Anda di halaman 1dari 21

ANALISIS IMPLEMENTASI SISTEM PENGENDALIANINTERN

PEMERINTAH (SPIP) DAN SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA


INSTANSI PEMERINTAH DALAM UPAYA PENERAPAN GOOD
GOVERNANCE
(Studi Pada Sekertariat Daerah Kabupaten Sorong Selatan, Teminabuan, Papua
Barat)

Ginanjar Shaum Ami Putra


Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Negeri Surabaya
Anjar_ambun@yahoo.com

ABSTRACT
Good governance in its manifestations should follow the basic principles of good
governance . The main object of this research is the implementation of good governance
regulate accountability and control capacity in government agencies . This research
uses descriptive qualitative methods of research results is a system of control and
accountability system was instrumental in achieving good governance in South Sorong
regency administration

Keywords : Good Governance , accountability systems , control systems

PENDAHULUAN
Saat ini Republik Indonesia sedang mengalamai krisis nasional dalam pengembangan
sistem penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan yang tidak mengindahkan
prinsip-prinsip good governance. Usaha memulihkan kondisi ekonomi, sosial dan politik
salah satunya adalah dengan mengembalikan kepercayaan rakyat kepada pemerintah dengan
mencoba mewujudkan suatu pemerintahan yang bersih dan berwibawa (good governance).
Upaya ini juga didukung oleh banyak pihak baik pemerintah sendiri sebagai lembaga
eksekutif, DPR sebagai lembaga legislatif, pers dan juga oleh lembaga-lembaga swadaya
masyarakat. Perjuangan untuk melakukan reformasi di segala bidang telah membuahkan
dasar dasar di bidang manajemen pemerintahan.
Soelendro (2010) unsur-unsur good governance adalah tuntutan keterbukaan
(transparency), peningkatan efisiensi di segala bidang (efficiency), tanggung jawab yang
lebih jelas (responsibility) dan kewajaran (fairnes`s). Pemerintah sebagai pelaku utama
pelaksanaan good governance ini dituntut untuk memberikan pertanggungjawaban yang lebih
transparan dan lebih akurat. Hal ini semakin penting untuk dilakukan dalam era reformasi ini

50
melalui pemberdayaan peran lembaga-lembaga kontrol sebagai pengimbang kekuasaan
pemerintah.
Tata kelola pemerintah yang baik (good governance) untuk masyarakat, dalam
perwujudannya harus mengikuti prinsip-prinsip dasar good governance. Pertama,
keterbukaan. Keterbukaan diperlukan untuk meyakinkan bahwa stakeholder meiliki
keyakinan dalam proses pengambilan keputusan dan tindakan yang tepat dalam instansi
pemerintah. Kedua, Integritas. Integritas mencakup dua hal pokok, yaitu kejujuran dan
kelengkapan informasi yang disampaikan kepada masyarakat terkait pengelolaan sumber
daya dan dana. Ketiga adalah sistem akuntabilitas instansi pemerintahan (SAKIP) yang
merupakan pertanggungjawaban setiap individu ataupun organisatoris pada instansi
pemerintah kepada pihak-pihak luar yang berkepentingan atas sumber daya, dana dan seluruh
unsur kinerja yang di amanatkan kepada mereka.
Kondisi saat ini adalah SAKIP belum terbangun secara sempurna. Kelemahan dalam
penyusunan perencanaan yang seharusnya dapat dijadikan untuk menilai keberhasilan atau
kegagalan instansi pemerintah dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya belum
terwujudkan. Indikator kinerja utama beserta target yang terukur sesungguhnya adalah acuan
dalam penyusunan anggaran. Kedua hal ini lah yang belum dibangun. Mengingat konsep
anggaran berbasis kinerja hanya akan dapat berjalan jika instansi pemerintah telah
menetapkan indikator kinerja yang terukur. Kondisi seperti inilah yang akan mempengaruhi
terwujudnya good governance .
Penelitian terdahulu menganai SAKIP Badruzaman (2011) diketahui bahwa
implementasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dan penerapan good
governance memiliki hubungan kuat. Selain itu berdasarkan perhitungan koefisien
determinasi diketahui bahwa 61 % dari penerapan good governance dipengaruhi oleh
implementasi SAKIP, sedangkan sisanya dipengaruhi faktor lain yang tidak diteliti.
Pertanggungjawaban yang lebih transparan dapat tercermin secara jelas dalam proses
penganggaran, pelaporan keuangan, dan pemeriksaan atas pengelolaan dan tanggung jawab
keuangan negara atau daerah. Berdasarkan data pemeriksaan BPK RI atas Laporan Keuangan
Pemerintah Daerah (LKPD) diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi kualitas
laporan keuangan adalah pengendalian internal.
Pemerintah menerapkan SPIP dalam upaya perwujudan good governance dilatar
belakangi oleh adanya beberapa isu pokok dalam pengelolaan keuangan negara, antara lain :
opini disclaimer (tidak memberikan pendapat) oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas
laporan keuangan. Opini disclaimer disebabkan tidak memadainya kompetensi sumber daya

51
manusia dalam mengelola keuangan negara/daerah, terutama di bidang akuntansi, dan
tingginya tingkat korupsi, terutama disebabkan oleh pemberantasan korupsi yang masih
bertumpu pada langkah penindakan (represif) ketimbang pencegahan (preventif), belum
menyentuh kepada akar permasalahan yaitu melalui pengelolaan risiko dan kegiatan
pengendalian.
Opini disclaimer yang diberikan BPK kepada kabupaten Sorong Selatan sejak
dibentuknya kabupaten baru ini disebabkan penyerapan anggaran yang relatif rendah atau
lambat. sampai pada tahun 2010 BPK memberi opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP)
karena mulai membaiknya kompetensi SDM dalam mengelola keuangan negara dan pada
tahun 2013 BPK memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap
pemerintahan daerah Kabupaten Sorong Selatan.
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) tidak bisa dilaksanakan secara parsial,
harus terintegrasi dalam bentuk tindakan dan kegiatan. Terintegrasi dimaksudkan
Pengendalian Intern harus dilakukan oleh semua anggota organisasi tidak terkecuali baik
pimpinan maupun staf, pimpinan tertinggi (top manajemen), middle manajemen maupun
lower manajemen. Semua barsatu padu membentuk konfigurasi yang terpola dalam satu
kesatuan, yang satu tidak merasa lebih penting dari yang lain, dan yang lain tidak boleh
merasa dilangkahi atau melangkahi yang lain dengan tekad yang sama yaitu mencapai tujuan
organisasinya. Tujuan tercapai tidak asal tercapai saja melainkan dengan sumber daya yang
efektif dan efisien baik sumber daya manusia maupun sumber daya keuangan. Laporan
keuangannya handal, barang milik negara (aset) terjaga dengan baik (aman) dalam koridor
yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan berlaku. Setiap kegiatan, setiap kebijakan
dan setiap tindakan yang akan dilakukan harus dapat dipahami oleh semua unsur/pelaku yang
terlibat dalam organisasi tersebut. Penelitian mengenai SPIP sebelumnya di teliti oleh
Miryam Pingkan Lonto (2007) dengan judul Implementasi Sistem Pengendalian Intern
Pemerintah (SPIP) di Pemerintah Kota Bitung: Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi dan
Dampaknya Terhadap Good Governance dan hasil dari penelitian tersebut adalah Faktor-
faktor yang mempengaruhi implementasi SPIP di Pemerintah Kota Bitung meliputi :
komitmen pimpinan, faktor manusia : kesalahan dalam pertimbangan, ketidaktahuan tugas
pokok dan fungsi pegawai, ketidakhadiran pegawai, kurangnya motivasi, kurangnya
pemahaman mengenai regulasi yang berkaitan dengan bidang tugas, kolusi, ketidakpahaman
tentang SPIP, dan kompetensi pegawai, struktur organisasi, dukungan teknologi informasi
dan pengawasan dan pembinaan penyelenggaraan SPIP.

52
TINJAUAN PUSTAKA
Stewardship theory
Stewardship theory merupakan teori yang menggambarkan situasi di mana
stakeholder (pemerintah) tidak termotivasi oleh tujuan-tujuan individu tetapi lebih ditujukan
pada sasaran hasil utama mereka untuk kepentingan organisasi (pemerintahan). Teori
tersebut mengasumsikan adanya hubungan yang kuat antara kepuasan dan kesuksesan
organisasi (pemerintahan). Stewordship Theory dikemukakan oleh Lois Goldberg (1965)
sebagai teori yang berdasarkan tingkah laku dan premis. Stewordship theory didefenisikan
sebagai situasi dimana manajer tidak mempunyai kepentingan pribadi tapi lebih
mementingkan keinginan prinsipal.
Kesesuaian teori stewardship digunakan dalam penelitian ini dapat dilihat dari
hubungan steward (stakeholder) dan principal (masyarakat). Principal (masyarakat)
memberikan kepercayaan (trust) kepada pemerintah sebagai fungsi yang dianggap lebih siap
dan capable untuk melaksanakan perannya guna mengelola daerah dan sumber daya yang
ada guna menciptakan suatu daerah yang aman, tentram, dan nyaman. Teori ini merupakan
penatalayanan dimana kaitannya pemerintah melaksanakan kepemerintahan sesuai dengan
tugas yang diberikan dilihat sebagai amanah, sehingga pemerintah dapat bertanggung jawab
dan dapat dilihat sebagai suatu pemerintahan yang dapat dipercaya oleh masyarakat.
Teori Implementasi
Implementasi merupakan penyediaan sarana untuk melaksanakan suatu kebijakan dan
dapat menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu tertentu (Widodo, 2009: 86). Mater dan
Carl (dalam Widodo, 2009: 86), menguraikan bahwa implementasi kebijakan menekankan
pada suatu tindakan, baik yang dilakukan oleh pihak pemerintah maupun individu swasta
yang diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam suatu keputusan
kebijakan sebelumnya. Tindakan-tindakan ini berusaha untuk mentransformasikan
keputusan-keputusan menjadi pola rasional dan dilanjutkan dengan usaha untuk mencapai
perubahan, baik besar maupun kecil yang diamanatkan oleh kebijakan tersebut.
Edward mengemukakan adanya 4 variabel yang berpengaruh terhadap keberhasilan
atau kegagalan implementasi kebijakan, yaitu:
a. Komunikasi (Communication)
Komunikasi merupakan proses penyampaian informasi komunikator kepada
komunikan. Komunikasi kebijakan berarti proses penyampaian informasi kebijakan dari
pembuat kebijakan kepada pelaksana kebijakan. Informasi kebijakan publik perlu
disampaikan kepada pelaku kebijakan agar para pelaku kebijakan dapat mengetahui,

53
memahami apa yang menjadi isi, tujuan, arah, kelompok sasaran kebijakan agar para
pelaku kebijakan dapat mempersiapkan dengan benar apa yang harus dipersiapkan dan
lakukan untuk melaksanakan kebijakan publik agar apa yang menjadi tujuan dan sasaran
kebijakan dapat dicapai sesuai dengan yang diharapkan (Widodo, 2009: 97).
b. Sumber Daya (Resources)
Faktor sumber daya ini juga mempunyai peranan penting dalam implementasi
kebijakan. Bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan,
serta bagaimanapun akuratnya penyampaian ketentuan-ketentuan atau aturan- aturan
tersebut, jika para pelaksana kebijakan yang bertanggung jawab untuk melaksanakan
kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber daya untuk melakukan pekerjaan secara
efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. Sumber daya tersebut
meliputi sumber daya manusia, sumber daya keuangan, dan sumber daya peralatan yang
diperlukan dalam melaksanakan kebijakan.
c. Disposisi (Disposition)
Disposisi merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku
kebijakan untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga apa yang
menjadi kebijakan dapat diwujudkan. Disposisi ini akan muncul di antara para pelaku
kebijakan, manakala akan menguntungkan tidak hanya organisasinya, tetapi juga dirinya.
Mereka akan tahu bahwa kebijakan akan menguntungkan organisasi dan dirinya, manakala
mereka cukup pengetahuan dan mereka sangat mendalami dan memahaminya.
Pengetahuan, pendalaman, dan pemahaman kebijakan ini akan menimbulkan sikap
menerima, acuh tak acuh, dan menolak terhadap kebijakan. Sikap itulah yang akan
memunculkan disposisi pada diri pelaku kebijakan. Disposisi yang tinggi akan
berpengaruh terhadap tingkat keberhasilan pelaksanaan kebijakan. Disposisi merupakan
kecenderungan, keinginan atau kesepakatan para pelaksana untuk melaksanakan
kebijakan.
d. Struktur Birokrasi (Bureaucratic Structure)
Menurut Edward implementasi kebijakan bisa jadi belum efektif karena adanya
ketidakefisienan struktur birokrasi. Struktur birokrasi mencakup aspek-aspek seperti
struktur organisasi, pembagian kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang
ada dalam organisasi yang bersangkutan, dan hubungan organisasi dengan organisasi luar
dan sebagainya. Oleh karena itu, struktur birokrasi mencakup dimensi fragmentasi dan
standar prosedur operasi yang akan memudahkan dan menyeragamkan tindakan dari para
pelaksana kebijakan dalam melaksanakan apa yang menjadi bidang tugasnya.

54
Sistem Pengendalian Intern Instansi Pemerintah (SPIP)
Sistem adalah sebuah entitas yang terdiri dari bagian-bagian yang saling berinteraksi
yang dikoordinasikan untuk mencapai satu atau lebih tujuan bersama (Wilkinson, et al,
2000). Menurut Mulyadi (2002:165) pengertian pengendalian intern adalah: “Sistem
pengendalian intern meliputi struktur organisasi, metode dan ukuran-ukuran yang
dikoordinasikan untuk menjaga kekayaan organisasi, mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi, mendorongefisiensi dan mendorong dipatuhinya kebijaksanaan manajemen.
Menurut Baridwan (2001:13) pengertian pengendalian intern dalam arti yang luas
adalah: “Pengendalian intern itu meliputi struktur organisasi dan semua cara-cara serta alat-
alat yang dikoordinasikan yang digunakan didalam perusahaan dengan tujuan untuk menjaga
keamanan harta milik perusahaan, memajuka nn efisiensi di dalam operasi, dan membantu
menjaga dipatuhinya kebijaksanaan manajemen yang telah ditetapkan lebih dahulu”.
Pengertian sistem pengendalian intern menurut PP Nomor 60 tahun 2008 tentang
sistem pengendalian intern adalah Proses yang integral pada tindakan dan kegiatan yang
dilakukan secara terusmenerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan
keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan
efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset Negara, dan ketaatan terhadap
peraturan perundang-undangan.
Pengendalian internal terdiri dari komponen-komponen yang memiliki pengaruh
langsung yang sangat signifikan terhadap pengendalian dalam pemerintahan. Menurut
Peraturan Pemerintah republik indonesia No 60 tahun 2008 mengatakan ada 5 komponen
dalam pengendalian internal yang terdiri dari: (1) lingkungan pengendalian, (2) penetapan
risiko manajemen (3) sistem informasi dan komunikasi akuntansi, (4) aktivitas
pengendalian, (5) pemantauan.”
Berdasarkan beberapa pengertian diatas, dapat kita simpulkan bahwa
pengendalian internal merupakan suatu sistem yang terdiri dari kebijakan, prosedur,
cara, dan peraturan yang ditetapkan oleh pemerintahan agar rencana dan tujuan dapat
dicapai dengan baik. Dengan adanya pengendalian internal yang efektif akan
menghindarkan terjadinya tindakan-tindakan penyimpangan yang dapat merugikan
pemerintahan.
Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintahan (SAKIP)
Rasul (2003), akuntabilitas didefinisikan secara sempit sebagai kemampuan untuk
memberi jawaban kepada otoritas yang lebih tinggi atas tindakan “seseorang” atau
“sekelompok orang” terhadap masyarakat secara luas atau dalam suatu organisasi. Dalam

55
konteks institusi pemerintah, “seseorang” tersebut adalah pimpinan instansi pemerintah
sebagai penerima amanat yang harus memberikan pertanggungjawaban atas pelaksanaan
amanat tersebut kepada masyarakat atau publik sebagai pemberi amanat.
Dalam pasal 7 Undang-Undang No.28 tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara
menjelaskan bahwa yang dimaksud asas akuntabilitas adalah asas yang menentukan bahwa
setiap kegiatan dan hasil dari kegiatan penyelenggaraan negara harus dapat
dipertanggungjawabkan kepada masyarakat / rakyat sebagai pemegang kedaulatan tertinggi
negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Wakhyudi et al. (2007:4), akuntabilitas juga dapat berarti sebagai perwujudan
pertanggungjawaban seseorang atau unit organisasi, dalam mengelola sumber daya yang
telah diberikan dan dikuasai, dalam rangka pencapaian tujuan dan akuntabilitas juga dapat
diuraikan sebagai kewajiban untuk menjawab dan menjelaskan kinerja dari tindakan
seseorang atau badan kepada pihak-pihak yang memiliki hak untuk meminta jawaban atau
keterangan dari orang atau badan yang telah diberikan wewenang untuk mengelola sumber
daya tertentu. Dalam konteks ini, pengertian akuntabilitas dilihat dari sudut pandang
pengendalian dan tolok ukur pengukuran kinerja.
Konsep good governance menurut UNDP yang dikutip oleh Rasul et al. (2003:16)
adalah pelaksanaan sistem politik, ekonomi, dan kewenangan administratif untuk mengelola
masalah bangsa pada semua tingkatan. Karakteristik good governance versi UNDP yang
dikutip oleh Rasul et al. (2003:19) adalah:
1. Partisipasi, yaitu keikutsertaan setiap warga negara dalam proses pembuatan keputusan.
2. Rule of law (kekuasaan hukum), yaitu menegakkan hukum secara adil, terutama HAM.
3. Transparansi, yaitu keterbukaan arus informasi.
4. Akuntabiltas, yaitu keputusan publik harus dipertanggungjawabkan kepada publik dan
lembaga-lembaga stakeholder.
5. Tanggap, artinya semua lembaga dan prosedur siaga melayani setiap stakeholder/warga
negara.
Menurut Hidayat (2007:24), akuntabilitas tidak hanya diperlukan untuk membangun
institusi pemerintah, tetapi juga sektor swasta dan organisasi kemasyarakatan. Semua institusi
ini harus dapat diukur akuntabilitasnya oleh stakeholder organisasi tersebut. Secara umum,
akuntabilitas sebuah institusi tidak akan terjadi tanpa ditunjang transparansi dan kejelasan
aturan hukum.
Dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah
dinyatakan bahwa akuntabilitas kinerja instansi pemerintah adalah perwujudan kewajiban

56
suatu instansi pemerintah untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan atau kegagalan
pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan
melalui pertanggungjawaban secara periodik. Wakhyudi et al. (2007:10), sistem akuntabilitas
kinerja instansi pemerintah merupakan suatu tatanan, instrumen, dan metode
pertanggungjawaban yang intinya meliputi tahap-tahap sebagai berikut:
a. Penerapan perencanaan strategi.
b. Pengukuran kinerja.
c. Pelaporan kinerja.
d. Pemanfaatan informasi kinerja
Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah dapat digambarkan sebagai berikut :

Perencanaan
Strategi

Pengukuran
Pemanfaatan Kinerja
Informasi
Kinerja

Pelaporan Kinerja
Sumber : BPKP (2007-10)

Gambar 1 Siklus akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

Berdasarkan keputusan kepala LAN no. 589/TX/6/Y/1999 tentang pedoman


penyusunan pelaporan pedoman Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah yang di perbaharui
dengan keputusan kepala LAN no. 239/IX/6/8/2003 maka di susunlah sistem akuntabilitas di
indonesia yang dikenal dengan SAKIP.
a. Prinsip-Prinsip Akuntabilitas Kinerja
Dalam pelaksanaan akuntabilitas di lingkungan instansi pemerintah perlu memperhatikan
prinsip-prinsip akuntabilitas yaitu sebagai berikut:
Disamping itu, akuntabilitas kinerja harus pula menyertakan penjelasan tentang deviasi
antara realisasi kegiatan dengan rencana serta keberhasilan dan kegagalan dalam
pencapaian sasaran dan tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu , dalampengukuran
kinerja yang di mulai dari perencanaan strategis dan berakhir dengan penyerahan laporan
akuntabilitas kepada pemberi mandat.
b. Perencanaan Strategi
Dalam sistem akuntabilitas kinerja instansi pemerintah perencana strategi merupakan
langkah awal untuk melaksanakan mandat . perencanaan strategi instansi pemerintah

57
memerlukan integrasi antara keahlian sumber daya manusia dan sumber daya lain agar
mampu menjawab tuntutan perkembangan lingkungan strategis. Analisis terhadap
lingkungan straregi baik internal maupun eksternal merupakan langkah yang sangat
penting dalam memperhitungkan kekuatan (strenght), kelemahan (weakness), peluang
(oportunity) dan kendala (threats).
c. Pengukuran Kinerja
Pengukuran merupakan suatu alat manajemen untuk meningkatkan kualitas
pengambilan keputusan dan akuntabilities. Menurut pedoman penyusunan pelaporan
kinerja akuntabilitas instansi pemerintah (2003:18) proses sistematis dan
berkesinambungan untuk menilai keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan kegiatan
sesuai dengan program, kebijakan, sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan dalam
mewujudkan visi, misi dan strategi instansi pemerintah. Proses ini dimaksudkan untuk
menilai pencapaian setiap indikator kinerja guna memberikan gambaran tentang
keberhasilan dan kegagalan pencapaian tujuan dan sasaran. Selanjutnya dilakukan pula
analisis akuntabilitas kinerja yang menggambarkan keterkaitan pencapaian kinerja
kegiatan dengan program dan kebijakan dalam rangka mewujudkan sasaran, tujuan, visi
dan misi sebagaimana ditetapkan dalam rencana strategis.
Pengukuran kinerja dimaksud dapat dilakukan dengan menggunakan formulir
Pengukuran Kinerja Kegiatan (PKK)
1. Pengukuran Kinerja Kegiatan
Pengukuran Kinerja Kegiatan yakni mengukur tingkat capaian kinerja kegiatan
dimulai dengan menetapkan indikator kinerja berdasarkan kelompok inputs, outputs,
outcomes, benefit, dan impacts: merupakan rencana tingkat pencapaian/target,
mengetahui realisasi indikator kinerja kegiatan, menghitung rencana dan realisasi untuk
mendapatkan presentase.
Tabel 1. Formulir Pengukuran Kinerja kegiatan
Program Indikator Realisasi Presentase pencapaian target
Kinerja Target
1 2 3 4 5

Sumber : Pedoman penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah 2013

58
2. Kesimpulan hasil evaluasi
Untuk membuat hasil evaluasi tersebut diatas, digunakan skala pengukuran kinerja
dibuat berdasarkan pertimbangan masing-masing instansi, antara lain dengan pengukuran
skala ordinal, yaitu :
Tabel 2 Pengukuran ordinal akuntabilitas kinerja
Pengukuran ordinal dalam %
No Pencapaian Target Katagori Pencapain target
(%)
1 85 -100 Sangat baik
2 70 - 84 Baik
3 55 -69 Cukup Baik
4 0-54 Tidak Baik
Sumber :Pedoman penyusunan laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah, LAN 2005

d. Pelaporan
Laporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah harus di sampaikan oleh instansi-
instansi dari pemerintah pusat, pemerintah daerah propinsi dan pemerintah daerah
kabupaten/kota. Penyusunan laporan harus mengikuti prinsip-prinsip yang lazim. Menurut
pedoman penyusunan pelaporan kinerja akuntabilitas instansi pemerintah (2003:27) Setiap
instansi pemerintah berkewajiban untuk menyiapkan, menyusun dan menyampaikan
laporan kinerja secara tertulis, periodik dan melembaga.
Disamping itu laporan akuntabilitas instansi pemerintah perlu memperhatikan prinsip-
prinsip sebagai berikut :
1. Prinsip pertanggungjawaban, sehingga harus jelas hal-hal yang dikendalikan maupun
yang tidak di kendalikan oleh pihak yang melaporkan harus dapat di mengerti pembaca
laporan.
2. Prinsip pengecualian yang di laporkan yang penting dan terdepan bagi pengambilan
keputusan dan pertanggungjawaban instansi yang bersangkutanseperti keberhasilan dan
kegagalan, perbedaan realisasi dan target.
3. Prinsip manfaat yaitu laporan harus lebih besar dari biaya penyusunan.
Definisi dan penjelasan mengenai akuntabilitas yang telah disebutkan di atas, dapat
disimpulkan bahwa akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban seseorang atau unit
organisasi untuk mempertanggungjawabkan pengelolaan sumber daya dan pelaksanaan
kebijakan yang dipercayakan kepadanya dalam rangka pencapaian tujuan yang telah
ditetapkan melalui media pertanggungjawaban berupa laporan akuntabilitas kinerja secara
periodik.

59
Good Governance
Bank Dunia yang dikutip Wahab (2012) menyebut Good Governance adalah suatu
konsep dalam penyelenggaraan manajemen pembangunan yang solid dan bertanggung jawab
sejalan dengan demokrasi dan pasar yang efisien, penghindaran salah alokasi dan investasi
yang langka dan pencegahan korupsi baik secara politik maupun Administrative,
menjalankan disiplin anggaran serta penciptaan legal framework bagi tumbuhnya aktivitas
kewiraswastaan. Selain itu Bank Dunia juga mensinonimkan Good Governance sebagai
hubungan sinergis dan konsturktif diantara Negara, sektor swasta dan masyarakat.
Hetifa (2010) Governance diartikan sebagai mekanisme, praktek dan tata cara
pemerintahan dan warga mengatur sumber daya serta memecahkan masalah-masalah publik.
Dalam konsep governance, pemerintah hanya menjadi salah satu aktor dan tidak selalu
menjadi aktor yang menentukan. Implikasi peran pemerintah sebagai pembangunan maupun
penyedia jasa layanan dan infrastruktur akan bergeser menjadi bahan pendorong terciptanya
lingkungan yang mampu memfasilitasi pihak lain di komunitas. Governance menuntut
redefinisi peran negara, dan itu berarti adanya redefinisi pada peran warga. Adanya tuntutan
yang lebih besar pada warga, antara lain untuk memonitor akuntabilitas pemerintahan itu
sendiri.
UNDP (2010) tentang definisi good governance adalah sebagai hubungan yang
sinergis dan konstruktif diantara Negara, sektor swasta dan masyarakat, dalam prinsip-
prinsip; partisipasi, supremasi hukum, transparansi, cepat tanggap, membangun konsesus,
kesetaraan, efektif dan efisien, bertanggungjawab serta visi stratejik. Good governance
dimaknai sebagai praktek penerapan kewenangan penerapan pengelolaan berbagai urusan
penyelenggaraan negara secara politik, ekonomi dan adminstratif di semua tingkatan. Ada
tiga pilar good governance yang penting, yaitu :
1. Economic governance atau kesejahteraan rakyat
2. Political governance atau proses pengambilan keputusan
3. Administrative governance atau tata laksana pelaksanaan kebijakan
Jika dikaitkan dengan tata kelola Pemerintahan maka good governance adalah suatu suatu
gagasan dan nilai untuk mengatur pola hubungan antara pemerintah, dunia usaha swasta, dan
masyarakat sehingga terjadi penyelenggaraan pemerintahan yang bersih, demokratis, dan
efektif sesuai dengan cita-cita terbentuknya suatu masyarakat yang makmur, sejahtera dan
mandiri.

60
Nugroho (2011:142) mendefinisikan Good Governance adalah penjumlahan dari cara-
cara dimana individu-individu dan institusi-institusi baik privat maupun public mengelola
urusan-urusan bersamanya. Dari berbagai pengertian tentang Good Governance dapat
disimpulkan bahwa suatu konsep tata pemerintahan yang baik dalam penyelenggaraan
penggunaan otoritas politik dan kekuasaan untuk mengelola sumber daya demi pembangunan
masyarakat yang solid dan bertanggung jawab secara efektif melalui pembuatan peraturan
dan kebijakan yang absah dan yang merujuk pada kesejahteraan rakyat, pengambilan
keputusan, serta tata laksana pelaksanaan kebijakan.

PENELITIAN TERDAHULU
Azalina (2014) dalam jurnalnya “Pengaruh good governance dan pengendalian intern
terhadap kinerja pemerintah kabupaten pelalawan” memaparkan bahwa variabel good
governance berpengaruh signifikan terhadap kinerja pemerintahan daerah kabupaten
pelalawan dan hasil pengujian hipotesis kedua menunjukan bahwa pengendalian intern
berpengaruh terhadap kinerja pemerintahan daerah. Semakin baik pengendalian intern suatu
daerah, maka kinerja pemerintah pun akan semakin baik.
Pratiwi (2012) yang berjudul “Analisis penerapan sistem pengendalian intern (studi
kasus: Kabupaten bungo) memaparkan bahwa Dari tinjauan teoritis pelaksanaan sistem
pengendalian intern pada Pemerintah Kabupaten Bungo belum sepenuhnya memenuhi
kriteria sistem pengendalian intern yang ditunjukkan dengan pemenuhan 5 komponennya
yaitu: yaitu (1) lingkungan pengendalian, (2) penilain resiko, (3) aktivitas pengendalian,(4)
informasi dan komunikasi, serta (5) pemantauan. Selain itu, pelaksanaan sistem pengendalian
intern pada pemerintah kabupaten Bungo belum memenuhi kriteria berjalannya tujuan sistem
pengendalian intern. Sistem pengendalian intern bertujuan sebagai kegiatan yang efektif dan
efisien, pengamanan aset dan ketaatan terhadap peraturan perundangan.
Mutiah (2009) dalam jurnalnya berjudul ”analisis sistem pengendalian manajemen
dan akuntabilitas kinerja dalam mewujudkan good governance” (studi kasus pada
inspektorat jendral departemen agama) memaparkan Sistem pengawasan dalam pengendalian
manajemen memiliki peranan yang penting untuk mewujudkan good governance yaitu untuk
memastikan bahwa segala sesuatunya berjalan sesuai dengan mandat, visi, misi dan tujuan
utama yaitu akuntabilitas dan proses belajar. Dari sisi akuntabilitas, sistem pengawasan akan
memastikan bahwa anggaran telah dipergunakan sesuai dengan etika dan aturan hukum
dalam rangka memenuhi rasa keadilan. Dan dari sisi proses belajar, sistem pengawasan akan
memberikan informasi tentang dampak dari program dan kegiatan yang telah dilakukan,

61
sehingga pengambil keputusan dapat belajar tentang bagaimana menciptakan program dan
kegiatan yang lebih efektif.

METODE PENELITIAN
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
kualitatif (qualitative research). Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang bertujuan
untuk memahami fenomena tentang apa yang dialami oleh subjek penelitian misalnya
perilaku, persepsi, motivasi, tindakan, dan lain-lain secara holistik, dan dengan cara deskripsi
dalam bentuk kata-kata dan bahasa, pada suatu konteks khusus yang alamiah dan dengan
memanfaatkan berbagai metode alamiah (Moleong, 2014: 6).
Penelitian ini dilakukan pada sekertariat Daerah kabupaten Sorong Selatan Papua
barat yang terletak di komplek kantor bupati sesna Teminabuan, Sorong Selatan, Papua
Barat. Teknik analisis yang dilakukan pada penelitian ini adalah teknik analisis data di
lapangan menurut Model Miles dan Huberman (1992) dalam Sugiyono (2010:91), adalah
analisis yang dilakukan pada saat pengumpulan data berlangsung dan setelah selesai
pengumpulan data dalam periode tertentu. Model analisis tersebut adalah sebagai berikut :
Data yang dikumpulkan merupakan data yang berupa kata-kata dan bukan angka-
angka. Data tersebut dikumpulkan melalui observasi, wawancara terstruktur dan
dokumentasi. Peneliti mencatat semua data secara objektif sesuai dengan hasil observasi dan
wawancara di lapangan. Pengumpulan data ini diperoleh setelah melakukan pengamatan
pada Pemerintah daerah Teminabuan Kabupaten Sorong Selatan. untuk pengumpulan data
mengenai Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) Peneliti menggunakan wawancara
terstruktur, wawancara akan dilakukan pada anggota satgas SPIP sedangkan untuk
pengumpulan data mengenai SAKIP peneliti mengambil data berupa LAKIP selama kurun
waktu 4 tahun Adapun aspek yang akan diperlukan dalam penilitian ini adalah uraian
pertanggungjawaban mengenai : (a) aspek keuangan, (b) aspek SDM, (c) aspek sarana dan
prasarana dan (d) metode kerja. Keempat aspek ini merupakan tugas utama instansi
Pemerintah. Kemudian menggunakan Pengukuran Kinerja Kegiatan (PPK) untuk mengetahui
presentasi keberhasilan kegiatan dan sasaran sebagai indikator baik buruk kinerja pemerintah
daerah.

62
HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah
SPIP (Sistem Pengendalian Intern Pemerintah) adalah sistem pengendalian intern yang
diselenggarakan secara menyeluruh di lingkungan pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
Pada sekertariat daerah kabupaten Sorong Selatan sejak adanya pembentukan kabupaten ini
pada tahun 2002 Sistem pengendalian belum berjalan sesuai dengan peraturan pemerintah
yang ditetapkan, hal ini disebabkan karena pemerintah daerah lebih dulu harus menata
seluruh sistem yang lebih utama di perangkat sekertariat daerah, seperti pemebentukan
struktur, peningkatan kinerja para staff dan sistem lainya,
Pemerintah daerah baru memberlakukan sistem pengendalian ini pada tahun 2013,
pada tanggal 2 desember 2013 Sekretariat Kabupaten Sorong Selatan membentuk suatu
struktur yang bertugas untuk melaksanakan Sistem Pengendalian Intern.. Hal ini dikarenakan,
banyak persiapan yang diperlukan untuk pelaksanaan SPIP bagi kabupaten pemekaran seperti
Sorong Selatan. Sekretariat Kabupaten Sorong Selatan dalam usahanya untuk
menyelenggarakan SPIP membentuk SATGAS (Satuan Tugas) dilingkungan sekretariat
Kabupaten Sorong Selatan sebagai Tindakan pengendalian, satgas ini nantinya akan
memberikan keyakinan yang memadai (reasonable assurance) terhadap pencapaian
efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan di pemerintahan daerah
khusunya sekretariat Kabupaten Sorong Selatan. Pengendalian intern akan menciptakan
keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset negara dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Tujuan akhir sistem pengendalian intern ini adalah untuk
mencapai efektivitas, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas pengelolaan keuangan di
lingkungan sekretariat Kabupaten Sorong selatan.
a) Komunikasi
Komunikasi yang digunakan dalam sekertariat daerah kabupaten Sorong Selatan
adalah vertical comunication (komunikasi tegak) merupakan mengkomunikasikan pesan
dari yang memiliki kekuasaan kepada yang memiliki sedikit kekuasaan, komunikasi
kebawah seringkali berbentuk pemberian instruksi atau penjelasan bagaiamana seorang
atasan menginginkan suatu tugas diselesaikan para atasan mengirimkani nformasi mengenai
peraturan, kebijakan maupun standart minimum.
Sesuai dengan hasil wawancara bapak Drs Ajis M.si sebagai pembina SPIP dapat
diketahui bahwa pimpinan sangat berperan penting dalam berjalannya komunikasi. Di
Kabupaten Sorong Selatan, pemimpin pemerintahan juga berusaha memberikan wadah yang
berkaitan dengan berjalannya proses komunikasi tersebut. Pertemuan rutin masih menjadi

63
pilihan utama Kabupaten sorong selatan untuk menjadi media komunikasi. Pada pertemuan
rutin tersebut, diupayakan terdapat penyelesaian masalah yang terkait dengan hambatan dan
kesulitan kesulitan dalam menjalankan tugas kerja, juga penyimpangan yang dilakukan
oleh pejabat maupun staff. Pertemuan rutin tersebut juga menjadi wadah bagi staff untuk
memberikan saran yang sehubungan dengan perbaikan, belum adanya media yang efektif
untuk para staff seperti kotak saran atau lainya menjadi kekurangan sekertariat daerah
b) Sumber daya
Sumber daya yang ada pada sekertariat daerah masih belum begitu baik , dilihat dari
seluruh tugas sehari-hari bagi seluruh staff masih ada beberapa yang tidak dikerjakan,
kurangnya sikap disiplin bagi setiap staff untuk kehadiran pegawai, namun untuk kesiapan
sekertariat daerah dalam mengelola SDM sudah dikatakan baik dilihat dari kesiapan
sekertariat dalam pengelolaan SDM. Peneliti melihat sejauh mana tingkat Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah Daerah Sorong selatan. Penulis melakukan wawancara
kepada ketua pelaksana SPIP yang berkaitan dengan kesiapan sekertariat daerah dalam
menerima dan mengelola SDM yang ada agar pengendalian intern bisa berjalan sesuai
dengan Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008.
Dari wawancara yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa beberapa upaya yang
telah dilakukan Sekertariat Daerah Sorong Selatan dalam mengelola sumber daya manusia
sudah cukup baik dilihat dari prosedur pengelolan, reviu yang dilakukan pimpinan mengenai
pekerjaan sehari-hari bagi staff, sangsi atas pelanggaran terhadap kebijakan dan prosedur,
dan penyelidikan latar belakang bagi calon pegawai negeri di sekertariat daerah sorong
selatan.
c) Disposisi
Disposisi merupakan kemauan, keinginan, dan kecenderungan para pelaku kebijakan
untuk melaksanakan kebijakan secara sungguh-sungguh sehingga apa yang menjadi
kebijakan dapat diwujudkan (Widodo, 2009). Agar pelaksanaan Sistem Pengendalian Intern
ini berjalan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan, para pelaku kebijakan pada elemen
Sekertariat Daerah yaitu para pegawai, staff serta pimpinan harus bersungguh-sungguh
melaksanakan pengendalian sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang telah
ditetapkan. Adanya kemauan dari pelaksana kebijakan dalam melaksanakan suatu kebijakan
sangat dibutuhkan agar kebijakan tersebut dapat dilaksanakan dengan baik.
Adanya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) mengharuskan setiap daerah
melakukan setiap unsur yang ada pada sistem pengendalian ini, dalam melaksanakan setiap
unsur diperlukan koordinasi diantara para SATGAS selaku pembina, dan staff maupun

64
pimpinan sebagai pelaksana sistem. Peneliti dapat mengambil kesimpulan dari hasil
wawancara bahwa kemauan dan keinginan dan kecendrungan para pegawai dan pimpinan
untuk melakukan tugas tanggung jawab sudah diatur dalam struktur organisasi juga
wewenang dan tanggung jawab sudah jelas diatur, namun terdapat kendala yaitu belum
adanya SOP untuk setiap staff namun dengan tupoksi dan SPM staff maupun pemimpin dapat
melaksanakan tugasnya sehari-hari.
d) Struktur Birokrasi
Struktur birokrasi mencakup aspek-aspek seperti struktur organisasi, pembagian
kewenangan, hubungan antara unit-unit organisasi yang ada dalam organisasi yang
bersangkutan, dan standar prosedur operasi yang akan memudahkan dalam melaksanakan apa
yang menjadi bidang tugasnya. Untuk kelengkapan dan kemampuan struktur birokrasi pada
sekertariat daerah sudah dapat memenuhi segala kebutuhan yang di perlukan setiap bagian
dalam melayani setiap kebutuhan masyarakat daerah. Peneliti dapat mengambil kesimpulan
dari wawancara yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa struktur birokrasi yang sudah
disiapkan oleh pemerintah daerah dapat memberi pemahaman bagi pejabat struktural
mengenai tanggung jawab pengendalian dan pengawasan yang mereka miliki juga struktur
birokrasi yang pemerintah daerah miliki sudah mampu memberikan pelayanan dalam
penyusunan regulasi baik dilingkungan sekretariat daerah maupun lingkungan SKPD.
Sesuai wawancara tersebut dapat diketahui bahwa sejak diberlakukanya Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) semua kegiatan di sekertariat dapat terkomunikasikan
dengan lebih baik selain itu, penggelapan, pemborosan, penyalahgunaan, dan salah kelola
dapat di hindari. Implikasi adanya Sistem Pengendalian Intern Pemerintah mewajibkan
pertanggungjawaban kegiatan bagi instansi pemerintah, kesekretariatan daerah wajib
menerapkan setiap unsur dari sistem pengendalin dan memastikan bahwa sistem
pengendalian sudah dirancang dan di implementasikan dengan baik. Namun untuk
melakukan sistem ini pasti muncul kendala atau hambatan yang dapat mengurangi
keterandalan sistem pengendalian ini. Kendala tersebut muncul dari berbagai aspek. Beberapa
kendala yang dihadapi SATGAS SPIP dalam penerapan sistem pengendalian ini antara lain:

SISTEM AKUNTABILITAS KINERJA INSTANSI PEMERINTAH


Akuntabilitas merupakan perwujudan kewajiban untuk mempertanggungjawabkan
keberhasilan atau kegagalan pelaksanaan misi organisasi dalam mencapai tujuan dan sasaran
yang telah ditetapkan melalui suatu media pertanggungjawabaan yang dilaksanakan secara
periodik. Dalam dunia birokrasi, akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Perlunya

65
akuntabilitas semakin kuat dengan tingginya tuntutan untuk menciptakan suatu
penyelenggaraan pemerintah yang baik (good governance) dalam hal ini Sekertariat Daerah
Kabupaten Teminabuan menegakkan akuntabilitas sesuai dengan ketetapan MPR No
XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi,
dan nepotisme, peraturan presiden Republik Indonesia No.29 Tahun 2014 tentang Sistem
Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, UU No. 28 tahun 1999 juga UU No. 23 Tahun
2014 tentang pemerintahan daerah.
Dalam konsekuensi dari perlunya penegakan akuntabilitas publik, maka diperlukan
suatu sistem akuntabilitas publik yang didalamnya berisi pertanggung jawaban pemerintah
dengan orientasi pada kinerja . Sistem ini nantinya berfungsi sebagaialat peningkatan kinerja
instansi sektor publik. Pengukuran kinerja kegiatan yakni mengukur tingkat capaian kinerja
kegiatan dimulai dengan menetapkan indikator kinerja kegiatan berdasarkan kelompok
inputs, outputs, outcomes, benefits, dan impacts merupakan rencana tingkat
pencapaaian/target, mengetahui realisasi indikator kegiatan, menghitung rencana dan realisasi
untuk mendapatkan prosentasenya.
Peneliti mengambil laporan kinerja 2013 dan 2014 untuk menilai hasil dari sstem
pengendalian internal yang di buat pada tahun 2013 untuk membuat kesimpulan hasil
evaluasi peneliti menggunakan skala pengukuran kinerja. Skala pengukuran kinerja dibuat
berdasarkan rata-rata realisasi yang telah tercapai selama satu tahun. Berdasarkan hasil
analisa capaian kinerja diatas peneliti melihat adanya peningkatan kinerja dari aspek sumber
daya karena semakin meningkatnya presentase keberhasilan yang diperoleh sekertariatan
daerah, pada rentang tahun 2013 sampai 2014 ini terjadi peningkatan pada tahun 2014
disebabkan adanya perubahan anggaran yang berdampak pada capaian indikator kinerja juga
sejak diadakan sistem pengendalian internal pada tahun 2013 terjadi kenaikan presentase
keberhasilan kegiatan mencapai persentase 94,60%, hal ini disebabkan sekertariat lebih
mempertegas dan mensinergikan program serta kegiatan yang menunjang untuk mewujudkan
visi dan misi juga menambah serta memprioritaskan aggaran sekertariat daerah yang berbasis
kinerja.
Pada aspek sarana dan prasarana tahun 2013 realiasasi mencapai 100% yang sudah
sesuai dengan target sekertariat daerah hal ini disebabkan pada tahun tersebut sekeratriatan
daerah melakukan perencanaan kegiatan yang akurat dan berdasarkan data yang andal
sehingga pelaksanaan kegiatan yang dilakukan pada tahun 2013 menghasilkan kinerja sesuai
dengan target yang ditetapkan sekertariat daerah. Dan pada 2013 juga sekertariat daerah
menyediakan dana sesuai dengan kebutuhan dalam rangka penyelesaian pekerjaan tersebut

66
sehingga target realisasinya pun dapat tercapai dengan baik. Penurunan persentase
keberhasilan yang diperoleh oleh sekeratriat daerah pada tahun 2014 disebabkan karena
kesalahan dari penanggung jawab kegiatan dan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK)
yang tidak mampu terlaksana dengan baik. Penetapan target kegiatan yang tidak realistis dan
tidak pada kondisi yang sebenarnya, sehingga pelaksanaan kegiatan belum dapat tercapai
dengan baik. Penetapan target kinerja yang realistis sangat penting karena akan sangat
berpengaruh dengan tingkat pencapaian indikator kinerja yang ditetapkan.

Tabel 3. Laporan Kinerja Instansi Pemerintah aspek SDM, Sarana Prasarana


Metode Kerja dan Keuangan tahun 2013-2014
Aspek Tahun LAKIP Rata-rata realisasi Skala ordinal
Sumber Daya 2013 74,32 Sangat Baik
Manusia 2014 94,60

Sarana dan 2013 100,00 Sangat Baik


prasarana 2014 86,41

Metode Kerja 2013 82,30 Cukup baik


2014 89,85

Keuangan 2013 90,65 Sangat baik


2014 100,00

Sumber: Laporan Kinerja Instansi Pemerintah (LAKIP) (2016)


Berdasarkan hasil evaluasi terhadap pencapaian kinerja pada aspek metode kerja sejak
2013 sampai 2014 selalu mengalami kenaikan dari 82,30% mencapai 89,85% disebabkan
sekertariat daerah selalu berusaha melaksanakan program yang berkaitan dengan metode
kerja dengan baik, karena metode kerja merupakan aspek yang penting untuk meningkatkan
kinerja sekertariat daerah secara keseluruhan, dari peningkatan pelayanan kedinasan kepala
daerah maupun wakil kepala daerah, program pengembangan kehumasan, sampai program
peningkatan administrasi dan kapasitas pemerintahan kampung. menyandang predikat sangat
baik pada tahun 2014 merupakan indikator sekertariat daerah cukup berhasil meningkatkan
program yang berkaitan dengan metode kerja sekeratriat daerah.
Berdasarkan hasil analisa capaian kinerja sekertariat daerah kabupaten sorong selatan
dapat dikatagorikan berhasil, sejak 2013 aspek keuangan selalu mendapat sangat baik dari
presentase 90,65 % menjadi 100,00% hal ini disebabkan untuk aspek keuangan sekertariat
daerah sangat berhati-hati dalam menggunakan alokasi anggaran tersebut. Prioritas anggaran
dengan memberikan alokasi dana yang pro rakyat serta menciptakan kegiatan yang

67
melibatkan kerjasama antara pemerintah dan masyarakat ini merupakan salah satu alasan
aspek keuangan selalu berhasil dalam menyelesaikan kinerjanya. Tahun 2014 sekertariat
daerah berhasil mencapai realisasi memuaskan yaitu 100% ini disebabkan program yang
dilakukan sekertariat daerah sudah berjalan dengan baik misalnya evaluasi regulasi
pengembangan ekonomi dan kegiatan memfasilitasi dan koordinasi pengembangan ekonomi
sudah berjalan sesuai dengan harapan sekertariat daerah.

SIMPULAN
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP)
Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa upaya untuk melaksanakan
SPIP sudah baik, namun sebagai daerah yang sedang dalam upayanya untuk berkembang,
Kabupaten Sorong Selatan harus menyiapkan berbagai hal yang diperlukan. Berdasarkan
hasil wawancara dapat diketahui bahwa, dalam upaya melaksanakan SPIP Kabupaten Sorong
Selatan memiliki kendala yang dihadapi, seperti SDM dan teknologi. Sumber daya manusia
yang ada sebenarnya sudah sanggup menjalankan segala tanggung jawab maupun sistem
yang ada dalam sekertariat derah kabupaten Sorong selatan, namun sikap kurang disiplin bagi
setiap pegawai, staff maupun pejabat merupakan kendala utama dalam melaksanakan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ini. Dalam hal teknologi, Sorong Selatan merupakan
daerah pemekaran yang masih berkembang, untuk suatu jaringan internet sangatlah tidak
mudah untuk masuk kedalam sekertariat daerah Sorong Selatan jadi komunikasi terhambat
dengan mahalnya jaringan internet dan tidak secepat di pulau jawa.
Dari hasil wawancara dengan informan,dapat diketahui bahwa sejak diberlakukanya
Sistem Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) semua kegiatan di sekertariat dapat
terkomunikasikan dengan lebih baik sehingga, penggelapan, pemborosan, penyalahgunaan,
dan salah kelola dapat di hindari.

Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP)


Berdasarkan evaluasi kinerja yang tertuang dalam tabel Pengukuran Kinerja Kegiatan
(PKK) pada tahun 2010 sampai 2014 sudah baik dilihat dari pencapaian target rencana yang
telah ditetapkan. Hal ini disebabkan tingkat para APFE (Aparat Pengawas Fungsioal
Pemerintah) dilingkungan sekertariat daerah yang cukup baik dalam menghadapi perubahan
yang banyak terjadi. Walaupun menghadapi kendala terbatasnya anggaran, SDM dan
teknologi informasi yang kurang memadai, apalagi di era otonomi daerah sekarang yang
banyak terjadi pemekaran satuan kerja.

68
Dari hasil analisa diatas peneliti menyimpulkan bahwa dengan adanya sistem
pengendalian internal pemerintah (SPIP) sangat berpengaruh terhadap peningkatan sistem
akuntabilitas kinerja instansi pemerintah (SAKIP) hal ini dapat dilihat dari 3 dari 4 aspek
yaitu sumber daya manusia, metode kerja dan aspek keuangan mengalami peningkatan
presentase realisasi kegiatan sejak diadakanya SPIP pada tahun 2013, hanya aspek sarana
prasana yang mengalami penurunan namun penurunan presentase realisasi kegiatan tidak
terlalu jauh penurunanya.

SARAN
a. Sikap kurang disiplin bagi setiap pegawai, staf maupun pejabat dalam menjalankan segala
tanggung jawab maupun sistem merupakan kendala utama dalam melaksanakan Sistem
Pengendalian Intern Pemerintah (SPIP) ini, Pemerintah Daerah sebaiknya memberikan
tindakan tegas ataupun sangsi bagi pegawai, staff maupun pejabat sehingga lebih
meningkatkan tanggung jawab terhadap amanah yang diberikan masyarakat.
b. kurangnya teknologi yang memadai merupakan kendala utama yang dihadapi pemerintah
dalam komunikasi antar staff dan pejabat, lebih meningkatkan kualitas teknologi dalam
pemerintahan daerah seperti internet dapat mempercepat komunikasi dari satu bagian ke
bagian lainya.
c. Lemahnya kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara, Sekertariat Daerah dapat
menumbuhkan kepercayaan masyarakat terhadap aparatur negara dengan menindak lanjuti
hasil audit secara tepat, tepat dan komprehensif yang dilakukan sesuai dengan
rekomendasi yang telah ditetapkan.
d. Pemerintah Daerah dapat menerapkan kebijakan yang lebih efektif lagi dalam pemberian
insentif kepada SATGAS SPIP maupun staff yang memiliki wewenang mengurusi
LAKIP.

DAFTAR PUSTAKA

Baridwan, Zaki, 2001. Intermediate Accounting, Edisi VII, Badan Penerbit Fakultas
Ekonomi Universitas Gajah Mada, Yogyakarta,

Hetifah Sj. 2003. Inovasi, Partisipasi dan Good Governance. Yayasan Obor Indonesia.
Jakarta.

Hidayat, Aziz, 2007. “Pedoman Penyusunan Laporan Akuntanbilitas Kinerja Instansi


Pemerintah (LAKIP)”

69
http:www.sorongselatankab.go.id. –Di akses 15 november 2015

LAN dan BPKP. 2000. Akuntabilitas dan Good Governance (Modul Sosialisasi Sistem AKIP) . Modul
1 dari 5. Jakarta: LAN.

Moleong, Lexy J. 2007 Metodologi Penelitian Kualitatif, Penerbit PT Remaja


Rosdakarya Offset, Bandung.

Mulyadi, 2003, Sistem Akuntansi, STIE YKPN, Yogyakarta.

Nugroho,Riant.2003. Kebijakan Publik: Formulasi, Implementasi, dan Evaluasi. Jakarta :


PT Elex Media Komputindo.

Rasul Sj, 2003 Pengintregasian Sistem Akuntabilitas Kinerja dan Anggaran dalam
Prespektif UU nomor 17 tahun 2003 tentang keuangan negara. Jakarta:
Percetakan Negara RI

Pemerintah Indonesia. Tap MPR RI No. XI/MPR/1998 tentang penyelenggaraan negara


yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN). Jakarta
:Sekretariat negara

Pemerintah Indonesia. Peraturan Pemerintah Nomor 60 tahun 2008 tentang Sistem


pengendalian intern dalam pemerintahan daerah. Jakarta: Sekretariat negara

Pemerintah Indonesia. Keppres No. 7/1999 tentang Akuntabilitas Kinerja Instansi


Pemerintah

Pemerintah Indonesia. LAN no. 239/IX/6/8/2003 tentang pedoman penyusunan pelaporan


pedoman Akuntabilitas kinerja instansi pemerintah

Sugiyono. 2010. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif & RND. Bandung: Alfabeta.

Wakhyudi. 2007. Akuntabilitas Instansi Pemerintah (Revisi). Jakarta: Pusat Pendidikan


dan Pengawasan BPKP.

Widodo, Joko. 2009. Analisis Kebijakan Publik Malang: Bayumedia Publishing.

70

Anda mungkin juga menyukai