MONSOON DI INDONESIA
Sirkulasi air laut di perairan Indonesia dipengaruhi oleh sistem angin Monsun. Oleh
karena sistem angin Monsun ini bertiup secara tetap, walaupun kecepatan relatif
tidak besar, maka akan tercipta suatu kondisi yang sangat baik untuk terjadinya
suatu pola arus. Pada musim barat, pola arus permukaan perairan Indonesia
memperlihatkan arus bergerak dari Laut Cina Selatan menuju Laut Jawa. Di Laut
Jawa, arus kemudian bergerak ke Laut Flores hingga mencapai Laut Banda.
Sedangkan pada saat Monsun Tenggara, arah arus sepenuhnya berbalik arah
menuju ke barat yang akhirnya akan menuju ke Laut Cina Selatan(Wyrtki, 1961).
https://www.scribd.com/document/113078444/Arus-Monsoon-Indonesia
Proses Terjadinya Angin Monsoon
Muson (monsoon) terjadi karena daratan menghangat dan menyejuk lebih cepat
daripada air. Hal ini menyebabkan suhu di darat lebih panas dari pada di laut pada
musim panas. Udara panas di darat biasanya berkembang naik, menciptakan
daerah bertekanan rendah. Ini menciptakan sebuah angin yang sangat konstan yang
bertiup ke arah daratan. Curah hujan yang terkait disebabkan udara laut yang
lembap yang dialihkan ke arah pegunungan, yang kemudian menyebabkan
pendinginan, dan lalu pengembunan.
Pada musim dingin, udara di darat menjadi lebih sejuk dengan cepat, tetapi
udara panas di laut bertahan lebih lama. Udara panas di atas laut berkembang naik,
menciptakan daerah bertekanan rendah dan angin sepoi-sepoi dari darat ke laut.
Karena perbedaan suhu antara laut dan daratan lebih kecil dibandingkan saat
musim panas, angin muson musim dingin tidak begitu konstan. Muson mirip dengan
angin laut, namun ukurannya lebih besar, lebih kuat dan lebih konstan.
Maka, akibatnya adalah Gelombang subtropisnya mengarahkan angin-angin
timur laut untuk bertiup sepanjang Asia Selatan, menyebabkan air stream kering
yang menciptakan langit yang cerah di India dari bulan November hingga Mei.
Sementara itu, sebuah sistem bertekanan rendah berkembang di sebelah utara
Australia dan angin-angin diarahkan menuju Australia. Pada Muson Musim Dingin
Timur Laut, Australia dan Asia Tenggara menerima curah hujan yang besar.
Angin Monsoon
Menurut Wyrtki (1961), keadaan musim di Indonesia terbagi menjadi tiga
golongan, yaitu:
1. Musim barat (Desember – April)
Pada musim Barat pusat tekanan udara tinggi berkembang diatas benua
Asia dan pusat tekanan udara rendah terjadi diatas benua Australia sehingga
angin berhembus dari barat laut menuju Tenggara. Di Pulau Jawa angin ini
dikenal sebagai Angin Muson Barat laut. Musim Barat umumnya membawa
curah hujan yang tinggi di Pulau Jawa. Angin muson barat berhembus pada
bulan Oktober - April, matahari berada di belahan bumi selatan, mengakibatkan
belahan bumi selatan khususnya Australia lebih banyak memperoleh
pemanasan matahari daripada benua Asia. Akibatnya di Australia bertemperatur
tinggi dan tekanan udara rendah (minimum). Sebaliknya di Asia yang mulai
ditinggalkan matahari temperaturnya rendah dan tekanan udaranya tinggi
(maksimum). Oleh karena itu terjadilah pergerakan angin dari benua Asia ke
benua Australia sebagai angin muson barat. Angin ini melewati Samudera
Pasifik dan Samudera Hindia serta Laut Cina Selatan. Karena melewati lautan
tentunya banyak membawa uap air dan setelah sampai di kepulauan Indonesia
turunlah hujan. Setiap bulan November, Desember, dan Januari Indonesia
bagian barat sedang mengalami musim hujan dengan curah hujan yang cukup
tinggi.
Monsoon merupakan sirkulasi tahunan yang paling penting di wilayah tropis dan
sangat mempengaruhi musim tropis dan sekitarnya. Monsoon sangat mempengaruhi
pola cuaca di wilayah tropis dan umumnya berkaitan dengan musim hujan dan
kemarau. Nah, Indonesia yang merupakan wilayah yang dipengaruhi oleh monsoon.
akan sangat baik jika kita mempelajari monsoon untuk mengetahui pola cuaca di
Indonesia.
Kata monsoon berasal dari bahasa Arab 'mausim' yang berarti 'musim/season'.
Istilah ini pertama kali digunakan untuk menyebutkan perubahan musiman angin
permukaan umum di atas asia selatan dan samudera Hindia. Di Indonesia sendiri
perubahan arah angin ini berdampak pada banyaknya curah hujan yang terjadi. Tapi
pada kenyataannya tidaklah sesederhana itu. Pada dasarnya monsoon merupakan
sistem yang sangat komplex. Intensitas monsoon, periodenya, periode istirahat,
lamanya, hal-hal tersebut merupakan masalah forecast yang menantang.
Untuk wilayah monsoon beserta anginnya dapat dilihat pada gambar di bawah ini :
Angin yang berhembus di perairan Selat Makasar terutama adalah angin muson
yang dalam setahun terjadi pembalikan arah dan dikenal sebagai muson barat dan
angin muson timur. Perubahan arah dan pergerakan angin muson berhubungan erat
dengan terjadinya perbedaan tekanan udara tinggi dan tekanan udara rendah di atas
benua Asian dan Australia. Antara bulan Desember sampai Februari bertiup angin
muson barat dan pada bulan Juni sampai Agusrus bertiup angin Muson Timur
(Wyrtki, 1961).
Sirkulasi kedua angin ini ternyata begitu mantap dan tetap di atas perairan Selat
Makasar. Keadaan mantap ini sering dijumpai selama bulan Januari-Februari dab
bulan Juli - September. Namun demikian, sifat angin muson sepanjang tahun
tidaklah tetap sama, baik arah maupun keceapatannya. Oleh karena itu perubahan
cuaca yang ditimbulkannya juga akan berlainan, misal ada tahun-tahun yang
memiliki musim kemarau lebih lama dari tahun-tahun sebelumnya (Wyrtki, 1961).
Pergantian angin muson barat menjadi angin muson timur menimbuklan berbagai
macam pengaruh terhadap sifat perairan Selat Makasar. Selama angin muson barat
berhembus, maka curah hujan akan meningkat dan air sungai akan banyak yang
masuk ke laut, sehingga mengakibatkan pengenceran terhadap air laut. Sebaliknya
selama angin kuson timur, terjadi peningkatan salinitas akibat penguapan yang
besar, ditambah dengan masuknya massa air yang mempunyai salinitas tinggi dari
Samudera Pasifik melalui Laut Sulawesi dan masuk ke perairan Selat Makasar.
Hembusan angin yang kuat menimbulkan suatu proses pengangkatan besar-
besaran terhadap massa air laut sehingga bila disertai proses penaikan massa air
dapat mengangkat unsur-unsur hara yang sangat diperlukan sebagai sumber
makanan hayati ke permukaan (Wyrtki,1961).
Sirkulasi air pada lapisan permukaan sangat dipengeruhi oleh angin muson,
sehingga pola sirkulasi mengalami perubahan sesuai dengan pola angin. Selama
muson barat arus permukaan di Indonesia bergerak dengan arah utama dari barat
ke timur dan pada musim timur terjadi sebaliknya (Wyrtki, 1961). Posisi geografis
juga mempengaruhi pergerakan arus permukaan di perairan Selat Makasar. Pada
daerah pertemuan antara massa air Laut Jawa, laut Flores dan Selat Makasar
bagian selatan terjadi perubahan arus permukaan yang sesuai dengan pergerakan
angin muson (Wyrtki, 1961).
Dari pola arus yang berhasil dipetakan terlihat bahwa Samudera Pasifik
menyumbang lebih banyak massa air ke perairan Selat Makasar dibanding
Samudera Hindia. Di Selat Makasar arus mengalir secara tetap sepanjang tahun
menuju ke selatan dan dengan kecepatan yang cukup. Kecepatan terendah terjadi
pada bulan Desember, Januari dan Mei. Sedangkan kecepatan tertinggi terjadi pada
bulan Februari, Maret dan dari Juli sampai September (Wyrtki, 1961). Selama
muson timur massa air dari Laut Flores bertemu dengan massa air yang keluar dari
Selat Makasar dan mengalir bersama ke Laut Jawa. Dalam kondisi demikian,
banyak massa air pada lapisan paras akan terangkat dan bergerak ke barat.
Akibatnya timbul ruang kosong di permukaan yang memungkinkan massa air lapisan
bawah muncul untuk mengisinya. Namun demikian karena kecepatan menegaknya
relatif kecil yaitu 5 x 10-4 sm/detik, maka dapat disimpulkan bahwa peristiwa
penaikan massa air (Up wlling) di daerah ini tidak memberikan pengaruh yang besar
terhadap sistem sirkulasi air (Illahude, 1970).
SALINITAS
Berbeda dengan keadaan sebaran suhu yang relatif kecil variasinya, asalinitas air
laut dapat berbeda secara geografis akibat pengaruh curah hujan lokal, banyaknya
air sungai yang masuk ke laut, penguapan dan edaran massa air.Di Indonesianilai
rata-rata yang terendah sering dijumpai di perairan Indonesia nilai rata-rata yang
terendah sering dijimpai di perairan Indonesia barat dan semakin ketimur nilairata-
rata tahunannya semakin meningkat. Hal ini disebabkan oleh karena masuknya
massa air yang mempunyai salinitas lebih tinggi dari Samudera Pasifik sepanjang
tahun. Berdasarkan pada pola sebaran permukaan yang telah dipetakan oleh Wyrtki
(1961). dapat dilihat bahwa massa air dari Samudera Pasifik bergerak terus
mencapai Laut Sulu, Laut Sulawesi dan melewati Selat Makasar sampai jauh ke
selatan.Namun massa air Samudera Hindia tamkpaknya tidak banyak
mempengaruhi perairan Selat Makasar, karena massa air di sebelah selatan Jawa,
Bali-Lombok-Sumbawa diangkut oleh arus Khatulistiwa Selatan ke arah barat. Di
Selat Lombok dan di selat-selat lainnya di Nusa Tenggara Timur (NTT) dan Nusa
Tenggara Barat (NTB), arah arus sebagian besar menuju ke Samudera Hindia.
Sebagai akibat dari keadaan ini, maka salinitas rata-rata Laut Jawa adalah 32,5 ‰,
Laut Flores 33,5‰, Selat Makasar 34,0 ‰, Laut Banda dan Laut Sulawesi 34 ‰
(Nontji, 1987) Sebaran salinitas diperairan Selat Makasar dipengaruhi oleh edaran
angin muson. Pada saat musim timur, massa air dari Laut Flores akan memasuki
perairan ini sehingga dapat meningkatkan nilai salinitas di perairan ini. Di samping
itu terdapat kantong-kantong air dengan salinitas tinggi pada pantai Selat Makasar
yang hanya dapat dijelaskan dengan proses penaikan massa air karena pada
daerah yang berdekatan justru bersalinitas rendah. Selama proses penaikan air
berlangsung pada musim timur, salinitas dapat mencapai nilai 34,0 – 34,5 ‰.
Sebaliknya pada musim barat, massa air dari Laut Jawa yang bersalinitas rendah
akan memasuki perairan Selat Makasar, sehingga dapat menurunkan salinitas
permukaan ini. Ditambah lagi dengan curah hujan yang tinggi dan banyaknya air
sungai yang masuk sehingga menimbulkan lapisan campuran yang bersalinitas
rendah (Illahude, 1970).
Lapisan homogen merupakan lapisan air laut mulai dari permukaan sampai pada
kedalaman tertentui, masih mendapat pengaruh langsung dan nyata dari perubahan-
perubahan yang terjadi di permukaan. Apabila massa air pada lapisan atas teraduk
secara baik oleh angin, arus dan pasang surut sehingga variasi sifat-sifat fisika
secara vertikal, khususnya suhu, sangat kecil atau tidak sama sekali, maka komdisi
ini dikenal sebagai lapisan homogen dan sering kali mencapai kedalaman 100
meter. Segala kejadian di permukaan akan memberikan pengaruh terhadap
beberapa parameter oseanografi pada seluruh kolom lapisan homogen, seperti suhu
dan salinitas yang akan diikuti oleh perubahan sigma-t sebagai fungsi suhu dan
salinitas. Pada umumnya suhu permukaan laut Indonesia cukup tinggi sesuai
dengan letaknya di daerah tropis. Dengan curah hujan yang relatif tinggi, maka
salinitas rendah sering dijumpai dan diikuti denga penurunan nilai sigma-t pada
lapisan ini. Pada daerah yang sering terjadi penaikan air, ketebalan lapisan
homogen selalu berubah. Biasanya pada awal penaikan, tebal lapisan homogen
selalu berubah. Biasanya pada awal penaikan, tebal lapisan homogen lebih besar
jika dibandingkan denga akhir penaikan air. Sebagai contoh di Laut Banda dan Laut
Arafusu, kedalaman lapisan homogen sekitar 100 meter pada awal penaikan dan
berkurang menjadi 30 – 50 meter pada akhir penaikan (Illahude, 1978). Kedalaman
lapisan homogen selalu erat kaitannya dengan sistem arus yang terjadi di perairan
tertentu. Pada perairan dalam, lapisan homogen mampu mencapai lapisan yang
lebih dalam lagi, yakni lebih dari 1000 meter. Sedangkan pada perairan dangkal
seringkali mencapai dasar permukaan. Lapisan massa air yang dengan laju
kenaikan sigma-ttertinggi dikenal dengan lapisan pegat (discontinuity layer). Letak
dan kedalaman lapisan ini dapat dilihat pada sebaran kurva menegak suhu dari
batas bawah dari lapisan homogen sampai kedalaman sekitar 400 meter. Secara
umum lapisan di perairan Indonesia dan sekitarnya mempunyai suhu 12-25 oC
dengan masing-masing sebagai suhu batas atas dan batas bawah lapisan. Biasanya
tebal lapisan pegat untuk perairan Indonesia relatif seragam yakni 300-400 meter.
Sebenarnya tebal lapisan pegat sangat dipengaruhi oleh proses-proses dinamika.
Proses dinamika yang tinggi sering dijumpai pada daerah arus arus atau sirkulasi
massa air dan olakan. Di daerah – daerah demikian massa air permukaan yang
panas dapat menyerap ke bawah sehingga menyebabkan batas bawah lapisan
homogen menjadi tebal dan letak lapisan pegat menjadi lebih dalam dan tipis.
Secara umum perairan Selat Makasar bagian selatan merupakan daerah yang ideal
bagi proses terjadinya penaikan air, karena daerah ini merupakan daerah pertemuan
arus, yaitu arus Laut Jawa, arus Laut Flores dan arus Selat Makasar. Pada musim
timur, arah tekanan angin berlawanan dengan arah arus permukaan Selat Makasar
sehingga akan menimbulkan efek stagnansi pada massa air lapisan atas. Dengan
demikian dapat dikatakan bahwa massa air lapisan tengah relatif lebih aktif
dibandingkan dengan lapisan massa air di atasnya. Dalam kondisi demikian akan
muncul penaikan massa air sebagai usaha mencapai suatu keadaan yang
setimbang, yakni kesetimbangan hidrostatis. Sebaliknya pada musim barat arah
tekanan angin sejajar dengan arah arus permukaan Selat Makasar sehingga
pergerakan di lapisan atas bertambah cepat. Dengan demikian keadaan stagnansi
akan dijumpai pada lapisan tengah. Dalam kondisi ini penenggelaman massa air
(down welling) akan terjadi sebagai usaha mencapai keadaan kesetimbangan
hodrostatik, keadaan ini berlangsung bergantian sepanjang tahun dan terjadi secara
teratur.
http://blogs.unpad.ac.id/myawaludin/files/2011/07/Kond_ocy_SELAT_MAKASAR.pdf
Ada hal-hal yang perlu diperhatikan ketika terjadi musim hujan dan musim
kemarau, diantaranya adalah adanya musim pancaroba. Musim pancaroba
merupakan musim peralihan, baik itu dari musim hujan ke musim kemarau ataupun
sebaliknya. Biasanya musim peralihan ini terjadi ketika bulan Maret hingga April dan
juga bulan September hingga Oktober.
Adanya iklim muson ini tentunya memberikan dampak bagi wilayah Indonesia
yang strategis wilayahnya. Adapun dampak positif dan negatif dari iklim muson akan
dijelaskan dibawah ini.
Dampak Positif
Terjadinya iklim muson pada wilayah Indonesia memberikan dampak positif
yang diantaranya adalah kegiatan ekonomi yang terus berjalan sepanjang
tahun. Dimana hal ini tidak dapat dijalankan oleh negara-negara yang memiliki 4
musim, yaitu ketika musim dingin dan terjadinya badai salju maka kegiatan
ekonomi di negara tersebut tidak berjalan seperti di Indonesia. Tidak hanya
dalam sektor ekonomi saja, akan tetapi pada sektor perkebunan, pertanian dan
juga peternakan yang setiap tahunnya mendapatkan pencahayaan sinar
matahari dan air hujan yang cukup untuk membantu mereka. Di Indonesia
sendiri curah hujannya cukup tinggi, adapun manfaat curah hujan yang tinggi
bagi kehidupan manusia antara lain adalah dapat dijadikan sebagai sumber air
cadangan, dapat diolah menjadi air bersih dan juga dapat dimanfaatkan sebagai
tenaga air pembangkit listrik. Suhu yang ada diwilayah Indonesia juga beragam,
akan tetapi rata-rata di wilayahnya berkisar 27 derajat Celcius. Karena
dipengaruhi letak geografis dan letak astronomis Indonesia inilah yang
menjadikan negara ini juga memiliki flora dan fauna yang beragam meskipun
pergantian musim.
Dampak Negatif
Selain memiliki dampak positif yang cukup besar, tentunya adanya iklim
muson ini juga memiliki dampak negatif. Adapun dampak tersebut adalah
terjadinya banjir dan angin topan yang disebabkan oleh curah hujan yang tinggi
di beberapa wilayah, terjadinya kekeringan ketika musim kemarau panjang,
terjadinya kebakaran hutan ketika musim kemarau dan terjadinya pemanasan
global yang disebabkan oleh perubahan iklim yang ekstrim pada bulan tertentu.
Melihat adanya dampak negatif yang ditimbulkan, maka perlu dilakukan tahapan
untuk penanggulangannya seperti membuat bendungan yang kokoh agar tidak
terjadi banjir air, ketika hujan turun sebisa mungkin airnya dimanfaatkan untuk
diolah agar tidak terjadi kekeringan, perlu adanya patroli di titik api hutan yang
sering mengalami kebakaran dan lain sebagainya. Hal ini tentunya tidak dapat
terwujud begitu saja tanpa adanya kesadaran dari masing-masing pihak.
Tekanan udara dalam suatu wilayah akan mempengaruhi perubahan iklim di wilayah
tersebut.
Kelembapan Udara
Massa dari suatu udara satu dengan yang lain tentunya berbeda.
Kelembapan udara inilah yang juga mempengaruhi iklim tersebut.
Kelembapan udara dapat diukur dengan alat yang bernama Higrometer.
Curah Hujan
Tingkat tinggi atau rendahnya curah hujan di suatu wilayah juga akan
mempengaruhi iklim yang terjadi. Semakin tinggi tingkat curah hujannya
maka kemungkinan besar wilayah tersebut akan memiliki musim hujan.
( baca : Alat Pengukur Curah Hujan )
Arus Laut – Arus laut adalah faktor yang dapat mempengaruhi perubahan
iklim suatu wilayah dan yang paling utama adalah wilayah yang didekat
pantai. Pada umumnya daerah pinggir pantai akan memiliki iklim yang basah
dibandingkan dengan daratan, hal ini dikarenakan adanya angin yang
berhembus ke laut dengan tingkat kelembapan yang tinggi dibandingkan
dengan daratan.
Garis Lintang – Letak suatu wilayah yang berdasarkan garis lintang juga
akan mempengaruhi iklim suatu wilayah. Hal ini ditunjukkan dengan dimana
letak wilayah tersebut, apakah berada di utara garis khatulistiwa atau di
selatan garis khatulistiwa.