Anda di halaman 1dari 26

UNSUR DAPAT MERUGIKAN KEUANGAN NEGARA ATAU

PEREKONOMIAN NEGARA PADA


PERTANGGUNGJAWABAN TINDAK PIDANA KORUPSI

S. SERBABAGUS, S.H., M.H.


serbabagusmh@gmail.com

ABSTRAK
Terdapat adanya Permasalahan pada tindak pidana korupsi dalam Undang-
Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2001 adalah rumusan unsur “dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara” pada pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 yang
menyebabkan munculnya perdebatan tentang pemahaman pada kata “dapat
merugikan” tersebut. Tujuan penulisan dalam ini adalah Untuk mengetahui
kualifikasi unsur dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara
pada tindak pidana korupsi serta untuk mengetahui pembuktian unsur dapat
merugikan keuangan negara atau perekonomian negara pada undang-undang
tindak pidana korupsi. Dari pokok hasil penulisan dapat disimpulkan bahwa
Unsur “dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”
merupakan potensi kerugian keuangan negara atau perekonomian negara.
Bahwa untuk dapat memenuhi unsur “dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara” tidak perlu benar-benar telah menderita kerugian, akan
tetapi unsur kerugian negara harus tetap dibuktikan dan harus dihitung,
meskipun sebagai perkiraan atau meskipun belum terjadi serta penghitungan
tersebut harus ditentukan oleh ahli.

Kata Kunci: Tindak Pidana Korupsi, Kerugian Negara

ABSTRACT
The existence problem of corruption in Law Number 31 Year 1999 as
amended by Law Number 20 Year 2001 is the formulation of element "may harm
the state finance or state economy" in Article 2 paragraph (1) and article 3 which
causes the emergence of The debate on understanding the word "can harm" it.
The purpose of writing in this is to know the qualification of elements can harm
the state finance or the state economy on corruption crime as well as to know the
proof of the element can harm the state finance or state economy on corruption
criminal law. From the main result of writing can be concluded that Element

1
"can harm state finance or state economy" represent potential loss of state
finance or state economy in order to fulfill the element "may harm the state
finance or state economy" does not necessarily have suffered losses, but the
element of state losses must still be proven and must be calculated, although as
an estimate or though it has not yet occurred and the calculation shall be
determined by the expert.

Keywords: Corruption, State Losses


*S.Serbabagus, S.H.,M.H dosen Fakultas Hukum Universitas Islam Darul ‘Ulum
Lamongan

dibandingkan dengan tindak pidana


A. LATAR BELAKANG
lain di berbagai belahan dunia.
MASALAH
Fenomena ini dapat dimaklumi
Sejak masa penjajahan
mengingat dampak negatif yang
kolonial Belanda beberapa bentuk
ditimbulkan oleh tindak pidana
kejahatan yang dapat dikategorikan
ini.Dampak yang ditimbulkan dapat
sebagai tindak pidana korupsi sudah
menyentuh berbagai bidang
terjadi, tetapi bentuk-bentuknya
kehidupan. Korupsi merupakan
masih sangat sederhana, seperti yang
masalah serius, tindak pidana ini
tertuang pada perumusan dalam
dapat membahayakan stabilitas dan
KUHP, misalnya surat atau
keamanan masyarakat, memba-
memaksa seseorang memberikan
hayakan pembangunan sosial,
sesuatu oleh pejabat/pegawai negeri.
ekonomi dan juga politik, serta dapat
Keadaan ini kemudian berubah
merusak nilai-nilai demokrasi dan
mengikuti perkembangan jaman, dan
moralitas karena lambat laun
saat ini korupsi hampir merambah di
perbuatan ini seakan menjadi sebuah
seluruh wilayah dan lapisan
budaya. Korupsi merupakan
masyarakat.
ancaman terhadap cita-cita menuju
Tindak pidana korupsi selalu masyarakat adil dan makmur.
mendapatkan perhatian yang lebih

2
Seiring dengan kemajuan Maka dari itu undang-undang
jaman, maka pemahaman terhadap korupsi dan peradilannya pun
korupsi juga semakin maju. Hampir berbeda dengan tindak pidana pada
setiap kegiatan apabila tidak hati- umumnya.Tindak pidana korupsi
hati akan terperosok masuk ke dalam merupakan tindak pidana yang
bentuk tindak pidana korupsi, sangat berbahaya yang mengancam
sementara pola perilakunya lebih semua aspek kehidupan
cenderung dilakukan dengan bermasyarakat, berbangsa dan
melibatkan banyak orang atau bernegara. Tindak Pidana Korupsi
dilakukan secara bersama. Kondisi tidak hanya merugikan keuangan
ini seringkali justru pihak yang negara tetapi juga merupakan
lemah yang mudah untuk diungkap, pelanggaran terhadap hak-hak sosial
sementara yang kuat dan yang dan ekonomi masyarakat.
memiliki peran paling penting justru Tindak pidana korupsi sudah
jarang terungkap.1 meluas dalam masyarakat, baik dari
Tindak pidana korupsi tidak jumlah kasus yang terjadi dan
lagi dimasukkan dalam perkara jumlah kerugian negara, maupun
pidana pada umumnya dimana dari segi kualitas tindak pidana yang
tindakan tersebut merupakan dilakukan semakin sistematis serta
tindakan merugikan orang lain saja. lingkupnya yang memasuki seluruh
Tindak pidana korupsi dimasukkan aspek kehidupan masyarakat. Untuk
dalam kategori tindakan pidana yang itu, para aparat penegak hukum
sangat luar biasa (extra ordinary harus bekerja dengan lebih lugas,
crime) dan sangat merugikan bangsa lebih keras, serta teliti dalam
dan negara dalam suatu wilayah. memberantas segala bentuk tindakan
yang mengandung unsur korupsi.
1
Koesno Adi, Karena sekarang korupsi merupakan
Penanggulangan Tindak pidana Korupsi
Dalam Berbagai Perspektif, Setara Press, kejahatan yang berada diperingkat
Malang, 2014, hlm. 2.

3
pertama kriminalitas yang sangat Tahun 2001 tentang Perubahan atas
merugikan bangsa dan negara. Jika Undang-Undang Nomor 31 Tahun
kinerja aparat penegak hukum yang 1999 tentang Pemberantasan Tindak
kurang maksimal akan bertentangan Pidana Korupsi (untuk selanjutnya
dengan kaidah prasyarat bernegara disebut UU Nomor 31 Tahun 1999
hukum, dan membiarkan para sebagaimana diubah dengan UU
koruptor menjarah kekayaan serta Nomor 20 Tahun 2001). Namun
aset-aset penting negara merupakan dalam beracara di pengadilan tetap
suatu penghianatan besar terhadap berlaku KUHAP.
negara. Masalah pembuktian dalam
Mengingat luasnya dampak tindak pidana korupsi memang
yang diakibatkan dari korupsi, maka merupakan masalah yang rumit,
diperlukan usaha yang keras dalam karena pelaku tindak pidana korupsi
memberantas tindak pidana korupsi ini melakukan kejahatannya dengan
ini. Salah satunya melalui rapi. Sulitnya pembuktian dalam
pembuktian, karena pembuktian perkara korupsi ini merupakan
merupakan masalah yang memegang tantangan bagi para aparat penegak
peranan penting dalam proses hukum. Permasalahan rumitnya
pemeriksaan di sidang pengadilan, pembuktian tindak pidana korupsi
dengan pembuktian inilah ditentukan juga sebenarnya berakar dari
nasib pelaku tindak pidana. Tindak rumusan tindak pidana korupsi yang
pidana korupsi merupakan tindak tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) dan
pidana khusus yang diatur dalam Pasal 3 dalam UU Nomor 31 Tahun
Undang-Undang tersendiri yaitu 1999 sebagaimana diubah dengan
Undang-Undang Nomor 31 Tahun UU Nomor 20 Tahun 2001.
1999 tentang Pemberantasan Tindak Akar permasalahan dalam
Pidana Korupsi sebagaimana diubah rumusan tindak pidana korupsi
dengan Undang-Undang Nomor 20 tersebut adalah rumusan unsur

4
“dapat merugikan keuangan negara Korupsi sebagaimana diubah UU
atau perekonomian negara” pada Nomor 20 Tahun 2001 tentang
pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 yang Perubahan UU Nomor 31 Tahun
menyebabkan timbulnya perdebatan 1999 tentang Pemberantasan Tindak
mengenai pemahaman kata “dapat Pidana Korupsi akan berimbas pada
merugikan” tersebut. Kata “dapat tahapan pembuktian pada proses
merugikan” bertentangan dengan pemeriksaan persidangan di
konsep actuall loss (kerugian yang pengadilan dimana tahapan tersebut
nyata) dimana kerugian negara harus merupakan tahapan penting untuk
benar-benar sudah terjadi. mencari dan mendapatkan atau
Sedangkan pada konsep potential setidak-tidaknya mendekati
loss (potensi atau kemungkinan kebenaran materiil, karena pada
kerugian) memungkinkan cukup tahap ini dapat ditentukan apakah
dengan adanya perbuatan (melawan terdakwa benar-benar bersalah atau
hukum) memperkaya diri sendiri tidak. Berdasarkan uraian diatas
atau orang lain walaupun belum ada terlihat bahwa masih terdapat
kerugian negara secara pasti, unsur perbedaan pemahaman dalam
kerugian negara sudah dapat memahami unsur-unsur dalam
diterapkan.2 tindak pidana korupsi yang mana

Dengan adanya perbedaan dalam hal ini adalah unsur “dapat

pemahaman mengenai unsur “dapat merugikan keuangan negara atau

merugikan keuangan negara atau perekonomian negara” dalam


undang-undang tindak pidana
perekonomian negara” dalam UU
Nomor 31 Tahun 1999 tentang korupsi.

Pemberantasan Tindak Pidana


B. METODE PENULISAN
2
Indonesia Corruption Watch, Bertitik tolak dari pemilihan
Penerapan Unsur Merugikan Keuangan
Negara dalam Delik Tindak Pidana Korupsi, metode penulisan hukum normatif,
2014, hlm. 28.

5
maka pendekatan masalah yang undang telah dinyatakan sebagai
dipergunakan dalam penulisan ini suatu tindakan yang dapat dihukum.
adalah pendekatan perundang- Dengan batasan seperti ini,
undangan (statute approach), dan maka menurut D. Simon, untuk
pendekatan konseptual (conceptual adanya suatu tindak pidana harus
approach). dipenuhi unsur-unsur sebagai
berikut :
C. PEMBAHASAN a) Perbuatan manusia, baik dalam
1. Tindak Pidana Korupsi arti perbuatan positif ( berbuat)

Pengertian tindak pidana maupun perbuatan Negatif (tidak

dalam Kitab Undang-undang Hukum berbuat);

Pidana (KUHP) dikenal dengan b) Diancam dengan pidana ;


istilah strafbaar feit dan dalam c) Melawan hukum;
kepustakaan tentang hukum pidana
d) Dilakukan dengan kesalahan;
sering mempergunakan istilah delik,
sedangkan pembuat undang-undang e) Oleh orang yang mampu
merumuskan suatu undang-undang bertanggungjawab
mempergunakan istilah peristiwa Korupsi (bahasa Latin:
pidana atau perbuatan pidana atau corruptio dari kata kerja corrumpere
tindak pidana. yang bermakna busuk, rusak,
Menurut D. Simon, tindak menggoyahkan, memutarbalik,
pidana adalah tindakan melanggar menyogok) adalah tindakan pejabat
hukum yang telah dilakukan dengan publik, baik politisi maupun pegawai
sengaja ataupun tidak dengan negeri, serta pihak lain yang terlibat
sengaja oleh seseorang yang dapat dalam tindakan itu yang secara tidak
dipertanggungjawabkan atas wajar dan tidak legal
tindakannya dan yang oleh undang- menyalahgunakan kepercayaan

6
publik yang dikuasakan kepada negara atau perekonomian
mereka untuk mendapatkan negara, merugikan kesejah-
keuntungan sepihak. teraan atau kepentingan

Apabila dilihat dari makna rakyat/umum. Perbuatan yang

korupsi secara harfiah yaitu sesuatu merugikan keuangan atau

yang busuk jahat dan merusak, maka perekonomian negara adalah

apabila membicarakan tentang korupsi dibidang materil,

korupsi memang akan menemukan sedangkan korupsi dibidang

kenyataan semacam itu karena politik dapat terwujud berupa

korupsi menyangkut segi-segi moral memanipulasi pemungutan

sifat dan keadaan yang busuk suara dengan cara penyuapan,

jabatan dalam instansi atau aparatur intimidasi paksaan dan atau

pemerintah penyelewengan campur tangan yang

kekuasaan dalam jabatan karena mempengaruhi kebebasan

pemberian, faktor ekonomi dan memilih komersiliasi

politik, serta penempatan keluarga pemungutan suara pada lembaga

atau golongan ke dalam kedinasan di legislatif atau pada keputusan

bawah kekuasaan jabatannya. yang bersifat administratif


dibidang pelaksanaan
Baharuddin Lopa meru-
pemerintah.3
muskan tindak pidana korupsi
sebagai berikut :
Aswanto mengemukakan
bahwa rumusan tindak pidana
Tindak pidana korupsi adalah
korupsi adalah sebagai berikut:
suatu tindak pidana yang dengan
penyuapan manipulasi dan
3
Diambil dari
perbuatan-perbuatan melawan http://sitimaryamnia.blogspot.co.id/2012/02/
pengertian-tindak-pidana-korupsi.html,
hukum yang merugikan atau
diakses pada tanggal 10 September 2016,
dapat merugikan keuangan pukul 20.47 WIB.

7
Secara sistematik tindak pidana rumusan tindak pidana korupsI
korupsi terdiri atas kata tindak UU No. 7 Tahun 2006.4
pidana/delik dengan kata Tindak Pidana Korupsi pada
korupsi. Tindak pidana/delik umumnya memuat efektivitas yang
adalah perbuatan yang dilarang merupakan manifestasi dari
dalam peraturan perundang- perbuatan korupsi dalam arti luas
undangan yang disertai dengan mempergunakan kekuasaan atau
ancaman pidana terhadap siapa
pengaruh yang melekat pada
yang melakukan perbuatan yang
seseorang pegawai negeri atau
dilarang tersebut. Apa bila dua
istimewa yang dipunyai seseorang
kata tersebut digabung yaitu
didalam jabatan umum yang patut
tindak pidana/delik dengan
atau menguntungkan diri sendiri
korupsi menjadi tindak pidana
maupun orang yang menyuap
korupsi dapat diartikan sebagai
sehingga dikualifikasikan sebagai
berikut. Rumusan-rumusan
tindak pidana korupsi dengan segala
tentang segala perbuatan yang
akibat hukumnya yang berhubungan
dilarang/diperintahkan dalam
dengan hukum pidana acaranya.
undang-undang No. 3 Tahun
Adapun pengertian tindak
1971, yang kemudian
pidana korupsi dalam UU Nomor 31
disempurnkan dengan No. 31
Tahun 1999 sebagaimana diubah
Tahun 1999 selanjutnya di ubah
dengan UU Nomor 20 Tahun 2001
dengan UU No. 20 Tahun 2001,
dirumuskan dalam pasal 2 ayat (1)
tentang korupsi, dirumuskan
adalah setiap orang yang secara
dalam Pasal 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9,
melawan hukum melakukan
10,11, 12, 12B, 13, 15,16,
perbuatan memperkaya diri sendiri
21,22, 23 dan 24. (Dari pasal-
atau orang lain atau suatu korporasi
pasal tersebut diatas ada 44

4
Ibid

8
yang dapat merugikan keuangan Perkembangan dalam penerapan
negara atau perekonomian negara, pengertian merugikan Keuangan
sedangkan dalam pasal 3 tindak Negara tersebut tidak terlepas dan
pidana korupsi adalah setiap orang peraturan-peraturan yang terkait
yang dengan tujuan menguntungkan dengan pengertian Keuangan
diri sendiri atau orang lain atau suatu Negara.
korporasi menyalahgunakan Pasal 1 angka 1 Undang-
kewenangan, kesempatan atau Undang Nomor 17 Tahun 2003
sarana yang ada padanya karena tentang Keuangan Negara
jabatan atau kedudukan yang dapat mendefinisikan :
merugikan keuangan negara atau
keuangan negara adalah, “semua
perekonomian negara.
hak dan kewajiban negara yang
dapat dinilai dengan uang, serta
3. Kualifikasi Unsur Dapat segala sesuatu baik berupa uang
Merugikan Keuangan maupun berupa barang yang
Negara Atau dapat dijadikan milik negara
Perekonomian Negara berhubung pelaksanaan hak dan
Pada Undang-Undang kewajiban tersebut.”
Tindak Pidana Korupsi
Pada Pasal 1 ayat (1)
Merugikan keuangan negara Undang-Undang Nomor 19 tahun
merupakan salah satu unsur untuk 2003 tentang BUMN menyatakan
dapat dikatagorikan sebagai suatu penyertaan negara merupakan
perbuatan tindak pidana korupsi kekayaan negara yang dipisahkan.
sebagaimana tercantum dalam Pasal Arti Pasal ini adalah, pada saat
2 ayat 1 dan Pasal 3 UU Nomor 20 kekayaan negara telah dipisahkan,
Tahun 2001 tentang perubahan atas maka kekayaan tersebut bukan lagi
UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang masuk di ranah hukum publik tetapi
Pemberantasan Tindak Pidana. masuk di ranah hukum privat.

9
Pengertian keuangan negara berdasarkan perjanjian dengan
dalam UU Tipikor juga berbeda negara.5
dengan UU Keuangan Negara dan Sedangkan dalam Penjelasan
UU BUMN. Dalam bagian Umum Undang-Undang Nomor 31
Penjelasan Umum UU Tipikor Tahun 1999 yang dimaksud dengan
disebutkan, keuangan negara adalah Perekonomian Negara adalah
seluruh kekayaan negara dalam kehidupan perekonomian yang
bentuk apapun, yang dipisahkan atau disusun sebagai usaha bersama
tidak dipisahkan, termasuk di berdasarkan asas kekeluargaan,
dalamnya segala kerugian keuangan ataupun usaha masyarakat secara
negara dan segala hak dan kewajiban mandiri yang didasarkan pada
yang timbul karena: kebijakan Pemerintah baik di tingkat
a. Berada dalam penguasaan, pusat maupun daerah, sesuai dengan
pengurusan, dan ketentuan peraturan perundang-
pertanggungjawaban pejabat undangan yang berlaku yang
lembaga negara baik di tingkat bertujuan memberikan manfaat,
pusat maupun di daerah; kemakmuran, dan kesejahteraan

b. Berada dalam penguasaan, kepada seluruh kehidupan rakyat.

pengurusan dan UU Nomor 31 Tahun 1999


pertanggungjawaban Badan sebagaimana diubah dengan UU
Usaha Milik Negara/ Badan Nomor 20 Tahun 2001 yang saat ini
Usaha Milik Daerah, Yayasan, berlaku tidak mendefinisikan serta
Badan Hukum dan Perusahaan mengatur secara tegas dan pasti
yang menyertakan modal negara, mengenai apa yang dimaksud
atau perusahaan yang dengan kerugian negara. Definisi
menyertakan modal pihak ke tiga kerugian negara diatur dalam
5
Indonesia Corruption
Watch. Op.Cit, hlm.24.

10
peraturan yang lain seperti Undang- merupakan indikasi atau berupa
Undang Nomor 1 Tahun 2004 potensi terjadinya kerugian.
tentang Perbendaharaan Negara, 3) Kerugian tersebut akibat
Pasal 1 ayat 22 menjelaskan perbuatan melawan hukum, baik
“Kerugian negara/daerah adalah sengaja maupun lalai, unsur
kekurangan uang, surat berharga, melawan hukum harus dapat
dan barang, yang nyata dan pasti dibuktikan secara cermat dan
jumlahnya sebagai akibat perbuatan tepat.
melawan hukum baik sengaja
Berdasarkan ketentuan Pasal
maupun lalai.”
1 ayat 22 Undang-Undang Nomor 1
Berdasarkan pengertian di Tahun 2004 sebagaimana di
atas, dapat dikemukakan unsur-unsur kemukakan di atas, dapat dilihat
dari kerugian negara yaitu: bahwa konsep yang dianut adalah
1) Kerugian negara merupakan konsep kerugian negara dalam arti
berkurangnya keuangan negara delik materiil. Suatu perbuatan dapat
berupa uang berharga, barang dikatakan merugikan keuangan
milik negara dari jumlahnya dan/ negara dengan syarat harus adanya
atau nilai yang seharusnya. kerugian negara yang benar-benar
nyata.
2) Kekurangan dalam keuangan
negara tersebut harus nyata dan Hal ini berbeda dengan Pasal
pasti jumlahnya atau dengan 2 ayat (1) UU Nomor 31 Tahun
perkataan lain kerugian tersebut 1999 sebagaimana diubah dengan
benar-benar telah terjadi dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 yang
jumlah kerugian yang secara menjelaskan bahwa kerugian negara
pasti dapat ditentukan besarnya, dalam konsep delik formil dikatakan
dengan demikian kerugian dapat merugikan keuangan negara
negara tersebut hanya atau perekonomian negara.
Penjelasan Pasal 2 ayat (1)

11
menerangkan: “Dalam ketentuan ini Dengan dirumuskannya
kata “dapat” sebelum frasa tindak pidana korupsi seperti yang
“merugikan keuangan negara atau terdapat dalam Pasal 2 yat (1)
perekonomian negara” menunjukkan sebagai delik formil, maka adanya
bahwa tindak pidana korupsi kerugian negara atau perekonomian
merupakan delik formil yaitu adanya negara tidak harus sudah terjadi,
tindak pidana korupsi, cukup dengan karena yang dimaksud dengan delik
dipenuhinya unsur-unsur perbuatan formil adalah delik yang dianggap
yang dirumuskan, bukan dengan telah selesai dengan dilakukannya
timbulnya akibat.” tindakan yang dilarang dan diancam

Bahwa ketentuan tentang dengan hukuman oleh undang-

tindak pidana korupsi yang terdapat undang.6

di dalam Pasal 2 ayat (1) memang 4. Pembuktian Tindak


merupakan delik formil, juga Pidana
ditegaskan dalam penjelasan umum Pembuktian merupakan
UU Nomor 31 tahun 1999 yang bagian yang sangat penting dalam
menerangkan: “Dalam undang- proses pemeriksaan suatu perkara
undang ini, tindak pidana korupsi pidana. Tujuan pemeriksaan perkara
dirumuskan secara tegas sebagai pidana adalah untuk menemukan
tindak pidana formil. Hal ini sangat suatu kebenaran materiil, kebenaran
penting untuk pembuktian. Dengan yang dikatakan dengan logika
rumusan secara formil yang dianut hukum. Pembuktian adalah salah
dalam undang-undang ini, meskipun satu cara untuk meyakinkan hakim
hasil korupsi telah dikembalikan agar ia dapat menemukan dan
kepada negara, pelaku tindak pidana menetapkan terwujudnya kebenaran
korupsi tetap diajukan ke pengadilan yang sesungguhnya dalam
dan tetap dipidana.”
6
R. Wiyono, Pembahasan
Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi Edisi
Kedua. Sinar Grafika, 2008, hlm 27-28

12
putusannya, bila hasil pembuktian membuktikan kesalahan yang
dengan menggunakan alat-alat bukti didakwakan.7
yang ditentukan oleh undang-undang Pembuktian adalah kegiatan
ternyata tidak cukup untuk membuktikan, dimana membuktikan
membuktikan kesalahan yang berarti memperlihatkan bukti-bukti
didakwakan kepada terdakwa, maka yang ada, melakukan sesuatu
terdakwa harus dibebaskan dari sebagai kebenaran, melaksanakkan,
dakwaan, sebaliknya kalau menandakan, menyaksikan dan
kesalahan terdakwa dapat dibuktikan meyakinkan. Secara konkret
(dengan alat-alat bukti yang disebut kegiatan pembuktian dapat
dalam undang-undang yakni dalam dibedakan menjadi 2 bagian, yaitu:
pasal 184 KUHAP ) maka harus
a. Bagian kegiatan pengungkapan
dinyatakan bersalah dan dihukum.
fakta;
Yahya Harahap dalam b. Bagian pekerjaan penganalisisan
mendefinisikan Pembuktian adalah fakta yang sekaligus
sebagai berikut: penganalisisan hukum.
Pembuktian adalah ketentuan- Di dalam bagian
ketentuan yang berisi pengungkapan fakta, alat-alat bukti
penggarisan dan pedoman
diajukan ke muka sidang oleh Jaksa
tentang cara-cara yang Penuntut Umum dan Penasehat
dibenarkan undang-undang Hukum atau atas kebijakan majelis
membuktikan kesalahan yang hakim untuk diperiksa
didakwakan kepada terdakwa. kebenarannya. Proses pembuktian
Pembuktian juga merupakan bagian pertama ini akan berakhir
ketentuan yang mengatur alat-
alat bukti yang dibenarkan 7
Diambil dari
undang-undang dan boleh http://www.sarjanaku.com/2012/12/pengertian-
pembuktian-hukum-acara.html, diakses pada
dipergunakan hakim tanggal 13 September 2016, pukul 21.36 WIB

13
pada saat ketua majelis Pembuktian yang didasarkan
mengucapkan secara lisan bahwa melulu kepada alat-alat
pemeriksaan terhadap perkara pembuktian yang disebut
dinyatakan selesai (Pasal 182 ayat undang-undang, disebut sistem
(1) huruf a KUHAP). Setelah bagian atau teori pembuktian
kegiatan pengungkapan fakta telah berdasarkan undang-undang
selesai, maka selanjutnya Jaksa secara positif (positief wettelijk
Penuntut Umum, Penasehat Hukum, bewijstheori). Dikatakan secara
dan majelis hakim melakukan positif, karena hanya didasarkan
penganalisisan fakta yang sekaligus kepada undang-undang melulu.
penganalisisan hukum. Oleh Jaksa Artinya, jika telah terbukti suatu
Penuntut Umum pembuktian dalam perbuatan sesuai dengan alat-alat
arti kedua ini dilakukannya dalam bukti yang disebut oleh undang-
surat tuntutannya (requisitoir). Bagi undang, maka keyakinan hakim
Penasehat Hukum pembuktiannya tidak diperlukan sama sekali.
dilakukan dalam nota pembelaan Sistem ini juga disebut teori
(pledooi), dan akan dibahas majelis pembuktian formal (formele
hakim dalam putusan akhir (vonnis) bewijstheorie).8
yang dibuatnya. Teori pembuktian formal ini
bertujuan menyingkirkan semua
Teori-Teori Pembuktian
a.
pertimbangan
T subjektif hakim

eori pembuktian berdasarkan dan mengikat para hakim secara


ketat menerapkan peraturan
undang-undang secara positif
(Positive wettelijk bewijstheorie) pembuktian undang-undang

Dalam menilai kekuatan tersebut. Dalam sistem ini,

pembuktian alat-alat bukti yang hakim seolah-olah “robot

ada, dikenal beberapa sistem


8
Andi Hamzah, Hukum
atau teori pembuktian. Acara Pidana Indonesia, CV. Sapta Artha Jaya,
Jakarta, 1993, hlm. 259

14
pelaksana” undang-undang yang pidana walaupun kesalahannya
tidak memiliki hati nurani. Hati telah terbukti. Jadi, dalam sistem
nuraninya tidak ikut hadir dalam pembuktian conviction in time,
menentukan kebenaran salah sekalipun kesalahan terdakwa
atau tidaknya terdakwa sesuai sudah cukup terbukti,
dengan tata cara pembuktian pembuktian yang cukup itu dapat
dengan alat-alat bukti yang telah dikesampingkan keyakinan
ditentukan undang-undang. hakim. Sebaliknya walaupun
b. Teori pembuktian berda-sarkan kesalahan tetdakwa tidak
keyakinan hakim melulu. terbukti berdasarkan alat-alat
Berhadap-hadapan secara bukti yang sah, terdakwa bisa
berlawanan dengan teori dinyatakan bersalah, semata-
pembuktian menurut undang- mata atas dasar keyakinan
undang secara positif, ialah teori hakim. Keyakinan hakimlah
pembuktian menurut keyakinan yang menentukan wujud
hakim melulu. Teori ini disebut kebenaran sejati dalam sistem
9
juga conviction intime. pembuktian ini.
Sistem ini yang menentukan c. Teori pembuktian berda-sarkan
kesalahan terdakwa sementara keyakinan hakim atas alasan
ditentukan penilaian keyakianan yang logis (conviction
hakim, kelemahan sistem ini raisonnee)
adalah besar keyakinan hakim Sebagai jalan tengah, muncul
tanpa dukungan alat bukti yang sistem atau teori yang disebut
cukup.Ada kecenderungan pembuktian yang berdasakan
hakim untuk menerapkan keyakinan hakim sampai batas
keyakianannya membebaskan tertentu (conviction
terdakwa dari dakwaan tindak raisonnee).Menurut teori ini,
hakim dapat memutuskan
9
Ibid, hlm. 260

15
seseorang bersalah berdasarkan tertutup tanpa uraian alasan yang
keyakinannya, keyakianan yang masuk akal.
didasarkan kepada dasar-dasar d. Teori pembuktian berdas-arkan
pembuktian disertai dengan undang-undang secara negatif
suatu kesimpulan (conclu-sive) (negatief wettelijk)
yang berlandaskan kepada HIR maupun KUHAP, semuanya
peraturan-peraturan pembuktian menganut sistem atau teori
tertentu.Jadi, putusan hakim pembuktian berdasrkan undang-
dijatuhkan dengan suatu undang negatif (negatief
motivasi. 10 wettelijk). Hal ini dapat
Sistem atau teori pembuktian ini disimpulkan dari Pasal 183
disebut juga pembuktian bebas KUHAP, dahulu Pasal 294 HIR.
karena hakim bebas untuk Pasal 183 KUHAP berbunyi
menyebutalasan-alasan sebagai berikut:
keyakinannya (vrije “Hakim tidak boleh menjatuhkan
bewijstheorie). pidana kepada seseorang, kecuali
Keyakinan hakim dalam sistem apabila dengan sekurang-
conviction raisonnee harus kurangnya dua alat bukti yang
dilandasi reasoning atau alasan- sah ia memperoleh keyakianan
alasan, dan reasoning itu harus bahwa suatu tindak pidana
“reasonable” yakni berdasarkan benar-benar terjadi dan bahwa
alasan yang dapat diterima. terdakwalah yang bersalah
Keyakinan hakim harus melakukannya.”
mempunyai dasar-dasar alasan Dari kalimat tersebut nyata
yang logis dan benar-benar dapat bahwa pembuktian harus
diterima akal, tidak semata-mata didasarkan kepada undang-
atas dasar keyakinan yang undang (KUHAP), yaitu alat
bukti yang sah tersebut dalam
10
Ibid, hlm. 261

16
Pasal 184 KUHAP, disertai Pembuktian adalah kegiatan
dengan keyakinan hakim yang membuktikan, dimana membuktikan
diperoleh dari alat-alat bukti berarti memperlihatkan bukti-bukti
tersebut. yang ada, melakukan sesuatu
Dengan penerapan sistem ini, sebagai kebenaran, melak-sanakan,
pemidanaan itu berdasarkan pada menandakan, menyak-sikan dan
sistem pembuktian ganda, yaitu meyakinkan.
pada peraturan undang-undang Masalah pembuktian sangat
dan pada keyakinan hakim, dasar penting dalam proses pemeriksaan
peraturan hakim bersumber pada suatu perkara pidana sehingga
peraturan perundang-undangan. pembuktian ini benar-benar harus
dilakukan secara cermat dan perlu
5. Pembuktian Unsur diperhatikan terlebih lagi dalam
Dapat Merugikan kasus tindak pidana korupsi, karena
Keuangan Negara Atau korupsi mempunyai implikasi yang
Perekonomian Negara luas dan mengganggu pembangunan
Dalam Undang-Undang serta menimbulkan kerugian negara
Tindak Pidana Korupsi yang selanjutnya dapat berdampak

Proses pembuktian dalam pada timbulnya krisis diberbagai

hukum acara pidana merupakan titik bidang.

sentral di dalam pemeriksaan Apabila membahas mengenai


perkara di pengadilan. Hal ini karena unsur “dapat merugikan keuangan
melalui tahapan pembuktian inilah negara atau perekonomian negara”
terjadi suatu proses, cara, perbuatan yang terdapat pada Pasal 2 ayat (1)
membuktikan untuk menunjukkan dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun
benar atau salahnya si terdakwa 1999 sebagaimana diubah dengan
terhadap suatu perkara pidana di UU Nomor 20 Tahun 2001, seperti
dalam sidang pengadilan. yang telah diuraikan sebelumnya

17
bahwa ketentuan tentang tindak ditimbulkan. Dengan demikian, agar
pidana korupsi yang terdapat di seseorang dapat dinyatakan bersalah
dalam Pasal 2 ayat (1) memang telah melakukan tindak pidana
merupakan delik formil, juga korupsi seperti yang ditentukan
ditegaskan dalam penjelasan umum dalam Pasal 2 ayat (1), tidak perlu
Undang-Undang Nomor 31 Tahun adanya alat-alat bukti untuk
1999 yang menerangkan: “Dalam membuktikan bahwa memang telah
undang-undang ini, tindak pidana terjadi kerugian keuangan negara
korupsi dirumuskan secara tegas atau perekonomian negara.
sebagai rumusan secara formil. Hal Pada waktu membahas unsur
ini sangat penting untuk pembuktian. “dapat menimbulkan suatu
Dengan rumusan secara formil yang kerugian” dari Pasal 263 ayat (1)
dianut dalam undang-undang ini, KUHP, P.A.F. Lamintang dengan
meskipun hasil korupsi telah mengikuti pendapat dari putusan
dikembalikan kepada negara, pelaku Hoge Raad tanggal 22 April 2007
tindak pidana korupsi tetap diajukan dan tanggal 8 Juni 1997,
ke pengadilan dan tetap dipidana.” mengemukakan pembentuk undang-
Dengan dirumuskannya tindak undang tidak mensyaratkan
pidana korupsi sebagai delik formil, keharusan adanya kerugian yang
maka adanya kerugian keuangan timbul, melainkan hanya
negara atau kerugian perekonomian kemungkinan timbulnya kerugian
negara tidak harus sudah terjadi, seperti itu, bahkan pelaku tidak perlu
karena delik formil merupakan delik
harus dapat membayangkan tentang
yang dianggap telah selesai dengan kemungkinan timbulnya kerugian
dilakukannya tindakan yang dilarang tersebut.
dan diancam dengan hukuman oleh
Dengan berpedoman dengan
undang-undang serta tidak perlu
apa yang telah dikemukakan oleh
menunggu adanya akibat yang
P.A.F Lamintang seperti tersebut

18
diatas, maka agar seseorang dapat yang disampaikan oleh semua pihak
dinyatakan bersalah telah melakukan sebagaimana tersebut di atas
tindak pidana korupsi seperti yang dikaitkan dengan Penjelasan Pasal 2
ditentukan dalam Pasal 2 ayat (1), ayat (1) UU PTPK, maka persoalan
sudah cukup jika terdapat alat-alat pokok yang harus dijawab adalah:
bukti yang dapat membuktikan 1. Apakah pengertian kata ”dapat”
kemungkinan terjadinya kerugian dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPK
keuangan negara atau perekonomian yang pengertiannya dijelaskan
negara, bahkan pelaku tidak perlu dalam Penjelasan Pasal 2 ayat
harus dapat membayangkan tentang (1) bahwa dengan penambahan
kemungkinan terjadinya kerugian kata “dapat” tersebut menjadikan
keuangan negara atau perekonomian tindak pidana korupsi dalam
11
negara tersebut. Pasal 2 ayat (1) a quo menjadi
Dalam uji maateriil terhadap rumusan delik formil;
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2. Apakah dengan pengertian
1999 yang telah diubah dengan sebagaimana dijelaskan pada
Undang-Undang Nomor 20 Tahun butir 1 tersebut di atas, frasa
2001 dalam Putusan Mahkamah ”dapat merugikan keuangan
Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 negara atau perekonomian
tanggal 24 Juli 2006, mengenai negara”, yang diartikan baik
unsur “dapat merugikan keuangan kerugian yang nyata (actual loss)
negara atau perekonomian negara” maupun hanya yang bersifat
dalam pertimbangan hukumnya potensial atau berupa
menyebutkan: kemungkinan kerugian (potential
Menimbang bahwa dengan loss), merupakan unsur yang
memperhatikan seluruh argumen tidak perlu dibuktikan atau harus
dibuktikan;
11
R. Wiyono, Op.Cit, hlm. 28

19
Menimbang bahwa kedua Karena itu Mahkamah dapat
pertanyaan tersebut akan dijawab menerima penjelasan Pasal 2 ayat
dengan pemahaman bahwa kata (1) sepanjang menyangkut kata
“dapat” dalam Pasal 2 ayat (1) dan ”dapat” sebelum frasa ”merugikan
Pasal 3 UU PTPK menyebabkan keuangan negara atau perekonomian
perbuatan yang akan dituntut di negara”;
depan pengadilan, bukan saja karena Menimbang bahwa
perbuatan tersebut “merugikan Mahkamah berpendapat, kerugian
keuangan negara atau perekonomian yang terjadi dalam tindak pidana
negara secara nyata”, akan tetapi korupsi, terutama yang berskala
hanya “dapat” menimbulkan besar, sangatlah sulit untuk
kerugian saja pun sebagai dibuktikan secara tepat dan akurat.
kemungkinan atau potential loss, Ketepatan yang dituntut sedemikian
jika unsur perbuatan tindak pidana rupa, akan menimbulkan keraguan,
korupsi dipenuhi, sudah dapat apakah jika satu angka jumlah
diajukan ke depan pengadilan. Kata kerugian diajukan dan tidak selalu
“dapat” tersebut harus dinilai dapat dibuktikan secara akurat,
pengertiannya menurut Penjelasan namun kerugian telah terjadi, akan
Pasal 2 ayat (1) tersebut di atas, yang berakibat pada terbukti tidaknya
menyatakan bahwa kata ”dapat” perbuatan yang didakwakan. Hal
tersebut sebelum frasa ”merugikan demikian telah mendorong antisipasi
keuangan negara atau perekonomian atas akurasi kesempurnaan pembuk-
negara”, menunjukkan bahwa tindak
tian, sehingga menyebabkan
pidana tersebut merupakan delik dianggap perlu mempermudah beban
formil, yaitu adanya tindak pidana pembuktian tersebut. Dalam hal
korupsi, cukup dengan dipenuhinya tidak dapat diajukan bukti akurat
unsur perbuatan yang dirumuskan, atas jumlah kerugian nyata atau
bukan dengan timbulnya akibat. perbuatan yang dilakukan adalah

20
sedemikian rupa bahwa kerugian dipandang terbukti, kalau unsur
negara dapat terjadi, telah dipandang perbuatan pidana tersebut telah
cukup untuk menuntut dan terpenuhi, dan akibat yang dapat
memidana pelaku, sepanjang unsur terjadi dari perbuatan yang dilarang
dakwaan lain berupa unsur dan diancam pidana tersebut, tidak
memperkaya diri atau orang lain perlu harus telah nyata terjadi;
atau suatu korporasi dengan cara Menimbang bahwa menurut
melawan hukum (wederrechtelijk) Mahkamah hal demikian tidaklah
telah terbukti. Karena, tindak pidana menimbulkan ketidakpastian hukum
korupsi digolongkan oleh undang- (onrechtszekerheid) yang
undang a quo sebagai delik formil. bertentangan dengan konstitusi
Dengan demikian, kategori tindak sebagaimana yang didalilkan
pidana korupsi digolongkan sebagai Pemohon. Karena, keberadaan kata
delik formil, di mana unsur-unsur ”dapat” sama sekali tidak
perbuatan harus telah dipenuhi, dan menentukan faktor ada atau tidaknya
bukan sebagai delik materil, yang ketidakpastian hukum yang
mensyaratkan akibat perbuatan menyebabkan seseorang tidak
berupa kerugian yang timbul bersalah dijatuhi pidana korupsi atau
tersebut harus telah terjadi. Kata sebaliknya orang yang melakukan
“dapat” sebelum frasa ”merugikan tindak pidana korupsi tidak dapat
keuangan negara atau perekonomian dijatuhi pidana;
negara”, dapat dilihat dalam arti
Menimbang bahwa dengan
yang sama dengan kata “dapat” yang
asas kepastian hukum
mendahului frasa “membahayakan
(rechtszekerheid) dalam melindungi
keamanan orang atau barang, atau
hak seseorang, hubungan kata
keselamatan negara dalam keadaan
“dapat” dengan “merugikan
perang”, sebagaimana termuat dalam
keuangan negara” tergambarkan
Pasal 387 KUHP. Delik demikian
dalam dua hubungan yang ekstrim:

21
(1) nyata-nyata merugikan negara perekonomian negara”, kemudian
atau (2) kemungkinan dapat mengkualifikasikan-nya sebagai
menimbulkan kerugian. Hal yang delik formil, sehingga adanya
terakhir ini lebih dekat dengan kerugian negara atau perekonomian
maksud mengkualifikasikan delik negara tidak merupakan akibat yang
korupsi menjadi delik formil. Di harus nyata terjadi, Mahkamah
antara dua hubungan tersebut berpendapat bahwa hal demikian
sebenarnya masih ada hubungan ditafsirkan bahwa unsur kerugian
yang ”belum nyata terjadi”, tetapi negara harus dibuktikan dan harus
dengan mempertim-bangkan dapat dihitung, meskipun sebagai
keadaan khusus dan kongkret di perkiraan atau meskipun belum
sekitar peristiwa yang terjadi, secara terjadi. Kesimpulan demikian harus
logis dapat disimpulkan bahwa suatu ditentukan oleh seorang ahli di
akibat yaitu kerugian negara akan bidangnya. Faktor kerugian, baik
terjadi. Untuk mempertim-bangkan secara nyata atau berupa
keadaan khusus dan kongkret sekitar kemungkinan, dilihat sebagai hal
peristiwa yang terjadi, yang secara yang memberatkan atau
logis dapat disimpulkan kerugian meringankan dalam penjatuhan
negara terjadi atau tidak terjadi, pidana, sebagaimana diuraikan
haruslah dilakukan oleh ahli dalam dalam Penjelasan Pasal 4, bahwa
keuangan negara, perekonomian pengembalian kerugian negara
negara, serta ahli dalam analisis hanya dapat dipandang sebagai
hubungan perbuatan seseorang faktor yang meringankan. Oleh
dengan kerugian. karenanya persoalan kata ”dapat”

Menimbang bahwa dengan dalam Pasal 2 ayat (1) UU PTPK,

adanya penjelasan yang menyatakan lebih merupakan persoalan

bahwa kata ”dapat” sebelum frasa pelaksanaan dalam praktik oleh

“merugikan keuangan negara atau aparat penegak hukum, dan bukan

22
menyangkut konstitusi-onalitas Dari pertimbangan hukum
norma; dalam putusan Mahkamah

Menimbang dengan Konstitusi tersebut, dapat pula

demikian Mahkamah berpen-dapat diketahui bahwa untuk dapat

bahwa frasa ”dapat merugikan memenuhi unsur “dapat merugikan

keuangan negara atau perekonomian keuangan negara atau perekonomian

negara”, tidaklah bertentangan negara” tidak perlu benar-benar telah

dengan hak atas kepastian hukum menderita kerugian, akan tetapi

yang adil sebagaimana dimaksudkan unsur kerugian negara harus tetap

oleh Pasal 28D ayat (1) UUD 1945, dibuktikan dan harus dihitung,

sepanjang ditafsirkan sesuai dengan meskipun sebagai perkiraan atau

tafsiran Mahkamah di atas (conditio- meskipun belum terjadi serta

nally constitutional); penghitungan tersebut harus


ditentukan oleh seorang ahli
Menimbang bahwa oleh
dibidangnya.
karena kata ”dapat” sebagaimana
uraian pertim-bangan yang 6. KESIMPULAN

dikemukakan di atas, tidak dianggap Berdasarkan uraian-uraian


berten-tangan dengan UUD 1945, tersebut diatas, maka dapat diambil
dan justru diperlukan dalam rangka kesimpulan sebagai berikut:
penanggulangan tindak pidana 1. Unsur “dapat merugikan
korupsi, maka permohonan keuangan negara atau
Pemohon tentang hal itu tidak perekonomian negara”
beralasan dan tidak dapat merupakan potensi kerugian
12
dikabulkan. keuangan negara atau
perekonomian negara, bukan saja
karena perbuatan tersebut
12
Putusan Mahkamah
Konstitusi Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal 24 “merugikan keuangan negara
Juli 2006, hlm. 70-72
atau perekonomian negara secara

23
nyata”, akan tetapi hanya diancam dengan hukuman oleh
“dapat” menimbulkan kerugian undang-undang;
saja pun sebagai kemungkinan 2. Dengan dirumuskannya tindak
atau potential loss. Kata “dapat” pidana korupsi sebagai delik
sebelum frasa “merugikan formil, maka adanya kerugian
keuangan negara atau keuangan negara atau kerugian
perekonomian negara” perekonomian negara tidak harus
menunjukkan bahwa tindak sudah terjadi, karena delik formil
pidana korupsi merupakan delik merupakan delik yang dianggap
formil yaitu adanya tindak telah selesai dengan
pidana korupsi, cukup dengan dilakukannya tindakan yang
dipenuhinya unsur-unsur dilarang dan diancam dengan
perbuatan yang dirumuskan, hukuman oleh undang-undang
bukan dengan timbulnya akibat. serta tidak perlu menunggu
Dengan dirumus-kannya tindak adanya akibat yang ditimbulkan.
pidana korupsi seperti yang Dari pertimbangan hukum dalam
terdapat dalam Pasal 2 ayat (1) putusan Mahkamah Kons-titusi
dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun Nomor 003/PUU-IV/2006
1999 sebagaimana diubah tanggal 24 Juli 2006, dapat pula
dengan UU Nomor 20 Tahun diketahui bahwa untuk dapat
2001 sebagai delik formil, maka memenuhi unsur “dapat
adanya kerugian negara atau merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara tidak harus
perekonomian negara” tidak
sudah terjadi, karena yang perlu benar-benar telah
dimaksud dengan delik formil menderita kerugian, akan tetapi
adalah delik yang dianggap telah unsur kerugian negara harus
selesai dengan dilakukannya tetap dibuktikan dan harus
tindakan yang dilarang dan dihitung, meskipun sebagai

24
perkiraan atau meskipun belum tersebut harus ditentukan oleh
terjadi serta penghitungan seorang ahli dibidangnya.
Kitab Undang-Undang Hukum
Acara Pidana.
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 31 Tahun
1999 Tentang Pemberantasan
Buku
Tindak Pidana Korupsi
Adi, Koesno, Penanggulangan sebagaimana diubah dengan
Tindak pidana Korupsi Undang-Undang Nomor 20
Dalam Berbagai Perspektif, Tahun 2001 Tentang
Setara Press, Malang, 2014. Perubahan Atas Undang-
Hamzah, Andi, Hukum Acara Undang Nomor 31 Tahun
Pidana Indonesia, CV. 1999 Tentang Pemberantasan
Sapta Artha Jaya, Jakarta, Tindak Pidana Korupsi.
1993. Undang-Undang Nomor 19 Tahun
Ilyas, Amir, Asas – Asas Hukum 2003 Tentang Badan Usaha
Pidana: Memahami Tindak Milik Negara.
Pidana Dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun
Pertanggungjawaban 2004 Tentang
Pidana Sebagai Syarat Perbendaharaan Negara.
Pemidanaan, Rangkang
Education, Yogyakarta,
2012. Jurnal / Makalah / Hasil Penulisan
Wiyono, R., Pembahasan Undang- Indonesia Corruption Watch,
Undang Tindak Pidana Penerapan Unsur
Korupsi Edisi Kedua, Sinar Merugikan Keuangan
Grafika, 2008. Negara dalam Delik Tindak
Pidana Korupsi, Yayasan
Lembaga Bantuan Hukum
Indonesia, Jakarta, 2014.

Putusan Mahkamah Konstitusi


Putusan Mahkamah Konstitusi
Peraturan Perundang-undangan Nomor 003/PUU-IV/2006 tanggal
24 Juli 2006.
Undang-Undang Dasar 1954.
Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana. Situs Web

25
https://id.wikipedia.org/wiki/Korupsi
.
http://sitimaryamnia.blogspot.co.id/2
012/02/pengertian-tindak-pidana-
korupsi.html.

26

Anda mungkin juga menyukai