Anda di halaman 1dari 20

2.

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Teoritis

1. Pengertian dan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM)

a. Pengertian MSDM

Pengertian sumber daya manusia cenderung mengarah pada

pengertian yang sempit yaitu pengertian manusia dalam organisasi.

Dalam praktik, istilah sumber daya manusia khususnya yang berada

dalam organisasi lebih sering disebut dengan istilah “personalia”.

Sehingga dalam praktek pengertian manajemen sumber daya manusia

lebih sering disebut dengan istilah manajemen personalia

(Widyaningrum dkk., 2013).

Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) adalah ilmu dan

seni mengatur hubungan dan peranan tenaga kerja agar efektif dan

efisien membantu terwujudnya tujuan perusahaan, karyawan, dan

masyarakat Hasibuan (2011:10). Pandangan lainnya mendefinisikan

bahwa manajemen sumber daya manusia sebagai suatu strategi dalam

menerapkan fungsi-fungsi manajemen yaitu planning, organizing,

leading and controlling, dalam setiap aktifitas atau fungsi operasional

sumber daya manusia mulai dari proses penarikan, seleksi, pelatihan

dan pengembangan, penempatan yang meliputi promosi, demosi dan

transfer, penilaian kinerja, pemberian kompensasi, hubungan industrial,

hingga pemutusan hubungan kerja, yang ditujukan bagi peningkatan

kontribusi produktif dari sumberdaya manusia organisasi terhadap

pencapaian tujuan organisasi secara lebih efektif dan efisien (Sofyandi,

2009:6).

Berdasarkan kedua definisi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa manajemen sumber daya manusia adalah proses pengelolaan


sumberdaya manusia secara efektif dan efisien untuk membantu

terwujudnya tujuan perusahaan.

b. Fungsi MSDM

Fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia menurut Syukur

(2012:7), meliputi :

1) Perencanaan, perencanaan adalah usaha sadar dalam

pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan secara

matang tentang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan

oleh suatu organisasi untuk mencapai tujuan yang telah

dirancang sebelumnya.

2) Rekrutmen, proses penarikan sekelompok kandidat untuk

mengisi posisi yang lowong

3) Seleksi, seleksi tenaga kerja adalah suatu proses menemukan

tenaga kerja yang tepat dari sekian banyak kandidat atau

calon yang ada.

4) Orientasi, pelatihan dan pengembangan, pelatihan merupakan

proses pembelajaran yang melibatkan perolehan keahlian,

konsep, peraturan, atau sikap untuk meningkatkan kinerja

tenaga kerja

5) Evaluasi kinerja, evaluasi sama pentingnya dengan fungsi-

fungsi manajemen lainnya, yaitu perencanaan,

pengorganisasian atau pelaksanaan pemantauan (monitoring)

dan pengendalian.

6) Kompensasi, pemberian balas jasa langsung dan tidak

langsung berbentuk uang atau barang kepada karyawan


sebagai imbal jasa (reward) yang diberikannya kepada

perusahaan.

7) Pengintegrasian, kegiatan untuk mempersatukan kepentingan

perusahaan dan kebutuhan karyawan, sehingga tercipta

kerjasama yang serasi dan saling menguntungkan.

8) Pemeliharaan, kegiatan untuk memelihara atau meningkatkan

kondisi fisik, mental dan loyalitas karyawan agar tercipta

kerjasama yang panjang.

9) Pemberhentian, pemutusan hubungan kerja adalah

pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang

mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antar pekerja

dan pengusaha.

Fungsi-fungsi tersebut digunakan oleh pihak manajemen

perusahaan atau organisasi untuk menciptakan kinerja yang tinggi

sesuai dengan tujuan perusahaan.

2. Pengertian dan pengukuran Konflik Peran Ganda

a. Pengertian Konflik dan Konflik Peran Ganda

Manusia merupakan makhluk yang banyak memiliki kepentingan

dalam hidupnya. Apabila kepentingan-kepentingan itu datang secara

bersamaan maka akan menciptakan konflik. Konflik adalah keadaan

munculnya dua atau lebih kebutuhan pada saat yang bersamaan

(Irwanto,1997; dalam Wirakristama dan Suharnomo, 2011).

Konflik adalah ketidaksesuaian antara dua lebih anggota-

anggota yang timbul karena adanya kenyataan bahwa mereka harus

membagi sumber daya yang terbatas atau kegiatan-kegiatan kerja dan

kenyataan bahwa mereka mempunyai perbedaan status, tujuan, nilai,


atau persepsi (Handoko, 2000:346; dalam Anuari dan Prasetya, 2017).

Pandangan lainnya, seperti yang dikemukakan Mangkunegara

(2011:78), konflik merupakan suatu pertentangan yang terjadi antara

apa yang diharapkan oleh seseorang terhadap dirinya, orang lain,

organisasi dengan kenyataan apa yang diharapkannya.

Konflik peran ganda (work family conflict) didefinisikan sebagai

suatu bentuk konflik peran dalam diri seseorang yang muncul karena

adanya tekanan peran dari pekerjaan yang bertentangan dengan

tekanan peran dari keluarga (Greenhaus dan Beutell 1985; dalam Sari,

2016). Definisi lainnya menjelaskan bahwa konflik peran ganda sebagai

konflik peran yang terjadi pada karyawan, di mana di satu sisi ia harus

melakukan pekerjaan di kantor dan di sisi lain harus memperhatikan

keluarga secara utuh, sehingga sulit membedakan konflik antara

pekerjaan dengan keluarga dan antara keluarga dengan pekerjaan

(Frone, Russell dan Cooper, 1992; dalam Rahmadita, 2013).

Berdasarkan pernyataan tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa konflik peran ganda adalah konflik yang terjadi pada seseorang

karena adanya tekanan peran, antara konflik pekerjaan dengan keluarga

dan konflik keluarga antara pekerjaan.

Menurut Voydanoff; dalam Wulandari dan Dwiyanti (2014)

macam-macam work family conflict, yaitu :

1) Konflik yang disebabkan waktu (time-based conflict), ketika

waktu yang dimiliki individu digunakan untuk memenuhi satu

peran tertentu sehingga menimbulkan kesulitan untuk

memenuhi perannya yang lain.


2) Konflik yang disebabkan oleh ketegangan (strain-based

conflict), dialami ketika ketegangan-ketegangan yang dihasilkan

oleh suatu peran mengganggu peran yang lain.

3) Konflik yang disebabkan oleh perilaku (behaviour-based

conflict), konflik yang disebabkan karena kesulitan perubahan

perilaku dari satu peran ke peran lain.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Konflik Peran

Ganda

Faktor-faktor penyebab konflik peran ganda (Greenhaus dan

Beutell, 1985; dalam Maherani, 2012), yaitu :

1) Permintaan waktu akan satu peran yang tercampur dengan

pengambilan bagian dalam peran yang lain.

2) Stres yang dimulai dalam satu peran yang terjatuh ke dalam

peran lain dikurangi dari kualitas hidup dalam peran itu.

3) Kecemasan dan kelelahan yang disebabkan ketegangan dari

satu peran dapat mempersulit untuk peran yang lainnya.

4) Perilaku yang efektif dan tepat dalam satu peran tetapi tidak

efektif dan tidak tepat saat dipindahkan ke peran yang lainnya.

c. Pengukuran Konflik Peran ganda

Terdapat dua dimensi konflik yang membedakan dan sering

terjadi didalam kehidupan sehari-hari Frone, Russell dan Cooper (1992)

dalam Rahmadita (2013), yaitu :

1) Konflik antara pekerjaan dengan keluarga (work-family conflict)

Sebagian besar waktu yang dimiliki karyawan dicurahkan untuk

pekerjaan sehingga karyawan memiliki waktu yang terbatas

untuk keluarganya.
2) Konflik antara keluarga dengan pekerjaan (family-work conflict)

Sebagian besar waktu yang dimiliki karyawan diluangkan untuk

mengurus keluarganya dibandingkan pekerjaannya.

Frone, Russel dan Cooper (1994) dalam Akbar (2017) mengukur

konflik antara keluarga dengan pekerjaan menggunakan indikator :

1) Tekanan sebagai orang tua, beban kerja sebagai orang tua

didalam keluarga. Beban yang ditanggung bisa berupa beban

pekerjaan rumah tangga karena anak tidak dapat membantu

dan kenakalan anak.

2) Tekanan perkawinan, beban sebagai istri didalam keluarga.

Beban yang ditanggung bisa berupa pekerjaan rumah tangga

karena suami tidak dapat atau tidak bisa membantu, tidak

adanya dukungan suami dan sikap suami yang mengambil

keputusan tidak secara bersama-sama.

3) Kurangnya keterlibatan sebagai istri, mengukur tingkat

seseorang dalam memihak secara psikologis pada perannya

sebagai pasangan (istri). Keterlibatan sebagai istri bisa berupa

kesediaan sebagai istri untuk menemani suami dan sewaktu

dibutuhkan suami.

4) Kurangnya keterlibatan sebagai orang tua, mengukur tingkat

seseorang dalam memihak perannya sebagai orang tua.

Keterlibatan sebagai orang tua untuk menemani anak dan

sewaktu dibutuhkan anak.

5) Campur tangan pekerjaan, menilai derajat dimana pekerjaan

seseorang mencampuri kehidupan keluarganya. Campur

tangan pekerjaan bisa berupa persoalan-persoalan pekerjaan

yang mengganggu hubungan di dalam keluarga yang tersita.


Peneliti lainnya menjelaskan bahwa untuk mengukur konflik

antara pekerjaan dengan keluarga Boles (2001) dalam Rosita (2014),

digunakan beberapa indikator, yaitu:

1) Tekanan kerja

2) Banyaknya tuntutan tugas

3) Kurangnya kebersamaan keluarga

4) Sibuk dengan pekerjaan

5) Konflik komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga

Tjokro dan Asthenu (2017) mengukur konflik peran ganda

dengan menggunakan dimensi konflik antara pekerjaan dengan

keluarga (X 1 ) dan konflik antara keluarga dengan pekerjaan (X2 ).

Penelitian ini menggabungkan pengukuran konflik peran ganda yang

digunakan Frone, Russel dan Cooper (1994) dalam Akbar (2017) untuk

dimensi keluarga dengan pekerjaan, sementara pada dimensi pekerjaan

dengan keluarga menggunakan pengukuran Boles (2001) dalam Rosita

(2014).

3. Pengertian dan pengukuran Stres Kerja

a. Pengertian Stres Kerja

Stres kerja merupakan suatu kondisi yang menyebabkan

ketegangan sehingga dapat mempengaruhi emosi, proses berpikir dan

kondisi seseorang. Hasilnya, stres yang tinggi dan tidak dapat

dikendalikan oleh karyawan sehingga mengancam kemampuan

karyawan untuk menghadapi lingkungan kerja yang akhirnya

menganggu pelaksanaan tugas-tugasnya dan kemudian dapat

menurunkan kinerjanya (Handoko, 2008:200).


Penjelasan lainnya seperti yang dikemukakan Mangkunegara

(2008:157), stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan

dalam menghadapi pekerjaan. Stres kerja ini dapat menimbulkan emosi

tidak stabil, perasaan tidak tenang, suka menyendiri, sulit tidur, merokok

yang berlebihan, tidak bisa rileks, cemas, tegang, gugup, tekanan darah

meningkat, dan mengalami gangguan pencernaan. Definisi lainnya

menjelaskan stres kerja merupakan beban kerja yang berlebihan,

perasaan susah dan ketegangan emosional yang menghambat

performance individu (Robbins, 2004; dalam Almasitoh, 2012).

Berdasarkan beberapa definisi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa stres kerja adalah perasaan tertekan yang dialami karyawan

yang mempengaruhi emosi, proses berpikir dan kondisi seseorang yang

akhirnya dapat menurunkan kinerja karyawan.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya Stres Kerja

Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya stres kerja (Akbar,

2017), yaitu :

1) Kelebihan beban kerja

2) Tanggung jawab atas orang lain

3) Pengembangan karir

4) Kurangnya kohesi kelompok

5) Dukungan kelompok yang kurang memadai

6) Struktur dan iklim organisasi

7) Wilayah dalam organisasi

8) Karakteristik tugas

9) Pengaruh pimpinan
Pandangan lainnya, seperti yang dikemukakan Mangkunegara

(2008:157) terdapat beberapa penyebab stres kerja yaitu:

1) Beban kerja yang dirasakan terlalu berat

2) Waktu kerja yang mendesak

3) Kualitas pengawasan kerja yang rendah

4) Iklim kerja yang tidak sehat

5) Otoritas kerja yang tidak memadai yang berhubungan dengan

tanggung jawab

6) Konflik kerja

7) Perbedaan nilai antara karyawan dengan pemimpin yang

frustasi dalam bekerja

c. Pengukuran Stres Kerja

Penelitian ini menggunakan pengukuran Tjokro dan Asthenu

(2017) dalam mengukur stres kerja dengan menggunakan dimensi

sekaligus sebagai indikator:

1) Beban kerja

2) Tuntutan/tekanan dari atasan

3) Ketegangan dan kesalahan

4) Menurunnya tingkat hubungan interpersonal

4. Konsep Kinerja Individu (karyawan)

a. Teori kinerja individu

Terdapat tiga faktor utama yang mempengaruhi kinerja karyawan

(Gibson et al., 1995; dalam Poerwati dan Oktaviani, 2017), yaitu:

1) Faktor individu
Kemampuan dan keterampilan (mental dan fisik), latar

belakang (pengalaman, keluarga, dan lain-lainnya), dan

demografis (umur, asal usul, dan hal-hal lainnya).

2) Faktor organisasi

Sumber daya, kepemimpinan, imbalan (kompensasi), struktur

organisasi, dan diskripsi pekerjaan (job description).

3) Faktor psikologis

Persepsi, sikap, kepribadian, pola belajar, dan motivasi.

Kinerja menurut Mangkunegara (2009:9) adalah hasil kerja

secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seseorang karyawan

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang

diberikan kepadanya. Pandangan lainnya, seperti yang dikemukakan

Rivai (2011:554) bahwa kinerja merupakan perilaku nyata yang

ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh

karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.

Berdasarkan kedua definisi tersebut maka dapat disimpulkan

bahwa kinerja adalah hasil kerja seseorang sesuai dengan perannya

yang dicapai secara keseluruhan dalam melaksanakan tugasnya.

b. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja karyawan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja baik hasil maupun

perilaku kerja adalah sebagai berikut Kasmir (2016), adalah :

1) Kemampuan dan keahlian, kemampuan atau skill yang

dimiliki seseorang dalam melakukan sesuatu pekerjaan.

2) Pengetahuan, seseorang yang memiliki pengetahuan tentang

pekerjaan secara baik akan memberikan hasil pekerjaam

yang baik dan sebaliknya.


3) Rancangan kerja, rancangan pekerjaan yang akan

memudahkan karyawan dalam mencapai tujuannya.

4) Kepribadian, kepribadian seseorang atau karakter yang

dimiliki seseorang.

5) Motivasi kerja, merupakan dorongan bagi seseorang untuk

melakukan pekerjaan.

6) Kepemimpinan, perilaku seorang pemimpin dalam mengatur,

mengelola dan memerintah bawahannya mengerjakan tugas

yang telah diberikan.

7) Budaya organisasi, kebiasaan-kebiasaan atau norma-norma

yang berlaku yang dimiliki oleh suatu organisasi atau

perusahaan.

8) Kepuasan kerja, perasaan senang atau gembira, atau

perasaan suka seseorang sebelum dan setelah melakukan

pekerjaan.

9) Lingkungan kerja, suasana atau kondisi disekitar lokasi

tempat bekerja.

10) Loyalitas, kesetiaan karyawan untuk tetap bekerja dan

membela perusahaan dimana tempatnya bekerja.

11) Komitmen, kepatuhan karyawan untuk menjalankan kebijakan

atau peraturan perusahaan dalam bekerja.

12) Disiplin kerja, usaha karyawan untuk menjalankan aktivitas

kerjanya secara sungguh-sungguh.

Peneliti lainnya Winardi (1996) dalam Rosita (2014),

mengemukakan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja dapat

dikelompokkan menjadi dua, yaitu:


1) Faktor intrinsik meliputi: motivasi, pendidikan, kemampuan,

keterampilan dan pengetahuan dimana semuanya tersebut

bisa di dapat dari pelatihan.

2) Faktor ekstrinsik meliputi: lingkungan kerja, kepemimpinan,

hubungan kerja dan gaji.

c. Pengukuran kinerja karyawan

Pengukuran kinerja juga dapat dilakukan melalui beberapa

indikator (Flippo, 2003; dalam Akbar, 2017) yaitu :

1) Kualitas kerja, tingkat dimana hasil akhir yang dicapai

mendekati sempurna dalam arti memenuhi tujuan yang

diharapkan oleh perusahaan/organisasi.

2) Kuantitas kerja, jumlah yang dihasilkan yang dinyatakan

dalam istilah sejumlah unit kerja ataupun merupakan jumlah

siklus aktivitas yang dihasilkan.

3) Ketepatan waktu, tingkat aktivitas di selesaikannya pekerjaan

tersebut pada waktu awal yang di inginkan.

4) Sikap kerja, hal-hal yang berkaitan dengan sikap yang

menunjukkan seberapa jauh tanggung jawab terhadap

pelaksanaan pekerjaan, serta tingkat kemampuan seseorang

untuk bekerja sama dengan orang lain dalam menyelesaikan

tugas-tugasnya.

5) Efektifitas kerja, tingkat pengetahuan sumber daya organisasi

dimana dengan maksud menaikkan keuangan.

Peneliti lainnya menjelaskan bahwa untuk mengukur kinerja

karyawan Kasmir (2016) menggunakan beberapa indikator, yaitu:


1) Kualitas (mutu), pengukuran kinerja dapat dilakukan dengan

melihat kualitas (mutu) dari pekerjaan yang dihasilkan melalui

suatu proses tertentu. Dengan kata lain bahwa kualitas

merupakan suatu tingkatan dimana proses atau hasil dari

penyelsaian suatu kegiatan mendekati titik kesempurnaan.

2) Kuantitas (jumlah), untuk mengukur kinerja dapat pula

dilakukan dengan melihat dari kuantitas (jumlah) dihasilkan

oleh seseorang

3) Waktu (jangka waktu), untuk jenis pekerjaan tertentu diberikan

batas waktu dalam menyelesaikan pekerjaannya. Artinya ada

pekerjaan yang diberi waktu (misalnya 30 menit).

4) Penekanan biaya, biaya yang dikeluarkan untuk setiap

aktivitas perusahaan sudah dianggarkan sebelum aktivitas

dijalankan.

5) Pengawasan, hampir seluruh jenis pekerjaan perlu malakukan

dan memerlukan pengawasan terhadap pekerjaan yang

sedang berjalan.

6) Hubungan antar karyawan, penilaian kerja sering kali

dikaitkan dengan kerja sama atau kerukunan antar karyawan

dan antar pimpinan.

Penelitian ini menggunakan pengukuran kinerja karyawan yang

digunakan Flippo (2003) dalam Akbar (2017) dan Kasmir (2016),

dengan alasan bahwa kualitas, kuantitas, ketepatan waktu, sikap

efektifitas, penekanan biaya, pengawasan dan hubungan antar

karyawan dipandang mampu mengukur kinerja karyawan pada PT.

Bank Mega Tbk wilayah Makassar.


B. Penelitian Terdahulu

1. Pengaruh konflik peran ganda terhadap stres kerja karyawan.

Wulandari dan Dwiyanti (2014), Hubungan antara Konflik Peran

Ganda dengan Stres Kerja pada Perawat Wanita yang sudah menikah di

RSUD Banyumas. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan

antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada perawat wanita yang

sudah menikah. dengan menggunakan sampel sebanyak 90 perawat.

Pengujian hipotesa dilakukan menggunakan analisis korelasi. Hasil analisis

korelasi memberikan bukti bahwa terdapat hubungan positif dan signifikan

antara konflik peran ganda dengan stres kerja pada perawat wanita yang

sudah menikah.

Anuari dan Prasetya (2017). Pengaruh konflik kerja terhadap stres

kerja dan motivasi kerja serta dampaknya terhadap komitmen

organisasional studi pada Karyawan PT Pelabuhan Indonesia III (Persero)

Kantor Pusat. Penelitan ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh konflik

kerja terhadap stres kerja dan motivasi kerja serta dampaknya terhadap

komitmen organisasional secara langsung maupun tidak langsung.

Populasi dalam penelitian ini ialah karyawan kantor pusat PT Pelabuhan

Indonesia III (Persero). Data didapat dari angket yang disebarkan kepada

80 responden diambil secara Incidental sampling. Hasil analisis jalur

diketahui konflik kerja memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap

stres kerja.

2. Pengaruh Stres Kerja terhadap Kinerja Karyawan.

Maqfiranti dkk., (2017), Pengaruh Stres dan Lingkungan Kerja Non

Fisik terhadap Kinerja Karyawan Pada PT. Bumi Jasa Utama

(Kallatransport) Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan

menganalisis pengaruh stres kerja dan lingkungan kerja non fisik terhadap
kinerja karyawan dengan menggunakan populasi sejumlah 40 dan

sampelnya sebanyak 40 karyawan (sampel jenuh). Pengujian hipotesa

dilakukan menggunakan analisis regresi berganda. Pengukuran stres kerja

menggunakan pengukuran Andraeni Novitasari, 2005:64 yang terdiri dari:

(1) Konflik kerja, (2) Beban kerja, (3) Waktu kerja, (4) Karakteristik tugas,

(5) Dukungan kelompok, dan (6) Pengaruh kepemimpinan. Hasil analisis

regresi berganda memberikan bukti bahwa stres Kerja berpengaruh positif

dan tidak signifikan terhadap kinerja karyawan.

Tjokro dan Asthenu (2017). Pengaruh konflik peran ganda dan stres

kerja terhadap kinerja perawat rumah sakit umum dr. m. haulussy ambon.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh of-role conflict (konflik

diluar peran) yang terdiri dari konflik antara pekerjaan dengan keluarga dan

konflik antara keluarga dengan pekerjaan pada stres kerja dan prestasi

kerja perawat dari dr. Rumah sakit umum M.Haulussy Ambon. Penelitian ini

dilakukan di dr. Rumah sakit M.Haulussy Ambon dua bulan. Data penelitian

dianalisis menggunakan SPSS 19 dengan analisis jalur hasil techniques.

Menunjukkan bahwa stres kerja berpengaruh negatif dan signifikan

terhadap kinerja perawat.

3. Pengaruh konflik peran ganda terhadap kinerja karyawan.

Rosita (2014), Pengaruh Konflik Peran Ganda dan Stres Kerja

terhadap Kinerja dosen wanita di Fakultas Ekonomi Universitas Jambi.

Penelitian ini bertujuan untuk menguji dan menganalisis pengaruh konflik

peran ganda dan stres kerja terhadap kinerja dosen wanita dengan

menggunakan populasi sejumlah 124 dan sampelnya sebanyak 43 dosen.

Pengujian hipotesa dilakukan menggunakan analisis regresi ganda.

Pengukuran konflik peran ganda menggunakan pengukuran Boles (2001)

yang dimensinya meliputi: konflik antara pekerjaan dengan keluarga yang


terdiri dari: (1) Tekanan kerja, (2) Banyaknya tuntutan tugas, (3) Kurangnya

kebersamaan keluarga, (4) Sibuk dengan pekerjaan, dan (5) Konflik

komitmen dan tanggung jawab terhadap keluarga. Untuk dimensi konflik

antara keluarga dengan pekerjaan (Menurut Frone (1992) indikatornya

adalah: (1) tekanan sebagai orang tua, (2) tekanan perkawinan, (3)

kurangnya keterlibatan sebagai istri, (4) kurangnya keterlibatan sebagai

orang tua, dan (5) campur tangan pekerjaan. Hasil analisis regresi

berganda memberikan bukti bahwa konflik peran ganda berpengaruh

signifikan terhadap Kinerja Dosen fakultas Ekonomi Universitas Jambi.

Tjokro dan Asthenu (2017). Pengaruh konflik peran ganda dan stres

kerja terhadap kinerja perawat rumah sakit umum dr. m. haulussy ambon.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh of-role conflict (konflik

diluar peran) yang terdiri dari konflik kerja-keluarga dan konflik keluarga-

pekerjaan pada stres kerja dan prestasi kerja perawat dari dr. Rumah sakit

umum M.Haulussy Ambon. Penelitian ini dilakukan di dr. Rumah sakit

M.Haulussy Ambon dua bulan. Data penelitian dianalisis menggunakan

SPSS 19 dengan analisis jalur hasil techniques. Menunjukkan bahwa

konflik antara pekerjaan dengan keluarga dan konflik antara keluarga

dengan pekerjaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kinerja

perawat diajukan.

Widyaningrum dkk., (2013). Pengaruh Konflik Peran Ganda Dan

Stres Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Wanita Pada Swalayan Era Mart

5000 Di Samarinda. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh

konflik antara keluarga dengan pekerjaan dan Stres kerja terhadap kinerja

pegawai wanita di Swalayan Era Mart 5000 di Samarinda. Sampel yang

digunakan sebanyak 45 responden dengan menggunakan metode

purposive random sampling. Hasil analisis regresi linear berganda


menunjukkan bahwa konflik antara pekerjaan dengan keluarga

berpengaruh positif namun tidak signifikan, sedangkan konflik antara

keluarga dengan pekerjaan berpengaruh negatif dan tidak signifikan

terhadap kinerja pekerja wanita.

4. Pengaruh konflik peran ganda dan kinerja karyawan melalui stres kerja

karyawan.

Wirakristama dan Suharnomo (2011), Analisis Pengaruh Konflik Peran

Ganda (Work Family Conflict) terhadap Kinerja Karyawan Wanita pada PT

Nyonya Meneer Semarang dengan Stres Kerja sebagai Variabel

Intervening. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh konflik peran

ganda (Work Family Conflict) terhadap kinerja karayawan wanita dengan

stres kerja sebagai variabel interveningnya dengan menggunakan sampel

sebanyak 57 karyawan. Pengujian hipotesa dilakukan menggunakan

analisis jalur. Pengukuran kinerja menggunakan pengukuran John

Bernadin (1993), yang terdiri dari : (1) Kualitas, (2) Kuantitas, (3) Ketepatan

waktu, (4) Efektifitas, (5) Kemandirian, dan (6) Komitmen kerja. Hasil

analisis jalur memberikan bukti bahwa konflik peran ganda (work family

conflict) berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan wanita PT

Nyonya Meneer Semarang dengan stres kerja sebagai variabel

interveningnya.

Tjokro dan Asthenu (2017), Pengaruh konflik peran ganda dan stres

kerja terhadap kinerja perawat rumah sakit umum dr. m. haulussy ambon.

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh of-role conflict (konflik

diluar peran) yang terdiri dari konflik antara pekerjaan dengan keluarga dan

konflik antara keluarga dengan pekerjaan pada stres kerja dan prestasi

kerja perawat dari dr. Rumah sakit umum M.Haulussy Ambon. Penelitian ini

dilakukan di dr. Rumah sakit M.Haulussy Ambon dua bulan. Data penelitian
dianalisis menggunakan SPSS 19 dengan analisis jalur hasil techniques.

Menunjukkan bahwa konflik antara pekerjaan dengan keluarga

berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kinerja melalui stres

kerja, sedangkan konflik antara keluarga dengan pekerjaan berpengaruh

negatif dan signifikan terhadap kinerja melalui stres kerja.

Secara ringkas hasil temuan peneliti terdahulu tersebut dapat

dituliskan pada tabel berikut :

Tabel. 2

Penelitian Terdahulu

Nama, Judul dan Populasi dan Sampel


Variabel Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Penelitian serta Alat Analisis

1. Sampel sebanyak
90 perawat.
Wulandari dan 1. Konflik peran Terdapat hubungan
2. Analisis koefisien
Dwiyanti (2014), ganda positif dan signifikan
korelasi.
Hubungan antara 2. Stres kerja pada antara konflik peran
Konflik Peran Ganda perawat ganda dengan stres
dengan Stres Kerja kerja pada perawat
pada Perawat Wanita wanita yang sudah
yang sudah menikah menikah.
di RSUD Banyumas.

Anuari dan Prasetya 1. Konflik kerja 1. Sampel sebanyak Terdapat hubungan


(2017). Pengaruh 2. Stres kerja 80 responden positif dan signifikan
konflik kerja terhadap 3. Motivasi kerja 2. Analisis jalur. terhadap stres kerja.
stres kerja dan 4. Komitmen
motivasi kerja serta organisasional.
dampaknya terhadap
komitmen
organisasional studi
pada Karyawan PT
Pelabuhan Indonesia
III (Persero) Kantor
Pusat

1. Populasi dan
sampel sejumlah
Maqfiranti dkk., 1. Stres kerja Stres Kerja
40 Pengujian
(2017), Pengaruh 2. Lingkungan kerja berpengaruh positif
hipotesa
Stres dan Lingkungan non fisik dan tidak signifikan
2. Analisis regresi
Kerja Non Fisik 3. Kinerja karyawan terhadap kinerja
berganda.
terhadap Kinerja karyawan
Karyawan Pada PT.
Bumi Jasa Utama
(Kallatransport)
Makassar.
Tabel. 2 (Lanjutan)

1. Populasi 1. Stres kerja


Tjokro dan Asthenu 1. Of-role conflict sebanyak 244. berpengaruh
(2017). Pengaruh (konflik diluar 2. Sampel sebanyak negatif dan
konflik peran ganda peran) yang 71 orang perawat. signifikan
dan stres kerja terdiri dari konflik 3. Analisis jalur terhadap kinerja
terhadap kinerja antara pekerjaan perawat.
perawat rumah sakit dengan keluarga 2. konflik antara
umum dr. m. haulussy dan konflik antara pekerjaan dengan
ambon. keluarga dengan keluarga dan
pekerjaan konflik antara
2. Stres kerja keluarga dengan
3. Prestasi kerja pekerjaan
perawat (kinerja). berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap kinerja
perawat diajukan.
3. Konflik antara
pekerjaan dengan
keluarga
berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan
terhadap kinerja
melalui stres
kerja, sedangkan
konflik antara
keluarga dengan
pekerjaan
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap kinerja
melalui stres
kerja.

1. Populasi sejumlah
Rosita (2014), 1. Konflik peran 124 Konflik peran ganda
Pengaruh Konflik ganda 2. Sampelnya berpengaruh
Peran Ganda dan 2. Stres kerja sebanyak 43 signifikan terhadap
Stres Kerja terhadap 3. Kinerja dosen dosen. Kinerja Dosen
Kinerja dosen wanita wanita 3. Analisis regresi
di Fakultas Ekonomi ganda.
Universitas Jambi.

1. Sampel yang
Widyaningrum dkk., 1. Konflik antara digunakan Konflik antara
(2013). Pengaruh keluarga sebanyak 45 pekerjaan dengan
Konflik Peran Ganda 2. Stres kerja responden keluarga berpengaruh
Dan Stres Kerja 3. Kinerja pegawai 2. Analisis regresi positif namun tidak
Terhadap Kinerja wanita linear berganda signifikan, sedangkan
Karyawan Wanita konflik antara
Pada Swalayan Era keluarga dengan
Mart 5000 Di pekerjaan
Samarinda. berpengaruh negatif
dan tidak signifikan
terhadap kinerja
pekerja wanita
Tabel. 2 (Lanjutan)

1. Sampel sebanyak
Wirakristama dan 1. Konflik peran 57 karyawan. Konflik peran ganda
Suharnomo (2011), ganda (Work 2. Analisis jalur. (work family conflict)
Analisis Pengaruh Family Conflict) berpengaruh
Konflik Peran Ganda 2. Kinerja signifikan terhadap
(Work Family Conflict) karayawan kinerja karyawan
terhadap Kinerja 3. Stres kerja wanita PT Nyonya
Karyawan Wanita Meneer Semarang
pada PT Nyonya dengan stres kerja
Meneer Semarang sebagai variabel
dengan Stres Kerja interveningnya.
sebagai Variabel
Intervening.

Sumber: Hasil telaah jurnal (2018)

Anda mungkin juga menyukai