Anda di halaman 1dari 4

KARAKTERISTIK IKLIM PULAU JAWA DAN

KARAKTERISTIK IKLIM PULAU SUMATERA


Dikerjakan untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi (BI 3101)

Oleh :
Rahayu Jatiningsih
10612014

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2014

Karakteristik Iklim Pulau Jawa


Pulau Jawa dikelilingi oleh lautan yaitu Laut Jawa di sebelah utara, Samudera
Indonesia di sebelah selatan, Selat Sunda di sebelah barat, dan Selat Bali di sebelah timur.
Pulau Jawa dan Bali merupakan wilayah pegunungan di bagian tengah yang membentang
dari barat ke timur, namun sebagian besar dataran rendah di bagian pantai utara.
Menurut Aldrian dan Susanto (2003), Pulau Jawa termasuk ke dalam iklim dengan
curah hujan berpola monsunal. Pola ini berciri curah hujan yang bersifat unimodal (satu
puncak musim hujan) dimana musim kering terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus.
Sementara Desember, Januari, dan Februari merupakan bulan basah. Adapun enam bulan
lainnya merupakan periode peralihan atau pancaroba. Hal ini diperkuat oleh Satiadi et al.
(2010) berdasarkan hasil rekam curah hujan tahun 1998 2009. Satiadi juga menambahkan
bahwa musim hujan bergerak secara bertahap dari bagian barat ke bagian timur pulau Jawa,
sebaliknya musim kemarau bergerak secara bertahap dari bagian timur ke bagian barat.
Juaeni, et al. (2006) juga menguatkan bahwa Pulau Jawa memiliki pola monsunal. Dalam
penelitiannya disebutkan bahwa Bogor, Bandung, Jakarta, Semarang, Yogyakarta, Surabaya,
Banyuwangi dan Denpasar merupakan kota kota dengan curah hujan berperiode tahunan
(interannual oscillation). Penelitian ini sekaligus menegaskan bahwa monsun Asia dan
monsun Australia memberi pengaruh kut terhadap karakteristik iklim pulau Jawa. Menurut
Mustofa (2000) menyebutkan bahwa nilai indeks monsun mengalami peningkatan dari arah
utara ke selatan dan mencapai maksimum di Pulau Jawa.
Monsun Asia (musim dingin di belahan bumi utara Asia), dimana matahari berada di
utara katulistiwa yang berlangsung selama Juni Agustus menyebabkan pusat tekanan tinggi
di wilayah tersebut sehingga angin barat laut yang panas, lembab dengan banyak uap air
bertiup ke Indonesia, akibatnya terjadi musim hujan di Indonesia (Chang et al., 2003).
Sebaliknya akibat musim dingin di benua Australia dan posisi matahari di sebelah selatan
khatulistiwa, bertiup angin tenggara yang kering dan dingin ke arah Indonesia, sehingga
wilayah Jawa mengalami musim kemarau. Awal musim kemarau biasanya bergerak dari
bagian timur dan bertahap ke bagian barat sehingga sebelah timur pulau jawa biasanya lebih
kering dari bagian barat (Satiadi, et al., 2010). Selain monsun, kondisi suhu permukaan Laut
Jawa, dan kemungkinan pengaruh terbentuknya siklon tropis di Samudera Hindia, curah
hujan di Jawa juga dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan La Nina. Pengaruh terjadinya El
Nino saat musim kemarau lebih tinggi dibandingkan terjadi pada musim hujan di Jawa. El
nino memperpanjang musim kemarau dan memperpendek musim hujan (Tjasyono, 2006).
Menurut Whitten, et al.(1996), lebih dari 90% pulau Jawa menerima sekitar 1500 mm
curah hujan setiap tahunnya. Jawa bagian timur lebih kering dibandingkan Jawa bagian barat.
Daerah paling basah di Pulau Jawa adalah pegunungan Ragajembangan di Jawa tengah,
namun hanya berjarak 15 km dari puncak, curah hujan tahunan mencapai >7000 mm. Suhu di
pulau Jawa bervariasi. Suhu di perkotaan mencapai empat derajat lebih tinggi daripada
daerah pedesaan. Hal ini disebabkan gedung gedung memerangkap panas dan udara.
Sebaliknya, di daerah hutan empat derajat lebih dingin dari pedesaan dan mencapai 10 derajat
lebih dingin daripada daerah perkotaan. Suhu maksimum sebesar 31-33 C dan minimum
22 -24C.
Karakteristik Iklim Pulau Sumatera
Menurut Hermawan (2010), Pulau Sumatera memiliki barisan pegunungan yang
membujur dari utara hingga selatan, serta dikelilingi lautan yaitu Samudera Hindia, Laut
Jawa, Selat Malaka, Selat Karimata, dan dekat dengan Laut Cina Selatan. Letak ini
menjadikan Pulau Sumatera memiliki karakteristik iklim yang khas secara regional maupun

lokal, karena di pengaruhi oleh proses pembentukan awan dan hujan selain pengaruh dari
pergerakan posisi semu matahari terhadap bumi dan sirkulasi global.
Iklim di Pulau Sumatera memiliki dua karakteristik, bagian selatan memiliki curah
hujan monsunal atau satu puncak musim hujan yang terjadi bulan Desember, Januari, dan
Februari seperti Pulau Jawa. Sedangkan bagian tengah dan utara pulau Sumatera memiliki
curah hujan ekuatorial, yaitu tipe curah hujan berbentuk bimodial (dua puncak hujan) yang
terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober (Susanto, 2003). Hal ini berbeda dengan hasil
pengelompokan pola curah hujan hasil analisis teknik spektral dari Hermawan (2010) yang
menunjukkan sebagian besar wilayah Pulau Sumatera didominasi pola hujan monsunal
dengan osilasi dominan sekitar satu tahun yang dikenal dengan sebutan AO (Annual
Oscillation), namun, ada beberapa wilayah Pulau Sumatera Barat khususnya menunjukkan
osilasi setengah tahunan yang disebut Semi Annual Oscillation. Whitten, et al (2000)
menyatakan bahwa iklim Sumatera dicirikan dengan hujanyang berlimpah dan terdistribusi
merata sepanjang tahun dengan perbedaan yang tidak menyolok antara musim kemarau
dengan musim hujan dibandingkan Pulau Jawa dan Indonesia bagian timur.
Curah hujan di Pulau Sumatera sangat bervariasi, dari >6000 mm per tahun di daerah
barat Bukit Barisan, hingga kurang dari 1500 mm per tahun di daerah timur Bukit Barisan
dimana udara lembab terhalang oleh Bukit barisan dan Malay Penisula. Namun, secara garis
besar stasiun mencatat 70% daerah Sumatera mendapat >2500 mm curah hujan per tahun.
Musim kemarau pada sebagian besar wilayah Sumatera berkaitan dengan monsun timur laut
yang terjadi antara Desember hingga Maret, sementara musim hujan utama terjadi pada masa
transisi sebelum monsun timur laut dan setelah monsun barat daya yang berlangsung Mei
sampai September. Adapun musim hujan sekunder terjadi sekitar April. Berbeda halnya
dengan sumatera bagian selatan yang hanya memiliki puncak kemarau di bulan juli dan
daerah ujung Sumatera mengalami musim kemarau di bulan Februari (Whitten, et al., 2000).
Zona Iklim menurut Whitten, et al,.(2000) dibagi menjadi lima daerah diantaranya :
1. Zona A dengan lebih dari sembilan bulan secara berurutan musim hujan dan dua bulan
atau lebih musim kemarau.
2. Zona B dengan tujuh hingga sembilan bulan secara berurutan mengalami musim
hujan dan tiga bulan atau lebih musim kemarau.
3. Zona C dengan lima hingga enam bulan secara berurutan musim hujan dan tiga atau
kurang dari tiga bulan mengalami musim kemarau.
4. Zona D dengan tiga hingga empat bulan musim hujan secara berurutan dan dua
hingga enam bulan musim kemarau yang berurutan.
5. Zona E dengan musim hujan hingga tiga bulan dan lebih dari enam bulan musim
kemarau.
Musim hujan diartikan sebagai curah hujan > 200mm per bulan sementara musim
kemarau diartikan sebagai curah hujan kurang dari 100 mm. Perbedaan utama antara iklim
Sumatera dan Jawa adalah 71% daerah Sumatera menerima tujuh bulan atau lebih musim
hujan dan musim kemarau hingga tiga bulan, sedangkan daerah Jawa yang mengalami
keadaan serupa hanya 27% dari seluruh pulau (Whitten, et al., 2000).
Whitten, et al., (2000) juga menyatakan bahwa suhu di Pulau Sumatera sangat
bervariasi. Perbedaan temperatur lebih dipengaruhi oleh ketinggian. Sebagian besar angin di
Pulau Sumatera bertiup dari utara sekitar desember dan Maret, dan bertiup dari selatan sekitar
Maret hingga September. Ketika angin menabrak Bukit Barisan, angin monsun akan
diteruskan dan bertambah kecepatannya. Beberapa angin barat yang terkenal antara lain
Angin Bahorok, Angin Depek, dan Angin Padang Lawas yang bersifat kering.

DAFTAR PUSTAKA
Aldrian, Edvin dan Susanto R.Dwi, 2003. Identification of Three Dominant Rainfall
Regions within Indonesia dan Their Relationship to Sea Surface Temperature.
Int.J.Climatol 23:1435-1452
Chang, C.P, et.al, 2003. The Asian Winter-Australian Summer Monsoon: An Introduction.
UK: Praxis Publishing
Hermawan, E. 2010. Pengelompokan Pola Curah Hujan yang Terjadi di Beberapa Kawasan
Pulau Sumatera Berbasis Hasil Analisis Teknik Spektral. Jurnal Meteorologi dan
Geofisika 11(2):75-84
Juaeni, Ina, et.al, 2006. Periode Curah Hujan Dominan Jurnal Sains dan Teknologi 7(2).
Mustofa M.A., 2000. Identifikasi Daerah Monsun dan Curah Hujan Berdasarkan Sifat Angin
Permukaaan di Idonesia Bagian Barat, Tesis Master, Program Studi Oseanografi dan
Sains Atmosfer, Bandung:ITB.
Satiadi, Didi., Dadang S., Sartono M., Halimurrahman, Erma Y. 2010. Pengembangan
Model Atmosfer Berbasis PC untuk Prediksi dan Simulasi Iklim Skala Provinsi.
Laporan Akhir Penelitian. LAPAN.
Tjasyono, Bayong. 2006; Impact of El Nino on Rice Planting in the Indonesian Monsoonal
Areas, the Intenational Workshop on Agrometeorology, Badan Meteorogi dan
Geofisika, Jakarta.
Whitten, Tony., Roehayat E.S, Suraya A.A., 1996. The Ecology of Java and Bali. Singapura:
Periplus Edition Ltd.
Whitten, Tony., Sengli J.D., Jazanul A., Nazaruddin H, 2000. The Ecology of Sumatra.
Singapura. Periplus Edition Ltd.

Anda mungkin juga menyukai