Anda di halaman 1dari 2

BENUANG SAKTI DAN BERUK RAKSASA

Tersebutlah Pat Bikau (4 orang buku), empat kakak beradik (Bikau Bermano, Bikau
Bembo, Bikau Bejenggo dan Bikau Sepanjang Jiwo) Di tanah Renah Sekelawi, keempatnya
diserahi jabatan sebagal raja dan mempuyai wilayah serta rakyat masing-masing oleh Ajal-ajai
(pimpinan) di Renah Sekalawi.

Pada suatu ketika, kerajaan bikau ditimpa musibah yakni wabah penyakit. Banyak
penduduk yang menjadi korban. Tidak ada yang tahu penyakit itu dan tidak ada yang sanggup
mengobatinya. Penyakit itu kali menyebar di Bikau lalu menyebar diseluruh Renah Sekelawi.

Oleh karena itu, Pat Bikau mengadakan sidang darurat membahas cara penanggulangan
wabah penyakit ganas tersebut. Para ahli nujum disana, penyakit itu berasal dari seekor beruk
raksasa putih dan tinggal di pohon besar yaitu pohon benuang sakti. Jika beruk raksasa berbunyi.
negeri yang ada di hadapan beruk itu akan terkena panyakit ganas dan mematikan. Namun para
ahli nujum tidak dapat menyebutkan letak Benuang Sakti dan dilakukan tugas pencarian oleh
anak buahnya.

Setelah berhari-hari, pada hari 27, anak buaha Bikau Bermano berhasil menemukan
pohon Benuang Sakti. Segerahlah mereka menebang pohon. Akan tetapi pohon tak mau juga
roboh. Semakin ditebang pohon tersebut malah akan semakin besar. Berbagai upaya yang
dilakukan tetapi pohon itu tetap utuh, tumbuh dan semakin kokoh.

Tibalah anak buah Bikau Bembo di tempat pohon besar itu. Lalu disusul anak byah Bikau
Sepanjang Jiwo, Bikau Bejenggo. Bikau Sepanjang jiwo mengatakan "Bie puise keme berubeul-
ubeul, uyo mako betemau" ( Duhal telah puas kami berduyun-duyun mencari, sekarangah baru
bertemu).

Anak buah Bikau Sepanjang Jiwo spontan menjawab "pio ba kamu talebong" (disinilah
kiranya saudara-saudara berkumpul). Setelah semua berkumpul, diadakan pertemuan membahas
cara menebang pohon besar Itu Selanjutnya, secara bergiliran anak buah Bikau Sepanjang Jiwo,
Bikau Bejenggo dan Bikau Bejenggo mengayun kapak.

Namun sama hasilnya seperti yang dilakukan anak buah Bikau Bermano. Pohon itu tidak
bisa roboh dan tambah besar. Pat Bikau menyadari peristiwa tersebut dan mohon petunjuk
kepada Sang Hyang. Selama tujuh hari tujuh malam. Akhirnya didapat petunjuk untuk bisa
menebang pohon Benuang harus ada korban yaitu tujuh gadis perawan. Anak buah Bikau Bembo
yang datang diberi tugas mencari ketujuh gadis itu. Setelah ditemukan, mereka bingung dan
khawatir gadis-gadis tersebut mati tertimpa pohon Beenuang Sakti.

Mereka bermusyawarah lagi membahas upaya agar gadis-gadis itu tidak mati. Cara yang
dianggap paling tepat adalah dengan membangun parit sepanjang Sembilan hasta, sedalam
Sembilan hasta dan begitupun dengan lebarnya. Bagian atas parit dututup dengan batang-batang
kayu dengan gadis-gadis yang telagh disuruh masuk ke parit. Selanjutlah, mereka menebang
pohon itu dan berhasil roboh. Namun, beruk putih di pohon menghilang Seketika, musibah
penyakitpun sirna
Sejak peristiwa itu, Para Petualai (marga) memberi nama petualai- petualai merekasesual
dengan pembagian tugas saat menebang pohon. Petualai Bikau Bembo sebagai Jurukalang,
Petulai Bikau Sepanjang Jiwo diberi nama Tubeui (berduyun-duyun), Bikau Bejenggo diberi
nama Selupuel (bertumpuk-tumpuk) dan Bikau Bermani berasal dari Bermani (brem manis).

Sejak saat itu pula, nama Renah Sekelawi berubah menjadi Lebong. Berasal dari kata plo
ba kamu telebong"(berkumpul) Nama itulah yang dipakai hingga sekarang sebagai tanah leluhur
suku bangsa Rejang yang merupakan 80 % dari penduduk Bengkulu Kejadian ini terjadi saat
pengaruh kebudayaan Hindu (1377-1389).

Anda mungkin juga menyukai