Anda di halaman 1dari 8

MAKALAH AGROMETEOROLOGI

POLA HUJAN MONSUN, EQUATORIAL, DAN LOKAL

Oleh :

1. Islah Alfarisi (171510501062)


2. Riski Amaliandi (171510501090)
3. Viva Mega Millensia A.D (171510501103)
4. Mustika Wahyu S. (171510501114)
5. Ahmad Zainuri Isman (171510501120)
6. Ahmad Rofiqi (171510501123)
7. Raja Yosua Pangestu (171510501135)
8. Hara Farhan Panggabean (171510501141)

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2019
PENDAHULUAN

Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa
iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan
aktivitas manusia. Karena klimatologi memerlukan interpretasi dari data2 yang banyak
dehingga memerlukan statistik dalam pengerjaannya, orang2 sering juga mengatakan
klimatologi sebagai meteorologi statistik (Tjasyono, 2004)
Hujan merupakan salah satu sumber ketersedian air untuk kehidupan di permukaan
Bumi dan dapat dijadikan sebagai dasar dalam penilaian, perencanaan dan pengelolaan
sumberdaya air. Hujan termasuk unsur iklim yang paling dominan memengaruhi kegiatan
pertanian (pola tanam dan pemilihan jenis tanaman) yang menjadi sumber utama kehidupan
masyarakat Indonesia. Aktivitas pertanian umumnya dikontrol oleh variasi curah hujan
terutama wilayah tadah hujan. Selain itu, hujan dapat sebagai penyebab atau pemicu
timbulnya bencana alam. Curah hujan yang berlebihan akan menyebabkan potensi longsor
dan banjir lebih besar. Sebaliknya curah hujan rendah, ketersediaan air berkurang, potensi
kekeringan akan meningkat dan terjadi kebakaran hutan yang akhirnya juga berdampak pada
masyarakat. Berdasarkan hal tersebut sangat diperlukan untuk mengetahui karakteristik hujan
secara spasial dan temporal sehingga dapat dilakukan estimasi bencana yang akan terjadi di
suatu wilayah dan aktivitas dapat disesuaikan mengikuti variasi curah hujan. Dengan
demikian dampak yang ditimbulkan oleh anomali curah hujan tidak berpengaruh besar pada
kehidupan masyarakat.
Menurut Tjasyono (2004) , Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3 pola iklim
utama dengan melihat pola curah hujan selama setahun. Pola hujan monsun, merupakan pola
hujan yang muncul akibat proses sirkulasi udara dimana selalu berganti arah dalam 6 bulan
sekali. Saat monsun barat jumlah curah hujan berlimpah sebaliknya pada saat monsun timur
jumlah hujannya sangat sedikit. Banyak daerah di Indonesia yang mempunyai curah hujan
dengan pola jenis Monsun. Pola hujan ekuatorial, merupakan pola hujan yang muncul akibat
dari pergerakan matahari yang melintas garis khatulistiwa atau ekuator sebanyak dua kali
dalam setahun. Akibatnya adalaha adanya distribusi curah hujan bulanan mempunyai dua
maksimum. Pola ini sering terjadi pada daerah ekuator. Pola hujan lokal, merupakan
kebalikan dari pola hujan monsun yaitu jika di daerah dengan pola monsun mengalami
musim hujan maka daerah dengan pola lokal mengalami musim kemarau atau sebaliknya.
Pola hujan ini dipengaruhi oleh sifat lokal seperti kondisi geografi dan topografi setempat.
PEMBAHASAN

A. Pola Hujan Monsun


Curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh monsun yang digerakan oleh adanya sel
tekanan tinggi dan sel tekanan rendah di benua Asia dan Australia secara bergantian. Dalam
bulan Desember Januari - Februari (DJF) di Belahan Bumi Utara terjadi musim dingin
akibatnya terjadi sel tekanan tinggi di Benua Asia, sedangkan di Belahan Bumi Selatan pada
waktu yang sama terjadi musim panas, akibatnya terjadi sel tekanan rendah di benua
Australia. Oleh karena terdapat perbedaan tekanan udara di kedua benua tersebut, maka pada
periode DJF bertiup angin dari tekanan tinggi di Asia menuju ke tekanan rendah di Australia,
angin ini disebut Monsun Barat atau Monsun Barat Laut.
Dalam bulan Juni - Juli - Agustus (JJA) terjadi sebaliknya, terdapat tekanan rendah di
Asia dan sel tekanan tinggi di Australia, maka pada periode JJA bertiup angin dari tekanan
tinggi di benua Australian menuju ke tekanan rendah di Asia, angin ini disebut Monsun
Timur atau Monsun Tenggara. Monsun Barat biasanya lebih lembab dan banyak
menimbulkan hujan daripada Monsun Timur. Perbedaan banyaknya curah hujan yang
disebabkan oleh kedua monsun tersebut karena perbedaan sifat kejenuhan dari kedua massa
udara (angin) tersebut. Pada Monsun Timur arus udara bergerak di atas laut yang jaraknya
pendek, sedangkan pada Monsun Barat arus udara bergerak di atas laut dengan jarak yang
cukup jauh, sehingga massa udara Monsun Barat lebih banyak mengandung uap air dan
menimbulkan banyak hujan dibanding Monsun Timur.
Tipe hujan monsun di Indonesia dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara
periode musim hujan dengan musim kemarau dalam satu tahun, tipe hujan ini terjadi di
wilayah Indonesia bagian selatan, seperti di ujung Pulau Sumatra bagian selatan, Jawa, Bali,
Nusa Tenggara dan Maluku selatan.
Pola monsunal dicirikan oleh distribusi curah hujan bulanan berbentuk V dengan
jumlah curah hujan musiman rendah pada bulan Juni, Juli atau Agustus. Pada kondisi normal,
saat monsun barat akan mendapat curah hujan yang berlimpah (musim hujan) sedangkan
pada saat monsun timur jumlah curah hujannya sangat sedikit (musim kemarau). Pada pola
hujan monsunal wilayahnya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan
periode musim kemarau. Secara umum musim kemarau berlangsung dari April sampai
September dan musim hujan dari Oktober sampai Maret.  Tipe grafik curah hujan bersifat
unimodial (memiliki satu puncak musim hujan). Puncak maksimum musim hujan yaitu pada
bulan Januari / Desember. Sementara itu lembah minimum terjadi pada bulan Agustus pada
saat musim kemarau. Tipe monsunal dipengaruhi oleh angin musiman (monsun), baik angin
baratan maupun angin timuran yang bertiup akibat adanya perbedaan musim di Belahan
Bumi Utara (BBU) dan Belahan Bumi Selatan (BBS).

B. Pola Hujan Equatorial


Pola hujan equatorial atau biasa disebut dengan pola hujan equatorial. Berasal dari
kata equatorial maka pola hujan equatorial biasanya terjadi pada daerah yang dekat dengan
garis equator atau segaris dengan garis equator. Pola hujan equatorial merupakan pola curah
hujan bulanan dan memiliki 2 kali puncak hujan yaitu dibulan maret dan oktober. Hal
tersebut sesuai dengan penyataan Syahza dkk (2017), yang menyatakan bahwa pola hujan
equatorial ditandai dengan dua puncak musim hujan (biasanya ada pada bulan maret sampai
bulan oktober) serta distribusi hujan atau penyebaran hujan yang hampir merata sepanjang
tahun diberbagai wilayah yang dekat dengan garis equator. sehingga pada daerah-daerah yang
mengalami pola curah hujan equator biasanya tidak akan mengalami kekeringan karena
puncak hujan yang terjadi sebanyak 2 kali dalam satu tahun. Pola hujan ini biasanya terjadi
atau dialami oleh Provinsi Riau, Pulau Sumatera bagian barat, Pulau Kalimantan bagian
utara, Puau Sulawesi serta beberapa daerah di Pulau Papua.
C. Pola Hujan Lokal

BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) secara umum membagi tiga
pola hujan di Indonesia berdasarkan distribusi data rata-rata curah hujan bulanan salah
satunya adalah pola hujan lokal. Pola hujan memiliki wilayah distribusi hujan bulanan
berkebalikan dengan pola monsun yang dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu
puncak hujan), tetapi bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun. Pola hujan lokal
sangat dipengaruhi oleh kondisi atmosfer dan fisiografis suatu daerah kemudian faktor-faktor
pembentuk terjadinya pola hujan ini adalah naiknya udara ke daratan tinggi atau pegunungan
serta pemanasan lokal yang tidak seimbang, daerah di Indonesia yang banyak terjadi pola
hujan ini antara lain, Kepulauan Maluku, sebagian Sulawesi, dan Papua (Munawir, 2007).
Indonesia mempunyai garis pantai yang panjang dan wilayah berpegunungan,
sehingga memengaruhi arus udara, perubahan cuaca, iklim, dan hujan. Selain itu, Indonesia
mempunyai variasi suhu yang kecil, sementara variasi curah hujan yang besar. Hal ini
disebabkan karena curah hujan di Indonesia dipengaruhi oleh beberapa faktor salah satunya
adalah variasi diurnal. Variasi diurnal merupakan sinyal berskala kecil yang memengaruhi
curah hujan harian di Indonesian. Variasi wilayah Indonesia yang terbagi menjadi tiga tipe
hujan memiliki kekuatan sinyal curah hujan enam bulanan yang berbeda-beda dengan urutan
kekuatan sinyal berturut-turut monsoonal, ekuatorial, kemudian lokal. Tipe lokal memiliki
sinyal curah hujan 6 bulanan yang sangat tinggi dan mondominasi curah hujan 12 bulan.
Contoh tipe lokal pada daerah Maluku dan Papua Barat berperiode curah hujan sebesar
5.9722 bulan/siklus atau mendekati enam bulan selain itu, beberapa nilai curah hujan yang
mendekati nilai maksimum grafik hal ini menunjukkan bahwa pada daerah dengan tipe lokal
curah hujan dipengaruhi oleh kondisi dari lingkungannya sehingga beberapa pola curah hujan
ada yang dominan pada daerah-daerah tersebut (Septiawan dkk., 2017).
Menurut Rahim dkk., (2015) pola curah hujan lokal lebih banyak dipengaruhi oleh
kondisi topografi serta memiliki satu puncak musim hujan yang mempengaruhi sirkulasi
udara lokal sehingga mendorong terbentuknya arus konveksi selain itu, pola curah hujan
lokal misalnya yang terjadi di wilayah Sulawesi Selatan dapat dipengaruhi oleh adanya Arus
Lintas Indonesia (Arlindo) yang membawa massa air hangat dari Samudera Pasifik menuju
Samudera Hindia melalui laut Indonesia. Arlindo mengalir terutama melalui Selat Makassar
dengan sebagian kecil mengalir melalui Laut Maluku.Massa air hangat tersebut mendorong
terjadinya arus konveksi di sebagian wilayah Sulawesi Selatan pada bulan Mei-Juli. Curah
hujan pola lokal di wilayah Sulawesi Selatan mengalami peningkatan mulai Maret sampai
mencapai maksimum pada bulan Mei dan menurun sejak bulan Juni hingga September
dengan puncak hujan terjadi pada bulan Mei dengan tinggi hujan sebanyak 242 mm
sedangkan puncak kering terjadi pada bulan September dengan tinggi hujan sebanyak 50 mm.
KESIMPULAN

Klimatologi adalah ilmu yang mencari gambaran dan penjelasan sifat iklim, mengapa
iklim di berbagai tempat di bumi berbeda , dan bagaimana kaitan antara iklim dan dengan
aktivitas manusia. Indonesia secara umum dapat dibagi menjadi 3 pola iklim utama dengan
melihat pola curah hujan selama setahun yaitu pola hujan monsun, pola hujan equatorial, dan
pola hujan lokal. Adapun perlunya dipelajari terkait pola – pola hujan ini untuk membantu
dalam mempermudah kegiatan di bidang pertanian sehingga setiap lini dapat memaksimalkan
hasil pertaniannya.
DAFTAR PUSTAKA

Munawir. 2007. Cakrawala Geografi 2. Jakarta: Yudhistira.

Rahim, A., R. Hidayati, A. Faqih, dan Mamenun. 2015. Analisis Model Prediksi Awal
Musim Hujan di Sulawesi Selatan. Meteorologi dan Geofisika, 16(2): 65-75.

Septiawan, P., S. Nurdiati, A. Sopaheluwakan. 2017. Analisis Empirical Orthogonal Function


(Eof) dan Transformasi Fourier pada Sinyal Curah Hujan Indonesia. Osf, 1(1): 1-24.

Syahza, A., Suwondo, Bahruddin, dan Darmadi. 2017. Prosiding Seminar Nasional
Pengelolaan Daerah Aliran Sungai secara Terpadu. LPMM Universita Riau:
Pekanbaru.

Tjasjono, B. 2004. Klimatologi Umum. Penerbit ITB Bandung.

Anda mungkin juga menyukai