri
dibagian dada sebelah kiri menjalar sampai kebahu kiri, skala nyeri 5 (0-10), nyeri dirasakan saat
beraktifitas dan berkurang saat istirahat. Pasien mengatakan mudah lelah tidak dapat melakukan
aktivitas seperti biasanya. Saat dilakukan pengkajian wajah pasien tampak sedikit pucat dan meringis
sambil memegangi dada sebelah kiri, pasien dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan hasil Tekanan darah
130/80 mmHg, Nadi 205x/menit, respirasi 23 x/menit, suhu 30.1 °C, saturasi 98%, pasien dilakukan
pemeriksaan EKG dengan hasil gambaran EKG atrial flutter, pasien terpasang oksigen nasal kanul 3
L/menit dan terpasang infus vemplon pada tangan kanan.
I. BIODATA
Identitas pasien
Usia : 49 Tahun
Agama : Islam
Pekerjaan : Guru
No. RM : 0056862
Penanggung jawab
Initial : Tn. B
Usia : 25 Tahun
Pasien mengatakan dirinya tidak pernah memiliki riwayat penyakit yang serius. Pasien mengatakan
penyakit yang biasa dirasakan hanya sakit kepala dan pusing biasa. Pasien mengatakan saat sakit kepala
dirinya hanya istirahat tidur dan mengkonsumsi obat warung. Riwayat kesehatan keluarga Pasien
mengatakan kedua orangtuanya memiliki riwayat penyakit hipertensi. Namun di keluarganya tidak ada
yang memiliki penyakit menular seperti TBC, HIV, atau Hepatitis.
IV. AKTIVITAS/ISTIRAHAT
Gejala (Subjektif)
Pasien adalah seorang guru. Aktivitas setiap hari yaitu pasien mengajar di sebuah sekolah swasta di
wilayah tempat tinggalnya. Hobi pasien yaitu membaca buku. Pada saat waktu luang pasien gunakan
untuk beristirahat. Jika bosan pasien lebih memilih untuk membaca buku buku simpanannya. Pasien
tidur kurang lebih 7 jam pada malam hari, dan kurang lebih 1 jam pada siang hari. Pasien mengatakan
tidak memiliki kesulitan tidur pada saat dirumah.
Tanda (Objektif)
Setelah masuk rumah sakit pasien tampak lemah dan hanya berbaring di tempat tidur. Tekanan darah
pasien 130/80 mmHg. irama nadi tidak teratur. Pernapasan 23 x/menit, Status mental pasien stabil.
Tonus otot sedikit melemah, postur tubuh normal, tidak ada tremor dan tidak ada deformitas.
V. SIRKULASI
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat hipertensi, demam rematik, dan flebitis. Namun pasien
memiliki masalah pada jantungnya. Tidak terdapat edema di tubuhnya. Tidak terdapat perubahan
frekuensi dan jumlah urine pada pasien
Tanda (Objektif)
Tekanan darah 130/80 mmHg. Tekanan darah 130/80 mmHg. Nadi terbaba cepat dan kuat dengan
frekuensi 205x/menit.CRT <2 detik. Bunyi jantung S1 S2 normal lup dup. Terdapat murmur. Bunyi napas
normal vesikuler. Suhu 37,0 c. Tidak ada distensi vena jugularis. Kuku tidak sianosis,membrane mukosa
sedikit kering ,warna bibir merah kecoklatan ,konjungtiva normal,sklera tidak ikterik.
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan saat ini dia sedikit stress karena ia baru pertama kali dirawat di Rs. Pasien
mengatakan cara ia menangani setres dengan bersabar dan berdoa kepada Tuhan agar diberikan
kesehatan kembali. Pasien mengatakan tidak ada masalah finansial. Pasien berhubungan baik dengan
keluarga serta tetangga. Pasien beragama islam. Pasien mengatakan selalu ikut serta dalam kegiatan
yang diadakan di majelis. Gaya hidup pasien sederhana dan mudah berbaur, Perubahan terakhir :
Selama sakit pasien hanya berbaring di tempat tidur dan sesekali duduk di kursi dan berjalan dilorong Rs
Tanda (Obyektif)
VII. ELIMINASI
Gejala (Subjektif)
Pola BAB pasien yaitu dengan frekuensi 1 x/hari. Feses lembek . Tidak ada kelainan saat BAB. Pola
BAK yaitu dengan frekuensi 4-6x/hari. Urine berwarna kuning memiliki bau khas urine, BAK normal tidak
ada kelainan.
Tanda (Objektif)
Tidak ada distensi kandung kemih. Tidak ada nyeri tekan pada kandung kemih
VIII. MAKANAN/CAIRAN
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan sebelum sakit untuk asupan makannya normal. Pasien makan 3x/sehari dengan
menu nasi sayur lauk pauk dan terkadang dengan buah. Tidak ada mual muntah.Tidak ada alergi
makanan
Tanda (Objektif)
Berat badan sekarang 58 kg dengan tinggi badan : 161 cm dan nilai IMT : 22.3 kg/m2. Turgor kulit :
tampak pucat. Membran mukosa sedikit kering. Tidak ada pembesaran tiroid. Terdapat caries pada gigi.
Lidah bersih. Bising usus 12 x/mnt. Bunyi napas vesikulerBunyi napas vesikuler.
IX. HIGIENE
Gejala (Subjektif)
Aktivitas sehari-hari seperti mobilitas, makan, hygiene, toileting pasien sebagian dibantu oleh anak
dan menantu pasien.
Tanda (Objektif)
Penampilan umum baik. Cara berpakaian baik. Kebiasaan pribadi baik. Tidak ada bau badan. Kulit
kepala bersih. Tidak ada kutu. .
X. NEUROSENSORI
Gejala (subjektif)
Pasien mengatakan terkadang mengeluh ada pusing dan sakit kepala. Tidak ada kesemutan, tidak ada
kebas, tidak ada glaukoma, dan katarak. Fungsi pendengaran normal. Tidak ada epitaksis.
Tanda (Objektif)
Status mental baik. Kesadaran compos mentis. Memori dapat mengingat dengan baik. Pasien
menggunakan kacamata. Tidak menggunakan alat bantu dengar. Pupil mengecil ketika diberikan reflek
cahaya.
XI. NYERI/KETIDAKNYAMANAN
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan nyeri pada dada sebelah kiri menjalar ke bahu kiri, nyeri seperti tertimpa benda
berat, nyeri hilang timbul, dan biasanya timbul saat pasien beraktivitas.
Tanda (Objektif)
Skala nyeri pasien 5. Pasien tampak meringis dan memegangi area yang nyeri.
XII. PERNAPASAN
Gejala (Subjektif)
Pasien tidak memiliki riwayat penyakit pada penafasan. Pasien mempunyai riwayat merokok, namun
sudah berhenti sejak ia umur 40 tahun. Pasien tidak menggunakan alat bantu napas.
Tanda (Objektif)
Bentuk dada simetris, frekuensi nafas 23x/menit, irama nafas teratur, pernafasan cuping hidung tidak
ada, penggunaan otot bantu nafas tidak ada, pasien tidak menggunakan alat bantu nafas. Saat di palpasi
vokal premitus teraba diseluruh lapang paru , ekspansi paru simetris, pengembangan sama di paru
kanan dan kiri, Tidak ada kelainan. Saat di perkusi hasilnya yaitu sonor, batas paru hepar ICS 5 dekstra.
Suara nafas vesikuler dan tidak ada suara nafas tambahan.
XIII. KEAMANAN
Gejala (Subjektif)
Pasien mengatakan ia tidak memiliki alergi. Pasien belum pernah menjalani transfusi darah. Pasien
tidak memiliki riwayat cedera kecelakaan. Pasien mengatakan penglihatan dan pendengarannya agak
sedikit bermasalah dikarenakan faktor usia.
Tanda (Objektif)
Suhu tubuh : 37,0 C Diaforesis : (-) Integritas kulit : cukup baik, tidak ada masalah. Kekuatan umum
pasien tampak lemah dengan tonus otot 3/5
XIV. SEKSUALITAS
Pasien mengatakan ia melakukan hubungan seksual dengan istrinya seminggu sekali. Dan tidak ada
kesulitan dalam seksual. Pria Pasien mengatakan tidak ada kelainan pada alat kelaminnya (penis).
Semuanya normal
Gejala (subjektif)
Status perkawinan pasien menikah dengan lama nikah yaitu 27 tahun. Pasien hidup dengan anak
dan istri pasien. Pasien berperan sebagai seorang suami dan seorang ayah dari 3 anak. Interaksi pasien
dengan keluarga dan masyarakat sekitar baik.
Tanda (Objektif)
Bicara pasien jelas. Pasien tidak menggunakan alat bantu bicara. Pola interaksi dengan keluarga
baik.
XVI. PENYULUHAN/PEMBELAJARAN
Gejala (Subjektif)
Pasien berbicara menggunakan bahasa indonesia. Tingkat pendidikan S1. Tidak ada keterbatasan
kognitif. Pasien percaya bahwa ia dapat sembuh kembali.
Pemeriksaan Penunjang
Jenis pemeriksaan
HEMATOLOGI
Nilai Normal Satuan Hasil Keteramgan Hasil Hemoglobin 11.7 – 15.5 gr/dl 12.2
Normal Hematokrit 35 – 47 % 33
ANALISA DATA
INTERVENSI KEPERAWATAN
Edukasi
Kolaborasi
Edukasi
h. Jelaskan efek samping dan efek terapi
obat
Kolaborasi
i.Kolaborasi pemberian analgetik
Intoleransi aktivitas Toleransi aktivitas (L.05047) Manajemen energy (I. 05178)
(D. 0056)
Setelah dilakukan tindakan Observasi
keperawatan dalam waktu 3 x -Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
24 jam diharapkan respon mengakibatkan kelelahan
fisiologis terhadap aktivitas - Monitor kelelahan fisik dan emosional
yang membutuhkan tenaga -Monitor pola dan jam tidur
meningkat dengan kriteria -Monitor lokasi dan ketidaknyamanan
hasil : selama melakukan aktivitas
✓ Keluhan lelahmenurun (5)
✓ Dyspnea saat beraktivitas Terapeutik
menurun (5) ✓ Sediakan lingkungan nyaman dan
✓ Aritmia saat aktivitas rendah stimulus (misal cahaya, suara,
menurun (5) kunjungan)
✓ Aritmia setelah ✓ Lakukan latihan rentang gerak pasif dan
beraktivitas menurun (5) atau aktif
✓ Sianosis menurun (5) ✓ Berikan aktivitas distraksi yang
✓ Warna kulit membaik (5) menenangkan
✓ Tekanan darah membaik ✓ Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika
(5) tidak dapat berpindah atau berjalan
✓ Frekuensi napas membaik Edukasi
(5) ✓ Anjurkan tirah baring
✓ Anjurkan melakukan aktivitas secara
bertahap
✓ Anjurkan menghubungi perawat jika
tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
✓ Ajarkan strategi koping untuk
mengurangi kelelahan Kolaborasi
✓ Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan
IMPLEMENTASI EVALUASI
Perawatan jantung (I.02075) S : Paasien mengatakan jantung berdebar-debar
Observasi sudah berkurang
- Mengindentifikasi tanda dan gejala primer O : TTV
penurunan curah jantung (meliputi dyspnea, TD : 120/80 mmHg
kelelahan, edema, orthopnea, N : 110X/m
paroxysmalnocturnal dyspnea, peningkatan CVP). RR : 22X/m
- Mengindentifikasi tanda dan gejala sekunder S : 36,5
penurunan curah jantung (meliputi peningkatan SPOG :98 %
BB, hepatomegaly, distensi vena jugularis, <2 detik
palpitasi, ronkhi basah,, oliguria, batuk, kulit - Gambaran EKG Atrial Flutter
pucat) - Pasien sudah tidak tampak
pucat
- Memonitor tekanan darah (termasuk tekanan A : Masalah penurunan curah jantung
darah ortostatik ,jika perlu teratasi sebagian
P : Pertahankan intervensi
-Memonitor intake dan output cairan
Edukasi
Kolaborasi
Observasi
f. Mengidentifikasi riwayat alergi obat
g. Memonitor tandatanda vital sebelum dan
sesudah pemberian analgesic
Edukasi
h. Menjelaskan efek samping dan efek terapi
obat
Kolaborasi
i.Mengkolaborasi pemberian analgetik
DAFTAR PUSTAKA
Amin dan Hardhi.2015. Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis & Nanda Nic Noc.
Yogyakarta : Mediaction Publishing
Kozier. (2010). Buku Ajar Praktik Keperawatan Klinis Edisi . Jakarta : EGC
PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP
PPNI.
PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan II. Jakarta Selatan : DPP
PPNI. PPNI.
2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia Edisi 1 Cetakan III. Jakarta Selatan : DPP PPNI