Anda di halaman 1dari 93

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA

1. ISOLASI SOSIAL
2. HARGA DIRI RENDAH
3. PERILAKU KEKERASAN
4. HALUSINASI
5. DEFISIT PERAWATAN DIRI

Disusun Oleh:

MAULIANA

13404221013

YAYASAN WAHANA BAKTI KARYA HUSADA

AKADEMI KEPERAWATAN KESDAM ISKANDAR MUDA

LHOKSEUMAWE

2023-2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan ini telah dibaca, dikoreksi dan disetujui oleh Pembimbing Klinik
(CI) Rumah Sakit Jiwa Aceh

Mahasiswa yang bersangkutan

MAULIANA
NIM:13404221013

Pembimbing Akademik Pembimbing Clinical Instructor

NS. ERNA MASDIANA M.kep Ns. ROSLAINI M.Kep

MENGETAHUI

Pengelola penyelenggaraan Diklat

Rumah Sakit Jiwa Aceh

Letkol CKM JUNAEDY,S.K.M.,M.M.M.S,CPM.,CPHM


LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN

ISOLASI SOSIAL

A. DEFINISI
Isolasi sosial adalah keadaan dimana seseorang mengalami atau tidak mampu
berinteraksi dengan orang lain disekitarnya. Klien mungkin merasa ditolak, tidak
diterima, kesepian dan tidak mampu membina hubungan yang berarti dengan orang lain.
Isolasi sosial merupakan salah suatu
gangguan kejiwaan yang disebabkan oleh kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan gangguan interaksi interpersonal dan menimbulkan perilaku maladaptif
pada individu (Arisandy, 2022)
Isolasi sosial merupakan gejala negatif pada skizofrenia dimanfaatkan oleh pasien
untuk menghindari orang lain agar pengalaman yang tidak menyenangkan dalam
berhubungan dengan orang lain tidak terulang kembali.(Pardede 2021)
Isolasi sosial merupakan salah satu masalah keperawatan yang banyak dialami
oleh pasien gangguan jiwa berat. Isolasi sosial sebagai suatu pengalaman menyendiri dari
seseorang dan perasaan segan terhadap orang lain sebagai sesuatu yang negatif atau
keadaan yang mengancam.(Pardede, Hamid & Putri, 2020)

B. ETIOLOGI
Menurut Videbeck (2020) terdapat dua faktor penyebab skizofrenia, yaitu :
a. Faktor predisposisi
1) Faktor biologis
 Faktor genetik
Faktor genetik adalah faktor utama pencetus dari skizofrenia. Anak yang memiliki
satu orang tua biologis penderita skizofrenia tetapi diadopsi pada saat lahir oleh keluarga
tanpa riwayat skizofrenia masih memiliki risiko genetik dari orang tua biologis mereka.
Hal ini dibuktikan dengan penelitian bahwa anak yang memiliki satu orang tua penderita
skizofrenia memiliki resiko 15%, angka ini meningkat sampai 35% jika kedua orang tua
biologis menderita skizofrenia.
 Faktor Neuroanatomi
Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan
otak yang relatif lebih sedikit. Hal ini dapat memperlihatkan suatu kegagalan
perkembangan atau kehilangan jaringan selanjutnya. Computerized Tomography (CT
Scan) menunjukkan pembesaran ventrikel otak dan atrofi korteks otak. Pemeriksaan
Positron Emission Tomography (PET) menunjukkan
bahwa ada penurunan oksigen dan metabolisme glukosa pada struktur korteks frontal
otak. Riset secara konsisten menunjukkan penurunan volume otak dan fungsi otak yang
abnormal pada area temporal dan frontal individu penderita skizofrenia.
Daerah otak yang mendapatkan banyak perhatian adalah sistem limbik dan
ganglia basalis. Otak pada penderita skizofrenia terlihat sedikit berbeda dengan orang
normal, ventrikel terlihat melebar, penurunan massa abu-abu, dan beberapa area terjadi
peningkatan maupun penurunan aktivitas metabolik. Pemeriksaan mikroskopis dan
jaringan otak ditemukan sedikit perubahan dalam distribusi sel otak yang timbul pada
massa prenatal karena tidak ditemukannya sel glia, biasa timbul pada trauma otak setelah
lahir.
 Neurokimia
Penelitian neurokimia secara konsisten memperlihatkan adanya perubahan sistem
neurotransmitters otak pada individu penderita skizofrenia. Pada orang normal, sistem
switch pada otak bekerja dengan normal. Sinyal-sinyal persepsi yang datang dikirim
kembali dengan sempurna tanpa ada gangguan sehingga menghasilkan perasaan,
pemikiran, dan akhirnya melakukan tindakan sesuai kebutuhan saat itu. Pada otak
penderita skizofrenia, sinyal-sinyal yang dikirim mengalami gangguan sehingga tidak
berhasil mencapai sambungan sel yang dituju

2) Faktor psikologis

Skizofrenia terjadi karena kegagalan dalam menyelesaikan perkembangan awal


psikososial sebagai contoh seorang anak yang tidak mampu membentuk hubungan saling
percaya yang dapat mengakibatkan konflik intrapsikis seumur hidup. Skizofrenia yang
parah terlihat pada ketidakmampuan mengatasi masalah yang ada. Gangguan identitas,
ketidakmampuan untuk mengatasi masalah pencitraan, dan ketidakmampuan untuk
mengontrol diri sendiri juga merupakan kunci dari teori ini.

3) Faktor sosiokultural dan lingkungan

Faktor sosiokultural dan lingkungan menunjukkan bahwa jumlah individu dari


sosial ekonomi kelas rendah mengalami gejala skizofrenia lebih besar dibandingkan
dengan individu dari sosial ekonomi yang lebih tinggi. Kejadian ini berhubungan dengan
kemiskinan, akomodasi perumahan padat, nutrisi tidak memadahi, tidak ada perawatan
prenatal, sumber daya untuk menghadapi stress,dan perasaan putus asa.

b. Faktor presipitasi

Faktor presipitasi dari skizofrenia antara lain sebagai berikut :

 Biologis

Stressor biologis yang berbuhungan dengan respons neurobiologis maladaptif


meliputi gangguan dalam komunikasi dan putaran umpan balik otak yang mengatur
proses balik informasi dan abnormalitas pada mekanisme pintu masuk dalam otak
yang mengakibatkan ketidakmampuan untuk secara selektif menanggapi stimulus.

 Lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang ditentukan secara biologis berinteraksi dengan
stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan pikiran.

 Pemicu gejala

Pemicu merupakan prekursor dan stimuli yang sering menimbulkan episode baru
suatu penyakit. Pemicu yang biasanya terdapat pada respon neurobiologis maladaptif
yang berhubungan dengan kesehatan, lingkungan, sikap, dan perilaku individu.
C. PATOFISIOLOGI
Salah satu gangguan berhubungan sosial diantaranya menarik diri yang disebabkan
karena perasaan tidak berharga, dengan latar belakang yang penuh dengan permasalahan,
ketegangan, kekecewaan, dan kecemasan. Perasaan tidak berharga menyebabkan pasien
semakin sulit dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain. Menyebabkan pasien
menjadi regresi atau mundur, mengalami penurunan dalam aktivitas dan kurang perhatian
terhadap penampilan dan kebersihan diri. Perjalanan dari tingkah laku masa lalu serta
tingkah laku primitive yaitu pembicaraan yang autistik dan tingkah laku yang tidak sesuai
dengan kenyataan, sehingga berakibat lanjut menjadi halusinasi (Azizah, dkk. 2017).
Faktor yang mempengaruhi kesembuhan pasien gangguan jiwa dengan masalah isolasi
sosial adalah:
 Usia
Pasien yang dirawat dengan masalah isolasi sosial berada dalam rentang usia 25-65
tahun atau pada masa dewasa. Masa dewasa merupakan masa kematangan dari aspek
kognitif, emosi, dan perilaku. Kegagalan yang dialami seseorang untuk mencapai
tingkat kematangan tersebut akan sulit memenuhi tuntutan perkembangan pada usia
tersebut dapat berdampak terjadinya gangguan jiwa. Usia dewasa merupakan aspek
sosial budaya dengan frekuensi tertinggi mengalami gangguan jiwa (Wakhid, dkk.
2013).
 Jenis Kelamin
Jenis kelamin tidak mempengaruhi secara signifikan terjadinya gangguan jiwa.
Wanita cenderung mengalami gejala lebih ringan dibandingkan pria. Pria sangat
rentan terkena gangguan jiwa penyebabnya adalah tingginya tingkat emosional. Pria
juga mempunyai kemampuan verbal dan bahasa yang kurang dari wanita, sehingga
pria cenderung tertutup dan memendam sendiri setiap masalah dan stressor psikologis
yang mereka hadapi. Kondisi ini jika berlangsung lama tanpa ada mekanisme koping
yang konstruktif, maka kecenderungan jatuh ke dalam gangguan jiwa akan tinggi
(Berhimpong 2016, Suerni & PH, 2019).
 Pendidikan
Pendidikan rendah dapat menjadi penyebab terjadinya masalah psikologis. Seseorang
dengan pendidikan rendah akan kesulitan dalam menyampaikan ide, gagasan atau
pendapatnya, sehingga mempengaruhi cara berhubungan dengan orang lain,
menyelesaikan masalah, membuat keputusan dan responnya terhadap sumber stres.
Pendidikan sangat besar pengaruhnya terhadap perilaku seseorang. Seseorang yang
berpendidikan tinggi akan berbeda perilaku dengan orang yang berpendidikan rendah.
Tetapi status pendidikan sebagian besar pasien adalah SMA hal ini bisa jadi
dikarenakan kebanyakan pasien memiliki beban karena memiliki pendidikan yang
tinggi akan tetapi tidak sesuai dengan yang diharapkan pasien (Suerni & PH, 2019).
 Pekerjaan
Menurut Rachmawati, dkk (2020) menyatakan 95% pasien yangmengalami gangguan
jiwa dengan masalah isolasi sosial tidak bekerja. Pekerjaan memiliki hubungan
dengan status ekonomi individu, dan kondisi sosial ekonomi yang rendah sangat
menimbulkan perasaan tidak berdaya, perasaan ditolak oleh orang lain,
ketidakmampuan dalam memenuhi kebutuhan nutrisi dan perawatan, sehingga
individu berusaha untuk menarik diri dari lingkungan. Seseorang yang berada dalam
sosial ekonomi rendah dan tidak mempunyai pekerjaan lebih berisiko mengalami
berbagai masalah terutama kurangnya rasa percaya diri dalam menjalankan aktivitas
kehidupan sehari-hari (Wakhid, dkk.2013).
 Dukungan Keluarga
Menurut Suerni & PH (2019) bahwa sebagian besar dari pasien kurang mendapatkan
dukungan dari keluarga dan lingkungannya. Dukungan keluarga merupakan salah
satu faktor terpenting dalam upaya meningkatkan motivasi sehingga dapat
berpengaruh positif terhadapkesehatan psikologis. Adanya dukungan keluarga
membuat pasien merasa dipedulikan, diperhatikan, merasa tetap percaya diri, tidak
mudah putus asa, tidak minder, merasa dirinya bersemangat, merasa ikhlas dengan
kondisi, sehingga merasa lebih tenang dalam menghadapi suatu masalah.
 Lama Sakit
Pasien yang paling banyak ditemukan mengalami kekambuhan memiliki riwayat
lama sakit antara 5-10 tahun. Pasien yang mempunyai riwayat lama sakit ≥ 5 tahun
memiliki risiko mengalami kekambuhan lebih tinggi (Rachmawati, dkk.2020).
D. TANDA DAN GEJALA
Tanda gejala yang dapat dilihat pada pasien yang mengalami isolasi sosial menurut
Zakiah, Hamid & Susanti (2018) dalam Maudhunah et al. (2021) dapat berupa:
 pasien tampak murung
 Sulit tidur
 Gelisah
 Lemah
 Malas beraktivitas
 Kurang bersemangat menarik diri
 Menjauhi orang lain
 Jarang atau bahkan tidak sama sekali melakukan komunikasi dengan orang lain
 Menghindari kontak mata
 Kehilangan menit berkomunikasi
 Malas mengikuti kegiatan aktivitas social
 Berdiam diri di kamar
 Menolak dan tidak mau menjalin hubungan dengan orang lain

E. PENATALAKSANAAN

Menurut (Dermawan 2013 dalam Putra 2022). penatalaksaan isolasi social sebagai
berikut :

1) Terapi farmakologi

- Clorpromazine (CPZ)

Obat ini digunakan pada pasien yang tidak mampu dalam menilai realistis, kesadaran
diri terganggu, serta ketidakmampuan dalam fungsi mental.

- Haloperizol (HP)

Obat ini digunakan untuk mengobati pasien yang tidak mampu

menilai realita.
- Thrixyphenidyl (THP)

Obat ini digunakan pada segala penyakit Parkinson, termasuk pasca ensepalitis dan
idiopatik, sindrom Parkinson akibat misalnya reserpine dan fenootiazine.

2) Terapi Non-farmakologi

a) Terapi individu

Pada pasien isolasi sosial dapat diberikan dengan strategi pelaksanaan atau SP.

b) Terapi kelompok

Terapi aktivitas kelompok atau TAK merupakan suatu psikoterapi yang bertujuan
untuk memberi stimulus bagi klien dengan gangguan isolasi sosial. Dalam terapi ini
terbagi dalam 7 sesi yaitu, sesi 1 : pasien mampu memperkenalakn diri, sesi 2 : pasien
mampu melakukan cara berkenalan dengan anggota kelompok, sesi 3 : pasien mampu
bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang topik yang yang umum, sesi 4 :
pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang topik tertentu, sesi 5
: pasien mampu bercakap-cakap dengan anggota kelompok tentang masalah pribadi,
sesi 6 : pasien mampu bekerja sama dengan anggota kelompok, dan sesi 7 : pasien
mampu mengevaluasi kemampuan sosialisasi nya

F. POHON MASALAH

Resiko gangguan persefsi sensori: halusinasi (effect)

ISOLASI SOSIAL (care problem)

Gangguan konsep diri:harga diri rendah (cause)


G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Dirumuskan berdasarkan tanda dan gejala isolasi sosial yang ditemukan. Jika hasil
pengkajian menunjukkan tanda dan gejala isolasi sosial, maka diagnosis keperawatan
yang ditegakkan adalah
 Isolasi sosial
 Gangguan konsep diri : Harga diri rendah
 Resiko perubahan persepsi sensori: halusinasi
STRATEGI PELAKSANAAN ISOLASI SOSIAL (MENARIK DIRI)

SP 1 kline :Membina hubungan saling percaya, membantu klien mengenali penyebab isolasi
sosial, membantu klien mengenal keuntungan berhubungan dan kerugian tidak berhubungan
dengan orang lain dan mengajarkan pasien berkenalan

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

 Subjektif.

a. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.

b. Klien mengatakan orang-orang jahat dengan dirinya

c. Klien merasa orang lain tidak selevel dengannya

 Objektif:

a. Klien terlihat menyendiri

b. Klien terlihat mengurung diri

c. Klien tidak mau bercakap-cakap dengan orang lain

2. Diagnosis Keperawatan: Isolasi Sosial

3. Tujuan

a. Klien dapat membina hubungan saling percaya

b. Klien dapat menyebutkan penyebab Isolasi Sosial

c. Klien dapat menyebutkan keuntungan dan kerugian hubungan dengan orang lain

d. Klien dapat melaksanakan hubungan sosial secara bertahap

e. Klien dapat menjelaskan perasaan setelah berhubungan dengan orang lain.

f. Klien mendapat dukungan keluarga dalam memperluas hubungan sosial


g. Klien dapat memanfaatkan obat dengan baik

4. Tindakan Keperawatan

a. Membina hubungan saling percaya

b. Mengidentifikasi penyebab Isolasi Sosial pasien

c. Berdiskusi dengan pasien tentang keuntungan berinteraksi dengan orang lain

d. Berdi"Dengan siapas tinggal dirumah?"

"Siapa yang paling dekat dengan S?"

"Apa yang menyebabkan ibu dekat dengan orang tersebut?"

"Siapa anggota keluarga dan teman S yang tidak dekat dengan S?"

"Apa yang membuat S tidak dekat dengan orang lain?""

"Apa saja kegiatan yang S lakukan saat sedang bersama keluarga?"

"Bagaimana dengan teman yang lain?"

"Apakah ada pengalaman yang tidak menyenangkan ketika bergaul dengan orang lain?"

"Apa yang menghambat S dalam berteman atau berbincang-bincang dengan orang lain?"

"Menurut S apa keuntungan jika kita mempunyai teman? Wah benar, kita mempunyai
teman untuk berbincang-bincang. Apa lagi S? (sampai pasien dapat menyebutkan
beberapa). Nah, kalau kerugian kita tidak mempunyai teman apa ya S? Apa lagi?(Sampai
pasien dapat menyebutkan beberapa) jadi banyak juga ruginya tidak memiliki teman ya
S?"skusi dengan pasien tentang kerugian berinteraksi dengan orang lain

e. Mengajarkan pasien cara berkenalan dengan satu orang

f. Menganjurkan pasien memasukka kegiatan latihan berbincang-bincang dengan orang


lain kedalam kegiatan harian
B. PROSES PELAKSANAAN

FASE ORIENTASI

 Salam Terapeutik

"Selamat pagi, perkenalkan saya perawat mauliana. Saya mahasiswa Keperawatan


akper kesdam im lhokseumawe yang akan dinas diruangan ini selama 4 hari dan hari
ini saya dinas dari jam 8 pagi sampai jam 3 sore nanti. Nama kamu siapa? Senang
dipanggil apa? Oh di panggil S saja ya

 Evaluasi/Validasi

"Bagaimana perasaan S saat ini? Oh, Jadi S merasa bosan dan tidak berguna. Apakah
S masih suka menyendiri?"

 Kontrak
- Topik: "Baiklah, bagaimana kalau kita berbincang-bincang tentang perasaan S dan
kemampuan yang S miliki? Apakah S bersedia? Tujuan nya agar S dan saya dpat
saling mengenal sekaligus dapat mengetahui keuntungan berinteraksi dengan orang
lain dan kerugian tidak berinteraksi dengan orang lain"
- Waktu: "Berapa lama S mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 101 menit saja?
- Tempat: "S mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau diruang tamu saja?"

FASE KERJA

"Kalau begitu S mau belajar berteman dengan orang lain? Nah, untuk memulainya
sekarang S latihan dengan saya terlebih dahulu. Begini S, untuk berkenalan dengan
orang lain kita sebutkan dahulu nama kita"

"Contohnya: Nama saya Sinta"

"Selanjutnya S menanyakan nama orang yang diajak berkenalan. Contohnya nama ibu
siapa? Senang nya dipanggil apa?"
"Ayo S coba dipraktekkkan. Misalnya saya belum kenal dengan S. S coba berkenalan
dengan saya"

"Ya bagus sekali S. Coba sekali lagi S

"Bagus sekali S"

"Setelah berkenalan dengan S. orang tersebut diajak ngobrol hal-hal menyenangkan.


Misalnya tentang keluarga, tentang hobi, pekerjaan dan

sebagainya" "Nah, bagaimana kalau sekarang kita latihan bercakap-cakap dengan


teman S(damping S berbincang-bincang)

FASE TERMINASI

a. Evaluasi Subjektif dan objektif:

"Bagaimana perasaan ibu setelah kita latihan berkenalan?"

"Nah, sekarang coba ulangi kembali dan peragakan ulang cara berkenalan dengan
orang lain"

b. Rencana tindak lanjut

"Baiklah S. dalam satu hari mau berapa kali S latihan berbincang- bincang dengan
orang lain? Dua kali ya S? Baiklah jam berapa S akan latihan? Ini ada jadwal
kegiatan, kita isi di jam 11.00 dan jam 15.00 kegiatan S adalah bercakap-cakap
dengan teman sekamar. Jika S melakukannya secara Mandiri maka S menuliskan nya
M. Jika S melakukannya dengan bantuan atau diingatkan oleh keluarga atau teman
maka S buat D, jika S tidak melakukannya maka S tulis T. apakah S mengerti? Coba
S ulangi" Iya bagus S.

c. Kontrak yang akan dating

Topik: "Baiklah S, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang tentang


pengalaman S. berbincang-bincang dengan teman ban dan latihan berbincang-bincang
dengan topic tertentu. Apkaha S bersedia?" Waktu: "S mau jam berapa? Bagaimana
kalau jam 11saja?" Tempat: "S maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau diruang tamu? Baiklah S besok saya akan kesini jam 11 ya. Saya permisi dulu,
sampai jumpa
SP 2 kline : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan orang
pertama, yaitu seorang perawat )

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

 Subjektif:
a. Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.
 Objektif:
a. Klien menyendiri dikamar
b. Klien tidak mau melakukan aktivitas diluar kamar
e. Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya

2. Diagnosis Keperawatan: Isolasi Sosial

3. Tujuan

a. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain

b. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang denganorang lain.

4. Tindakan Keperawatan

a.Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b.Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan


satu orang

e.Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain


sebagai salah satu kegiatan harian

B. PROSES PELAKSANAAN

FASE ORIENTASI

a. Salam Terapeutik

"Selamat pagi, Apakah S masih ingat dengan saya?"


b. Evaluasi/VAlidasi:

"Bagaimana dengan perasaan S hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian?
Bagaimana semangat nya untuk berbincang-bincang dengan orang lain? Apakah S sudah
mulai berkenalan dengan orang lain dan bagaimana perasaan S setelah mulai
berkenalan?"

o . Kontrak
- Topik: "Baiklah, sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan bagaimana
berkenalan dan berbincang-bincang dengan 2 orang lain agar S semakin banyak teman.
Apakah S bersedia?"
- Waktu: "Berapa lama S mau berbincang-bincang" Bagaimana kalau 10 menit?"
- Tempat: "S mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau diruang tamu saja?"

FASE KERJA

"Baiklah, hari ini saya datang bersama dua ornag ibu perawat yang juga dinas diruangan
ini, S bisa memulai berkenalan"

"Apakah S masih ingat dengan cara berkenalan?(Beri pujian jika pasien masih ingat, jika
pasienlupa bantu pasien mengingat kembali) Nah, seilahkan ibu mulai(fasilitasi
perkenalan antara pasien dengan perawat lain)

Wah bagus sekali, selain nama, alamat, hobby. Apakah ada yang S ingin ketahui lagi
mengenai perawat C dan D? (Bantu pasien mengembangkan percakapan)"

"Nah S. apa saja kegiatan yang biasa S lakukan pada jam segini? Bagaimana kalau kita
menemani teman S yang sedang menyiapkan makan siang diruang makan sambil
menolong teman S, S bisa sambil berbincang-bincang dengan teman yang lain (damping
pasien ke ruang makan)"

"Apa yang ingin S bincangkan dengan teman S? Oh oke, tentang cara menyusun piring
diatas meja makan. Silahkan S (jika pasien diam dapat dibantu oleh perawat) coba S
tanyakan bagaimana cara menyusun piring diatas meja kepada teman S? Apakah harus
rapi atau tidak? Silahkan S, apalagi yang ingin S perbincangkan. Silahkan

"Oke sekarang piring nya sudah rapi, bagaimana kalau S dengan teman S melakukan
menyusun gelas diatas meja bersama sekalian S berbincang- bincang ya S"

FASE TERMINASI

a. Evaluasi subjektif dan objektif

"Bagaimana perasaan S setelah kita berkenalan dengan perawat C dan D dan


berbincang-bincang dengan teman S aaat menyiapkan makan siang di ruang makan?
Coba S sebutkan kembali bagaimana caranya berkenalan?"

b. Rencana tindak lanjut

"Bagaimana kalau ditambah lagi jadwal kegiatan S yaitu jdwal kegiatan berbincang-
bincang ketika membantu teman sedang menyiapkan makan siang. Mau jam berapa S
latihan? Oh ketika makan pagi dan makan siang"

o Kontrak yang akan datang


- Topik: "Baiklah S kalau besok kita berbincang-bincang dengan orang yang lebih
banyak dari sebelumnya? S akan berbincang-bincang dengan Juru masak yang jumlah
nya ada lima orang dan S bisa bertanya apa saja yang S ingin ketahui dari mereka.
Apakah S bersedia?"
- Waktu: "S mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11mselama 15 menit saja sambil
mereka menyiapkan masak untuk makan siang?"
- Tempat: "S maunya kita berbincang-bincang dimana? Bagaiman kalau di dapur saja
bu?"
SP 3 kline : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan perawat
dan klien lain )

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien

 Subjektif.

Klien mengatakan malas berinteraksi dengan orang lain.

 Objektif

a. Klien menyendiri dikamar

b. Klien tidak mau melakukan aktivitas diluar kamar

c. Klien tidak mau melakukan interaksi dengan yang lainnya

2. Diagnosis Keperawatan: Isolasi Sosial

3. Tujuan

a. Klien dapat mempraktekkan cara berkenalan dengan orang lain

b. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain.

4. Tindakan Keperawatan

a. Mengevaluasi jadwal kegiatan harian pasien

b. Memberikan kesempatan kepada pasien mempraktekkan cara berkenalan dengan


satu orang

c. Membantu pasien memasukkan kegiatan berbincang-bincang dengan orang lain


sebagai salah satu kegiatan harian
B. PROSES PELAKSANAAN

FASE ORIENTASI

a. Salam Terapeutik

"Selamat pagi S. amsih ingat dengan saya?"

b. Evaluasi/Validasi

"Bagaimana dengan perasaan S hari ini? Apakah masih ada perasaan kesepian?
Bagaimana semangat nya untuk berbincang-bincang dengan orang lain? Apakah S
sudah mulai berkenalan dengan orang lain dan bagaimana perasaan S setelah mulai
berkenalan?"

- . Kontrak
- Topik: "Baiklah, sesuai dengan janji kita kemarin hari ini kita akan latihan
bagaimana berkenalan dan berbincang-bincang dengan Juru masak yang jumlahnya
ada lima orang. Agar S semakin banyak teman. Apakah S bersedia?"
- Waktu: "Berapa lama S mau berbincang-bincang" Bagaimana kalau 15 menit?"
- Tempat: "S mau berbincang-bincang dimana? Bagaimana kalau didapur saja?"

FASE KERJA

"Baiklah S. bagaiman kalau kita menuju ruang dapur, disana para Juri masak sedang
memasak dan jumlah mereka disana ada lima orang. Bagaimana kalau kita berangkat
sekarang?"

"Apakah S sudah siap bergabung dengan banyak orang? Nah, sesampainya S nanti
disana S langsung bersalaman dan memperkenalkan diri seperti yang sudah kita
pelajari. S bersiap saja dan yakin bahwa orang-orang disana senang bertemu dengan S.
Baiklah S kita berangkat sekarang ya? (Selanjutnya perawat mendampingi pasien
dikegiatan kelompok sampai selesai), Nah S, sekarang kita latihan berbincang-bincang
dengan teman saat melakukan kegiatan harian, kegiatan apa yang S ingin lakukan? Oh
oke merapikan tempat tidur, dengan siapa S ingin di damping? Dengan Ny. H? baiklah
S. Kegiatannya merapikan tempat tidur ya ( Perawat mengajak pasien H untuk
menemani pasien merapikan tempat tidur dan memotivasi pasien dan teman sekamar
berbincang-bincang

FASE TERMINASI

a. Evaluasi subjektif dan objektif

"Bagaimana perasaan S setelah kita berkenalan dengan juru masak di dapur? Kalau
setelah merapikan kamar bagaimana S? apa pengalaman S yang menyenangkan
berada dalam kelompok? Adakah manfaatnya kita bergabung dengan orang banyak?"

b. Rencana tindak lanjut

"Baiklah S selanjutnya S bisa menambah orang yang S kenal atau S bisa ikut kegiatan
menolong membawakan nasi untuk dimakan oleh teman- Teman S. Jadwal bercakap-
cakap setiap pagi saat merapikan tempat tidur kita cantumkan dalam jadwal ya S.
Setiap jam berapa S akan berlatih? Baiklah pada pagi jam 08:00 dan sore jam 16:00.

o Kontrak yang akan datang


- Topik:"Baik lah ibu bagaimana kalau besok saya kan mendampingi ibu dalam
melakukan berbincang-bincang saat menjemput pakaian ke laundry. apakah ibu
bersedia?"
- Waktu:"Ibu mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00"
- Tempat::"Ibu maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang
tamu? Baiklah B besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok B. Saya
permisi, selamat siang"
SP 4 klien : Mengajarkan klien berinteraksi secara bertahap (berkenalan dengan 2
orang atau lebih / kelompok)

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi Klien.

 Data Subjektif:

a. Klien mengatakan sudah mau berinteraksi dengan orang lain.

b. Klien mengatakan mampu berinteraksi dengan orang lain.

 Data Objektif:

a. Klien sudah mau keluar kamar.

b. Klien bisa melakukan aktivitas di ruangan.

2. Diagnosa Keperawatan: Isolasi Sosial.

3. Tujuan
a. Klien mempu berkenalan dengan dua orang atau lebih.
b. Klien dapat memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.
4. Tindakan Keperawatan.
a. Mengevaluasi jadwal kegitan harian pasien.
b. Memberikan kesempatan pada klien berkenalan.
e. Menganjurkan pasien memasukkan kedalam jadwal kegiatan harian.

B. PROSES PELAKSANAAN
FASE ORIENTASI
a. Salam Terapeutik
"Selamat pagi S, Apakah S masih kenal dengan saya?
b. valuasi Validasi
"Bagaimana dengan perasaan S hari ini? masih ada perasaan kesepia, rasa enggan
berbicara dengan orang lain? Bagaimana dengan kegiatan hariannya sudah dilakukan?
Dilakukan sambil bercakap-cakap kan S? sudah berapa orang baru yang S kenal? Dengan
teman kamar yang lain bagaimana? Apakah sudah bercakap-cakap juga? Bagaiman
perasaan S setelah melakukan semua kegiatan? Waah S memang luar biasa"
o Kontrak:

- Topik:"Baiklah sesuai dengan janji kita kemarin hari ini saya akan mendampingi S dalam
menjemput pakaian ke laundry atau latihan berbicara saat melakukan kegiatan sosial.
Apakah S bersedia?"
- Waktu:Berapa lama S mau berbincang-bincang? Bagaimana kalau 20 menit?
- Tempat:S mau berbincang-bincang dimana? Bagai mana kalau di ruang tamu?
FASE KERJA
"Baiklak, apakah S sudah mempunyai daftar baju yang akan di ambil? (sebaiknya sudah
disipakan oleh perawat) baiklah S. mari kita berangkat ke ruangan laundry (komunikasi
saat di ruangan laundry)"
"Nah S, caranya yang pertama adalah S ucapkan salam untuk ibu V, setelah itu S
bertanya kepada ibu V apakah pakaian untuk ruangan Kamboja sudah ada? Jika ada
pertanyaan dari S ibu V jawab ya? Setelah selesai, minta ibu V menghitung total pakaian
dan kemudian S ucapkan terimakasih pada Ibu V. Nah, sekarang coba S mulai (perawat
mendampingi pasien)"

FASE TERMINASI
a. Subjektif dan objektif.
"Bagaimana perasaan S setelah bercakap-cakap saat menjemput pakaian ke ruangan
laundry? Apakah pengalaman yang menyenangkan S?"
b. Rencana tindak lanjut:
"Baiklah S. selanjutnya S bisa terus menambah orang yang S kenal dan melakukan
kegiatan menjemput pakaian ke ruangan laundry"
oKontrak yang akan datang

- Topik:"Baiklah S, bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang


kebersihan diri. Apakah S bersedia?"
- Waktu:"mau jam berapa? Bagaimana kalau jam 11:00"
- Tempat:"S maunya dimana kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di ruang tammu?
Baiklah S besok saya akan kesini jam 11:00 sampai jumpa besok S. Saya permisi dulu
ya,Selamat siang"
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN

HARGA DIRI RENDAH

A. DEFINISI

Harga diri rendah berasal dari pengalaman seseorang seiring dengan


pertumbuhannya, seperti : tidak ada kasih sayang , dorogan dan tantangan, tidak terdapat
cinta dan penerimaan, selalu mengalami kritikan, ejekan, sarkame, dan sinisme, adanya
pemukulan fisik dan pelecehan tidak adanya pengakuan dan pujian untuk prestasi,
terdapat kelebihan dan keunikan yang selalu di abaikan (Pardede, Hafizudin, & Sirait,
2021). Harga diri rendah merupakan perasaan tidak berharga, tidak berarti, dan rendah
diri yang berkepanjangan akibat evaluasi negatif terhadap diri sendiri dan kemampuan
diri (Keliat dkk, 2011; Pardede, 2019)

Harga diri yang tinggi dikaitkan dengan kecemasan yang rendah, efektif dalam
kelompok dan penerimaan orang lain terhadap dirinya, sedangkan masalah kesehatan
dapat menyebabkan harga diri, sehingga harga diri dikaitkan dengan hubungan
interperonal yang buruk dan beresiko terjadinya depresisehingga perasaan negatif
mendasari hilangnya kepercayaan diri dan harga diri individu dan menggambarkan
gangguan harga diri. Harga diri rendah dapat digambarkan sebagai perasaan negatif
terhadap diri sendiri termasuk hilangnya percaya diri dan harga diri. Harga diri rendah
dapat terjadi secara situasional (trauma) ataukronis (negatif self evaluasi yang telah
berlangsung lama). Dan dapat di ekspresikan secara langsung atau tidak langsung (nyata
atau tidak nyata)(Samosir, 2020)

Berdasarkan defenisi diatas dapat disimpulkan bahwa harga diri rendah adalah
perasaan tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan akibat
evaluasi yang negatif terhadap diri sendiri atau kemampuan diri. Adanya perasaan hilang
kepercayaan diri, merasa gagal karena tidak mampu mencapai keinginan sesuai dengan
ideal diri.
B. ETIOLOGI

Menurut (Nur, 2022). Penyebab Harga Diri Rendah dibedakan menjadi dua faktor yaitu
faktor predisposisi dan prespitasi :

a. Faktor Predisposisi

1) Biologi

Faktor heriditer (keturunan) seperti adanya riwayat anggota keluarga yang mengalami
gangguan jiwa Selain itu adanya riwayat penyakit kronis atau trauma kepala merupakan
merupakan salah satu faktor penyebab gangguan jiwa.

2) Psikologis

Masalah psikologis yang dapat menyebabkan timbulnya Harga Diri Rendah adalah
pengalaman masa lalu yang tidak menyenangkan, penolakan dari lingkungan dan orang
terdekat serta harapan yang tidak realistis. Kegagalan berulang, kurang mempunyai
tanggungjawab personal dan memiliki ketergantungan yang tinggi pada orang lain
merupakan faktor lain yang menyebabkan gangguan jiwa. Selain itu pasien dengan Harga
Diri Rendah memiliki penilaian yang negatif terhadap gambaran dirinya, mengalami
krisis identitas, peran yang terganggu, ideal diri yang tidak realistis.

3) Faktor Sosial Budaya

Pengaruh sosial budaya yang dapat menimbulkan Harga Diri Rendah adalah adanya
penilaian negatif dari lingkungan terhadap klien, sosial ekonomi rendah, pendidikan yang

rendah serta adanya riwayat penolakan lingkungan pada tahap tumbuh kembang anak.

b. Faktor Presipitasi

Masalah khusus tentang konsep diri disebabkan oleh setiap situasi yang dihadapi individu
dan ia tidak mampu menyesuaikan situasi atas stresor dapat mempengaruhi komponen.
Stresor yang dapat mempengaruhi gambaran diri adalah hilangnya bagian tubuh, tindakan
operasi, proses patologi penyakit, perubahan struktur dan fungsi tubuh, proses tumbuh
kembang, prosedur tindakan dan pengobatan. Sedangkan stressor yang dapat
mempengaruhi harga diri dan ideal diri adalah penolakan dan kurang penghargaan diri
dari orang tua dan orang yang berarti. Faktor pencetus dapat berasal dari sumber internal
ataupun eksternal.

a) Trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau menyaksikan peristiwa yang
mengancam kesehatan.

b) Ketegangan peran berhubungan dengan peran atau posisi yang diharapkan dan
individu mengalaminya sebagai frustasi. Ada tiga jenis transisi peran :

1. Transisi peran perkembangan adalah perubahan normative yang berkaitan dengan


pertumbuhan. Perubahan ini termasuk tahap perkembangan dalam kehidupan
individu atau keluarga dan norma-norma budaya, nilai-nilai serta tekanan untuk
menyesuaikan diri.
2. Transisi peran situasi terjadi dengan bertambah atau berkurangnya anggota
keluarga melalui kelahiran atau kematian.
3. Transisi peran sehat-sakit terjadi akibat pergeseran dari keadaaan sehat keadaan
sakit. transisi ini dapat dicetuskan oleh :
(a) Kehilangan bagian tubuh
(b) Perubahan ukuran, bentuk, penampilan atau fungsi
tubuh.
(c) Perubahan fisik yang berhubungan dengan tumbuh
kembang normal.
(d) Prosedur medis dan keperawatan.

C. TANDA DAN GEJALA


Manifestasi yang biasanya muncul pada pasien dengan masalah Harga Diri Rendah
kronis (Sihombing et al., 2022).:
1. Mayor
a. Subjektif
1) Menilai diri dengan negatif/mengkritik diri
2) Merasa tidak berarti/tidak berharga
3) Merasa malu/minder
4) Merasa tidak mampu melakukan apapun
5) Meremehkan kemampuan yang dimiliki
6) Merasa tidak memiliki kelebihan
b. Objektif
1) Berjalan menunduk
2) Postur tubuh menunduk
3) Kontak mata kurang
4) Lesu dan tidak bergairah
5) Berbicara pelan dan lirih
6) Ekspresi muka datar
7) Pasif
2. Minor
a. Subjektif
1) Merasa sulit konsentrasi
2) Mengatakan sulit tidur
3) Mengungkapkan keputusasaan
4) Enggan mencoba hal baru
5) Menolak penilaian positif tentang diri sendiri
6) Melebih-lebihkan penilaian negatif tentang diri sendiri

b. Objektif

1) Bergantung pada pendapat orang lain


2) Sulit membuat keputusan
2) Sering kali mencari penegasan
3) Menghindari orang lain
4) Lebih senang menyendiri

D. KLASIFIKASI

Dalam (Sihombing et al., 2020) Klasifikasi Harga Diri Rendah dibagi menjadi 2 jenis,
yaitu:
1) Harga Diri Rendah Situsional adalah keadaan dimana individu yang
sebelumnyamemiliki harga diri positif mengalami perasaan negatif mengenai diri dalam
berespon, terhadap suatu kejadian (kehilangan, perubahan)

2) Harga Diri Rendah Kronik adalah keadaan dimana individu mengalami evaluasi diri
yang negatif mengenai diri atau dalam waktu lama. (Pardede, Keliat, & Yulia, 2020)

E. MEKANISME KOPING
Seseorang dengan Harga Diri Rendah memiliki mekanisme koping jangka pendek dan
jangka panjang. Jika mekanisme koping jangka pendek tidak memberikan hasil yang telah
diharapkan individu, maka individu dapat mengembangkan mekanis koping jangka
panjang (Dwi Saptina, 2020). Mekanisme tersebut mencakup sebagai berikut :
1. Jangka Pendek
a. Aktivitas yang dilakukan untuk pelarian sementara yaitu : pemakaian obat-obatan,
kerja keras, nonton tv secara terus menerus.
b. Aktivitas yang memberikan penggantian identitas bersifat sementara, misalnya ikut
kelompok sosial, agama, dan politik)
c. Aktivitas yang memberikan dukungan bersifat sementara misalnya perlombaan.
2. Jangka Panjang
a. Penutupan identitas : Terlalu terburu-buru mengadopsi identitas yang disukai darI
orang-orang yang berarti tanpa memperhatikan keinginan atau potensi diri sendiri.
b. Identitas Negatif : asumsi identitas yang bertentangan dengan nilai-nilai dan harapan
masyarakat.
3. Mekanisme pertahanan ego (Yusuf et al., 2015)
a. Fantasi
b. Disosiasi
c. Isolasi
d. Proyeksi
e. Displacement
f. Marah/amuk pada diri sendiri
F. PENATALAKSAAN
Keperawatan Harga Diri Rendah Kronis Strategi pelaksanaan tindakan dan komunikasi
(SP/SK) merupakan suatu metoda bimbingan dalam melaksanakan tindakan keperawatan
yang berdasarkan kebutuhan pasien dan mengacu pada standar dengan
mengimplementasikan komunikasi yang efektif. Penatalaksanaan harga diri rendah
tindakan keperawatan pada pasien menurut Suhron (2017)
diantaranya:
1. Tujuan keperawatan: pasien mampu:
a. Membina hubungan saling percaya
b. Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang dimiliki
c. Menilai kemampuan yang dapat digunakan
d. Menetapkan atau memilih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
e. Merencanakan kegiatan yang telah dilatih Poltekkes
2. Tindakan keperawatan
 Membina hubungan saling percaya dengan cara:
1) Ucapkan setiap kali berinteraksi dengan pasien
2) Perkenalkan diri dengan pasien
3) Tanyakan perasaan dan keluhan saat ini
4) Buat kontrak asuhan
5) Jelaskan bahwa perawat akan merahasiakan informasi yang diperoleh untuk
kepentingan terapi
6) Tunjukkan sikap empati terhadap klien
7) Penuhi kebutuhan dasar pasien bila memungkinkan
 Mengidentifikasi kemampuan dan aspek positif yang masih dimiliki pasien:
1) Identifikasi kemampuan melakukan kegiatan dan aspek positif pasien (buat daftar
kegiatan)
2) Beri pujian yang realistik dan hindarkan memberikan penilaian yang negatif setiap kali
bertemu dengan pasien
 Membantu pasien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan
1) Bantu pasien menilai kegiatan yang dapat dilakukan saat ini (pilih dari daftar
kegiatan):buat daftar kegiatan yang dapat dilakukan saat ini
2) Bantu pasien menyebutkan dan memberi penguatan terhadap kemampuan diri yang
diungkapkan pasien
 Membantu pasien dapat memilih/menetapkan kegiatan berdasarkan kegiatan yang
dilakukan
1) Diskusikan kegiatan yang dipilih untuk dilatih saat pertemuan.
2) Bantu pasien memberikan alasan terhadap pilihan yang ia tetapkan.
 Melatih kegiatan yang telah dipilih sesuai kemampuan
1) Latih kegiatan yang dipilih (alat atau cara melakukannnya).
2) Bantu pasien memasukkan pada jadwal kegiatan untuk latihan dua
kali perhari.
3) Berikan dukungan dan pujian yang nyata setiap kemajuan yang
diperlihatkan pasien

G. POHON MASALAH

Isolasi social (effect)

Harga diri rendah (care problem)

Koping individu tidak efektif (cause)

H. Diagnosa Keperawatan
a. Isolasi sosial menarik diri b/d harga diri rendah
b. Gangguan konsep Harga diri rendah berhubungan dengan koping
c. Individu inefektif
STRATEGI PELAKSANAAN HARGA DIRI RENDAH

SP 1 kline harga diri rendah

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi

a. Klien telah mampu mengenal menyusun jadwal kegiatan yang dapat dilakukan di
rumah sakit

b. Klien telah berhasil melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwalyang telah dibuat

2. Diagnosa Keperawatan

Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3. Tujuan Khusus

a. Klien dapat mengenal kegiatan yang dapat dilakukan di rumah

b. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan yang dapat dilakukan sesuai kemampuan di
rumah

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

ORIENTASI

Selamat pagi,ibu siti sedang apa? Bagaimana perasan Ibu Siti sekarang? Apakah ibu siti
sudah melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwalyang telah dinuat kemarin?”.

“Bagus ibu sudah dapat membantu membersihkan lingkungan Coba saya lihat jadwal
kegiatannya, wah hebat sekali, sudah diberi tanda semua!”,

“Nanti dikerjakan lagi ya bu!” Kalau tidak salah, kemrin kita sudah sepakat akan
bercakap – cakap di taman benar kan? Mau berapalama?, Bagaimana kalau 15 menit
lagi.Kemarin ibu telah membuat jadwal kegiatan di rumah sakit, sekarang kita buat
jadwal kegiatan dirumah ya!. Ini kertas dan bolpointnya, jangan khawatir nanti saya
bantu, kalau kesulitan, Bagaimana kalau kita mulai? Ibu mulai dari jam 05.00 WIB?... ya,
tidak apa-apa, bangun tidur... terus ya sholat shubuh, terus masak (samapi jam 20.00
WIB), bagus tapi jangan lupa minum obatnya, ya Bu! Bagaimana perasaan ibu siti setelah
dapat membuat jadwal kegiatan di rumah ? Coba ibu sebutkan lagi susunan kegiatan
dalam sehari yang dapat dilakukan di rumah? besok kalau sudah di jemput oleh keluarga
dalam sehari yang dapat diakukan di rumah?” “Nah, bagaimana besok kita bercakap –
cakap tentang perlunya dukungan keluarga terhadap kesembuhan Bu Siti” Bagaimana
kalau kita bercakap – cakap di teras, setuju!, atau mungkin ibu ingin di tempat lain? Kita
mau bercakap –cakap berapa lama, bagaimana kalau 10 menit?
SP 2 kline harga diri rendah

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi

a. Klien telah terbina hubungan saling percaya dengan perawat

b. Klien telah mengetahui/dapt mengenal beberapa kemampuan dan aspek positif yang

dimiliki

2. Diagnosa Keperawatan

Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3. Tujuan Khusus

a. Klien dapat menilai kemampuan yang dapat digunakan

b. Klien dapat merencanakan kegiatan di rumah sakit sesuai dengan kemampuan yang

dimiliki

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

ORIENTASI

Selamat pagi Bu Siti”,

“Masih ingat saya?”

“... Bagus!”Bagaimana perasan Ibu Siti sekarang?”..ooo.oya bagaimana, apakah ada

kemampuan lain yang belum ibu siti ceritakan kemarin. Apakah ibu siti masih ingat apa

yang akan kita bicarakan sekarang?”.


“ya... bagus” 2) Tempat Kalau tidak salah, kemrin kita sudah sepakat akan bercakap –

cakap di taman benar kan? Kita akan bercakap – cakap selama 15 menit, atau mungkin bu

siti ingin bercakap –cakap lebih lama lagi? Kegiatan apa saja yang sering ibu siti lakukan

dirumah? memasak, mencuci pakaian, bagus itu bu”.

“Terus kegiatan apalagi yang ibu lakukan?”.

“kalau tidak salah ibu juga senang menyulam ya?”, wah bagus sekali! Bagaimana kalau

ibu siti menceritakan kelebihan lain/ kemampuan lain yang dimiliki?” kemudian apa lagi.

Bagaimana dengan keluarga ibu siti, apakah mereka menyenangi apayang ibu lakukan

selama ini, atau apakah mereka sering mengejek hasil kerja ibu? Bagaimana perasaan ibu

siti setelah berhasil membuat jadwal kegiatan yang dapat dilakukan di rumah sakit Coba

ibu bacakan kembali jadwal kegiatan yang telah dibuat tadi!”.

“Bagus Ibu siti mau kan melaksanakan jadwal kegiatan yang telah ibu buat tadi!”...nah

nanti kegiatan – kegiatan yang telah dilakukan bersama–sama dengan teman – teman

yang lain ya!”. “Bagaimana kalau nanti siang? Baiklah besok kita bertemu lagi,

bagaimana kalau kita bercakap – cakap tentang kegiatan yang dapat dilakukan di rumah”.

“Bagaimana menurut ibu siti?”.

“Setuju” Ibu ingin bercakapn – cakap dimana besok?”,

“... oooo di taman, baiklah.” bagaimana kalau kita bercakap-cakap 10 menit?”


SP 3 kline harga diri rendah

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi

a. Klien telah mampu mengenal menyusun jadwal kegiatan yang dapat dilakukan di

rumah sakit

b. Klien telah berhasil melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwalyang telah dibuat

2. Diagnosa Keperawatan

Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3. Tujuan Khusus

a. Klien dapat mengenal kegiatan yang dapat dilakukan di rumah

b. Klien dapat menyusun jadwal kegiatan yang dapat dilakukan sesuai kemampuan di

rumah

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

ORIENTASI

“Selamat pagi,ibu siti sedang apa? Bagaimana perasan Ibu Siti sekarang? Apakah ibu siti

sudah melaksanakan kegiatan sesuai dengan jadwalyang telah dinuat kemarin?”.

“Bagus ibu sudah dapat membantu membersihkan lingkungan Coba saya lihat jadwal

kegiatannya, wah hebat sekali, sudah diberi tanda semua!”,


“Nanti dikerjakan lagi ya bu!” Kalau tidak salah, kemrin kita sudah sepakat akan

bercakap – cakap di taman benar kan? Mau berapalama?, Bagaimana kalau 15 menit

lagi.Kemarin ibu telah membuat jadwal kegiatan di rumah sakit, sekarang kita buat

jadwal kegiatan dirumah ya!. Ini kertas dan bolpointnya, jangan khawatir nanti saya

bantu, kalau kesulitan, Bagaimana kalau kita mulai? Ibu mulai dari jam 05.00 WIB?... ya,

tidak apa-apa, bangun tidur... terus ya sholat shubuh, terus masak (samapi jam 20.00

WIB), bagus tapi jangan lupa minum obatnya, ya Bu! Bagaimana perasaan ibu siti setelah

dapat membuat jadwal kegiatan di rumah ? Coba ibu sebutkan lagi susunan kegiatan

dalam sehari yang dapat dilakukan di rumah? besok kalau sudah di jemput oleh keluarga

dalam sehari yang dapat diakukan di rumah?”

“Nah, bagaimana besok kita bercakap – cakap tentang perlunya dukungan keluarga

terhadap kesembuhan Bu Siti” Bagaimana kalau kita bercakap – cakap di teras, setuju!,

atau mungkin ibu ingin di tempat lain? Kita mau bercakap –cakap berapa lama,

bagaimana kalau 10 menit?


SP 4 kline harga diri rendah

A. PROSES KEPERAWATAN

1. Kondisi

Klien telah mampu menyusun kegiatan yang sesuai kemampuan yang dapat dilakukan

di rumah.

2. Diagnosa Keperawatan

Risiko isolasi sosial: menarik diri berhubungan dengan harga diri rendah

3. Tujuan Khusus

Klien dapat memanfaatkan sistem pendukung yang dimiliki di rumah.

B. STRATEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN (SP)

ORIENTASI

“Selamat pagi, Bu! Bagaimana perasan Ibu Siti hari ini, baik baik saja?”.

“Syukurlah” “Masih inbu simpan jadwal kegiatan yang telah dibuat kemarin?”

“Hari ini kita akan bercakap – cakap tentang sistem pendukung yang dapat membantu ibu

siti di rumah?Sesuai kesepakatan kemarin kita bercakap – cakap di teras ya? Kita

bercakap cakap mau berapa lama ?”

.”10m menit saja ya boleh!”.Apakah ibu tahu artinya sistem pendukung?”.

“Baiklah akan saya jelaskan, sistem pendukung adalah hal-hal yang dapat membantu di

rumah dalam mencapai kesembuhan nantinya, misalnya: dana, keluarga, teman/tetangga


yang mau menerima, kegiatan bersama, dan tempat yang dapat dikunjungi saat obat habis

Ibu di rumah tinggal dengan siapa? ... terus siapa lagi?”terus siapa lagi ?” apakah mereka

sayang dan memperhatikan ibu siti ? Apakah mereka sayang dan memperhatikan

kesehatan ibu siti?” “Siapa selama ini yang mengingatkan ibu minum obat dan

mengantarkan control/periksa ke dokter?”.

“wah bagus! Terus selama ini yang mencari nafkah dan mencari biaya pengobatan untuk

ibu siapa?”Apakah punya teman atau tetangga yang dekat dengan ibu siti?”

“Kegiatan apa saja yang ada di lingkungan ibu siti?”.

“Oooo pengajian .... bagus itu ,kalau kelompok ibu ibu arisan ada tidak bu,oo begitu !”

.” selama ini bu siti sudah berobat kemana saja, apakah ada RS/RS yang paling dekat

dengan rumah ibu?:. “Bagaimana perasaannya setelah bercakap – cakap tentang sistem

pendukung yang ibu siti miliki? “Coba ibu Besok kalau sudah pulang, harus

mendengarkan nasihat keluarga ya Bu! Jangan lupa kalau obat hampir habis cepat datangi

rumah sakit!”Bagaimana kalau besok kita bercakap cakap lagi, tentang obat obtan yang

ibu Minum setiap hari”.Sebaiknya kita bercakap – cakap di mana bu?”,

“ di warung makan, o.... bisa! Mau berapa lama bu? “15 menit,boleh sampai ketemu lagi

bi!.
LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN JIWA PADA PASIEN DENGAN

PERILAKU KEKERASAN

1. DEFINISI
Perilaku kekerasan adalah suatu bentuk tindakan yang bertujuan untuk melukai
dirinyadan seseorang secara fisik, verbal, maupun psikologis (Malfasari et al.
2020). Perilakukekerasan ini dapat dilakukan secara verbal untuk mencederai diri
sendiri, orang lain, danlingkungannya, disertai dengan amuk dan gaduh gelisah yang
tidak terkontrol (Dermawan2018). Pada pasien dengan perilaku kekerasan
mengungkapkan rasa kemarahan secarafluktuasi sepanjang rentang adaptif dan
maladaptif. Marah merupakan emosi yang memilikiciri-ciri aktivitas sistem saraf
parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yangsangat kuat. Pada saat
marah ada perasaan ingin menyerang, meninju, menghancurkan ataumelempar sesuatu
dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini disalurkan maka akanterjadi
perilaku agresif (Siauta, Tuasikal & Embuai 2020).
Perilaku kekerasan adalah suatu brntuk tindakan yang brtujuan melukai dirinya
dan seserang secara fisik,verbal, maupun psikologi(maifase et al 2020)

2. TANDA DAN GEJALA


yang biasa tampak pada seseorang dengan perilaku kekerasan ialah ekspresi wajah
tegang, mangatupkan rahang, pandangan tajam, mengepalkan tangan, berbicara dengan
kata –kata kasar, nada suara tinggi, merusak barang, serta mencederai diri (Keliat et al.,
2019).
Menurut Anggraeni, dkk (2020) perilaku kekerasan akan memunculkan beberapa gejala
seperti pasien yang sering berkata kasar, nada suara tinggi, mata melotot ,pandangan
tajam, muka merah, suka berdebat, suka memaksakan kehendak, hingga melakukan
kekerasan fisik seperti mencederai diri sendiri dan orang lain Seseorang dengen resiko
perilaku kekerasan akan menunjukkan perilaku seperti suka mengacam, tidak bisa diam,
mondar – mandir, gelisah, intonasi suara keras, ekspresi tegang, berbicara dengan nada
suara yang tinggi, dan gaduh (Dasayandi dkk, 2022)
3. ETIOLOGI
Beberapa faktor yang menyebabkan risiko perilaku kekerasan adalah sebagai berikut
SULTA
a. Faktor predisposisi meliputi:
1) Faktor biologis
Menyatakan risiko perilaku kekerasan oleh dorongan prinsip dasar yang kuat.
Teori psikomotor pengalaman marah dapat mengakibatkan oleh respon psikologi
terhadap stimulus eksternal maupun internal sehingga system limbic memiliki petan
sebagai pusat rasa marah.
2) Faktor psikologi
Ungkapan rasa marah yang tidak melukai orang lain akan menimbulkan hambatan
dalam proses pikim sehingga menyebabkan tujuan tidak dapat tercapai
b. Faktor presipitasi
Risiko perilaku kekerasan bersifat unik dapat disebabkan dari luar maupun
(kematian, kehilangan, serangan fisik). Selain itu lingkungan yang menekan seseorang
dapat menimbulkan risiko perilaku kekerasan (Widodo, D., Juairiah, Sumantrie, P.,
Nursy, S,S., Pragholapati, A. et al., 2022).
4. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Muhith 2015 dalam (Malfasari et al., 2020) tanda dam gejala perilaku kekerasan
meliputi tidak mampu mengontrol emosi, berteriak, menatap dengan tatapan yang tajam,
tampak tegang dan muka merah, mengepalkan tangan, rahang mengatup dengan kuat,
mencederai orang lain/ lingkungan, merusak benda-benda sekitar, mengancam seseorang
baik secara verbal atau fisik.

5. PENATALAKSANAAN
Dalam buku SDKI (PPNI, 2017) menyebutkan bahwa tanda dan gejala perilaku
kekerasan sebagai berikut:
a. Subjektif
1) Mengancam baik secara lisan maupun fisik
2) Memaki/ mengumpat dengan kata yang tidak pantas
3) Berbicara dengan suara yang keras
4) Ketus saat diajak berbicara
b. Objektif
1) Mencederai dirinya sendiri maupun orang lain
2) Menyerang
3) Membantingbarang-barangmaupunlingkungan
4) Berperilaku agresif karena tidak bisa mengontrol emosi
5) Menatap dengan tatapan yang tajam
6) Mengepalkan tangan
7) Mengatupkan rahang dengan kuat
8) Postur tubuh tegang
9) Wajah memerah
Untuk pasien yang menderita gangguan emosi atau kemarahan, seringkali ada
beberapa pengobatan. Penatalaksanaan farmakologis menggunakan obat antiansietas
dan obat penenang hipnotik, seperti lorazepam dan clonazepam, obat penenang ini
sering digunakan untuk menenangkan perlawanan klien. Ada juga golongan
antidepresan yang termasuk dalam golongan obat ini, seperti amitriptilin dan triazolon.
Obat tersebut menghilangkan agresivitas pasien dengan gangguan jiwa. (Muliani et al.,
2019)

6. POHON MASALAH

Resiko tinggi melukai diri sendiri,orang


lain maupun lingkungan (effect)

Perilaku kekerasan (core problem)

Ganggun persefsi sensorik ( couse)


7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
 Perilaku kekerasan
a. Data Subjektif
1) Mengancam orang lain baik secara lisan maupun fisik
2) Mengumpat dengan kata yang tidak pantas
3) Berbicara dengan suara yang keras
4) Ketus saat diajak berbicara
b. Data Objektif
1) Mencederai dirinya sendiri maupun orang lain
2) Menyerang
3) Membantingbarang-barangmaupunmerusaklingkungan
4) Berperilaku agresif karena tidak bisa mengontrol emosi
5) Menatap dengan tatapan yang tajam
6) Mengepalkan tangan
7) Mengatupkan rahang dengan kuat
8) Postur tubuh tegang
9) Wajah memerah. (PPNI, 2017)
 . Harga diri rendah
a. Data Subjektif

1) Penilaian negatif terhadap dirinya sendiri

2) Mengungkapkan perasaan bersalah atau malu


3) Mengatakan tidak dapat melakukan apapun
4) Mengatakan tidak dapat mengatasi masalah
5) Mengatakan bahwa dirinya tidak memiliki kelebihan atau
hal positif
6) Menolak penilaian positif yang dikatakan orang lain
tentang dirinya
7) Melebih-lebihkan penilaian negatir terhadap dirinya
8) Mengatakan bahwa merasakan keputusasaan
9) Mengatakan kesulitan tidur
10) Mengatakan kesulitan konsentrasi
B. Data Objektif

1) Tampak menolak untuk mencoba hal baru


2) Tampak menunduk
3) Postur tubuh menunduk
4) Saat berinteraksi kontak mata kurang
5) Tampak tidak mersemangat atau lesu
6) Berperilakupasif
7) Tampak mencari menguatan secara berlebihan
8) Tidak dapat berpendapat dan bergantung pada pendapat
orang lain
9) Berperilaku tidak asertif. (PPNI, 2017)
STRATEGI PELAKSANAAN PERILAKU KEKERASAN

A.PEROSES KEPERAWATAN

1) Pengkajian :

a) Data Subyektif :

Klien mengatakan benci atau kesal pada seseorang.Klien suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.Riwayat perilaku kekerasan atau
gangguan jiwa lainnya

b) Data obyektif :

Mata merah" wajah agak merah.ada suara tinggi dan keras" bicara menguasai.ekspresi
marah saat membicarakan orang" pandangan tajam.Merusak dan melempar barang-barang
Diagnosa keperawatan : Perilaku kekerasan/ngamuk

B. STRTEGI PELAKSANAAN TINDAKAN KEPERAWATAN

Tindakan keperawatan untuk pasien

a. Tujuan

1) Pasien dapat mengidentifikasi penyebab perilaku kekerasan

2) Pasien dapat mengidentifikasi tanda-tanda perilaku kekerasan

3) Pasien dapat menyebutkan jenis perilaku kekerasan yang pernah dilakukannya

4) Pasien dapat menyebutkan akibat dari perilaku kekerasan yang dilakukannya

5) Pasien dapat menyebutkan cara mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya


6) Pasien dapat mencegah/mengontrol perilaku kekerasannya secara fisik, spiritual,
sosial, dan dengan terapi psikofarmaka.

b. Tindakan

Dalam membina hubungan saling percaya perlu dipertimbangkan agar pasien


merasa aman dan nyaman saat berinteraksi dengan saudara. Tindakan yang harus saudara
lakukan dalam rangkamembina hubungan saling percaya adalah:

1. Bina hubungan saling percaya

a) Mengucapkan salam terapeutik

b) Berjabat tangan

c) Menjelaskan tujuan interaksi

d) Membuat kontrak topik, waktu dan tempat setiap kali bertemu pasien

2) Diskusikan bersama pasien penyebab perilaku kekerasan saat ini dan yang lalu

3) Diskusikan perasaan pasien jika terjadi penyebab perilaku kekerasan

a) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara fisik

b) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara psikologis

c) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara sosial

d) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara spiritual

e) Diskusikan tanda dan gejala perilaku kekerasan secara intelektual

4) Diskusikan bersama pasien perilaku kekerasan yang biasa dilakukan pada saat marah
secara:

a) verbal
b) terhadap orang lain

c) terhadap diri sendiri

d) terhadap lingkungan

5) Diskusikan bersama pasien akibat perilakunya

6) Diskusikan bersama pasien cara mengontrol perilaku kekerasan secara:

a) Fisik: pukul kasur dan batal, tarik nafas dalam

b) Obat

c) Social/verbal: menyatakan secara asertif rasa marahnya

d) Spiritual: sholat/berdoa sesuai keyakinan pasien

7) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara fisik:

a) Latihan nafas dalam dan pukul kasur-bantal

b) Susun jadwal latihan dalam dan pukul kasur-bantal

8) Latih pasien mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal

a) Lath mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta
dengan baik,mengungkapkan perasaan dengan baik

b) Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal.

9) Latih mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual:

a) Latih mengontrol marah secara spiritual: sholat, berdoa

b) Buat jadwal latihan sholat, berdoa

10) Latih mengontrol perilaku kekerasan dengan patuh minum obat


a. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama
pasien, benar nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar
dosis obat) disertai penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat

b) Susun jadwal minum obat secara teratur

11) Ikut sertakan pasien dalam Terapi Aktivitas Kelompok Stimulasi Persepsi mengontrol
Perlaku Kekerasan
SP 1 Pasien: Membina hubungan saling percaya, identifikasi penyebab perasaan marah,
tanda dan gejala yang

FASE ORIENTASI:

dirasakan, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibatnya serta cara mengontrol secara
fisik

"Selamat pagi pak, perkenalkan nama saya nurhakim yudhi wibowo, panggil saya yudi,
saya

perawat yang dinas di ruangan 9 ini, Nama bapak siapa senangnya dipanggil apa?"

"Bagaimana perasaan bapak saat ini?, Masih ada perasaan kesal atau marah?"

"Baiklah kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah bapak

"Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang?" Bagaimana kalau 10 menit?

"Dimana enaknya kita duduk untuk berbincang-bincang, pak? Bagaimana kalau di ruang
tamu?"

FASE KERJA:

"Apa yang menyebabkan bapak marah?. Apakah sebelumnya bapak pemah marah?
Terus. penyebabnya apa? Samakah dengan yang sekarang?. O iya, apakah ada penyebab
lain yang membuat bapak marah"

"Pada saat penyebab marah itu ada, seperti bapak stress karena pekerjaan atau
masalah uang(misalnya ini penyebab marah pasien), apa yang bapak rasakan?" (tunggu
respons pasien) Apakah bapak merasakan kesal kemudian dada bapak berdebar-debar,
mata melotot, rahang terkatup rapat, dan tangan mengepal?"

"Setelah itu apa yang bapak lakukan? Oiya, jadi bapak marah-marah, membanting
pintu dan memecahkan barang-barang, apakah dengan cara ini stress bapak hilang? Iya,
tentu tidak. Apakerugian cara yang bapak lakukan? Betul, istri jadi takut barang-barang
pecah. Menurut bapak adakah cara lain yang lebih baik? Maukah bapak belajar cara
mengungkapka kemarahan dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?"

"Ada beberapa cara untuk mengontrol kemarahan, pak. Salah satunya adalahlah
dengan cara fisik. Jadi melalui kegiatan fisik disalurkan rasa marah."

"Ada beberapa cara, bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu?""Begini pak, kalau
tanda-tanda marah tadi sudah bapak rasakan maka bapak berdiri, lalu tarik napas dari
hidung, tahan sebentar, lalu keluarkan/tiupu perlahan-lahan melalui mulut seperti
mengeluarkan kemarahan. Ayo coba lagi, tank dari hidung, bagus, tahan, dan tiup melaku
mulut. Nah, lakukan 5 kali. Bagus sekali, bapak sudah bisa melakukannya. Bagaimana
perasaannya?"

"Nah, sebaiknya latihan ini bapak lakukan secara rutin, sehingga bila sewaktu-waktu
rasa marah itu muncul bapak sudah terbiasa melakukannya"

FASE TERMINASI

"Bagaimana perasaan bapak setelah berbincang-bincang tentang kemarahan bapak?"

"Iya jadi ada 2 penyebab bapak marah (sebutkan) dan yang bapak rasakan........
(sebutkan) dan yang bapak lakukan... (sebutkan) serta akibatnya (sebutkan)

"Coba selama saya tidak ada, ingat-ingat lagi penyebab marah bapak yang lalu, apa yang
bapak lakukan kalau marah yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan napas
dalamnya ya pak. Sekarang kita buat jadual latihannya ya pak, berapa kali sehan bapak
mau latihan napas dalam?, jam berapa saja pak?"
"Baik, bagaimana kalau 2 jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk
mencegah/mengontrol marah Tempatnya disini saja ya pak, Selamat pagi

SP 2 pasien : latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik

a. Evaluasi latihan nafas dalam


b. Latih cara fisik ke-2: pukul kasur dan bantal
c. Susun jadwal kegiatan harian cara kedua

FASE ORIENTASI

"Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya tiga jam yang lalu sekarang saya datang lagi"|
"Bagaimana perasaan bapak saat ini, adakah hal yang menyebabkan bapak marah?"

"Baik, sekarang kita akan belajar cara mengontrol perasaan marah dengan kegiatan fisik
untuk cara yang kedua"

"sesuai janji kita tadi kita akan berbincang-bincang sekitar 20 menit dan tempatnya disini di
ruang tamu bagaimana bapak setuju?

FASE KERJA

"Kalau ada yang menyebabkan bapak marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-debar.
mata melotot, selain napas dalam bapak dapat melakukan pukul kasur dan bantal".

"Sekarang mari kita latihan memukul kasur dan bantal. Mana kamar bapak? Jadi kalau
nanti bapak kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan
tersebutbagus sekali bapak melakukannya".dengan memukul kasur dan bantal. Nah, coba
hapak lakukan, pukul kasur dan bantal. Ya
"Kekesalan lampiaskan ke kasur atau bantal."

"Nah cara inipun dapat dilakukan secara rutin jika ada perasaan marah. Kemudian jangan
Jupa merapikan tempat tidurnya

FASE TERMINASI

"Bagaimana perasaan bapak setelah latihan cara menyalurkan marah tadi?"

"Ada berapa cara yang sudah kita latih, coba bapak sebutkan lagi? Bagus!"

"Mari kita masukkan kedalam jadual kegiatan sehari-hari bapak. Pukul kasur bantal mau

jam berapa? Bagaimana kalau setiap bangun tidur? Baik, jadi jam 05.00 pagi, dan jam
jam 15.00 sore. Lalu kalau ada keinginan marah sewaktu-waktu gunakan kedua cara tadi
va pak. Sekarang kita buat jadwalnya ya pak, mau berapa kali sehari bapak latihan
memukul kasur dan bantal serta tarik nafas dalam ini?"

"Besok pagi kita ketemu lagi kita akan latihan cara mengontrol marah dengan belajar
bicara yang baik. Mau jam berapa pak? Baik, jam 10 pagi ya Sampai jumpa&istirahat y
pak"
SP 3 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara sosial/verbal:

a. Evaluasi jadwal harian untuk dua cara fisik

b. Latihan mengungkapkan rasa marah secara verbal: menolak dengan baik, meminta dengan
baik. mengungkapkan perasaan dengan baik.

c. Susun jadwal latihan mengungkapkan marah secara verbal

FASE ORIENTASI

"Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin sekarang kita ketemu lagi"

"Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam dan pukul kasur bantal?, apa
yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?"

"Coba saya lihat jadwal kegiatan hariannya."

"Bagus. Nah kalau tarik nafas dalamnya dilakukan sendiri tulis M, artinya mandin, kalau
diingatkan suster baru dilakukan tulis B, artinya dibantu atau diingatkan. Nah kalau tidak
dilakukan tulis T. artinya belum bisa melakukan

"Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara bicara untuk mencegah marah?"

"Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat yang sama?"

"Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?


FASE KERJA

"Sekarang kita latihan cara bicara yang baik untuk mencegah marah. Kalau marah
sudah dusalurkan melalui tank nafas dalam atau pukul kasur dan bantal, dan sudah lega,
maka kita perlu bicara dengan orang yang membuat kita marah. Ada tiga caranya pak

1. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak
menggunakan kata- kata kasar. Kemarin Bapak bilang penyebab marahnya larena minta
uang sama isteri tidak diberi. Coba Bapat minta uang dengan baik: "Bu, saya perlu uang
untuk membeli rokok. "Nanti bisa dicoba di sini untuk meminta baju, minta obat dan
lain-lain. Coba bapak praktekkan. Bagus pak."
2. Menolak dengan baik, jika ada yang menyuruh dan bapak tidak ingin melakukannya,
katakan: 'Maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan: Coba bapak
praktekkan. Bagus pak"
3. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal bapak
dapat mengatakan: Saya jadi ingin marah karena perkataanmu itu. Coba praktekkan.
Bagus

2. FASE TERMINASI
"Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol marah
dengan bicara yang baik?"

"Coba bapak sebutkan lagi cara bicara yang baik yang telah kita pelajar"

"Bagus sekal, sekarang mari kita masukkan dalam jadual. Berapa kali sehari bapak mau
latihan bicara yang baik?, bisa kita buat jadwalnya?"

Coba masukkan dalam jadual latihan sehari-hari, misalnya meminta obat, uang, dll.
Bagus nanti dicoba ya Pak!"

"Bagaimana kalau dua jam lagi kita ketemu lagi?"


"Nanti kita akan membicarakan cara lain untuk mengatasi rasa marah bapak yaitu dengan
cara ibadah, bapak setuju? Mau di mana Pak? Di sini lagi? Baik sampai nanti ya"

SP 4 Pasien: Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara spiritual

a. Diskusikan hasil latihan mengontrol perilaku kekerasan secara fisik dan sosial/verbal

b. Latihan sholat berdoa

c. Buat jadual latihan sholat/berdoa

FASE ORIENTASI
"Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya dua jam yang lalu sekarang saya datang lagi"
Baik yang mana yang mau dicoba?" "Bagaimana pak, latihan apa yang sudah dilakukan?
Apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur? Bagus sekali, bagaimana
rasa marahnya"

"Bagaimana kalau sekarang kita latihan cara lain untuk mencegah rasa marah yaitu
dengan ibadah?"

"Dimana enaknya kita berbincang-bincang?Bagaimana kalau di tempat tadi?" "Berapa


lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit?

FASE KERJA
"Coba ceritakan kegiatan ibadah yang biasa Bapak lakukan! Bagus. Baik, yang mana
mau dicoba?
"Nah, kalau bapak sedang marah coba bapak langsung duduk dan tank napas dalam. Jika
tidak reda juga marahnya rebahkan badan agar rileks. Jika tidak reda juga, ambil air
wudhu kemudian sholat".

"Bapak bisa melakukan sholat secara teratur untuk meredakan kemarahan."

"Coba Bpk sebutkan sholat 5 waktu? Bagus. Mau coba yang mana?Coba sebutkan
caranya (untuk yang muslim)."

FASE TERMINASI
Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara yang ketiga ini?"
"Jadi sudah berapa cara mengontrol marah yang kita pelajar? Bagus".

"Mari kita masukkan kegiatan ibadah pada jadual kegiatan bapak. Mau berapa kali bapak
sholat. Baik kita masukkan sholat....... dan........ (sesuai kesepakatan pasien) "Coba bapak
sebutkan lagi cara ibadah yang dapat bapak lakukan bila bapak merasa marah"

"Setelah ini coba bapak lakukan jadual sholat sesuai jadual yang telah kita buat tadi"
"Besok kita ketemu lagi ya pak, nanti kita bicarakan cara keempat mengontrol rasa
marah, yaitu dengan patuh minum obat.. Mau jam berapa pak? Seperti sekarang saja, jam
10 ya?"

"Nanti kita akan membicarakan cara penggunaan obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah bapak, setuju pak?"
SP 5 PASIEN Latihan mengontrol perilaku kekerasan secara obat
a. Evaluasi jadwal kegiatan harian pasien untuk cara mencegah marah yang sudah di latih

b. Latih pasien minum obat secara teratur dengan prinsip lima benar (benar nama pasien, benar
nama obat, benar cara minum obat, benar waktu minum obat, dan benar dosis obat) disertai
penjelasan guna obat dan akibat berhenti minum obat.

c. Susun jadual minum obat secara teratur

FASE ORIENTASI
"Selamat pagi pak, sesuai dengan janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi"
"Bagaimana pak, sudah dilakukan latihan tarik napas dalam, pukul kasur bantal, bicara
yang baik serta sholat?, apa yang dirasakan setelah melakukan latihan secara teratur?.
Coba kita lihat cek kegiatannya".

"Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar
untuk mengontrol rasa marah?"

"Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau di tempat kemarin?"

"Berapa lama bapak mau kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau 15 menit

FASE KERJA (perawat membawa obat pasien)


"Bapak sudah dapat obat dari dokter?"

Berapa macam obat yang Bapak minum? Wamanya apa saja? Bagus! Jam berapa Bapak
minum? Bagus!

"Obatnya ada tiga macam pak, yang wamanya oranye namanya CPZ gunanya agar
pikiran tenang. yang putih ini namanya THP agar rileks, dan yang merah jambu ini
namanya HLP agar pikiran teratur dan rasa marah berkurang. Semuanya ini harus bapak
minum 3 kali sehari jam 7 pagi, jam 1 siang.dan jam 7 malam"

"Bila nanti setelah minum obat mulut bapak terasa kering, untuk membantu
mengatasinya bapak bisa minum air putih yang tersedia di ruangan".

"Bila terasa mata berkunang-kunang, bapak sebaiknya istirahat dan jangan beraktivitas
dulu"

"Nanti di rumah sebelum minum obat ini bapak lihat dulu label di kotak obat apakah
benar nama bapak tertulis disitu, berapa dosis yang harus diminum, jam berapa saja harus
diminum. Baca juga apakah nama obatnya sudah benar? Di sini minta obatnya pada
suster kemudian cek lagi apakah benar obatnya!

"Jangan pernah menghentikan minum obat sebelum berkonsultasi dengan dokter ya pak,
karena dapat terjadi kekambuhan."

"Sekarang kita masukkan waktu minum obatnya kedalam jadual ya pak."

FASE TERMINASI
"Bagaimana perasaan bapak setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang
benar?"

"Coba bapak sebutkan lagijenis obat yang Bapak minum! Bagaimana cara minum obat
yang benar?" "Nah, sudah berapa cara mengontrol perasaan marah yang kita pelajar?.
Sekarang kita tambahkan jadual kegiatannya dengan minum obat. Jangan lupa
laksanakan semua dengan teratur ya".
"Baik, Besok kita ketemu kembali untuk melihat sejauhma ana bapak melaksanakan
kegiatan dan sejauhmana dapat mencegah rasa marah. Sampai jumpa"

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN

HALUSINASI

A. DEFINISI
Halusinasi adalah suatu gejala gangguan jiwa. Pasien mengalami perubahansensor
persepsi merasakan sensasi palsu berupa suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau
penghiduan. Pasien merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada (Dermawan, 2018
dalam Syahdi & Pardede 2022).
Halusinasi ialah salah satu tanda gejala gangguan jiwa dimana klien mengalami
perubahan persepsi sensori, merasakan sensasi berupa suara, penglihatan, perabaam dan
penghidu yang mana sebenarnya stimulus yang dirasakan tidak nyata (Supinganto & dkk,
2021).
Halusinasi merupakan salah satu dari gangguan jiwa dimana seseorang tidak mampu
membedakan antara kehidupan nyata dengan kehidupan palsu. Dampak yang muncul dari
pasien dengan gangguan halusinasi mengalami panik, perilaku dikendalikan oleh
halusinasinya, dapat bunuh diri atau membunuh orang, dan perilaku kekerasan lainnya
yang dapat membahayakan dirinya maupun orang disekitarnya (Rahmawati, 2019).
B. KLASIFIKASI
Menurut (Prabowo, 2017) halusinasi terdiri atas beberapa jenis, dengan karakteristik
tertentu, diantaranya :
1. Halusinasi pendengaran (akustik, audiotorik) : Gangguan stimulus dimana pasien
mendengar suara - suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang sedang
membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan untuk melakukan
sesuatu.
2. Halusinasi penglihatan (visual) : Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk
pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau panorama yang luas dan
kompleks.Bayangan bisa menyenangkan atau menakutkan.
3. Halusinasi penghidu (Olfaktori) : Gangguan stimulus pada penghidu, yang ditandai
dengan adanya bau busuk, amis, dan bau yang menjijikkan seperti : darah, urine, atau
feses. Kadang – kadang terhidu bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor,
kejang dan demensia.
4. Halusinasi peraba (Taktil, Kineastatik) : Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya
rasa sakit atau tidak enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh : merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi pengecap (Gustatorik) : Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan
sesuatu yang busuk, amis, dan menjijikkan.
6. Halusinasi sintestik : gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan urine
(Yosep, 2007dalam Prabowo, 2017).
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala halusinasi dinilai dari hasil observasi terhadap pasien serta ungkapan
pasien menurut (Oktiviani, 2020) :
1. Menyeringai atau tertawa yang tidak sesuai
2. Menggerakkan bibirnya tanpa menimbulkan suara
3. Gerakan mata cepat
4. Menutup telinga
5. Respon verbal lambat atau diam
6. Diam dan dipenuhi oleh sesuatu yang mengasyikkan
7. Terlihat bicara sendiri
8. Menggerakkan bola mata dengan cepat
9. Bergerak seperti membuang atau mengambil sesuatu
10. Duduk terpaku, memandang sesuatu, tiba-tiba berlari ke ruangan lain
11. Disorientasi (waktu, tempat, orang)
12. Perubahan kemampuan dan memecahkan masalah
13. Perubahan perilaku dan pola komunikasi
14. Gelisah, ketakutan, ansietas
15. Peka rangsang
16. Melaporkan adanya halusinasi

D. FAKTOR FAKTOR YANG MEMPENGARUHI


a. Faktor predisposisi
Faktor kerentanan merupakan Social risiko yang mempengaruhi jenis dan
jumlah sumber yang dapat dikemukakan individu untuk mengatasi Social.
Diperoleh dari pelanggan dan keluarganya. Faktor pencetus mungkin termasuk
b. Faktor Perkembangan
Jika tugas perkembangan menemui hambatan dan hubungan interpersonal
terputus, individu akan merasa Social dan cemas (Zelika, 2015 dalam Hulu &
Pardede 2022). Tugas perkembangan klien yang terganggu misalnya
rendahnya Social dan kehangatan keluarga menyebabkan klien tidak mampu
mandiri sejak kecil,mudah frustasi, hilang percaya diri, dan lebih rentan
terhadap stress (Sutejo, 2020). Berdasarkan beberapa defenisi diatas social
perkembangan jika kehangatan dalam keluarga yang rendahnya control
menybabkan klien tidak mampu mandiri sejak dini, hilang percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress
c. Faktor Sosial Dan Budaya
Faktor berbagi dalam masyarakat dapat membuat orang merasa dikucilkan,
dan dengan demikian membuat orang merasa kesepian di lingkungan mereka
yang luas (Sutejo, 2020). Seseorang yang merasa tidak diterima dilingkungan
sejak bayi sehingga akan merasa kesepian dan tidak percaya pada
lingkungannya (Zelika, 2015 dalam Hulu & Pardede 2022). Berdasarkan
beberapa defenisi diatas social-social dan budaya dalam lingkungan
masyarakat dan keluarga yang sering dikucilkan dan akan merasa kesepian
dan tidak percaya pada lingkungan
d. Faktor Biokimia
Hal tersebut berdampak pada terjadinya gangguan jiwa. Jika seseorang
mengalami social yang berlebihan, tubuh menghasilkan zat kimia saraf yang
dapat menyebabkan halusinasi, seperti buffalophenone dan
dimethyltransferase (DMP) (Sutejo, 2020)
Hal ini berpengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya stress
berlebihan dialami seseorang maka didalam tubuh akan berlebihan dialami
seseorang maka didalam tubuh akan dihasilkan suatu zat yang bersifat
halusiogenik neurokimia. Akibat stress berkepanjangan menyebabkan
teraktivitasnya neurotransmitter otak misalnya terjadi ketidakseimbangan
acetylchoin (Zelika, 2015 dalam Wulandari & Pardede 2022). Berdasarkan
beberapa defenisi diatas Social biokimia merupakan yang dimana stress
berkepanjangan menyebabkan teraktivitasnya neurotransmitter otak misalnya
ketidak seimbangan acetychoin dopamine.
e. Faktor Psikologi
Hubungan interpersonal tidak harmonis, dan biasanya seseorang menerima
berbagai peran yang kontradiktif, yang akan menimbulkan banyak social dan
kecemasan, serta berujung pada hancurnya orientasi realitas (Sutejo, 2020).
Tipe kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah terjerumus pada
penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh pada ketidakmampuan klien
mengambil keputusan tegas, klien lebih suka memilih kesenangan sesaat dari
lari dari alam nyata menuju alam khayal (Zelika & Dermawan, 2015).
Berdasarkan beberapa defenisi diatas 7ocial psikologi terlalu banyak stress dan
kecemasan serta berujung pada hancurnya orientasi realitas.
5. Faktor Genetik
Penelitian telah menunjukkan bahwa anak-anak sehat yang dirawat oleh orang
tua Pasien skizofrenia lebih mungkin mengembangkan skizofrenia. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa Social keluarga memiliki pengaruh yang
sangat penting terhadap penyakit ini (Dermawan, 2016 dalam Hulu & Pardede
2022).
f. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi merupakan stimulus yang dipersepsikan oleh individu
sebagai tantangan, ancaman, atau tuntutan yang memerlukan social ekstra
untuk menghadapinya. Adanya rangsangan dari lingkunagan, seperti
partisipasi klien dalam kelompok, terlalu lama tidak diajak komunikasi, objek
yang ada di lingkungan, dan juga suasana Sosial terisolasi seringg menjadi
pencetus terjadinya halusinasi. Hal tersebut dapat meningkatkan Social dan
kecemasan yang merangsang tubuh mengeluarkan zat halusinogenik (Stuart,
Keliat & Pasaribu 2016 dalam Wulandari & Pardede 2022).

E. POHON MASALAH

Resiko perilaku kekerasan :

Diri sendiri,orang lain,dan lingkungan (akibat )

Gangguan persefsi sensori:halusinasi(care problem)

Isolasi social (penyebab)

F. FASE HALUSINASI
Halusinasi terbagi atas beberapa fase (Oktiviani, 2020):
a. Fase Pertama / Sleep disorder
pada fase ini Klien merasa banyak masalah, ingin menghindar dari lingkungan, takut
diketahui orang lain bahwa dirinya banyak masalah. Masalah makin terasa sulit karna
berbagai stressor terakumulasi, misalnya kekasih hamil, terlibat narkoba, dikhianati
kekasih, masalah dikampus, drop out, dst. Masalah terasa menekan karena terakumulasi
sedangkan support system kurang dan persepsi terhadap masalah sangat buruk. Sulit tidur
berlangsung trus-menerus sehingga terbiasa menghayal. Klien menganggap lamunan
lamunan awal tersebut sebagai pemecah
masalah
b. Fase Kedua / Comforting
Klien mengalami emosi yang berlanjut seperti adanya perasaan cemas, kesepian,
perasaan berdosa, ketakutan, dan mencoba memusatkan pemikiran pada timbulnya
kecemasan. Ia beranggapan bahwa pengalaman pikiran dan sensorinya dapat dia kontrol
bila kecemasannya diatur, dalam tahap ini adakecenderungan klien merasa nyaman
dengan halusinasinya
c. Fase Ketiga / Condemning
Pengalaman sensori klien menjadi sering datang dan mengalami bias. Klien mulai merasa
tidak mampu lagi mengontrolnya dan mulai berupaya menjaga jarak antara dirinya
dengan objek yang dipersepsikan klien mulai menarik diri dari orang lain, dengan
intensitas waktu yang lama.
d. Fase Keempat / Controlling Severe Level of Anxiety
Klien mencoba melawan suara-suara atau sensori abnormal yang datang. Klien dapat
merasakan kesepian bila halusinasinya berakhir. Dari sinilah dimulai fase gangguan
psikotik.
e. Fase ke lima / Conquering Panic Level of Anxiety
Pengalaman sensorinya terganggu. Klien mulai terasa terancam dengan datangnya suara-
suara terutama bila klien tidak dapat menuruti ancaman atau perintah yang ia dengar dari
halusinasinya. Halusinasi dapat berlangsung selama minimal empat jam atau seharian
bila klien tidak mendapatkan komunikasi terapeutik. Terjadi gangguan psikotik berat.
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan yang muncul pada klien dengan gangguan halusinasi
a. Perubahan Persepsi Sensori : Halusinasi

STRATEGI PELAKSANAAN HALUSINASI

 SP 1 PASIEN HALUSINAS

Strategi Pelaksanaan 1 : Klien dapat membina hubungan saling percaya

dengan perawat, membantu klien mengenal halusinasinya, mengajarkan klien

mengontrol halusinasinya dengan menghardik halusinasi

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi, assalamualaikum.. Boleh Saya kenalan dengan anda?Nama saya Rika
Melia senang dipanggil suster Rika. Kalau boleh Saya tahunama anda siapa dan senang
dipanggil dengan sebutan apa? Baik..”

“Bagaimana perasaan Tn.R hari ini? Bagaimana tidurnya tadi malam? Adakeluhan
tidak?”

“Apakah Tn.R tidak keberatan untuk ngobrol dengan saya? Bagaimana kalau

kita ngobrol tentang suara dan sesuatu yang selama ini dengar dan lihat tetapi
tidak tampak wujudnya?”

“Berapa lama kira-kira kita bisa ngobrol? maunya berapa menit? Bagaimana

kalau 10 menit? Bisa?”

“Di mana kita akan bincang-bincang ?”

“Bagaimana kalau di ruang tamu saya ?”

FASE KERJA

“Apakah Tn.R mendengar suara tanpa ada wujudnya?”.

“Apa yang dikatakan suara itu?”.

“Apakah Tn.R melihat sesuatu atau orang ataU bayangan atau mahluk?”.

“Seperti apa yang kelihatan?”.

“Apakah terusmenerus terlihat dan terdengar, atau hanya sewaktu-waktu saja?”.

“Kapan paling sering Tn.R melihat sesuatu atau mendengar suara tersebut?”.

“Berapa kali sehari Tn.R mengalaminya?”.

“Pada keadaan apa, apakah pada waktu sendiri?”.

“Apa yang Tn.R rasakan pada saat melihat sesuatu?”.

“Apa yang Tn.R lakukan saat melihat sesuatu?”.

“Apa yang Tn.R lakukan saat mendengar suara tersebut?”.

“Apakah dengan cara itu suara dan bayangan tersebut hilang?”.


“Bagaimana kalau kita belajar cara untuk mencegah suarasuara atau bayangan agar tidak
muncul?”.

“Tn.R ada empat cara untuk mencegah suara-suara itu muncul.”.

“Pertama, dengan menghardik suara tersebut.”.

“Kedua, dengan cara bercakap-cakap dengan orang lain.”.

“Ketiga, melakukan kegiatan yang sudah terjadwal.”.

“Keempat, minum obat dengan teratur.”.

“Bagaimana kalau kita belajar satu cara dulu, yaitu dengan menghardik.”.

“Caranya seperti ini:

1. Saat suara-suara itu muncul, langsung Tn.R bilang dalam hati, “Pergi

Saya tidak mau dengar … Saya tidak mau dengar. Kamu suara palsu. Begitu

diulang-ulang sampai suara itu tidak terdengar lagi. Coba Tn.R peragakan!

Nah begitu, bagus! Coba lagi! Ya bagus Tn.R sudah bisa.”

2. Saat melihat bayangan itu muncul, langsung Tn.R bilang, pergi Saya

tidak mau lihat… Saya tidak mau lihat. Kamu palsu. Begitu diulang-ulang

sampai bayangan itu tak terlihat lagi. Coba Tn.R peragakan! Nah begitu…

bagus! Coba lagi! Ya bagus Tn.R sudah bisa.”

FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan Tn.R dengan obrolan kita tadi? Tn.R merasa

senang tidak dengan latihan tadi?”.

“Setelah kita ngobrol tadi, panjang lebar,


sekarang coba Tn.R simpulkan pembicaraan kita tadi.”

“Coba sebutkan cara untuk mencegah suara dan atau bayangan itu agar tidak

muncul lagi.”.

“Kalau bayangan dan suara-suara itu muncul lagi, silakan

Tn.R coba cara tersebut! Bagaimana kalau kita buat jadwal latihannya. Mau

jam berapa saja latihannya?” (Masukkan kegiatan latihan menghardik

halusinasi dalam jadwal kegiatan harian klien). “Tn.R, bagaimana kalau

besok kita ngobrol lagi tentang caranya berbicara dengan orang lain saat

bayangan dan suara-suara itu muncul?”.

“Kira-kira waktunya kapan ya?

Bagaimana kalau besok jam 09.30 WIB, bisa?” .

“Kira-kira tempat yang

enak buat kita ngobrol besok di mana ya? Sampai jumpa besok”.
SP 2 PASIEN HALUSINASI

Strategi Pelaksanaan 2 : Ajarkan cara mengontrol halusinasi dengan cara

bercakap-cakap dengan orang lain:

FASE ORIENTASI

” Selamat pagi Tn.R? Bagaimana kabarnya hari ini? mas masih ingat

dong dengan saya? Tn.R sudah mandi belum? Apakah massudah makan?

”bagaimana perasaan Tn.R hari ini? Kemarin kita sudah berdiskusi tentang

halusinasi, apakah Tn.R bisa menjelaskan kepada saya tentang isi suara-suara

yang Tn.R dengar dan apakah bisa mempraktekkan cara mengontrol

halusinasi yang pertama yaitu dengan menghardik?”.

”sesuai dengan kontrak

kita kemarin, kita akan berbincang-bincang di ruamg tamu mengenai caracara


mengontrol suara yang sering mas dengar dulu agar suara itu tidak

muncul lagi dengan cara yang kedua yaitu bercakap-cakap dengan orang

lain”.
”berapa lama kita akan bincang-bincang, bagaimana kalau 10 menit

saja, bagaimana Tn.R setuju?”.

”dimana tempat yang menurut Tn.R cocok

untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana kalau dilorong? setuju?”

FASE KERJA

”Kalau Tn.R mendengar suara yang kata mas kemarin mengganggu

dan membuat mas jengkel. Apa yang Tn.R lakukan pada saat itu? Apa yang

telah saya ajarkan kemarin apakah sudah dilakukan?”

”cara yang kedua adalah mas langsung pergi ke perawat. Katakan pada

perawat bahwa mas mendengar suara. Nanti perawat akan mengajak Tn.R

mengobrol sehingga suara itu hilang dengan sendirinya.

FASE TERMINASI

”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama. Saya senag sekali

Tn.R mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan Tn.R

setelah kita berbincang-bincang?”

”nanti kalau suara itu terdengar lagi, Tn.R terus praktekkan cara yang telah

saya ajarkan agar suara tersebut tidak menguasai pikiran.”

”bagaimana kalau besok kita berbincang-bincang lagi tentang cara

mengontrol halusinasi dengan cara yang ketiga yaitu menyibukkan diri


dengan kegiatan yang bermanfaat.”

”jam berapa mas bisa? Bagaimana kalau besok jam .....? setuju?”

”besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat lain? Termakasih mas

sudah berbincang-bincang dengan saya. Sampai ketemu besok pagi.”

SP 3 PASIEN HALUSINASI

Strategi Pelaksanaan 3 pasien halusinasi : Mengajarkan cara mengontrol

halusinasi dengan melakukan aktifitas / kegiatan harian.

FASE OERIENTASI

” Selamat pagi, Tn.R? Masih ingat saya ?. ”

Tn.R tampak segar hari ini. Bagaimana perasaannya hari ini ?

sudah siap kita berbincang bincang ?

masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ?

apakah Tn.R masih mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin. ”

Seperti janji kita, bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang suara-
suara yang sering Tn.R dengar agar bisa dikendalikan engan cara melakukan aktifitas
/kegiatan harian.”.

”dimana tempat yang menurut mas cocok untuk kita berbincang-bincang? Bagaimana
kalau di ruang tamu? setuju?”.
”kita nanti akan berbincang kurang lebih 10 menit, bagaimana setuju?”

FASE KERJA

”Cara mengontrol halusinasi ada beberapa cara, kita sudah berdiskusi

tentang cara pertama dan kedua, cara lain dalam mengontrol halusinasi yaitu

caar ketiga adalah mas menyibukkan diri dengan berbagi kegiatan yang

bermanfaat. Jangan biarkan waktu luang untuk melamun saja.”

”jika mas mulai mendengar suara-suara, segera menyibukkan diri dengan

kegiatan seperti menyapa, mengepel, atau menyibukkan dengan kegiatan

lain.”

FASE TERMINASI

”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senang sekali

Tn.R mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaan setelah

berbincang-bincang?”.

”coba Tn.R jelaskan lagi cara mengontrol halusinasi

yang ketiga?.

”tolong nanti Tn.R praktekkan cara mengontrol halusinasi

seperti yang sudah diajarkan tadi?.

”bagaimana Tn.R kalau kita berbincangbincang lagi tentang cara mengontrol halusinasi
dengan cara yang keempat
yaitu dengan patuh obat”.

”jam berapa Tn.R bisa? Bagaimana kalau jam

08.00? Tn.R setuju?”.

”Besok kita berbincang-bincang di sini atau tempat

lain? Terimakasih Tn.R sudah mau berbincang-bincang dengan saya. Sampai

ketemu besok pagi.”

SP 4 PASIEN HALUSINASI

Strategi Pelaksanaan 4 pasien halusinasi : Ajarkan klien mengontrol

halusinasi dengan cara patuh obat yaitu penggunaan obat secara teratur (jenis,

dosis, waktu, manfaat, dan efek samping)

FASE ORIENTASI

” Selamat pagi, Tn.R ? Masih ingat saya ?.

”Tn.R tampak segar hari

ini. Bagaimana perasaannya hari ini ? sudah siap kita berbincang bincang ?

masih ingat dengan kesepakatan kita tadi, apa itu ? apakah Tn.R masih

mendengar suara- suara yang kita bicarakan kemarin?”..

”Seperti janji kita,

bagaimana kalau kita sekarang berbincang- bincang tentang obat-obatan yang

Tn.R minum”.

”dimana tempat yang menurut Tn.R cocok untuk kita


berbincang-bincang? Bagaimana kalu di lorong? setuju?”.

”kita nanti akan

berbincang kurang lebih 20 menit, bagaimana setuju?”

FASE KERJA

”ini obat yang harus diminum setiap hari. Obat ini namanya ...

dosisnya... mg dan yang warna.....dosisnya.....mg. kedua obat ini

diminum....sehari siang dan malam, kalau yang warna...minumnya....kali

sehari. Obat yang warnanya....ini berfungsi untuk mengendalikan suara yang

sering Tn.R dengar sedangkan yang warnanya putih agar mas tidak merasa

gelisah. Kedua obat ini mempunyai efek samping diantaranya mulut kering,

mual, mengantuk, ingin meludah terus, kencing tidak lancar. Sudah jelas

mas? Tolong nanati mas sampaikan ke dokter apa yang Tn.R rasakan setelah

minum obat ini. Obat ini harus diminum terus, mungkin berbulan-bulan

bahkan bertahun-tahun. Kemudian Tn.R jangan berhenti minum obat tanpa

sepengetahuan dokter, gejala seperti yang Tn.R alami sekarang akan muncul

lagi, jadi ada lima hal yang harus diperhatikan oleh Tn.R pada saat mionum

obat yaitu benar obat, benar dosis, benar cara, benar waktu dan benar

frekuensi. Ingat ya ..”

FASE TERMINASI
”Tidak terasa kita sudah berbincang-bincang lama, saya senag sekali

Tn.R mau berbincang-bincang dengan saya. Bagaimana perasaannya setelah

berbincang-bincang?”.

”coba Tn.R jelaskan lagi obat apa yang diminum tadi?

Kemudian berapa dosisnya?.

”Terimakasih mas sudah mau berbincangbincang dengan saya. Sampai ketemu lagi.”
LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA KLIEN DENGAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

A. DEFINISI

Defisit perawatan diri menurut Orem adalah ketidakmampuan seseorang untuk


melakukan perawatan diri secara adekuat sehingga dibutuhkan beberapa sistem yang
dapat membantu klien memenuhi kebutuhannya (Erlando, 2019).

Defisit perawatan diri adalah keadaan seseorang yang tidak mampu merawat diri dengan
benar dan tidak dapat menyelasaikan aktivitas perawatan diri seperti mandi, berhias,
mencuci tangan sebelum dan sesudah makan atau minum serta mencuci tangan
setelah buang air besar dan buang air kecil (Laia & Pardede, 2022).

Defisit perawatan diri merupakan salah satu masalah yang timbul pada pasien gangguan
jiwa dimana seseorang yang mengalami kelainan dalam kemampuan untuk
melakukan atau menyelesaikan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri seperti
tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, tidak menyisir rambut, pakaian
kotor, bau badan, bau nafas, dan penampilan tidak rapi (Wulandari et al., 2022).

B. ETIOLOGI
Menurut (Sutejo, 2019), faktor-faktor yang menyebabkan individu mengalami

defisit perawatan diri adalah:

a. Faktor Predisposisi
1. Psikologis

Pada faktor ini, keluarga terlalu melindungi dan memanjakan klien, sehingga klien
menjadi begitu bergantung dan perkembangan inisiatifnya terganggu. Pasien gangguan
jiwa misalnya, mengalami defisit perawatan diri dikarenakan kemampuan realitas yang
kurang. Hal ini menyebabkan klien tidak peduli terhadap diri dan lingkungannya,
termasuk perawatan diri

2. Biologis

Pada faktor ini, penyakit kronis berperan sebagai penyebab klien tidak mampu
melakukan perawatan diri. Defisit perawatan diri disebabkan oleh adanya penyakit fisik
dan mental yang menyebabkan pasien tidak mampu melakukan perawatan diri. Selain itu,
faktor herediter (keturunan) berupa anggota keluarga yang mengalami gangguan jiwa,
juga turut menjadi penyebab.

3. Sosial

Kurangnya dukungan dan latihan kemampuan perawatan diri di lingkungan. Situasi


lingkungan mempengaruhi latihan kemampuan dalam perawatan diri

b. Faktor Presipitasi

Yang merupakan faktor presipitasi defisit perawatan diri adalah kurang penurunan
motivasi, kerusakan kognitif atau persepsi, cemas, lelah dan lemah yang dialami
individu sehingga menyebabkan individu kurang mampu melakukan perawatan diri.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi personal hygiene, yaitu:

1) Citra tubuh
Gambaran individu terhadap dirinya sangat mempengaruhi kebersihan diri.
Perubahan fisik akibat operasi bedah, misalnya, dapat memicu individu untuk tidak
perduli terhadap kebersihannya.

2) Status sosial ekonomi

Sumber penghasilan atau sumber ekonomi mempengaruhi jenis dan tingkat praktik
perawatan diri yang dilakukan. Perawat harus menentukan apakah pasien dapat
mencukupi perlengkapan perawatan diri yang penting, seperti sabun, shampo, pasta
gigi, sikat gigi. Selain itu, hal yang perlu diperhatikan adalah apakah penggunaan
perlengkapan tersebut sesuai dengan kebiasaan sosial yang dipraktikkan oleh kelompok
sosial pasien.

3) Variable kebudayaan

Kepercayaan akan nilai kebudayaan dan nilai diri mempengaruhi perawatan diri.
Orang dari latar belakang kebudayaan yang berbedamengikuti praktik kesehatan yang
berbeda pula. Di sebagian masyarakat, misalnya, ada yang menerapkan mandi setiap
hari, tetapi masyarakat dengan lingkup budaya yang berbeda hanya mandi seminggu
sekali.

4) Pengetahuan

Pengetahuan tentang perawatan diri sangat penting karena pengetahuan yang baik dapat
meningkatkan kesehatan. Kurangnya pengetahuan tentang pentingnya perawatan diri
dan implikasinya bagi kesehatan dapat mempengaruhi praktik perawatan diri.

5) Kondisi fisik atau psikis

Pada keadaan tertentu atau sakit kemampuan untuk merawat diri berkurang dan
perlu bantuan untuk melakukannya. Biasanya, jika tidak mampu, klien dengan kondisi
fisik yang tidak sehat lebih memilih untuk tidak melakukan perawatan diri.

C. KlASIFIKASI

Menurut (Sari et al., 2021), jenis perawatan diri terdiri dari:


1. Defisit perawatan diri: Mandi
Tidak ada keinginan untuk mandi secara teratur, pakaian kotor, bau badan, bau napas,
dan penampilan tidak rapi.
2. Defisit perawatan diri: Berdandan atau berhias
Kurangnya minat dalam memilih pakaian yang sesuai, tidak menyisir rambut,atau
mencukur kumis.
3. Defisit perawatan diri: Makan
Mengalami kesukaran dalam mengambil, ketidakmampuan membawa makanan dari
piring ke mulut, dan makan hanya beberapa suap makanan dari piring.
4. Defisit perawatan diri: Toileting
5. Ketidakmampuan atau tidak adanya keinginan untuk emlakukan defeksi atau berkemih
tanpa bantuan.

D. PROSES TERJADINYA

Menurut Hastuti (2018) dalam (Ndaha, 2021), data yang biasa ditemukan

dalam defisit perawatan diri adalah:

a. Data Subjektif

1) Klien merasa lemah

2) Malas untuk beraktivitas

3) Merasa tidak berdaya

b. Data Objektif

1) Rambut kotor, acak-acakan

2) Badan dan pakaian kotor dan bau

3) Mulut dan gigi bau

4) Kulit kusan dan kotor


5) Kuku panjang dan tidak terawat

6. Manifestasi Klinis

Menurut (Putra & Hardiana, 2019), tanda dan gejala klien dengan defisit

perawatan diri adalah:

a. Subyektif

1) Menyatakan tidak ada keinginan mandi secara teratur

2) Perawatan diri harus dimotivasi

3) Menyatakan BAB/BAK disembarangan tempat

4) Menyatakan tidak mampu menggunakan alat bantu makan

b. Obyektif

1) Tidak mampu membersihkan badan

2) Berpakaian secara benar

3) Tidak mampu melaksanakan kebersihan yang sesuai

4) Setelah melakukan toileting makan hanya beberapa suap dari piring/porsi

tidak habis.

6) Dampak Defisit Perawatan Diri

Menurut (Elfariyani, 2021), dampak yang sering timbul pada masalah personal hygiene
yaitu:

1) Dampak fisik

Banyak gangguan kesehatan yang diderita seseorang karena tidak terpeliharanya


kebersihan perorangan dengan baik, gangguan fisik yang sering terjadi adalah
gangguan integritas kulit, gangguan membran mukosa mulut, infeksi pada mata dan
telinga dan gangguan fisik pada kuku.
2) Dampak psikososial

Masalah sosial yang berhubungan dengan personal hygiene adalah gangguan


kebutuhan rasa nyaman, kebutuhan dicintai dan mencintai, kebutuhan harga diri,
aktualisasi diri dan gangguan interaksi sosial.

E. MEKANISME KOPING

Menurut Sutria (2020) dalam (Laia & Pardede, 2022), mekanisme koping

berdasarkan penggolongan dibagi menjadi 2 yaitu:

1. Mekanisme koping adaptif

Mekanisme koping yang mendukung fungsi integrasi pertumbuhan belajar dan mencapi
tujuan. Kategori ini adalah klien bisa memenuhi kebutuhan perawatan diri secara
mandiri.

2. Mekanisme koping maladaptif

Mekanisme koping yang menghambat fungsi integrasi, memecah pertumbuhan,


menurunkan otonomi dan cenderung menguasai lingkungan. Kategorinya adalah tidak
ingin merawat diri.

F. PENATALAKSAAN

Menurut (Ndaha, 2021), penatalaksanaan klien dengan defisit perawatan diri adalah:

1) Meningkatkan kesadaran dan kepercayaan diri

2) Membimbing dan menolong klien merawat diri

3) Ciptakan lingkungan yang mendukung

G. POHON MASALAH
Resiko perilaku kekerasan

Defisit perawatan diri

Harga diri rendah kronis

Isolasi social

H. DIAGNOSA KEPERAWATAN

Diagnosa keperawatan Merupakan suatu masalah keperawatan klien mencakup


baik respon adaptif maupun maladaptif serta stressor yang yang menunjang
(Elfariyani, 2021).

Diagnosa yang muncul pada defisit perawatan diri:

1) Defisit perawatan diri

2) Gangguan sensori persepsi: halusinasi

3) Resiko perilaku kekerasan

4) Harga diri rendah

5) Isolasi sosial

I. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Menurut Herman Ade (2011) dalam (Qurrotulaini, 2021), defisit perawatan

diri merupakan core problem atau diagnosa utama dalam pohon masalah di atas,
berikut ini adalah rencana asuhan keperawatan dari defisit perawatan diri:

STRATEGI PELAKSANAAN DEFISIT PERAWATAN DIRI

SP1 Pasien: Mendiskusikan pentingnya kebersihan diri, cara-cara merawat diri dan melatih
pasien tentang cara-cara perawatan kebersihan diri Peragakan kepada pasangan anda komunikasi
dibawah ini

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi, kenalkan saya suster R”

”Namanya siapa, senang dipanggil siapa?”

”Saya dinas pagi di ruangan ini pk. 07.00-14.00. Selama di rumah sakit ini saya yang
akan merawat T?”

“Dari tadi suster lihat T menggaruk-garuk badannya, gatal ya?”

” Bagaimana kalau kita bicara tentang kebersihan diri ? ”


” Berapa lama kita berbicara ?. 20 menit ya...?. Mau dimana...?. disini aja ya. ”

KERJA KERJA

“Berapa kali T mandi dalam sehari? Apakah T sudah mandi hari ini? Menurut T apa
kegunaannya mandi ?Apa alasan T sehingga tidak bisa merawat diri? Menurut T apa
manfaatnya kalau kita menjaga kebersihan diri? Kira-kira tanda-tanda orang yang tidak
merawat diri dengan baik seperti apa ya...?, badan gatal, mulut bau, apa lagi...? Kalau kita
tidak teratur menjaga kebersihan diri masalah apa menurut T yang bisa muncul ?” Betul
ada kudis, kutu...dsb.

“Apa yang T lakukan untuk merawat rambut dan muka? Kapan saja T menyisir rambut?
Bagaimana dengan bedakan? Apa maksud atau tujuan sisiran dan berdandan?”

(Contoh untuk pasien laki-laki)

“Berapa kali T cukuran dalam seminggu? Kapan T cukuran terakhir? Apa gunanya
cukuran? Apa alat-alat yang diperlukan?”. Iya... sebaiknya cukuran 2x perminggu, dan
ada alat cukurnya?”. Nanti bisa minta ke perawat ya.

“Berapa kali T makan sehari?

”Apa pula yang dilakukan setelah makan?” Betul, kita harus sikat gigi setelah makan.”

“Di mana biasanya T berak/kencing? Bagaimana membersihkannya?”. Iya... kita kencing


dan berak harus di WC, Nach... itu WC di ruangan ini, lalu jangan lupa membersihkan
pakai air dan sabun”.

“Menurut T kalau mandi itu kita harus bagaimana ? Sebelum mandi apa yang perlu kita
persiapkan? Benar sekali..T perlu menyiapkan pakaian ganti, handuk, sikat gigi, shampo
dan sabun serta sisir”.
”Bagaimana kalau sekarang kita ke kamar mandi, suster akan membimbing T
melakukannya. Sekarang T siram seluruh tubuh T termasuk rambut lalu ambil shampoo
gosokkan pada kepala T sampai berbusa lalu bilas sampai bersih.. bagus sekali..
Selanjutnya ambil sabun, gosokkan di seluruh tubuh secara merata lalu siram dengan air
sampai bersih, jangan lupa sikat gigi pakai odol.. giginya disikat mulai dari arah atas ke
bawah. Gosok seluruh gigi T mulai dari depan sampai belakang. Bagus, lalu kumur-
kumur sampai bersih. Terakhir siram lagi seluruh tubuh T sampai bersih lalu keringkan
dengan handuk. T bagus sekali melakukannya. Selanjutnya T pakai baju dan sisir
rambutnya dengan baik.”

FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan T setelah mandi dan mengganti pakaian ? Coba sebutkan lagi apa
saja cara-cara mandi yang baik yang sudah T lakukan tadi ?”.

”Bagaimana perasaan Tina setelah kita mendiskusikan tentang pentingnya kebersihan diri
tadi ? Sekarang coba Tina ulangi lagi tanda-tanda bersih dan rapi”

”Bagus sekali mau berapa kali T mandi dan sikat gigi...?dua kali pagi dan sore,
Mari...kita masukkan dalam jadual aktivitas harian. Nach... lakukan ya T..., dan beri
tanda kalau sudah dilakukan Spt M ( mandiri ) kalau dilakukan tanpa disuruh, B
( bantuan ) kalau diingatkan baru dilakukan dan T ( tidak ) tidak melakukani? Baik besok
lagi kita latihan berdandan. Oke?”

Pagi-pagi sehabis makan


SP 2 Pasien : Percakapan saat melatih pasien laki-laki berdandan:

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Bercukur

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi Pak Tono?

“Bagaimana perasaan bpk hari ini? Bagaimana mandinya?”sudah dilakukan? Sudah


ditandai di jadual hariannya?

“Hari ini kita akan latihan berdandan, mau dimana latihannya. Bagaimana kalau di ruang
tamu ? lebih kurang setengah jam”.

FASE KERJA
“Apa yang T lakukan setelah selesai mandi ?”apa T sudah ganti baju?

“Untuk berpakaian, pilihlah pakaian yang bersih dan kering. Berganti pakaian yang
bersih 2x/hari. Sekarang coba bapak ganti baju.. Ya, bagus seperti itu”.

“Apakah T menyisir rambut ? Bagaimana cara bersisir ?”Coba kita praktekkan, lihat ke
cermin, bagus…sekali!

“Apakah T suka bercukur ?Berapa hari sekali bercukur ?” betul 2 kali perminggu

“Tampaknya kumis dan janggut bapak sudah panjang. Mari Pak dirapikan ! Ya, Bagus !”
(catatan: janggut dirapihkan bila pasien tidak memelihara janggut)

TERMINASI

“Bagaimana perasaan bapak setelah berdandan”.

“Coba pak, sebutkan cara berdandan yang baik sekali lagi”..

“Selanjutnya bapak setiap hari setelah mandi berdandan dan pakai baju seperti tadi ya!
Mari kita masukan pada jadual kegiatan harian, pagi jam berapa, lalu sore jam berap ?

“Nanti siang kita latihan makan yang baik. Diruang makan bersama dengan pasien yang
lain.
SP 3 Pasien: Percakapan melatih berdandan untuk pasien wanita

a) Berpakaian

b) Menyisir rambut

c) Berhias

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi, bagaimana perasaaan T hari ini ?Bagaimana mandinya?”Sudah di tandai


dijadual harian ?

“Hari ini kita akan latihan berdandan supaya T tampak rapi dan cantik. Mari T kita dekat
cermin dan bawa alat-alatnya( sisir, bedak, lipstik )

KERJA
“ Sudah diganti tadi pakaianya sehabis mandi ? Bagus….! Nach…sekarang disisir
rambutnya yang rapi, bagus…! Apakah T biasa pakai bedak?” coba dibedakin
mukanyaT, yang rata dan tipis. Bagus sekali.”

“ T, punya lipstik mari dioles tipis. Nach…coba lihat dikaca!

TERMINASI

“Bagaimana perasaan T belajar berdandan”

“T jadi tampak segar dan cantik, mari masukkan dalam jadualnya. Kegiatan harian, sama
jamnya dengan mandi. Nanti siang kita latihan makan yang baik di ruang makan bersama
pasien yang lain”.

SP 4 Pasien : Percakapan melatih pasien makan secara mandiri

a) Menjelaskan cara mempersiapkan makan

b) Menjelaskan cara makan yang tertib

c) Menjelaskan cara merapihkan peralatan makan setelah makan

d) Praktek makan sesuai dengan tahapan makan yang baik

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

FASE ORIENTASI

“Selamat siang T,”

” Wow...masih rapi dech T”.

“Siang ini kita akan latihan bagaimana cara makan yang baik. Kita latihan langsung di
ruang makan ya..!” Mari...itu sudah datang makanan.“
FASE KERJA

“Bagaimana kebiasaan sebelum, saat, maupun setelah makan? Dimana T makan?”

“Sebelum makan kita harus cuci tangan memakai sabun. Ya, mari kita praktekkan!
“Bagus! Setelah itu kita duduk dan ambil makanan. Sebelum disantap kita berdoa dulu.
Silakan T yang pimpin!. Bagus..

“Mari kita makan.. saat makan kita harus menyuap makanan satu-satu dengan pelan-
pelan. Ya, Ayo...sayurnya dimakanya.”

“Setelah makan kita bereskan piring,dan gelas yang kotor. Ya betul.. dan kita akhiri
dengan cuci tangan. Ya bagus!” Itu Suster Ani sedang bagi obat, coba...T minta sendiri
obatnya.”

FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan T setelah kita makan bersama-sama”.

”Apa saja yang harus kita lakukan pada saat makan, ( cuci tangan, duduk yang baik,
ambil makanan, berdoa, makan yang baik, cuci piring dan gelas, lalu cuci tangan.)”

” Nach... coba T lakukan seperti tadi setiap makan, mau kita masukkan dalam
jadual?.Besok kita ketemu lagi untuk latihan BAB / BAK yang baik, bagaiman kalau jam
10.00 disini saja ya...!”
SP 5 Pasien : Percakapan mengajarkan pasien melakukan BAB/BAK secara mandiri

a) Menjelaskan tempat BAB/BAK yang sesuai

b) Menjelaskan cara membersihkan diri setelah BAB dan BAK

c) Menjelaskan cara membersihkan tempat BAB dan BAK

Peragakan kepada pasangan anda komunikasi dibawah ini

FASE ORIENTASI

“Selamat pagi T ? Bagaimana perasaan T hari ini ?” Baik..! sudah dijalankan jadual
kegiatannya..?”

“Kita akan membicarakan tentang cara berak dan kencing yang baik?

“ Kira-kira 20 menit ya...T. dan dimana kita duduk? Baik disana dech...!

FASE KERJA
 Untuk pasien pria:

“Dimana biasanya Tono berak dan kencing?”

“Benar Tono, berak atau kencing yang baik itu di WC/kakus, kamar mandi atau tempat
lain yang tertutup dan ada saluran pembuangan kotorannya. Jadi kita tidak berak/kencing
di sembarang tempat ya.....”

“Sekarang, coba Tono jelaskan kepada saya bagaimana cara Tono cebok?”

“Sudah bagus ya Tono, yang perlu diingat saat Tono cebok adalah Tono membersihkan
anus atau kemaluan dengan air yang bersih dan pastikan tidak ada tinja/air kencing yang
masih tersisa di tubuh Tono”.

“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai
tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air
kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya
yang ada pada kotoran/ air kencing”

“Setelah selesai membersihan tinja/air kencing, Tono perlu merapihkan kembali pakaian
sebelum keluar dari WC/kakus/kamar mandi. Pastikan resleting celana telah tertutup
rapi , lalu cuci tangan dengan menggunakan sabun.”

 Untuk pasien wanita:

“Cara cebok yang bersih setelah T berak yaitu dengan menyiramkan air dari arah depan
ke belakang. Jangan terbalik ya, …… Cara seperti ini berguna untuk mencegah
masuknya kotoran/tinja yang ada di anus ke bagian kemaluan kita”

“Setelah Tono selesai cebok, jangan lupa tinja/air kencing yang ada di kakus/WC
dibersihkan. Caranya siram tinja/air kencing tersebut dengan air secukupnya sampai
tinja/air kencing itu tidak tersisa di kakus/ WC. Jika Tono membersihkan tinja/air
kencing seperti ini, berarti Tono ikut mencegah menyebarnya kuman yang berbahaya
yang ada pada kotoran/ air kencing”
“Jangan lupa merapikan kembali pakaian sebelum keluar dari WC/kakus, lalu cuci tangan
dengan menggunakan sabun.”

FASE TERMINASI

“Bagaimana perasaan T setelah kita membicarakan tentang cara berak/kencing yang


baik?”

“Coba T jelaskan ulang tentang cara BAB?BAK yang baik.” Bagus...!

“Untuk selanjutnya T bisa melakukan cara-cara yang telah dijelaskan tadi ”.

“ Nach...besok kita ketemu lagi, untuk melihat sudah sejauh mana T bisa melakukan
jadual kegiatannya.”

Anda mungkin juga menyukai