Anda di halaman 1dari 12

ISU-ISU TENTANG NILAI GLOBALISASI

DALAM ETIKA KEMANUSIAAN

Nama : Sadan Ahmed Sidik Lisanaka

Npm : 2013051009

Prodi : Penjas

Abstract

Tulisan ini bertujuan untuk melihat prinsip-prinsip gagasan etika global pada penerapannya di
kota yang maju masa kini atau kota modern. Konsep etika global secara logis dapat dipertimbangkan
pada daerah tertentu sebagai dasar-dasar kehidupan etis bersama di dalam kota-kota. Dengan
memakai metode kepustakaan, penulis mencoba untuk melihat hal-hal positif dari gagasan etika
global yang terkait dengan globalisme, pluralisme, sekularisme pascamodernisme, ekumenisme dan
humanitarianisme yang membentuk konsep etika global, di mana secara selektif dipakai untuk
menambahkan prinsip perikehidupan yang baik bagi peradaban dunia sekarang. Penulis kemudian
mencoba melihat sebuah kota majemuk yang multidimensi masa kini dengan salah satu konflik yang
dikarenakan faktor agama, yang memerlukan suatu prinsip kebersamaan hidup lebih mendasar dan
universal. Jadi etika global bukanlah etika pengganti terhadap etika agama-agama yang ada, tetapi
etika tambahan bagi orang beragama yang berbeda tanpa diskriminasi. Jadi prinsipnya dapat
diimplementasikan pada lokal di mana pun, termasuk kota-kota besar di Indonesia.

Pendahuluan

Era globalisasi adalah era perubahan dimana sesuatu yang sudah lama ada
diperbarui dari segi teknologi, budaya, politik, dan lain-lain. Dari semua itu banyak
sekali perspektif dari para ahli bahwa globalisasi sangat bagus untuk setiap
perubahan. Akan tetapi, disisi lain globalisasi juga berdampak pada moral atau etika
seseorang baik etika yang baik maupun buruk. Seiring dengan mudahnya
mengakses segala informasi yang ada, manusia dapat belajar segala macam etika,
etika baik maupun etika buruk.
Di zaman modern ini kita seharusnya dapat semakin beradab karena majunya
pendidikan, teknologi, profesionalisme dan pergaulan warga kota di dalam
kebersamaan. Tetapi pada kenyataannya perbedaan dan persinggungan kecil masih
banyak terjadi yang bisa mengakibatkan kerusuhan antar-lingkungan, kampung,
RW/RT, apalagi persoalan-persoalan di antara orang yang berbeda keyakinan.
Dinamika perkotaan yang maju dan dinamis membuat adanya keterbukaan akan
perbedaan dan mengusahakan solusi yang damai.

Remaja sekarang sudah rusak dengan pergaulan bebas. Mereka sudah meniru
bahkan tidak malu untuk memamerkan foto-foto yang tidak seharusnya dipajang di
depan umum. Pemerintah seharusnya menggalakkan program cinta tanah air dan
lebih peduli terhadap para remaja yang sudah rusak moralya dengan memberikan
penyuluhan-penyuluhan sejak tingkat Sekolah Dasar hingga di tingkat universitas.

Kemunculan etika global patut disyukuri sebagai suatu dasar universal dalam
hak-hak asasi manusia untuk mencapai masyarakat yang adil dan damai dalam
dunia yang semakin kompleks dalam multi dan antardimensi. Sejak dicanangkan
etika global ada banyak prinsip kebaikan umum bagi masyarakat yang berbeda
agama. Gagasan etika dunia ini bermain dalam level eksternal agama dengan
menggunakan pendekatan filosofi hidup mengenai kemanusiaan dalam
keberagamaan di dunia multidimensi. Namun sayangnya banyak orang beragama
menolaknya mentah-mentah sebagai sinkritisme, dianggap barang haram dalam
beragama. Padahal sebagai etika, prinsipnya bermain dalam level kehidupan
bersama di dalam masyarakat, bukan soal pencampuran ajaran agama atau
keyakinan yang berbeda.

Pada masa sekarang juga globalisasi telah menjadi sorotan sekaligus menjadi
masalah yang sangat tajam di Indonesia (juga di negara-negara berkembang
lainnya) terkait dengan kemungkinan datangnya pesaing-pesaing dari negara maju
yang ikut berkompetisi dalam perekonomian liberal dunia dengan kekuatan
ekonomi mereka yang tentu saja pasti jauh lebih kuat. Hal ini sering dikhawatirkan
akan berdampak negatif terhadap seluruh bidang kehidupan sosial dan ekonomi
yang dalam perkembangannya mengancam persatuan dan kesatuan suatu bangsa
karena konflik yang ditimbulkannya. Dua poin yang baru saja disebutkan adalah
masalah mendasar yang menghadapi masalah globalisasi, yaitu kompetisi
(persaingan ekonomi) dan ancaman persatuan bangsa. Pengaruh arus globalisasi
pada dasarnya sulit untuk dapat dicegah dan memerlukan adanya perhatian dalam
berbagai kemungkinan- kemungkinan tantangan, ancaman, hambatan dan
gangguan yang ada serta kebijakan dan strategi untuk menanggulanginya.
Indonesia, dalam hal ini, tentu saja di harapkan akan menjadi lebih sadar akan
pentingnya mewaspadai berbagai kemungkinan tantangan globalisasi. Sebab, pada
era demokrasi ekonomi yang kita anut sekarang, mau tidak mau, suka atau tidak
suka, siap atau tidak siap, bangsa Indonesia akan memasuki pusaran arus globalisasi
dunia, suatu era yang penuh tantangan dan juga peluang.

ISI

Beberapa isu dalam globalisasi antara lain dapat di kelompokkan dalam


beberapa tema kajian sebagai berikut.

1. Regionalisme: Upaya Integrasi Wilayah Menjadi Satu Entitas

Regionalisme merupakan salah satu bentuk kerjasama dari kesepakatan negara-


negara kawasan untuk menanggulangi isu-isu kawasan. Kerjasama regionalisme
cenderung menyatukan negara-negara dengan kesamaan geografis secara kognitif
yang meliputi kesamaan identitas, budaya dan kesamaan pandangan tentang isu
kawasan dan secara fungsional yang tidak hanya didasarkan oleh kondisi geografis
saja melainkan berdasarkan fungsi menyatukan negara dengan keuntungan
geografis atau dengan kata lain didasarkan dengan fungsi ekonomi. Negara
cenderung mengikatkan diri pada kelompok regional karena memiliki potensi untuk
berkembang. Salah satu ciri penting globalisasi adalah dunia dan pasar kini
terintegrasi dan terkoneksi satu sama lain ke dalam satu lingkungan (region).

Paham ini mengedepankan isu-isu liberal/neoliberal yang mempercayai bahwa


kerjasama antar negara-negara dalam hubungan internasional ini lebih
menguntungkan. Kaum liberal menyatakan cooperation under anarchy yang meyakini
meskipun dunia ini anarki, kerjasama antar negara-negara dapat mencegah negar-
negara yang terlibat untuk tidak saling perang karena telah menumbuhkan pola-pola
ketergantungan satu sama lain. Dinamika dunia internasional menciptakan aktor-
aktor yang saling ketergantungan dan masalah-masalah yang membutuhkan solusi
global seperti masalah-masalah politik, ekonomi dan sosial yang melewati batas
negara dan kawasan.

Sedangkan integrasi dapat kita maknai sebagai suatu proses perubahan dalam
dalam komunitas politis atau masyarakat yang menghasilkan suatu bentuk
penyatuan. Proses ini dilandasi oleh suatu bentuk interaksi yang meminimalisir
konflik dan kekerasan, serta mengoptimalkan keuntungan bagi semua pihak yang
terlibat secara adil, dalam konteks interdependensi tingkat tinggi. (Hopkins &
Mansbach, 1973). Jadi dapat disimpulkan bahwa regionalisme merupakan fenomena
integrasi negara-negara dalam organisasi supranasional dalam mengatur interaksi
antar negara.

Dinamika integrasi antar negara-negara di kawasan itu perlu dibangun untuk


membentuk organisasi supranasional yang ideal. Proses pencapaian kondisi
supranasional mengalami pergeseran dari urusan domestik menjadi urusan
regional/internasional ke unit-unit politik yg lebih besar. Untuk membentuk
dinamika suatu integrasi supranasional yang ideal integrasi harusnya
menitikberatkan perhatiannya pada proses atau relationship dimana pemerintahan
secara kooperatif bekerjasama beriringan dengan homogenitas kebudayaan,
sensitivitas tingkah laku, kebutuhan sosial ekonomi, dan interdependensi yang
diimbangi dengan penegakan institusi supranasional yang multidimensi demi
memenuhi kebutuhan bersama.

Salah satu contoh fenomena regionalisme terdapat pada kumpulan negara-


negara Eropa dengan nama Uni Eropa (UE). Uni Eropa yang terdiri dari 28 anggota
ini merupakan persatuan supranasional yang menyerahkan sedikit kedaulatan para
negara anggota kepada pemerintah diatasnya. Penggabungan kedaulatan ini berarti
negara-negara anggota mendelegasikan sebagian kuasa pengambilan keputusan
kepada lembaga, sehingga keputusan mengenai masalah-masalah tertentu yang
melibatkan kepentingan bersama diputuskan secara demokratis.

Uni Eropa dikategorikan sebagai salah satu bentuk regionalisme yang


komprehensif dan berkembang pesat dikarenakan peran negar-negara inti Eropa
(Inggris, Prancis, Jerman) yang menyokong pertumbuhkembangan kerjasama
regional. Dengan kata lain. Uni Eropa merupakan organisasi supranasional yang
layak diperhitungkan dalam hubungan Internasional.

Pada dasarnya, regionalisme muncul seiring dengan semakin kompleksnya


kebutuhan manusia dan negara. Ketika suatu negara membutuhkan keunggulan
dan potensi negara lain, maka pada saat itu pula negara tersebut akan melihat
kerjasama sebagai solusi yang memiliki proyeksi cerah. Regionalisme hanyalah
suatu bentuk kerjasama dalam aspek kesamaan geografis, sejarah, budaya, dan lain
sebagainya.

Ada suatu perdebatan, apakah regionalisme itu anti globalisasi atau justru
produk dari globalisasi? Regionalisme adalah produk dari globalisasi karena
terbukti regionalisme semakin menemukan posisinya di era globalisasi saat ini, di
mana perkembangan teknologi dan kompleksitas kebutuhan manusia semakin
mendorong terciptanya integrasi. Sedangkan regionalisme adalah anti globalisasi
karena mendorong adanya proteksionisme dan nasionalisme kawasan saja sehingga
memarjinalkan bagian bumi yang lain. Namun, perlu kita ingat adanya suatu bentuk
kekhilafahan sebelum runtuh pada tahun 1924. Bukankah itu juga merupakan
regionalisme dalam bentuk lain? Anggotanya tidak semua berada dalam satu
kawasan. Kesamaan ideologilah yang menyatukan negara-negara itu. Padahal era
tersebut belum diidentifikasi sebagai era globalisasi. Sepertinya perdebatannya
masih akan berlanjut.

2. Liberasi Perdagangan

Trade liberalization atau liberalisasi perdagangan adalah praktik untuk mendorong


perdagangan barang dan jasa secara bebas antar negara. Ini dilakukan melalui
penghapusan atau pengurangan pembatasan atau hambatan pada perdagangan
barang dan jasa.

Liberalisasi perdagangan (trade liberalization) adalah konsep ekonomi yang


mengacu kepada berlangsunganya penjualan produk antar Negara dengan tanpa
dikenai pajak ekspor-impor atau hambatan perdagangan lainnya. Perdagangan
bebas dapat juga didefinisikan sebagai tidak adanya hambatan buatan (hambatan
atas dasar regulasi yang diterapkan dalam satu negara) dalam perdagangan antar
individual dan antar perusahaan yang berbeda di Negara yang berbeda. Liberalisasi
bisa dikatakan juga pelepasan campur tangan pemerintah dalam pasar keuangan,
pasar modal dan hambatan perdagangan.

Melihat kondisi perekonomian di Indonesia yang masih dalam taraf


berkembang ini harus diperhatikan oleh pihak-pihak yang terkait. Namun
pemerintah sendiri sudah menganggap bahwa Indonesia telah memiliki fondasi
yang kuat untuk bersaing pada tataran global.

Padahal jika melihat realita saat ini pemerintah dirasa masih lamban untuk
menyejahterakan warganya terutama dalam bidang perekonomian. Dengan
demikian harus segera mendapat perhatian yang khusus dan ditindaklanjuti karena
dampaknya yang dapat mempengaruhi stabilitas ekonomi maupun politik dalam
negeri.

Menurut pendapat sebagian pakar ekonomi, perdagangan antar negara sebaik-


nya dibiarkan secara bebas dengan semini-mum mungkin pengenaan tarif dan
hambatan lainnya. Hal ini didasari argumen bahwa per-dagangan yang lebih bebas
akan memberikan manfaat bagi kedua negara pelaku dan bagi dunia, serta
meningkatkan kesejahteraan yang lebih besar dibandingkan tidak ada perdaga-ngan
(Kindleberger dan Lindert, 1978).

Dijelas-kan oleh Hadi (2003), selain meningkatkan distribusi kesejahteraan antar


negara liberali-sasi perdagangan juga akan meningkatkan kuantitas perdagangan
dunia dan peningkatan efisiensi ekonomi.Namun demikian, oleh karena terdapat
perbedaan penguasaan sumberdaya yang menjadi komponen pendukung daya
saing, sebagian pakar yang lain berpendapat libera-lisasi pasar berpotensi
menimbulkan dampak negatif karena mendorong persaingan pasar yang tidak
sehat. Atas dasar itu maka timbul pandangan pentingnya upaya-upaya proteksi
terhadap produksi dalam negeri dan kepenti-ngan lainnya dari tekanan pasar
internasional melalui pemberlakuan kendala atau hambatan perdagangan (Abidin,
2000).

Pada kondisi semakin kuatnya tekan-an untuk meliberalisasi pasar, efektivitas


pem-berlakuan kendala atau hambatan tersebut dalam perdagangan akan
menentukan derajat keterbukaan pasar. Keterbukaan pasar sema-kin tinggi bila
pemerintah suatu negara menurunkan tarif (bea masuk) produk yang
diperdagangkan (tariff reduction) dan menghi-langkan hambatan-hambatan
nontarif (non tariff barriers). Hal sebaliknya terjadi bila pemerintah cenderung
menaikkan tarif dan meningkatkan hambatan nontarif.

Globalisasi di bidang perdagangan telah mendorong Indonesia untuk turut serta


menerapkan kebijakan liberalisasi perdagangan. Muncul pendapat bahwa
liberalisasi perdagangan justru akan menurunkan perekonomian. Hal ini menjadi
perdebatan karena kebijakan liberalisasi perdagangan dibuat dengan tujuan untuk
meningkatkan efisiensi perekonomian. Bagi Indonesia, liberalisasi perdagangan
menjadi tantangan sekaligus peluang untuk meningkatkan perekonomian. Karena
itu, menjadi penting untuk menganalisis bagaimana dampak liberalisasi
perdagangan terhadap perekonomian Indonesia. Berdasarkan studi empiris
sebelumnya, dilakukan analisis dengan menggunakan metode Error Correction
Model, untuk mengetahui dampak liberalisasi perdagangan terhadap perekonomian
di Indonesia selama periode tahun 2005-2015.

Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah keterbukaan perdagangan


dan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan variabel kontrol makroekonomi yang
digunakan adalah investasi dan inflasi. Data yang digunakan adalah data kuartalan
yang bersumber dari BPS dan World Bank. Adapun hasil uji empiris menunjukkan
bahwa liberalisasi perdagangan secara signifikan berdampak positif terhadap
pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 0,05. Artinya, 1 persen kenaikan
perubahan keterbukaan perdagangan menyebabkan perubahan pertumbuhan
ekonomi meningkat sebesar 0,05 persen. Jika dilihat dari nilainya, dampaknya
memang tidak terlalu besar. Tetapi, hal ini sudah cukup membuktikan bahwa
kegiatan perdagangan yang dilakukan Indonesia selama ini mampu mendorong
perekonomian. Untuk meningkatkan dampak positif ini, pemerintah perlu
melakukan reformulasi kebijakan liberalisasi perdagangan yang dapat terus
meningkatkan perekonomian Indonesia.

3. Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Pendidikan adalah salah satu sarana untuk meningkatkan kualias SDM.Untuk


meningkatkan efektivitas dan efisiensi penyelenggaraan pendidikan, perlu
ditingkatkan kualitas manajemen pendidikan. Berkaitan dengan masalah ini,
Engkoswara menyebutkan bahwa “Manajemen Pendidikan yang diharapkan
menghasilkan pendidikan yang produktif, yaitu efektif dan efisien, memerlukan
analisis kebudayaan atau nilai-nilai dan gagasan vital dalam berbagai dimensi
kehidupan yang berlaku untuk kurun waktu yang cukup di mana manusia hidup.”

Kualitas pendidikan dapat dilihat dari nilai tambah yang dihasilkan oleh
lembaga pendidikan, baik produk dan jasa maupun pelayanan yang mampu
bersaing di lapangan kerja yang ada dan yang diperlukan. Peningkatan kualitas
SDM dapat dilakukan melalui peningkatan kualitas pendidikan. Sehubungan
dengan masalah ini, Supriadi mengemukakan bahwa “Agar pendidikan dapat
memainkan perannya maka harus terkait dengan dunia kerja, artinya lulusan
pendidikan semestinya memiliki kemampuan dan keterampilan yang relevan
dengan tuntutan dunia kerja. Hanya dengan cara ini, pendidikan mempunyai
kontribusi terhadap ekonomi.”

Pengembangan SDM adalah proses sepanjang hayat yang meliputi berbagai


bidang kehidupan, terutama dilakukan melalui pendidikan. Jika dilihat dari sudut
pandang ekonomi, peningkatan kualitas SDM lebih ditekankan pada penguasaan
pengetahuan, keterampilan, dan teknologi yang dibutuhkan oleh dunia kerja dalam
upaya peningkatan efisiensi dan efektivitas proses produksi dan mempertahankan
keseimbangan ekonomi.

Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, terlebih lagi dalam menuju era
globalisasi, kita dituntut agar mampu menghadapi persaingan yang makin
kompetitif, baik di dalam maupun di luar negeri.Salah satu cara untuk
mengantisipasi persaingan yang makin kompetitif tersebut adalah melalui
peningkatan kualitas SDM yang komprehensif.Pemerintah Republik Indonesia
dalam menghadapi era globalisasi telah merencanakan peningkatan kualitas SDM
secara konseptual.Hal ini dituangkan dalam GBHN 1998 yang berbunyi
“Peningkatan kualitas SDM sebagai pelaku utama pembangunan yang mempunyai
kemampuan memanfaatkan, mengembangkan, serta menguasai ilmu pengetahuan
dan teknologi dan tetap dilandasi oleh motivasi serta kendali keimanan dan
ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa.Globalisasi makin mendorong peluang
terbukanya pasar internasional; bagi produk barang dan jasa (pendidikan).”

Sejumlah penelitian telah mengungkapkan bahwa antara pendidikan berkualitas


dengan produktivitas mempunyai korelasi yang positif.Hal ini bermuara pada
kualitas SDM yang akhirnya akan dapat memungkinkan produktivitas
organisasi.Sarah Tang, sebagaimana dikutip Supriadi (1996:57), mengemukakan
bahwa“Pertumbuhan ekonomi yang cepat di negara-negara Asia dan perubahan
progresif dalam produksi menuju industri dan jasa berteknologi tinggi
mengakibatkan meningkatnya tuntutan dari dunia usaha terhadap perlunya tenaga
(SDM) yang terampil dan terdidik (berkualitas).”

Menelaah ungkapan di atas jelaslah bahwa SDM sebagai tenaga kerja sangat
diperlukan keterampilannya dalam melaksanakan tugas peningkatan kualita
sorganisasi dan menunjang pertumbuhan ekonominya.Dalam hal ini pendidikan
juga memegang peranan penting untuk pemecahan masalah tersebut.

Era globalisasi telah berada di pangkuan kita. Persaingan yang ketat merupakan
tantangan yang makin berat. Untuk itu, tidak ada pilihan lain selain peningkatan
kualitas SDM melalui pendidikan berkelanjutan yang akan mampu menghadapi
persaingan tersebut.Untuk ini, perlu diberi bantuan kepada SDM yang
inginmeningkatkan kualitas dirinya, baik bantuan material, moral mapun spiritual.
Oleh karena itu, Peningkatan kualitas SDM merupakan keharusan yang mutlak
diperlukan dalam menghadapi era globalisasi. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas
SDM harus segera direalisasikan dalam setiap jenis dan jenjang pendidikan.

4. Kemiskinan dan Degradasi Lingkungan

Terjadinya kemiskinan massal dan kesenjangan sosial yang tajam adalah


resultan dari kerusakan nilai-nilai budaya di tingkat masyarakat lokal, bangsa dan
global. Theodore Schultz, pemenang Nobel Ilmu Ekonomi 1979, menyatakan bahwa
ilmu ekonomi hanya cocok untuk menerangkan perilaku orang kaya (Hubisch,
1999). Sebagaimana orang kaya, para pakar ekonomi umumnya sangat kesulitan
menjelaskan terjadinya gejala kemiskinan massal, dan juga kesulitan dalam
memahami perilaku orang miskin. Tidak saja di Indonesia, para ahli ekonomi
tingkat dunia pun sulit menjelaskan gejala kemiskinan dan kesenjangan yang terjadi
di masyarakat dunia ketiga dan yang tinggal di pedesaan. Hampir selalu didapatkan
bahwa di mana terjadi kerusakan lingkungan yang parah di situ pula akan dijumpai
gejala kelaparan, kerusakan, dan keterbelakangan yang parah.

Seorang analis kritis dari Bank Dunia, Grootaert (1998), menyebutkan bahwa
masalah kesenjangan sosial ekonomi dan kerusakan lingkungan berakar pada tidak
berkembangnya nilai-nilai budaya dan modal sosial dalam masyarakat setempat.
Dalam perspektif deep ecology, yang menentukan tingkat kerusakan lingkungan
adalah ideologi atau nilai-nilai (budaya) yang melatar-belakangi tindakan
masyarakat secara kolektif. Semakin tidak dapat diekpresikan ideologi dan nilai-
nilai budaya yang akrab dengan lingkungan dalam kehidupan sehari-hari, semakin
sulit dihindari terjadinya kerusakan lingkungan. Dapat dikatakan bahwa nilai-nilai
budaya adalah penentu utama seberapa jauh aktivitas suatu masyarakat akan
menimbulkan kerusakan lingkungan. Selain itu dapat dikatakan juga bahwa nilai-
nilai budaya mempunyai pengaruh sangat besar terhadap berbagai kesenja-ngan
yang bersifat multi dimensional pada suatu sistem masyarakat.

Nilai-nilai budaya yang hidup di masyarakat umumnya bukanlah nilai budaya


dasar, melainkan sudah merupakan gabungan atau komposit dari tiga atau lebih
nilai budaya dasar. Pranadji (2005) berpendapat ada 12 (dua belas) nilai budaya
dasar yang dapat digunakan untuk memprediksi atau menilai apakah suatu bangsa
atau masyarakat akan mengalami kemajuan dan keterbelakangan (Tabel 1). Nilai-
nilai budaya dasar ini dapat diterapkan dalam berbagai tingkat pelaku sosial dan
kegiatan tertentu yang dijalankan masyarakat, termasuk dalam pengelolaan
lingkungan. Baik atau buruknya pengelolaan suatu lingkungan sangat ditentukan
oleh nilai-nilai budaya dasar yang berkembang dalam suatu masyarakat. Tiga nilai
komposit, yaitu: nilai bebas korupsi, kerukunan dan kemandirian dalam
pengelolaan lingkungan.

Sebagai sumberdaya milik bersama, lingkungan dapat dijadikan salah satu basis
pengembangan nilai-nilai budaya bangsa yang kuat. Pengelolaan lingkungan
berbasis masyarakat secara strategis dapat diarahkan pada perwujudan nilai
keadilan dan kerukunan. Dalam perspektif jangka panjang, pengelolaan lingkungan
yang baik merupakan persyaratan bagi terwujudnya kemandirian suatu bangsa
yang didukung berbagai komunitas lokal yang kuat. Sebagian fungsi lingkungan
dapat diarahkan untuk mendukung kegiatan ekonomi masyarakat, misalnya untuk
pengembangan eko-tourisme berporos pada budaya lokal. Oleh sebab itu, selain
nilai bebas korupsi dan kerukunan, pengelolaan lingkungan juga dapat diarahkan
untuk mewujudkan kemandirian suatu masyarakat kecil yang tersebar diberbagai
sudut tanah air.

Kerusakan lingkungan yang terjadi secara massif pada berbagai tempat di


hampir segala penjuru tanah air menunjukkan bahwa kemampuan masyarakat
Indonesia dalam melakukan pengelolaan lingkungan atau sumberdaya milik
bersama (common property) sangatlah lemah. Hal ini sekaligus menunjukkan
bahwa dari tingkat nasional hingga tingkat komunal telah terjadi kerusakan nilai
budaya. Nilai budaya (komposit) yang sangat tinggi tingkat kerusakannya adalah
nilai keadilan (bebas korupsi) dan kerukunan (solidaritas atau kegotong-royongan).
Sedangkan nilai kemandirian juga lemah, namun dikaitkan dengan kerusakan
lingkungan tingkat kerusakannya relatif kecil.

Dalam rangka menjadikan bangsa Indonesia sebagai bangsa besar di abad 21,
sesuai cita-cita pendiri republik ini, diperlukan penguatan (kembali) nilai-nilai
budaya bangsa. Penguatan nilai budaya ini diawali dari memodernisasi nilai-nilai
budaya lokal. Kekayaan dan keragaman nilai-nilai budaya lokal, yang telah
diperkaya dan disesuaikan dengan dinamika masyarakat masa kini dan mendatang,
merupakan modal budaya yang masih mungkin diperbaharui untuk membangun
Indonesia sebagai bangsa besar di abad 21.
PENUTUP

Era globalisasi membuka mata kita untuk melihat ke masa depan yang penuh
tantangan dan persaingan. Era kesejagatan yang tidak dibatasi waktu dan tempat
membuat SDM yang ada selalu ingin meningkatkan kualitas dirinya agar tidak
tertinggal dari yang lain.

Pendidikan yang tidak fungsional dan pelatihan yang tidak menunjang


peningkatan kualitas sumber daya manusia hanya akan mengikis kemandirian
bangsa dari dalam. Pelemahan kemandirian dan daya saing pada gilirannya makin
memicu ketergantungan bangsa terhadap luar negeri dan menghebatnya eksploitasi
antarelemen masyarakat di dalam negeri.

Dalam skala mikroskofis, eksploitasi terjadi dalam bentuk ketergantungan


masyarakatdesa terhadap struktur perekonomian kota. Penerapan prinsip, asumsi,
dan pendekatan MSDM di Daerah semakin pentingdalam usaha meningkatkan
kualitas sumber daya aparatur pemerintah di Daerah.

Pengembangan SDM di Daerah sangaterat kaitannya dengan sistemhukum


kepegawaian serta model pelatihan dan pengembangan pegawai. Oleh karena itu,
diperlukan transformasi dalam model pelatihan dan pengembangan ke arah
pelatihan dan pengembangan yang berorientasi pada prestasi dan kebutuhan
pelatihan.
SUMBER

https://medium.com/@cindytiarudianto/regionalisme-39de959604f2

https://kanshaforlife.wordpress.com/2012/10/27/teori-regionalisme/

https://analisaaceh.com/pengaruh-globalisasi-terhadap-nilai-moral-suatu-bangsa/

https://cerdasco.com/liberalisasi-perdagangan/

https://www.kompasiana.com/rachmihf/5bc59ec2677ffb450120d3a9/konsep-
liberalisasi-dan-privatisasi-di-indonesia-dalam-pasar-global?
page=all#:~:text=Liberalisasi%20perdagangan%20(trade%20liberalization)
%20adalah,impor%20atau%20hambatan%20perdagangan%20lainnya.

https://jurnal.dpr.go.id/index.php/kajian/article/view/1497

https://www.kompasiana.com/muhammadsyukri/550e472e813311b62cbc62ad/
kemiskinan-penyebab-kerusakan-lingkungan-hidup

https://analisadaily.com/berita/arsip/2017/11/3/444476/kemiskinan-penyebab-utama-
kerusakan-lingkungan/

Anda mungkin juga menyukai