Anda di halaman 1dari 3

OPPORTUNITIES AND CHALLENGES GREEN COSMETIC

Yusra Yani Harahap1


Dewi Sartika Hasibuan2
Mhd. Sudepman Rohim Tarigan3
Lutfiah irwani saragih4
Ersa Velia Ramadhani5
Alifian Aiman6
Fiqi Ardiansyah Siregar7

Program Studi Akuntansi Syari’ah


Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, Medan,
Indonesia
email: fiqiardiamsyah@gmail.com

Latar Belakang
Perkembangan ilmu kosmetik serta industrinya baru dimulai secara besar-
besaran pada abad ke-20, sehingga saat ini kosmetik menjadi salah satu bagian
dunia usaha. Di Indonesia, produk kosmetik yang diklain tertua adalah Viva, yang
diproduksi semenjak 1962. Selanjutnya diantaranya diikuti dengan kehadiran
produk dan merek kosmetik lain seperti Fanbo (1968), Marcks (1971), Sariayu
(1977), Purbasari (1993), Wardah (1985). Dari yang awal mulanya memiliki
standar kecantikan dengan riasan kulit muka bercahaya tanpa pori - pori, bedak
muka putih digunakan untuk membuat kulit menjadi berwarna putih pucat, perona
pipi, memiliki bentuk alis melengkung, serta bibir pink yang sehat. Sampai wanita
kemudian mulai menyukai penggunaan make up praktis yang cepat tapi nyaman.
Sehingga muncul lah kosmetik dan variasi produk perawatan kulit di pasaran.
Kemudian mengalami perkembangan dengan diproduksinya foundation, eyeliner,
mascara, eyeshadow, serta pomade/minyak rambut bagi pria.
Di Indonesia, dalam hal pemilihan produk kecantikan adalah sesuatu yang
mudah namun ada beberapa hal yang menyebabkan pemilihan menjadi susah.
Karena, jika salah dalam memilih produk kecantikan, maka dapat berakibat yang
cukup fatal bagi kesehatan dan keindahan kulit konsumen serta dampak
lingkungan yang ditimbukan dari sampah kemasannya. Sehingga dengan risiko
terhadap kesehatan manusia dan lingkungan yang ditimbulkan oleh kosmetik,
akhirnya konsep Going Green mendapatkan momentumnya dengan mengikuti
prinsip-prinsip Kimia Ramah Lingkungan.
Kepedulian konsumen terhadap lingkungan semakin meningkat seiring
berjalannya waktu. Pola pembelian kosmetik mereka pun berubah. Padahal
banyak perusahaan yang merasa enggan menerapkan green marketing dalam
memasarkan produknya dikarenakan produk yang ramah lingkungan pada
umumnya akan dijual dengan harga yang cukup tinggi. Sedangkan mayoritas
konsumen tidak ingin membayar lebih untuk hal tersebut sehingga dapat
menyebabkan ketidakseimbangan antara pengeluaran dan pemasukan perusahaan.
Belum lagi tantangan yang terjadi di dalam memasarkan green marketing adalah
masyarakat yang sebenarnya tidak terlalu paham mengenai apa yang sedang
terjadi di lingkungan sekitarnya terutama mengenai permasalahan green
marketing.
Penelitian yang membahas tentang kosmetik ramah lingkungan yaitu,
(Camilla Custoias Vila Franca dan Helene Mariko Ueno, 2020) Identifikasi
keterbatasan dan perspektif terhadap kosmetik ramah lingkungan dapat dianggap
sebagai langkah pertama untuk mengatasi kesulitan-kesulitan peraturan
pemerintah dibeberapa negara, mendorong penyebaran produk-produk ini dan
memaksimalkan potensinya dalam mengurangi risiko terhadap kesehatan manusia
dan lingkungan yang ditimbulkan oleh kosmetik, dengan mengikuti prinsip-
prinsip Kimia Ramah Lingkungan. Kesadaran konsumen seiring berjalannya
waktu semakin meningkat dalam menggunakan produk dengan terlalu banyak
bahan kimia memberikan kerugian yang besar untuk diri sendiri maupun
masyarakat pada umumnya, dengan itu konsumen memilih produk yang ramah
lingkungan meskipun mengeluarkan budget yang lebih tinggi. (Vlosky, Ozanne,
dan Fontenot, 1999). Niat konsumen biasanya timbul dari rasa peduli terhadap
lingkungan. Konsumen yang memiliki keasadaran linggi terhadap isu lingkungan
akan memiliki sikap positif terhadap produk ramah lingkungan (Raissa Aura
Fakhrunissa,Lusianus Kusdibyo, Rafiati Kania,2020).

Anda mungkin juga menyukai