Drama Pertempuran Surabaya
Drama Pertempuran Surabaya
Prolog :
“Perang Surabaya November 1945 merupakan pertempuran besar yang mempertemukan
antara keberanian rakyat Indonesia, persatuan bangsa Indonesi, kegagalan Intel
Inggris,cerobohnya Belanda, naifnya pemimimpin Republik Indonesia di Jakarta, dan sumber
semangat bagi pejuang baik di dalam negeri maupun di luar negeri.”
Dialog:
Setelah kekalahan pihak Jepang, rakyat dan pejuang Indonesia berupaya melucuti
senjata para tentara Jepang. Maka timbullah pertempuran-pertempuran yang memakan
korban di banyak daerah. Ketika gerakan untuk melucuti pasukan Jepang sedang berkobar,
tanggal 15 September 1945, tentara Inggris mendarat di Jakarta, kemudian mendarat di
Surabaya pada 25 Oktober 1945. Tentara Inggris datang ke Indonesia tergabung dalam
AFNEI (Allied Forces Netherlands East Indies) atas keputusan dan atas nama Blok Sekutu,
dengan tugas untuk melucuti tentara Jepang, membebaskan para tawanan perang yang
ditahan Jepang, serta memulangkan tentara Jepang ke negerinya. Namun selain itu tentara
Inggris yang datang juga membawa misi mengembalikan Indonesia kepada administrasi
pemerintahan Belanda sebagai negeri jajahan Hindia Belanda. NICA (Netherlands Indies
Civil Administration) ikut membonceng bersama rombongan tentara Inggris untuk tujuan
tersebut. Hal ini memicu gejolak rakyat Indonesia dan memunculkan pergerakan perlawanan
rakyat Indonesia di mana-mana melawan tentara AFNEI dan pemerintahan NICA.
A.W.S Mallaby : “Wellcome to Surabaya.”
Istri Mallaby : “Sayang, untuk apa lagi kita kemari?”
A.W.S Mallaby : “Kita akan menguasai negeri ini sayang.”
Istri Mallaby : “Apa kau yakin sayang?”
A.W.S Mallaby : “Kau meragukanku?”
Istri Mallaby : “Bukan begitu maksudku sayang.”
A.W.S Mallaby : “Kau tenang saja sayang, kita akan menjadi orang terkaya jika kita mampu
menguasai negeri ini sayang.”
Istri Mallaby : “Sungguh?”
A.W.S Mallaby : “Tentu saja.”
Gubernur Jawa Timur pun segera mendengar kabar kedatangan pihak Inggris di
Surabaya. Gubernur R.M.T.A Suryo segera menemui Mallaby dan pasukannya.
A.W.S Mallaby : “Selamat datang Gubernur, mari silahkan masuk.”
Gubernur Suryo : “Aku tidak akan berbasa-basi denganmu.”
A.W.S Mallaby : “Aku tak mengerti maksud Gubernur, duduklah sebentar Gubernur.”
Gubernur Suryo : “Apa maksud kedatanganmu ke bumi Surabaya.”
A.W.S Mallaby : “Aku hanya ingin jalan-jalan bersama istriku tersayang.” (merangkul sang
istri)
Gubernur Suryo : “Jangan bohong kau Mallaby, lagi pula kau datang tanpa izinku, kau datang
sebelum kau meminta izin pada rakyatku.”
A.W.S Mallaby : “Segitu pentingkah, sehingga aku harus meminta izin padamu dan
rakyatmu?”
Gubernur Suryo : “Aku rasa kamu tidak lupa, bahwa kamu sedang berada di bumi kami.”
A.W.S Mallaby : “Ooooh tenanglah Gubernur, kita bisa membicarakan hal ini.”
Gubernur Suryo : “Silahkan kau angkat kaki dari negeri kami.”
A.W.S Mallaby : “Sudah.”(mengangkat kedua kakinya)
Gubernur Suryo : “Aku tak punya waktu untuk bermain-main denganmu.”
Istri Mallaby : “Tenanglah gubernur, suamiku hanya bercanda.”
A.W.S Mallaby : “Benar sayang, mari kita rundingkan hal ini”
Gubernu Suryo dan A.W.S Mallaby pun segera melakukan perundingan, mereka pun
menyepakatinya dalam suatu perjanjian.
A.W.S Mallaby : “Silahkan duduk Gubernur.”
Gubernur Suryo : “Apa sebenarnya niatmu kemari?”
A.W.S Mallaby : “Tenanglah sejenak Gubernur, aku hanya ingin jalan-jalan saja.”
Gubernur suryo : “Aku tak percaya padamu dan aku ingin secepatnya kau pergi dari sini.”
A.W.S Mallaby : “mengapa kau tak mempercayaiku Gubernur?”
Gubernur Suryo : “Karena kau datang bersama NICA.”
A.W.S Mallaby : “Baiklah agar kau percaya, bagaimana jika kita melakukan perjanjian saja
Gubernur?”
Gubernur Suryo : “Baik, ajudan segera tulis isi perjanjian ini.”
Ajudan : “Siap laksanakan Gubernur.”
A.W.S Mallaby: “ baiklah, isi perjanjiannya adalah 1) Pasukan Inggris akan melucuti senjata
Jepang. 2)Inggris tidak akan mengikuti angkatan perang Belanda. Dan 3) Kita akan
menjalin kerja sama sama untuk menciptakan keamanan. Bagaimana kau setuju?”
Gubernur Suryo : “Baik, aku terima.”
Gubernur Suryo dan A.W.S Mallaby pun segera menandatangi perjanjian tersebut.
Dan pemerintah Jawa Timur memberikan izin kepada pihak Inggris untuk memasuki wilayah
Surabaya.
Namun, setelah diperkenankan memasuki Kota Surabaya pada tanggal 26 Oktober
1945 pihak Inggris ternyata mengingkari perjanjian yang telah disepakati bersama dengan
pemerintah Jawa Timur.
Rakyat 1 : “Sepertinya Inggris mulai mengingkari perjanjiannya dengan pemerintah.”
Rakyat 2 : “ Maksudmu apa?”
Rakyat 1 : “Ya, Inggris sedang bermain api dibelakang kita, dengan bekerja sama dengan
Belanda dan berniat menghancurkan kita.”
Rakyat 2 : “Jadi,Inggris membohongi pemerintah dong.”
Rakyat 1 : “Sepertinya begitu, sungguh culas mereka hingga dapat membohongi pemerintah
dan seluruh rakyat.”
Rakyat 3 : “Mengapa kau bisa berkata demikian?”
Rakyat 1 : “Bagaimana tidak, wong Inggris melakukan penyerbuan penjara Kalisosok untuk
membebaskan tawanan Belanda dan pegawai RAPWI yang di tawan oleh Republik
Indonesia.”
Rakyat 2 : “Penduduk Inggris juga menempati beberapa tempat strategis di Surabaya.”
Rakyat 3 : “Sepertinya mereka mau menikam kita dari belakang. Kita harus segera
memberitahukan Gubernur.”
Rakyat 1 : “Kau benar, apalagi kini pihak Inggris menyebarkan pamphlet yang isinya agar
tentara keamanan rakyat (TKR) yang menguasai senjata diserahkan kepada sekutu.”
Rakyat 3 : “Kalau begitu kita harus ke gubernur sekarang.”
Rakyat 2 : “benar.”
Rakyat pun segera menemui Gubernur Suryo dan melaporkan Pengingkaran yang
dilakukan oleh pihak Inggris.
Gubernur Suryo : “Apa? Benarkah itu semua.”
Rakyat 1 : “Benar Gubernur, hamba lihat sendiri selebarannya gubernur.”
Gubernur Suryo : “Apa mau mereka sebenarnya?”
Rakyat 3 : “Sepertinya mereka ingin menguasai kembali daerah Surabaya dengan bergabung
bersama Belanda Gubernur.”
Gubernur Suryo : “Ini tidak bisa dibiarkan, kita harus segera berhati-hati dan mempersiapkan
diri untuk segala kemungkinan yang akan terjadi.”
Rakyat 2 : “Benar Gubernur, nampaknya Inggris berniat bermain di belakang kita.”
Rakyat 3 : “Mereka bergerak pelan tapi pasti gubernur.”
Gubernur : “Segera beritahukan seluruh rakyat untuk waspada dan aku akan menemui pihak
Inggris.”
Rakyat : “Siap laksanakan gubernur.”
Rakyat 3 : “Kami mohon diri gubernur.”
G. Suryo : “baik.”
Melihat perilaku Inggris tersebut Gubernur Suryo dan rakyat Surabaya sangat marah.
Gubernur suryo pun segera menemui Mallaby dan pasukannya.
G. Suryo : “Apa maksudmu menyebarkan pamphlet itu?”
Mallaby : “tenanglah, ini hanya salah paham.”
G. Suryo : “Salah paham bagaimana?”
Inggris 1 : “Salah paham karena kau telah mempercayai kami.”
G. Suryo : “Apa maksudmu?”
Inggris 1 : “ Dasar tolol.”
G.Suryo : “jaga ucapanmu.”
Inggris 1 : “Hahaha nanti kau juga akan mengetahuinya gubernur.”
A.W.S Mallaby : “Tenanglah Gubernur ia hanya bercanda.”
G. Suryo : “segera kau dan pasukanmu angkat kaki dari sini.”
Inggris 1 : “kami tidak akan pergi Gubernur.”
Suasana makin memanas. Amarah rakyat tak dapat dibendung. Pertempuran demi
pertempuran pun semakin hari semakin sering terjadi.
Di sisi lain pihak Inggris segera membebaskan pasukan Belanda yang ditawan oleh
rakyat Surabaya. Banyak pasukan Belanda yang dibebaskan dan lupa diri. Mereka pun
berniat untuk menjatuhkan Surabaya dan mengembalikan Surabaya ke tangan mereka.
W.S Mallaby : “ Prajurit segera bersiap! Kita akan membebaskan Belanda.’’
Inggris 2 : “ Buat apa kita membebaskan mereka Jendral? apakah tidak lebih menguntungkan
jika kita berjalan sendiri?”
W.S Mallaby: “Tidak, kita akan tetap berjalan bersana mereka.”
Inggris 2 :”Tapi Jendral?”
W.S Mallaby:”Jangan banyak bicara kamu,kerjakan saja perintahku.”
Inggris 2 : “Siap Jendral.”
( Inggris 2 pun segera pergi untuk mempersiapkan keperluan)
Istri : “Sabar honey, jangan marah-marah terus nanti kamu akan cepat tua,”
(merapikan baju W.S Mallaby)
W.S Mallaby : “prajurit seperti dia itu tak pantas untuk dihaluskan.”
Istri : “ Jangan seperti itu, tanpa dia kau tidak akan bisa menguasai negeri ini sayang. Lantas
jika dia tidak pantas dihaluskan, bagaimana dengan diriku? ”
W.S Mallaby : “ Aku akan tetap memperlalukanmu seperti seorang dewi, istriku.”
Setelah sampai di tempat tahanan Belanda, pasukan Inggris segera membebaskan para
interniran perang Belanda.
Belanda 1 : “Sepertinya ada yang kemari jendral.”
Ploegman : “Mau apa lagi mereka, apa mereka fikir kita ini binatang. Seenaknya saja mereka
mengurung kita di tempat seperti ini.
Belanda 2 : “Dasar bangsa keparat.”
Belanda 1 : “Mereka semakin dekat jendral.”
W.S Mallaby : “Selamat siang partner.”
Belanda 2 : Mau apa kau kesini Inggris?”
W.S. Mallaby : “Ooo… kau cukup keras orangnya Belanda. Tenang kawan kami tidak akan
menyusahkannu. Tapi, sayangnya saya tak punya urusan dengannu prajurit. Bawa Poleigman
padaku.”
Belanda 1 : “Mau apa kau Inggris?”
W.S mallaby : “ Sudahku katakan itu bukan urusannmu. Aku tak punya kepentingan dengan
prajurit sepertimu?”
Belanda 2 : “Ada bangsa Inggris yang mencarimu jendral.”
Ploegman : “ Mau apa mereka kemari?”
Belanda 2 : Ntahlah Jendal, mereka tak mau memberitahukan kepada kami apa maksud
kedatanngan mereka Jendral.”
Ploegman dan prajuritnya pun segera menemui pasukan Inggris.
Ploegman : “ Ada keperluan apa Mallaby?
W.S Mallaby : “ Tidak ada apa-apa. Aku hanya ingin membebaskanmu dan para prajuritmu
dari tempat ini.”
Belanda 2 : “Mengapa kamu ingin membebaskan kami?”
W.S Mallaby : “Huuuhh, aku rasa sudah sepantasnya kami membebaskan kalian .”
Belanda 1 : “ Jangan bohong kau Mallaby.”
Ploegman : “ Jangan kau buang kesempatan ini prajurit.”
Belanda 2 : “ Tapi Jendral.”
Ploegman : “ silahkan kau membebaskan kami Inggris .”
Pasukan Inggrispun segera membebaskan interniran Belanda yang dipenjarakan oleh Bangsa
Indonesia. Para Interniran belandapun segera menuju hotel Yamato. Bangsa Belanda
langsung mengadakan pesta kebebasan mereka dan tentara Belanda berniat untuk mengganti
nama hotel Yamato menjadi Hotel Oranje.
Ploegman : “ Mari bersulang untuk kebebasan kita.”
Belanda 3 : “Benar Jendral, kita harus merayakan kebebasan kita dan ancaman terror untuk
Surabaya.”
(bergaya sombong)
Istri Ploegman : “ Sayang, apa rencanamu setelah ini?”
Ploegman : “ Jangan membicarakan hal itu dulu istrike, saat ini adalah waktu kebebasan
kita.”
Istri Ploegman : “ Tapi.. sayang.”
Ploegman : “Sudahlah sayang, ini adalah waktu bersenang-senang. Jangan memikirkan yang
lain, semua ada waktunya sayang.”
Istri Polegman : “ Aku hanya tak ingin kita terlambat dan terpenjara lagi sayang, aku tak mau
itu.”
Ploegman : “ tenanglah dinda, rakyat Surabaya tak akan bisa menangkap kita. Kita akan
merebut kembali kejayaan kita dinda.”
Istri Ploegman : “ Benarkah? Apakah kau bisa berjanji padaku akan hal itu?”
Ploegman : “ Iya sayang, aku berjanji atas cintaku padamu.”
Sekelompok orang Belanda di bawah pimpinan Mr. W.V.Ch Ploegman pada sore hari
tanggal 18 September 1945, tepatnya pukul 21.00, mengibarkan bendera Belanda (Merah-
Putih-Biru), tanpa persetujuan Pemerintah RI Daerah Surabaya, di tiang pada tingkat teratas
Hotel Yamato, sisi sebelah utara.
Ploegman : “Prajurit..”
Belanda 3 : “Siap kapten..”
Ploegman : “Segera siapkan bendera sekarang juga..”
Belanda 3 : “Siap langsanakna kapten.”
Istri Ploegman : “ Rencana apa yang akan kau lakukan sayang?”
Ploegman : “ aku akan mengibarkan kembali bendera Belanda di Hotel ini.”
Istri Ploegman : “ Sekarang Surabaya akan tau siapa yang berkuasa.”
Ploegman : “ kau benar dinda.”
Belanda 3 : “Lapor kapten, bendera telah siap.”
Ploegman : “ Segera kibarkan bendera di tiang teratas hotel ini!”
Belanda 3 : “Siap kapten.”
Ploegman dan pasukannya pun segera mengibarkan bendera Belanda di atas hotel
Yamato. Keesokan harinya para pemuda Surabaya melihatnya dan menjadi marah karena
mereka menganggap Belanda telah menghina kedaulatan Indonesia, hendak mengembalikan
kekuasan kembali di Indonesia, dan melecehkan gerakan pengibaran bendera Merah Putih
yang sedang berlangsung di Surabaya.
Rakyat 5 : “ Opo iku? ” (bingung)
Rakyat 6 : “Ono opo lek? “
Rakyat 5 : “Iku lho de, ono bendera londo neng Hotel Yamato.”
Rakyat 6 : “ Yo ora mungki tho lek, wong londone neg penjara.”
Rakyat 5 : “ lha iyo yo, lha iku opo tho de?” (menunjuk kea rah bendera)
Rakyat 6 : “ Walah lha iyo yo, wes oraniso dikandani iki Londo. Se’enak udele dewe.
Deknen kiro, deknen iku sopo tho. Seenak’e dewe.”
Rakyat 7 : “ Ono opo lek?”
Rakyat 5 : “ Iku londone wes koyo juragan jengkol, asal ngibarin benderane. Deknen kiro iki
belanda opo. Iki Surabaya dudu Belanda.”
Rakyat 6: “ Wes, pun kurang ajar iki Londo.”
Rakyat 7 : “ Gebleg tenan rek. Opo maune iki londo.”
Rakyat 8 : “ Jenang ketan makane panas-panas, Londone edan harus diberantas .”
Rakyat 7 : “ Ngelecehin tenan iki Londo, ora iso ngehargai orang. Koyo uwong ora
berpendidikan ae. Ngakune ae pinter tapi bodo yo ora mundak-mundak to.”
Rakyat 8 : “ Wes kurag ajar tenan lah. Ora ngerti kedaulatan Negara. Asal mau ngejajah aja.
Emang’e negarane semiskin opo tho? Ko’ yo masih arep ngejajah Suroboyo.”
Rakyat 7 : “ Arep nyang ngendi de?”
Rakyat 5 : “ nang Rasiden Sudirman, arep ngelapor ben iso ngelabrak iku londo edan.”
Rakyat 8 : “ Ati-ati de. Yo wes, ayo kita siapin bamboo runcing. Kita berantas iku Londo-
londo.’
Rakyat 6 : “ Aku arep kasih tau yang lain dise’ “
Sesampainya di Rasiden Surabaya, Rasiden Sudirman pun ikut marah karena telah
muncul maklumat pemerintah Indonesia tanggal 31 Agustus 1945 yang menetapkan bahwa
mulai 1 September 1945 bendera nasional Sang Saka Merah Putih dikibarkan terus di seluruh
wilayah Indonesia, gerakan pengibaran bendera tersebut makin meluas ke segenap pelosok
kota Surabaya.
Rakyat 9 : “ Arep ketemu sopo de?”
Rakyat 5 : “ Rasiden Sudirmane ono?”
Rakyat 9 : ”Ono de, silahkan masuk de.”
Rakyat 5 :”Matursuwun.”
Rakyat 9 : “ sami-sami.”
Di dalam ruangan rasiden Sudirman.
Rakyat 5 : “Assalamualaikum.”
Sudirman : “ Waalaikumussalam wr.wb. ono opo de?”
Rakyat 5 : “Saya kemari ingin melaporkan bahwa Pasukan Belanda telah mengibarkan
bendera kebangsaannya di atas hotel Yanamo, rasiden.”
Sudirman : “Mengapa mereka berani-beraninya mengibarkan bendera mereka di Suroboyo.
Tidakkah mereka tau bahwa sudah ada perintah dari Jakarta untuk mengibarkan bendera
merah putih.”
Rakyat 7 : “Maaf rasiden, tapi sepertinya mereka ingin menguasia Surabaya lagi.”
Sudirman : “Baik, bersiaplah saudara. Kita akan menemui pihak Belanda di hotel Yamato.”
Sudirman yang dikawal Sidik sdan Haryono segera menuju Hotel Yamato dengan
membawa surat perintah 1 September 1945 mengenai Bendera Merah Putih.
Sesampainya di Hotel Yamato telah banyak rakyat Surabaya yang berkumpul dan
bernit untuk membakar hotel Yamato.
Rakyat 9 : “Rasiden Sudirman datang.”
(semua menoleh ke arah Sudirman).
Rakyat 4 :”Ayo kita bakar saja hotel Yamato ini.”
Rakyat 5 : “Benar, biarkan saja londo-londo itu ikut terpanggang di dalamnya.”
Sudirman ; “Tenang saudara-saudara. Kita harus bisa menahan amarah kita.”
Rakyat 2 : “Tapi rasiden, mereka telah menginjak-injak harga diri kita.”
Sidik : “Kita harus berpikir dengan tenang dan jernih.”
Rakyat 5 : “ahh kelaan..”
Hariyono : “Kalau kita asal bunuh dengan kekerasan. Apa bedanya kita dengan mereka. Kita
inii bukan tukang jagal sepererti mereka. Kita tidak boleh gegabah dalam mengambil
keputisan.”
Sudirman : “tenanglah saudara-saudara, kita pasti bisa menurunkan bendera itu. Sekarang
kami akan menemui pihak belanda saya harap saudara-saudara bisa tenang sedikit.”
Sudirman, Sidik, dan hryono pun segera masuk ke dalam hotel yamato. Namun, pada
saat sedang berada di dalam hotel mereka ditertawai oleh pasukan Belanda yang tengah
menyiapkan acara pesta.
Belanda 3 : “coba lihat teman-teman, kita kedatangan tamu istimewa.”
Belanda 1 : “Mau apa kau datang kemari cecunguk?”
Belanda 2 : “Jangan seperti itu, apakah kau mau ikut minum bersama kami?”
Sudirman : “Mana pimpinan kalian?”
Belanda 3 : “Pimpinan kami? Sepertinya dia lagi menyiapkan strategi untuk membunuhmu.
Haha.”
Sidik : “Jangan banyak bicara kamu, cepat panggil pemimpinmu.”
Belanda 2 : “Uuuu, jangan marah seperti itu sayang. Jangan berani-berani menantang kami.”
Hariono : “Cepat panggil pemimpinmu kemari !”
Sudirman : “mana pemimpin Belanda di sini?’’ (kedua tangan di pinggang)
Ploegman : “ Saya, kamu mau apa?”
Sudirman : “Kamu bisa baca ini?”
Ploegman : “peduli apa saya dengan kertas rongsok itu, nggak ada gunanya. Mau apa kau!”
(sampil menepis kertas yang dibawa sudirman. Hinggakertas tersebut jatuh ke lantai)
Sudirman : “Kami mau kau turunkan bendera Belanda saat ini juga.”
Ploegman : “ Mimpi.”
Sidik : “Apa kau bilang? Mimpi? Dasar biadab!”
Haryono : “Ini Negara kami,tidak sepantasnya kamu mengibarkan benderamu di Negara
kami.”
Sidik : “Kau mau turunkan bendera itu sekarang juga, atau…”
Belanda 1: “ Atau apa ? jangan coba-coba mengancam kami.”
Haryono : “Jika kalian tidak mau menurunkan bendera itu baik-baik, kami yang akaan
menurunkan sendiri bendera itu secara paksa.”
Belanda 3 : “ Kamu kira kamu mampu? Orang sepertimu itu hanya besar mulut saja.”
Ploegman : “jangan kira kami akan menuruti cecunguk macam kalian “
Sidik : “ Kurang ajar. Mati kau Ploegman .”
(Sidik pun segera mencekik leher Ploegman)
Ploegman pun segera mengeluarkan pistol dari dalam sakunya dan menembak sidik
dari belakang. Sidikpun meninggal di tempat. Sudirman dan Haryono pun tak lepas dari
pengeroyokan. Mereka pun bergegas lari keluar Hotel Yamato.
Rakyat 1 : “Ada apa rasiden? Mengapa anda keluar? Bendera Belanda masih berkibar.”
Haryono : “ Situasi di dalam semakin memanas, Sidik tertembak mati.” (Terengah-engah)
Rakyat 2 : “ Kita tidak boleh menyerah, ayo kita serang..MERDEKA..”
Rakyat 7 : “ Merdeka… kita harus berantas para penyakit di Surabaya.”
Rakyat 8 : “Akan ku bunuh kau Ploegman.”
Rakyat 9 : “Akan ku buat kau menyesal Belanda.”
Rayat 4 : “ Merdeka !!! Serbuuuuuuuuuuuu ……….”
(arek-arek Surabaya pun segera lari sambil mengacungkan bamboo runcing mereka).
Sudirman : “Sebaiknya kita ikut kedalam.”
Haryono : “ Benar rasiden “
(Sudirman dam haryono pun kembali masuk ke dalam Hotel yamato).
Para pemuda menerobos masuk dan terjadilah perkelahian seperti di bar-bar, beberapa
orang belanda digebuki hingga mati. Ploegman pun jatuh bersimbah darah dengan luka
tusukan di perutnya, sehingga ploegman pun meninggal dalam insiden tersebut.
Di luar keadaan semakin memanas, beberapa orang pemuda naik ke atas dan merobek
warna biru bendera Belanda, lalu mengibakan sisa robekan bendera itu: Merah Putih, sekejap
rakyat Surabaya terdiam lalu menangis, beberapa diantara mereka dengan semangat
menyanyikan lagu Indonesia Raya dengan suara gemetar. Hari itu rakyat Surabaya memiliki
keIndonesiaannya.
Sejak Insiden Yamato itu kemudian pemuda menyerang pos-poss militer sekutu.
Perang kecil-kecilan terjadi, barulah pada akhir Oktober 1945 terjadi perang besar, Inggris
mengirimkan Newthorn untuk melobi Sukarno. Agar Sukarno mau memerintahkan gerakan
gencatan senjata pada arek-arek Surabaya..
Sekutu sudah kewalahan. Buktinya, Mallaby menghubungi markas pusat Sekutu se-
Asia Tenggara di Singapura. Mallaby minta atasannya itu mengusahakan genjatan senjata.
Setelah menerima laporan dari Mallaby, komandan tertinggi tentara Sekutu di
Singapura, D.C. Hawthorn, langsung terbang ke Jakarta. Yakni, untuk menemui Bung Karno
dan Bung Hatta. Hawthorn minta diberlakukan gencatan senjata. Waktu itu Bung Karno
belum genap tiga bulan menjadi presiden pertama Indonesia.
Mallaby : “Selamat malam Hawthorn.”
Hawthorn : “Selamat malam, ada apa Mallaby.”
Mallaby : “Saya ingin melaporkan pada tuan bahwa rakyat Surabaya semakin hari semakin
membara. Pertempuran sudah tidak dapat diredam. Kalau begini terus, saya khawatir akan
banyak nyawa pasukan kita yang melayang tuan. Untuk itu sudikah tuan mengusahakan agar
rakyat Surabaya melakukan genjatan senjata.”
Hawthorn : “Baiklah, saat ini juga saya akan terbang ke Jakarta. Saya akan melobi Soekarno,
agar ia mau menyuruh rakyat Surabaya melakukan genjatan senjata.”
Mallaby : “ Terimakasih atas bantuan tuan.”
D.C. Hawthorn, langsung terbang ke Jakarta, untuk menemui Bung Karno dan Bung
Hatta.
Rakyat 1 : “Permisi gusti, ada yang mau bertemu dengan gusti.”
Ir.Soekarno : “Siapa?”
Rakyat 1 : “D.C hawthorn gusti, Komandan tertinggi tentara sekutu di Singapura.’
Ir. Soekarno : “Bawalah mereka kemari .”
Rakyat 1 : “siap laksanakan Gusti.”
(keluar menemui hawthorn)
Rakyat 1 : “Bapak presiden mempersilahkan tuan untuk menemuinya di ruangan.”
(Hawthorn segera menemui Ir. Soekarno di ruangannya).
Hawthorn : “Selamat malam presiden.”
Soekarno : “Selamat malam, ada masalah apa hingga ketua tentara sampai datang kemari.”
Hawthorn : “saya ingin presiden mau menyuruh rakyat Surabaya melakukan genjatan
senjata.”
Hatta : “Kami tidak mungkin melakukan hal itu.”
Hawthorn : “mengapa tidak mungkin Wapres? Semua terasa mungkin jika kalian yang
berbicara.”
Hatta : “Perang telah meletus, jadi genjatan senjata pun akan sulit untuk dilakukan.”
Hawthorn: “Begini saja tuan, bagaimana jika kita melakukan perundingan terlebih dahulu,
untuk memutuskan masalah ini.”
Ir. Soekarno, Drs. Moh. Hatta, dan D.C. Hawthorn pun segera melakukan
perundingan. Setelah melakukan perundingan mereka sepakat untuk terbang ke Surabaya dan
menyerukan genjatan senjata.
Soekarno : “Segera ajak Amir Syarifudin pergi ke Surabaya.”
Hatta : “Baik presiden”.
Tiba di Surabaya Bung Karno langsung melakukan konvoi keliling kota. Bung Karno
menyerukan agar tembak-menembak dihentikan. Bung Karno keliling kota seperti itu karena
tidak tahu bagaimana cara mencari para pimpinan pemuda Surabaya. Mereka semua sedang
berada di front yang berbeda-beda. Soemarsono, misalnya, lagi memimpin pasukan di
Wonokromo, bagian selatan Kota Surabaya.
Soekarno : “Saudaraku arek-arek Suroboyo, hentikan penembakan, lakukan genjatan senjata.
Musuh kita bukan Sekutu, mereka hanya akan membebaskan tananan perang.”
Hatta : “ Percayalah pada kami saudaraku.”
Soemarsono : “Apa?Berhenti?Genjatan senjata?Biadap, presiden tak berfikir! Bagaimana ini?
Perang sudah hampir menang, kok disuruh berhenti! ini tak bisa dibiarkan!”
Dari siaran itu Soemarsono juga tahu bahwa mobil konvoi presiden akan melewati
Jalan Ngagel yang tidak jauh dari Wonokromo. Karena itu, dia pamit kepada pasukannya
untuk mencegat konvoi Bung Karno di Ngagel.
Soemarsono : “Berhenti” (merentangkan tangan untuk menghadang mobil Ir.Soekarno.”
Hatta : “Ada apa bung?”
Soemarsono : “Anda ini bagaimana. Anda adalah presiden, seharusnya anda bisa mengambil
keputusan yang lebih bijak dari ini. Telah terlanjur banyak darah yang tumpah dan Inggris
sebentar lagi pasti akan kalah. Mengapa diberhentikan begitu saja?”
Hatta : “Tenanglah bung, ini adalah jalan yang terbaik.”
Soemarsono : “jalan terbaik seperti apa yang anda janjikan presiden!”
Soekarno : (menunduk dian dan mencubit Amir Syarifudin)
Amir Syarifudin : “(turun dari mobil dan merangkul Soemarsono) Marsono, ini sudah
dirundingkan dengan kita-kita di Jakarta,”
Soemarsono : (diam)
Amir syarifudin : “Not the battle. We have to win the war. Ayo naik, ikutlah bersama kami
Marsono.”
Soemarsono akhirnya tidak berdaya ketika justru diajak Amir untuk naik mobil ikut
konvoi. Juga harus ikut menyerukan gencatan senjata.
Soemarsono ; “Matilah aku ini, mengapa aku ikut menyerukan genjatan senjata? Kalau saja
hari itu hanya Bung Karno yang meminta saya untuk menghentikan perang, saya tidak akan
tunduk. Tapi, Bung Karno juga tahu kelemahan saya. Karena itu, Bung Karno mengajak serta
Amir Syarifuddin ke Surabaya”
(bersalah dan kesal).
Hari itu juga, 30 Oktober 1945, perundingan diadakan di kantor gubernur Jatim.
Gubernur Suryo : “Silahkan masuk presiden.”
Sukarno : “Terimakasi Gubernur.”
Gubernur Suryo : “Ada apa gerangn hingga bapak presiden dan yang lainnya datang
kemari?”
Hatta : “Kami ingin meminta bantuan pada bapak agar ikut dalam konvoi menyerukan
genjatan senjata.”
Amir : “Benar bapak, seperti apa yang telah disepakati oleh pihak Indonesia dengan pihak
Inggris kemarin.”
Mallaby : “Kami juga meminta kepada pihak Surabaya untuk mengembalikan 5.000 pasukan
kami yang hilang.”
Soemarsono : “Apa kamu bilang? Jika kami dapat mengembalikan 5.000 pasukanmu itu,
apakah kamu juga mau mengembalikan 20.000 rakyat kami?!”
Mallaby : “ HAHH jangan mengharap!”
Soemarsono : “Jika begitu jangan harap pula kami akan mengembalikan ke 5000 pasukanmu
itu. Jangan lebay kau Mallaby.”
Gubernur Suryo : “Saya setuju dengan Marsono, ini perang. Jika kamu ingin pasukanmu
maka kamu juga harus mengembalikan rakyat kami!”
Mallaby : “Halah,,, berbicara denganmu sungguh tiada berguna gubernur.”
(pergi meninggalkan ruangan dan diikuti dengan yang lainnya)
Setelah disepakati truce (gencatan senjata) tanggal 30 Oktober 1945, pimpinan sipil
dan militer pihak Indonesia, serta pimpinan militer Inggris bersama-sama keliling kota
dengan iring-iringan mobil, untuk menyebarluaskan kesepakatan tersebut. Dari 8 pos
pertahanan Inggris, 6 di antaranya tidak ada masalah, hanya di dua tempat, yakni di Gedung
Lindeteves dan Gedung Internatio yang masih ada permasalahan/tembak-menembak.
Setelah berhasil mengatasi kesulitan di Gedung Lindeteves, rombongan Indonesia-
Inggris segera menuju Gedung Internatio, pos pertahanan Inggris terakhir yang bermasalah.
Ketika rombongan tiba di lokasi tersebut, nampak bahwa gedung tersebut dikepung oleh
ratusan pemuda. Setelah meliwati Jembatan Merah, tujuh kendaraan memasuki area dan
berhenti di depan gedung. Para pemimpin Indonesia segera ke luar kendaraan dan
meneriakkan kepada massa, supaya menghentikan tembak-menembak.
Soekarno : “Hentikan penembakan!”
Rakyat 2 : “Mengapa harus dihentikan! Sebentar lagi kita akan menang!”
Hatta : “tolong dengarkan kami, hentikan penembakan sekarang juga.”
Rakyat 2: “Merdeka atau mati ! Tak akan mundur sebelum menang!”
Rakyat : “Merdeka…”
Sesampai di depan Gedung Internatio sekitar jam 17.15 keadaan sudah remang-
remang karena asap mesiu dan matahari yang mulai jatuh ke ufuk Barat. Beberapa letusan
senjata masih terdengar. Rakyat beramai-ramai mengerumuni mobil rombongan Biro Kontak
dan meminta mereka pasukan Inggris yang berada di Gedung Internatio untuk menyerah.
Menghadapi tersebut Residen Soedirman, Soengkono dan Doel Arnowo secara bergantian
menjelaskan bahwa tuntutan tersebut sulit dipenuhi karena kedua pihak telah terikat dengan
perjanjian Soekarno-Hawtorn.
Soedirman : “Hentikan pertumpahan darah!”
Rakyat 3 : “kami akan menghentikan penembakan ini, dengan satu syarat “
(berjalan mendekati mobil)
Doel Arwono : “Apa syaratnya?”
Rakyat 3 : “Pasukan Inggris yang ada di dalam gedung internatio harus menyerah kepada
kami.”
Soengkono : “Tidak perlu ada yang menyerah dalam pertempuran ini.’’
Rakyat 2 : “Mengapa tidak perlu? Apa anda telah bersengkongkol dengan sekutu?”
Soedirman : “Tuntutan kalian terlalu sulit untuk dipenuhi.”
Rakyat 9 : “Tidak ada yang sulit bagi kami!”
Soengkono : “Dengarlah saudaraku, tuntutan kalian terlalu berat dan sulit untuk kami penuhi.
Sungguh kami tak bisa menurutinya.”
Rakyat 2 : “Mengapa? Jangan banyak alasan!”
Doel Arwono : “Dengarlah saudaraku bapak presiden telah terikat perjanjian dengan
Newthorn untuk melalukan genjatan senjata. Jadi tidak mungkin kami bisa memenuhi
tuntutan kalian.”
Rakyat 3 : “peduli apa dengan perjanjian itu.’’
Sudirman : “dengarlah, jika kita melanggar perjanjian itu, kita akan menimpa masalah yang
lebih pelik dari ini. “
Doel Arwono : “Hentikan penembakan sebelum darah saurada kita mengair kembali.”
Setelah kondisi sempat teratasi, Rombongan Mobil Kontak Biro saat mendekati
Jembatan Merah mendapatkan kondisi kembali memanas. Ketegangan meningkat karena
terdapat massa radikal yang menginginkan tentara di dalam Gedung Internatio menyerah.
Dalam kondisi panas muncul desakan agar Brigadir Jenderal Mallaby dan staff Biro Kontak
masuk gedung Internatio untuk menyerukan penghentian tembakan. Mendadak ada usulan
spontan yang tidak diketahui asalnya berteriak.
Rakyat 2 : “Menyerahlah kau pasukan Inggris.”
Rakyat : “Merdeka..”
Inggris 1: “Sebaiknya bapak saja yang turun agar mereka mau menghentikan penembakan.”
Mallaby : “baiklah akan aku tuntaskan polemic ini.”
Rakyat 4 : “Jangan Inggris tua pak, itu saja yang muda suruh masuk”.
Menanggapi teriakan tersebut Mallaby memerintahkan Kapten Shaw sebagai utusan.
Diikuti pimpinan TKR Jendera Mayor Muhammad Mangundiprojo serta pemuda keturunan
India Kundan mengikuti Kapten Shaw. Kapten Shaw, Mayor Jenderal Muhammad dan
Kundan diberi waktu 10 menit untuk menjelaskan kesepakatan Soekarno Hawtorn. Sesampai
di pintu gerbang Gedung Internatio, pistol di pinggang Muhammad diminta oleh penjaga dan
kemudian Muhammad Mangoendiprojo serta pemuda Kundan diijinkan mengikuti Kapten
Shaw menuju lantai dua Gedung Internatio.
Kapten Shaw ; “Siapakah gerangan yang berteriak itu jendral?”
Mallaby : “Aku pun tidak tau kapten.”
Inggris 2 : “Kalau begitu apa yang akan jendral lakukan sekarang.”
Mallaby : “Sekarang aku perintahkan kepadamu kapten Shaw untuk menjelaskan perjanjian
antara Soekarno dan newthorn bersama Muhammad dan Kundan. Aku beri kalian waktu 10
menit”
Kapten Shaw : “Siap Kapten.”
(Mereka pun segera memasuki gedung internatio)
Rakyat 4 : “Tunggu sebentar! Anda tidak diperkenankan untuk masuk ke dalam.”
Muhammad : “Mengapa?”
Rakyat 4 : “Lepaskan dulu pistol itu dari pinggang anda, baru anda boleh masuk!”
Kundan : “Berikan saja pistolmu Muhammad.”
Muhammad : “ Baiklah, ini(sambil menyodorkan pistolnyaa).”
Rakyat 4 : “Sekarang kalian boleh mengikuti kapten shaw.”
(Muhammad dan Kundan pun segera mengikuti kapten Shaw untuk memasuki gedung
internatio.)
Tetapi ternyata setelah di tunggu beberapa saat dan batas waktu 10 menit yang telah
diberikan hampir habis, Muhammad dan Kundan justru melihat tentara Inggris mengarahkan
mortir menuju sederetan mobil Biro Kontak. Saudara Kundan berbisik kepada Muhammad
bahwa Inggris tidak bisa dipercaya lagi kemudian bergegas meninggalkan Muhammad di
ruang tunggu. Sementara Muhammad tidak bisa meninggalkan ruang tunggu karena dua
penjaga dengan senapan otomatis memberi isyarat agar dia tetap duduk.
Inggris 1 : “ Silahkan duduk.”
(mereka pun menjelaskan perjanjian antara Inggris dan Indonesia).
Muhammad : “Rakyat Iggris berniat meluncurkan mortar ke mobil pasukan Indonesia”
Kundan : “ Sepertinya Inggris sudah tidak dapat dipercaya lagi.” (pergi)
Muhammad : “Ini tidak dapat dibiarkan (Berdiri)”
Inggris 2 : “Kau mau diam di tempat atau akan kau akan ku tembak mati saat ini juga.”
Beberapa saat kemudian ditembakkan mortir dari dalam Gedung Internatio. Salah satu
tembakan tersebut mengenai mobil Mallaby yang sebenarnya juga mobil yang ditumpangi
oleh Residen Soedirman. Mortir-mortir tersebut segera mendapatkan balasan tembakan dari
rakyat Surabaya.
Rakyat 6 : “Bangsa biadap, akan aku tembak mati Mallaby.”
(menembak kea rah Mallaby)
Kapten Shaw : “Sial, Mallaby tewas!”
(melempar granat ke arah mobil Mallaby)
Pada jam 21 malam, terdengar teriakan dari loudspeaker berupa seruan menghentikan
tembakan kepada massa.
Inggris 2 : “hentikan penembakan sekarang juga atau akan kau hancurkan negeri ini.”
Rakyat 4 : ‘jangan harap.”
Rakyat : “merdeka.”
Soengkono : “Dimana pak Dirman?”
Doel Arwono : “Pak Dirman telah diamankan oleh beberapa Pemuda Pasukan Sukarela dan
telah menyeberang ke arah Kembang Jepun.”
Sementara itu dari beberapa pemuda yang berhasil menyelamatkan diri dan melompat ke
pinggir Kalimas mendekat ke anggota Biro Kontak dan berbisik.
Soengkono:“Pak, Sudah beres.”
Doel Arnowo : “Lho, apanya yang sudah beres?”
Soengkono :“Jenderalnya Inggris Pak, yang tua itu. Mobilnya meledak dan dia mati terbakar”
Doel Arnowo : “Siapa yang meledakkan?”
Soengkono : “Tidak tahu , tiba-tiba ada granat meledak dari dalam mobil. Tetapi memang
dari pihak kita, juga ada yang menembak ke arah mobil tersebut”.
Keesokan harinya tentara Inggris segera menginggalkan Gedung Internatio dan
menyerah kepada TKR. Saat itu pula sudah terdengar kabar bahwa Jenderal Mallaby tewas
di dalam mobil. Sementara perwira pendampingnya berhasil menyelamatkan diri.
Berita tewasnyaMalllaby pun terdengar sampai ke ketua sekutu, hal ini membuat
pihak sekutu marah dan berniat untuk membalas dendam.
Inggris 1 : “Lapor Tuan, Jendral A.W.S Mallaby telah tewas di tangan rakyat Surabaya
Tuan.”
Mountbatten : “Apa? Dimana Jendral tertembak?”
Inggris 1 : “jendral tertembak sewaktu melakukan konfoi genjatan senjata di gedung
interniran, Tuan.”
Istri Mallaby : “Siapa yang berani membunh suamiku?”
Inggris 1 : “ Maaf nyonya, kami tidak tau siapa yang menembak jendral. tapi, ada empat
tembakan peluru kea rah mobil jendral dan mobil jendral hangus terbakar oleh granat
nyonya.”
Istri Mallaby : “Apa? Dasar bangsa keparat!” (membanting gelas)
Inggris 2 : “Sabarlah nyonya.”
Istri Mallaby : “Bagaimana aku bisa sabar, jika suamiku tewas ditangan rakyat Surabaya itu!”
Inggris 2 : “Hamba tau nyonya, tapi sabarlah sejenak agar kita bisa membalas dendam
nyonya.”
Istri Mallaby : “Tak ada kata sabar lagi bagiku, aku akan secepatnya membalaskan dendamku
padamu Surabaya.” (berapi-api dengan dendam yang menyala)
Inggris 2: “Nyonya tak akan mendapat hasil maksimal, jika nyonya masih mengumbar nafsu
pendendan. Tahanlah emosi nyonya sebentar saja.”
Istri Mallaby : (mengambil nafas dan menenangkan diri)
Inggris 2 : “Mari kita istirahat saja nyonya.” (Merangkul pudak istri Mallaby dan berjalan
menuju kamar).
Setelah dapat menenangkan nyonya Mallaby, Inggris 5 pun segera membawanya
untuk beristirahat. Namun, disisi lain, Mauntbatten masih bingung dan tersulut kemarahannya
akibat terbunuhnya Jendral A.W.S Mallaby.
Mauntbattent : “Bagaimana keadaan Mallaby?”
Inggris 1 : “jasadnya telah hancur tuan.”
Mauntbattent : “Jika jenazahnya hancur, bagaimana kau yakin jika itu adalah Mallaby.”
Inggris 1 : “Maaf tuan, tapi jasad tersebut menggunakan dua jam tangan, yakni di tangan
kanan dan tangan kirinya, seperti yang biasa dilakukan oleh Jendral Mallaby tuan .”
Mauntbatten : “Apa? Dalam perang lima tahun dengan NAZI saja INggris tidak pernah
kehilangan satu jendral pun. Tapi di Surabaya baru lima hari mendarat seorang jendral telah
terbunuh.”
Inggris 2 : “ Maaf jendral, tapi sepertinya Surabaya bukanlah hal yang enteng. Kita harus
berhati-hati tuan.”
Mauntbattent : “Bukan kita yang harus berhati-hati prajurit! Tapi merekalah yang harus
berhati-hati. Cepat panggil Mayor Jendral Mansergh”
Inggris 1 : “Siap laksanakan kapten.”
Amarah Maunthbatten dan pasukan Inggris pun semakin menjadi-jadi. Sehingga
Maunthbatten menunjuk Mayor Jendral Mansergh sebagai pemimpin pasukan Inggis di
Suarabaya untuk membereskan Rakyat Surabaya, karena Mansergh adalah seorang meyjen
yang jago berperang.
Mayjen Mensergh : “Maaf telah membuatmu menunggu Jendral.”
Mauntbattent : “Tidak apa-apa Mayjen.”
Mayjen Mensergh : “Mengapa jendral memanggil hamba kemari?”
Maunthbattent : “ Saya ingin kau menggantikan Mallaby untuk memimpim pasukan kita di
Surabaya. Saya yakin kau dapat membereskannya.”
Mayjen Mensergh : “Terimakasih atas kepercayaan jendral padaku.” (tersenum licik).
Mauntbattent : “Tapi ingat, kau harus berhati-hati. Saya tidak mau kalau Inggris harus
kehilangan satu jendral lagi.”
Mayjen Mensergh : “Tenang saja jendral, serahkan semua padaku. Dan aku tak akan
mengecewakan Jendral dan pasukan Inggris.”
Mauntbattent : “Saya percaya padamu. Jangan kacaukan tugasmu.”
Mayjen Mensergh : “Baik Jendral.”
Mayjen Mansergh yang jago perang dunia itu langsung mengambil keputusan untuk
melucuti semua orang Surabaya. Keesokan harinya, Mayjen Mansergh segera menuju ke
tengan kota dan mengeluarkan Ultimatum 10 November yang kemudian menyulut kemarahan
dari arek-arek Surabaya.
Mayjen Mensergh : “ Rakyat Surabaya dengarlah, semua pimpinan dan orang Indonesia yang
bersenjata harus melapor dan meletakkan senjatanya di tempat yang ditentukan dan
menyerahkan diri dengan mengangkat tangan di atas. Batas ultimatum adalah jam 6.00 pagi
tanggal 10 November 1945.”
Ultimatum tersebut kemudian dianggap sebagai penghinaan bagi para pejuang dan
rakyat yang telah membentuk banyak badan-badan perjuangan / milisi. Ultimatum tersebut
ditolak oleh pihak Indonesia dengan alasan bahwa Republik Indonesia waktu itu sudah
berdiri, dan Tentara Keamanan Rakyat (TKR) juga telah dibentuk sebagai pasukan negara.
Selain itu, banyak organisasi perjuangan bersenjata yang telah dibentuk masyarakat, termasuk
di kalangan pemuda, mahasiswa dan pelajar yang menentang masuknya kembali
pemerintahan Belanda yang memboncengi kehadiran tentara Inggris di Indonesia.