Anda di halaman 1dari 7

Denver Development Screening Test (DDST)

DDST adalah salah satu dari metode skrining terhadap kelainan


perkembangan anak, tes ini bukanlah tes diagnostik atau tes IQ. DDST memenuhi
semua persyaratan yang diperlukan untuk metode skrining yang baik. Tes ini
mudah dan cepat (15-20 menit), dapat diandalkan dan menunjukkan validitas
yang tinggi. Dari beberapa penelitian yang pernah dilakukan ternyata DDST
secara efektif dapat mengidentifikasikan antara 85-100% bayi dan anak-anak
praseko- lah yang mengalami keterlambatan perkembangan, dan pada “fol- low
up” selanjutnya ternyata 89% dari kelompok DDST abnormal mengalami
kegagalan di sekolah 5-6 tahun kemudian. Tetapi dari penelitian Borowitz (1986)
menunjukkan bahwa DDST tidak dapat mengidentifikasikan lebih sebagian anak
dengan kelainan bicara.
DDST dirancang oleh William K. Frankenburg dan Josiah B. Dodds, telah
dipublikasikan di kota Denver Jerman sejak tahun 1967. DDST telah diadaptasi
dan distandarisasi di 12 negara dan digunakan untuk skrining lebih dari 50 juta
anak di seluruh dunia. Telah direvisi dan diadakan penyempurnaan sehingga dikenal
dengan istilah DDST II atau Denver II.
Keuntungan dari pemeriksaan DDST II ini adalah, DDST II mampu menilai
perkembangan anak sesuai usia, mampu memantau perkembangan anak usia 0-6
tahun, mampu memonitor anak dengan risiko perkembangan, mampu menjaring
adanya kelainan perkembangan pada anak dan mampu memastikan apakah
anak yang diduga ada kelainan perkembangan benar-benar mengalami kelainan.
Prinsip pemeriksaan DDST II ini adalah bertahap dan berkelanjutan, dimulai dari
tahap perkembangan yang telah dicapai anak, alat bantu stimu- lasi yang
sederhana, suasana nyaman dan bervariasi, memperhatikan gerakan spontan
anak, dilakukan dengan wajar tanpa paksaan dan tidak menghukum, ada pujian
untuk anak yang dapat melakukan, alat yang diperlukan disiapkan dan saat tes
hanya menggunakan satu alat saja.
Alat yang diperlukan untuk pemeriksaan DDST II ini antara lain: lembar
formulir DDST II, benang sulaman merah, kismis atau manik- manik, kerincing
dengan pegangan, kubus kayu berwarna ukuran dimensi 1 inci 10 buah,
lonceng kecil, bola tennis, boneka plastik kecil dengan dot, cangkir plastik
dengan pegangan, pensil merah, kertas kosong, botol kaca bening yang dapat
dibuka. Peralatan lain yang juga diperlukan antara lain: meja dan kursi untuk
pemeriksa, ibu atau pengasuh dan anak, ruangan cukup luas untuk menguji item
motorik kasar, tempat tidur lengkap dengan perlak dan sprei.
1. Aspek perkembangan yang dinilai dalam pemeriksaan DDST II
atau Denver II
Semua tugas perkembangan itu disusun berdasarkan urutan perkembangan
dan diatur dalam 4 kelompok besar yang disebut sektor perkembangan, yang
meliputi:
a. Personal Social (perilaku sosial)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan mandiri, bersosialisasi dan
berinteraksi dengan lingkungannya.
b. Fine Motor Adaptive (gerakan motorik halus)
Aspek yang berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati
sesuatu, melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh
tertentu dan dilakukan otot-otot kecil, tetapi memerlukan koordinasi
yang cermat.
c. Language (bahasa)
Kemampuan untuk memberikan respons terhadap suara, mengikuti
perintah dan berbicara spontan.
d. Gross Motor (gerakan motorik kasar)
Aspek yang berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
2. Alat yang digunakan :
a. Alat peraga:
1) Benang wol merah
2) Icik-icik dengan pegangan kecil
3) Boneka kecil dengan botol susu
4) Cangkir kecil dengan pegangan
5) Kertas putih berukuran folio
6) Delapan buah kubus ukuran 2,5 cm x 2,5 cm x 2,5 cm, warna merah,
hijau, biru, kuning, masing-masing 2 buah
7) Botol kecil warna bening dengan tutup berdiameter ±2 cm
8) Manik-manik
9) Lonceng kecil
10) Bola tenis
11) Pensil merah
b. Alat yang lain:
1) Meja dan kursi untuk examiner, ibu dan anak
2) Ruangan yang cukup luas untuk menguji aitem motorik kasar (gross
motor)
3) Tempat tidur lengkap dengan perlak dan laken
4) Lembar formulir DDST.
5) Buku petunjuk sebagai refensi yang menjelaskan cara-cara melakukan tes
dan cara penilaiannya.
3. Prosedur DDST terdiri dari 2 tahap, yaitu:
Tahap I: secara periodik dilakukan pada semua anak yang berusia:
a. 3-6 bulan
b. 9-12 bulan
c. 18-24 bulan
d. 3 tahun
e. 4 tahun
f. 5 tahun
Tahap II: dilakukan pada mereka yang dicurigai adanya hambatan perkembangan
pada tahap I. Kemudian dilanjutkan pada evaluasi diagnostik yang lengkap.
4. Lembar formulir test
a. Pada garis paling atas dan dasar terdapat skala yang meng-
gambarkan umur dalam bulan dan tahun mulai lahir s/d 6 tahun.
Tiap jarak antara 2 tanda (garis kecil tegak) menunjukkan 1 bulan s/d 24
bulan, lalu tiap jarak menunjukkan 3 bulan.
b. Di bagian depan ada 125 aitem yang digambarkan dalam bentuk kotak atau
batangan yang ditempatkan dalam neraca umur dimana 25%, 50%, 75%,
90% dari sampel standar anak normal dapat melaksanakan tugas tersebut.
c. Pada beberapa kotak tes terdapat foot note/catatan kecil bilangan yang
menunjukkan bahwa cara melaksanakan/menginterpretasi aitem dapat
dilihat dibalik lembar formulir dengan bilangan yang sama.
d. Huruf L pada tepi kiri kotak aitem menunjukkan bahwa aitem tersebut
boleh lulus/lewat melalui ibu untuk pengasuh anak. Hanya aitem tes
dengan huruf L dalam kotak yang boleh di “lewat”kan melalui laporan.
5. Cara pengukuran perkembangan anak dengan DDST II adalah sebagai berikut :
a. Tentukan umur anak pada saat pemeriksaan. Umur anak dihi- tung
menggunakan tanggal lahir dari tanggal tes. Penyesuaian umur pada anak
prematuritas, yaitu pada anak yang lahirnya maju lebih dari 2 minggu
sebelum Hari Perkiraan Lahir (HPL).

3) Kasus prematur
Siti dibawa rawat jalan ke poli RSI Cilacap tanggal 19 Oktober 2009.
Tanggal lahir Siti 30 Nopember 2007. Siti lahir belum waktunya 6 minggu.
Hitung umur Siti dengan penyesuaian prematurnya.

tahun bulan hari

tgl lahir 2007 11 30


umur anak 1 10 19
prematur 1 114
umur 1 9 5
penyesuaian
b. Tarik garis pada lembar DDST II sesuai dengan umur yang telah ditentukan.
c. Lakukan pengukuran pada anak disetiap komponen dan berikan skoring pada
setiap item yang dinilai.
d. Dahulukan uji coba item yang kurang aktif dan item yang mudah dilakukan.
e. Uji coba item-item yang menggunakan alat yang sama dilakukan berurutan.
f. Hanya alat uji coba yang berada di depan anak.
g. Semua uji coba dimulai dari item di sebelah kiri garis umur, item yang
dilewati garis umur, dan item di sebelah kanan garis umur.
h. Pada anak yang ada risiko perkembangan, setiap sektor dilakukan paling
sedikit 3 uji coba item di sebelah kiri garis umur dan item yang dilewati garis
umur. Jika anak gagal, menolak atau tidak ada kesempatan melakukan,
lakukan uji coba item tambahan ke sebelah kiri garis umur sampai tiga kali
lewat untuk tiap-tiap sektor
i. Pada anak normal atau kemampuan lebih, dilakukan paling sedikit tiga uji
coba item yang paling dekat di sebelah kiri garis umur dan item yang dilewati
garis umur. Jika anak mampu untuk bisa, lanjutkan uji coba di sebelah
kanan garis umur sampai tiga kali gagal tiap sektor.
j. Tiap uji coba boleh dilakukan tiga kali sebelum anak dinyatakan gagal.
k. Penilaian tes perilaku
Tes ini dinilai setelah tes selesai. Dengan skala di lembar tes, penilaian dapat
membandingkan perilaku anak selama tes dengan perilaku sebelumnya.
Boleh menanyakan pada ibu untuk pengasuh anak apakah perilaku anak
biasanya sama dengan sekarang. Kadang saat ini diperiksa anak dalam
kondisi sakit, lapar, marah, sehingga tes dapat dilakukan pada hari lain
saat anak mau kooperatif.
l. Skoring penilaian item tes
1) ‘L’ = lulus/lewat/pass (V)
anak melakukan item dengan baik atau ibu untuk pengasuh
memberi laporan (tepat/dapat dipercaya) bahwa anak dapat
melakukannya.
2) ‘G’ = gagal/fail (O)
anak tidak dapat melakukan item tugas dengan baik atau ibu
untuk pengasuh memberi laporan anak tidak melakukan dengan
baik
3) ‘TAK’ = tidak ada kesempatan/no oportunity (NO)
anak tidak mempunyai kesempatan untuk melakukan item karena
ada hambatan (kasus retardasi mental atau sindrom down). Skor
ini hanya digunakan untuk item yang ada kode ‘L’/ laporan orang
tua/pengasuh anak
4) ‘M’ = menolak/refusal (R)
anak menolak melakukan tes karena faktor sesaat seperti lelah,
menangis, sakit, mengantuk, dan lain-lain. Penolakan dapat
dikurangi dengan mengatakan ke anak apa yang harus dilaku- kannya
(item tugas yang dilaporkan oleh ibu untuk pengasuh anak tidak
diskor sebagai penolakan).
m. Interpretasi hasil tes
Interpretasi tiap item
1) Advance:
bila anak dapat melakukan tugas pada item disebelah kanan garis
umur
2) Normal:
anak gagal/menolak tugas pada item di sebelah kanan garis umur,
atau anak lulus, gagal/menolak dimana garis umur berada di
antara 25%-75% (warna putih).
3) Caution:
apabila anak gagal/menolak tugas pada item dimana garis umur
berada di antara 75%-90% (warna hijau).
4) Delay:
apabila anak gagal/menolak tugas pada item yang di sebelah kiri garis
umur.
5) No oportunity:
anak mengalami hambatan, anak tidak ada kesempatan untuk
melakukan uji coba-hambatan, orang tua melaporkan anak
mengalami hambatan.
n. Interpretasi hasil tes keseluruhan
1) Normal
- Bila tidak ada ‘keterlambatan/delays’ dan apa paling banyak satu
‘caution’
- Lakukan ulangan pemeriksaan pada kontrol kesehatan
berikutnya.
2) Suspek
- Bila didapatkan 2 atau lebih ‘caution’ dan atau 1 atau lebih
‘delays’.
- Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu untuk menghilangkan faktor
sesaat seperti; rasa takut, keadaan sakit atau kelelahan.
3) Tidak dapat di uji/untestabel
- Bila ada skor menolak pada 1 aitem tes atau lebih total di
sebelah kiri garis umur atau menolak pada lebih dari 1 aitem tes
yang ditembus garis umur pada daerah 75% - 90%
- Lakukan uji ulang dalam 1-2 minggu
o. Referral considerations:
bila hasil tes lagi-lagi ‘suspek/tidak dapat dites’ maka dikirim ke ahlinya,
dengan menentukan keadaan klinis atau lainnya berdasarkan:
1) Profile hasil tes (item mana yang diskor peringatan (P) atau yang
terlambat (T)
2) Jumlah peringatan (P) dan terlambat (T)
3) Tingkat perkembangan sebelumnya
4) Perhatian klinis lainnya (riwayat klinis, dan pemeriksaan kesehatan, dll)
5) Sumber rujukan yang tersedia

Anda mungkin juga menyukai