Anda di halaman 1dari 8

Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol....................... No.......................

Desember 2015

ANALISIS PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION (MJO)


TERHADAP SIFAT HUJAN DI WILAYAH BALI PADA MASA
PERALIHAN MUSIM
Wendel Jan Pattipeilohy1,2, Dodo Gunawan2
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
2
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
Email : wendeljan89@gmail.com

Abstrak
Sebelum terjadi perubahan memasuki periode musim kemarau atau musim hujan,
ada masa dimana terjadi peralihan atau transisi akibat dari perubahan pola angin monsonal.
Masa peralihan musim sering dikaitkan dengan perubahan pola cuaca yang tidak menentu
sehingga banyak fenomena yang turut mempengaruhi varialititas curah hujan di wilayah
Bali. Madden Julian Oscillation (MJO) merupakan suatu gelombang atau osilasi non
seasonal yang terjadi di lapisan troposfer dan bergerak dari barat ke timur yaitu dari laut
Hindia ke Pasifik tengah dengan periode osilasi kurang lebih 30-60 hari. Data yang
digunakan dalam penelitian ini yaitu data curah hujan harian dari 14 pos hujan utama Zona
Musim (ZOM) Bali. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh MJO terhadap
sifat hujan di wilayah Bali dengan metode mengkompositkan kejadian MJO dari tahun
1995-2015 terhadap MJO aktif pada fase 3,4,5 dan 6.
Hasil kajian menunjukan bahwa di wilayah Bali, fase MJO 3, 4, 5, dan lebih sering
terjadi pada saat peralihan musim dari musim kemarau ke musim hujan (Oktober,
November dan Desember). Kemudian untuk fase 4 dan 5 merupakan fase dimana sifat
hujan di wilayah Bali rata-rata berada di atas normal.

Kata kunci : MJO, sifat hujan, peralihan musim.

Abstract

Before a change occurs during the dry or rainy season, there is a period of transition
or transition resulting from changes in the monsoonal wind. The transition period of
seasons is often associated with changes in unpredictable weather patterns so that many
phenomena influence the variability of rainfall in Bali. Madden Julian Oscillation (MJO) is
a wave or non-seasonal oscillation that occurs in the troposphere layer and moves from
west to east from the Indian Ocean to the middle Pacific with Oscillation period of
approximately 30-60 days. The data used in this research is daily rainfall data from 14
main rainfall ZOM Bali. This study aims to analyze the effect of MJO on the rainfall
characteristic in Bali region by compiling the MJO incidence from 1995-2015 to active
MJO in Phases 3, 4, 5 and 6.
The results show that in the area of Bali, the MJO phase 3, 4, 5, and more often
occur during the transition from dry season to rainy season (October, November and
December). Then, for phases 4 and 5 are a phase where the rainfall characteristic in the
Bali area on average is below normal.

Keywords : MJO, rainfall characteristic, seasonal transition periods.

1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol....................... No.......................Desember 2015

1. PENDAHULUAN hujan antara fase basah dan fase kering


Kawasan tropis memiliki aktivitas secara signifikan positif, artinya selama
konvektif yang sangat tinggi, banyak fase MJO sedang aktif maka akan
sekali faktor-faktor yang mempengaruhi menyebabkan anomali curah hujan
kondisi iklim diwilayah Indonesia seperti dibeberapa wilayah Indonesia dengan
kejadian angin monsun yang terjadi setiap besar anomali 1-3 mm / hari (10-30% dari
enam bulan sekali mengakibatkan rata-rata klimatologi) di atas daratan dan
perbedaan panas bumi antara belahan sekitar 5 mm / hari (60-70%) di atas laut.
bumi utara dan belahan bumi selatan Hasil ini menunjukkan bahwa MJO
sehingga Indonesia memiliki dua musim mengontrol sebagian besar total curah
yaitu musim hujan dan musim kemarau. hujan di Indonesia. Namun dari hasil
Selain itu terdapat juga El Nino–Southern penelitian tersebut hanya menggunakan
Oscillation (ENSO) yang terjadi beberapa titik pos hujan sehingga perlu
diwilayah Samudera Pasifik dan Indian kajian yang lebih mendalam tentang
Ocean Dipole (IOD) terjadi di wilayah pengaruh MJO terhadap curah hujan suatu
Samudera Hindia yang merupakan suatu wilayah dengan skala yang lebih kecil.
interaksi antara laut dan atmosfer Posisi Indonesia yang berada
sehingga mempengaruhi kondisi cuaca dilintang tropis menyebabkan kondisi
dan iklim diwilayah Indonesia. Hal ini dinamika atmosfer Indonesia sangat
dimungkinkan karena kurang lebih tujuh kompleks dengan berbagai fenomena
puluh persen wilayah Indonesia selain MJO sehingga tidak semua wilayah
didominasi oleh lautan menyebabkan di Indonesia terpengaruh dengan
kawasan ini diduga sebagai penyimpan fenomena MJO. Karena tiap wilayah di
bahang (panas) terbesar baik yang Indonesia memiliki tipe hujan yang
sensibel ataupun latent (tersembunyi) bagi berbeda-beda. Indonesia memiliki tiga
pembentukkan awan-awan kumulus, tipe hujan wilayah yaitu tipe hujan
seperti Cumulunimbus (Hermawan, Monsun, tipe hujan ekuatorial dan lokal.
2002). Provinsi Bali secara umum memiliki tipe
Salah satu fenomena yang sangat iklim monsun yaitu enam bulan musim
berpengaruh di Indonesia adalah Madden hujan dan enam bulan musim kemarau
Julian Oscillation (MJO) yang merupakan yang menyebabkan pulau Bali ini
suatu gelombang atau osilasi non seasonal dikategorikan dalam wilayah-wilayah
yang terjadi di lapisan troposfer, akibat yang jelas terlihat perbedaan antara
dari sirkulasi sell skala besar di ekuatorial musim kemarau dan musim hujan.
yang bergerak dari barat ke timur yaitu Provinsi Bali memiliki 15 pembagian
dari laut Hindia ke Pasifik tengah dengan wilayah Zona musim (ZOM). Pada saat
rentang daerah propagasi 15°LU-15°LS. masa peralihan dari musim kemarau ke
MJO secara alami terbentuk dari sistem musim hujan dan sebaliknya yaitu
interaksi laut dan atmosfer, dengan peralihan dari musim hujan ke musim
periode osilasi kurang lebih 30-60 hari kemarau, aktivitas monsun diindikasi
(Madden dan Julian, 1971,1993). MJO terjadi perubahan arah angin dari belahan
memberikan dampak yang cukup besar bumi utara dan belahan bumi selatan atau
pada variabilitas curah hujan di Indonesia, sebaliknya sehingga aktifitas monsun
menurut penelitian Hidayat & Kizu (2010) lemah, maka perlu dikaji seberapa besar
berdasarkan analisis data curah hujan dari pengaruh MJO terhadap curah hujan
beberapa stasiun pengukur hujan untuk ketika masa peralihan musim.
dari tahun 1979 sampai 1990 dan TRMM
untuk tahun 1998 sampai 2006. Pada 26
dari 31 stasiun, perbedaan anomali curah

2
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol....................... No.......................Desember 2015

Dimana,

𝑋̅ = Normal CH pentad pos hujan


𝑥𝑖 = CH pentad pos hujan
n = Jumlah tahun

Menggabungkan data MJO


dengan curah hujan pentad
setiap ZOM yang akan
digunakan untuk menghitung
banyaknya kejadian MJO
dan curah hujan pentad di
setiap fase.

(3)

Dimana,
k = Pentad ke-
Y= CH berdasarkan Gambar 1. Diagram alir
kejadian MJO dan
tiap pos hujan
N= jumlah tahun
3. HASIL DAN PEMBAHASAN
Menghitung sifat hujan 3.1 Perbandingan Jumlah Kejadian
setiap pos hujan dengan Madden-Julian Oscillation (MJO) saat
rumus : Musim Peralihan dari Musim Hujan ke
musim Kemarau dan saat Musim
Kemarau ke Musim Hujan

(4) Berdasarkan hasil pengolahan data


Madden-Julian Oscillation (MJO) untuk
Sifat Hujan adalah perbandingan antara mengetahui berapa banyak kejadian fase
jumlah curah hujan selama rentang waktu MJO aktif pada masa peralihan musim
yang ditetapkan (satu periode musim dari musim hujan ke musim kemarau dan
hujan atau satu periode musim kemarau) dari musim kemarau ke musim hujan
dengan jumlah curah hujan normalnya dengan perhitungan per-pentad maka
(rata-rata selama 30 tahun periode 1981 - diperoleh hasil Pada tabel 4.1 yaitu
2010). Sifat hujan dibagi menjadi 3 (tiga) frekuensi kejadian MJO pada fase 3, 4,
kategori, yaitu : dan 6 dengan periode 21 tahun (1995-
2015) diwilayah Bali pada saat peralihan
a) Di Atas Normal (AN), jika nilai musim dari musim hujan ke musim
curah hujan lebih dari 115% kemarau dengan total kejadian paling
terhadap rata-ratanya banyak yaitu pada pentad 26 (pentad
b) Normal (N), jika nilai curah hujan pertama bulan Mei) dengan total 12
antara 85% - 115% terhadap rata- kejadian terjadi pada bulan Mei dengan
ratanya sebaran 4 kali kejadian terjadi pada fase 3,
c) Di Bawah Normal (BN), jika nilai 4, dan 6
curah hujan kurang dari 85%
terhadap rata-ratanya.

4
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol....................... No.......................Desember 2015

Tabel 3.1 Jumlah Kejadian MJO saat Peralihan banyak dengan 4 kali kejadian terjadi pada
Musim Hujan ke Kemarau fase 4 dan 6. Kemudian pentad 68
Peralihan dari Musim Hujan ke Kemarau menunjukan total kejadian yang sama
BULAN Pentad
Frekuensi Fase MJO 1995-2015 Total
kejadian
yaitu 13 kejadian dengan sebaran 5 kali
3 4 5 6
kejadian pada fase 6. Sedangkan untuk
13 1 2 4 2 9
14 - 1 1 5 7 fase kejadian MJO paling sedikit terjadi
MAR
15 - 1 2 2 5 pada bulan Oktober pentad 59 dengan
16 3 - 1 1 5
17 4 2 - 2 8
total hanya 5 kejadian yang terjadi hanya
18 3 3 2 2 10 di fase 4, 5, dan 6 sedangkan fase 3 tidak
19 3 3 3 1 10
terdapat kejadian MJO aktif.
20 1 3 1 3 8
21 1 2 2 - 5
Berdasarkan hasil perhitungan
APR
22 4 3 3 1 11
23 - 3 2 1 6 jumlah kejadian MJO periode 1995-2015
24 2 1 - 2 5 untuk fase 3, 4, 5 dan 6 saat peralihan
25 4 - 3 2 9
26 4 4 - 4 12
musim pada Tabel 3.1 dan 3.2
MEI
27 1 3 4 2 10 menunjukkan bahwa total kejadian MJO
28 - 1 3 1 5
pada fase yang sama selama lebih dari dua
29 - - 1 1 2
30 - - - 2 2 hari berturut-turut pada saat peralihan
musim dari musim kemarau ke musim
Sedangkan untuk fase kejadian MJO hujan hingga awal musim hujan (Oktober-
paling sedikit terjadi pada akhir bulan Mei November-Desember) lebih banyak
yaitu pada pentad 29 dan 30 dengan terjadi dibandingkan pada saat peralihan
kejadian hanya 2 kali yang terjadi pada dari musim hujan ke musim kemarau. Hal
fase 5 dan 6. ini didukung dengan penelitian Wheeler
Tabel 3.2 Jumlah Kejadian MJO saat Peralihan dan Hendon (2004) yang menjelaskan
Musim Kemarau ke Hujan fase aktif MJO mempengaruhi konveksi
Peralihan dari Musim Kemarau ke Hujan saat mulainya Australian Summer
Frekuensi Fase MJO 1995-2015 Total
BULAN Pentad
3 4 5 6 kejadian
Monsoon pada bulan Oktober. MJO juga
55 2 3 4 2 11 mendukung aktifitas konvektif saat
56 - 1 7 2 10
57 1 - 2 5 8
terjdinya Asian Winter Monsoon yang
OCT
58 2 - 3 2 7 juga terjadi pada bulan Oktober (Jia dkk,
59 - 2 2 1 5 2010).
60 1 2 2 1 6
61 5 2 2 1 10
62 3 4 2 4 13
3.2 Pengaruh MJO Fase 3, 4, 5 dan 6
NOV
63 2 2 3 1 8 terhadap Sifat Hujan di Bali
64 3 2 2 2 9
65 2 2 2 3 9
66 2 4 - 5 11
Berdasarkan data curah hujan harian ZOM
67 1 3 3 2 9 Bali periode 1995-2015 ketika fase MJO
68 4 3 1 5 13 aktif pada fase 3 diwilayah ZOM Bali jika
69 3 2 2 1 8
DES
70 4 2 3 2 11 dilihat dari masa peralihan musim hujan
71 3 2 1 3 9 ke kemarau, sifat hujan untuk setiap ZOM
72 3 2 3 1 9
konsisten berada dibawah normal. Begitu
Pada tabel 4.2 yaitu frekuensi kejadian juga sebaliknya pada saat masa peralihan
MJO pada fase 3, 4, 5 dan 6 dengan dari musim kemarau ke musim hujan
periode 21 tahun (1995-2015) di wilayah dengan total 41 kejadian untuk bulan
Bali pada saat peralihan musim dari OND dan 31 kejadian untuk bulan MAM
kemarau ke hujan dengan total kejadian pada fase 3 tetapi curah hujan diwilayah
paling banyak yaitu pentad 62 dengan Bali secara umum berada masih berada
total 13 kejadian terjadi pada bulan dibawah normal. Artinya selama fase 3
November dengan sebaran kejadian paling MJO aktif, rentang nilai berdasarkan

5
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol....................... No.......................Desember 2015

standar deviasi (SD) distribusi curah hujan MJO sudah cukup jauh dari wilayah Bali
berada dibawah rata-rata normal curah sehingga sifat hujan saat peralihan dari
hujan. musim hujan ke kemarau lebih banyak
wilayah yang berada dibawah normal
Kemudian untuk wilayah Maritim pada 4 pentad terakhir yaitu pada pentad
Continent ketika fase MJO aktif pada fase ke 27, 28, 29 dan 30 yang notabene sudah
4 dan 5 secara umum sifat hujan pada hampir memasuki musim kemarau.
wilayah ZOM Bali ketika masa peralihan Artinya pada pentad tersebut apabila
dari musim hujan ke kemarau (Maret, terjadi fase MJO berad di fase 6 maka
April, Mei) memiliki sifat hujan berada hampir seluruh wilayah Bali akan
diatas normal dengan total 32 kejadian mengalami sifat hujan dibawah normal.
dari pentad 13 hingga pentad 30. Artinya Kemudian untuk fase 3 karena letaknya
selama fase 4 dan 5 MJO aktif, rentang berada di samudera Hindia, sehingga
nilai berdasarkan standar deviasi (SD) cukup dekat sehingga menyebabkan
distribusi curah hujan berada diatas rata- variasi sifat hujan pada ZOM Bali. Tidak
rata normal curah hujan. Kemudian untuk semua didominasi oleh sifat hujan bawah
masa peralihan dari musim kemarau ke normal meskipun merupakan masa transisi
musim hujan fase 4 dan 5 memiliki dari hujan ke kemarau. Hal sesuai dengan
kejadian MJO yang sering terjadi karena teori yang dikemukakan oleh Maden dan
berdasarkan panjang data kejadian MJO Julian bahwa MJO merupakan gelombang
yang memiliki amplitudo lebih dari 1 propagasi yang menjalar ke arah timur
sering terjadi pada saat bulan Oktober, diikuti dengan suhu muka laut panas yang
November dan Desember sehingga pada saling berinteraksi antara atmosfer dan
masa peralihan tersebut sifat hujan di lautan. Penjalaran tersebut ketika mulai
wilayah ZOM Bali mengalami sifat hujan aktif dari arah Indian Osean (Samudera
diatas normal. Hal tersebut sesuai dengan Hindia), maka akan membentuk massa
penelitian Hidayat dan Kizu (2010) udara yang naik sehingga memicu
tentang anomali curah hujan pada wilayah pertumbuhan awan-awan konvektif dan
Indonesia dari bulan oktober hingga bulan terjadi proses konvergensi pada wilayah
April tahun berikutnya (Austral Summer) tersebut. Indonesia dikenal dengan
diidentifikasi bahwa selama proses wilayah Maritim Kontinen dimana
terjadinya MJO curah hujan lebih tinggi berdasarkan penelitian Wheeler dan
dari rata-rata musiman sebesar 10-30% Hendon (2004), fase MJO tepat berada
selama fase 4 dan 5 dan lebih rendah 10- diwilayah Indonesia pada saat fase 4 dan 5
20% ketika diluar fase 4 dan 5. sehingga bisa mengasumsikan bahwa
ketika tumbuh daerah konvergensi pada
Untuk fase 6 ketika MJO aktif, pada saat
wilayah Indian Osean (fase 2 dan 3),
peralihan musim dari musim hujan ke
maka kemungkinan wilayah Maritim
musim kemarau (Maret, April, Mei)
Kontinen akan mengalami dampak
didominasi oleh sifat hujan bawah normal.
divergensi akibat pertemuan massa udara
Begitu juga dengan peralihan dari musim
sehingga menyebabkan tidak terjadi
kemarau ke musim hujan (Oktober,
hujan.
November, Desember). Pada saat fase 6
MJO gambaran keadaan sifat hujan 3.3 Sifat Hujan yang Dominan terhadap
memiliki ciri khas yang hampir sama beberapa Zom sepanjang Peralihan
dengan fase 3 yaitu ketika sedang aktif Musim pada saat Fase MJO 3, 4, 5 dan
pada fase 6, sifat hujan di ZOM Bali 6
berada dibawah normal. Tetapi yang
membedakan antara fase 3 dan fase 6 Berdasarkan hasil penelitian,
yaitu pada saat fase 6 lokasi penjalaran perbandingan antara sifat hujan atas

6
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol....................... No.......................Desember 2015

normal dan bawah normal sepanjang baratan pada saat itu wilayah ZOM 213
peralihan dari musim kemarau ke musim lebih merespon aktifitas MJO.
hujan dan sebaliknya ada beberapa
wilayah ZOM yang sepanjang peralihan Untuk fase 6 MJO perbandingan
tidak mengalami sifat hujan atas normal antara sifat hujan atas normal dan bawah
saat fase 3 MJO yaitu ZOM 213, 218 dan normal sepanjang peralihan dari musim
219. Hal ini sesuai dengan penelitian kemarau ke musim hujan dan sebaliknya
Benedict dan Randall (2007) ada beberapa wilayah ZOM yang
mengemukakan bahwa mekanisme
sepanjang peralihan dominan mengalami
penjalaran MJO yang dianalisis
berdasarkan pergerakannya maka akan sifat hujan dibawah normal yaitu wilayah
terjadi proses discharge and recharge ZOM 205, 206, 207 dan 215.
yaitu terjadi konveksi yang kuat (deep
convection) akan menyebabkan 4.KESIMPULAN
pertumbuhan awan konvektif dan Berdasarkan hasil dan pembahasan
presipitasi maksimum pada fase 3, maka dapat diambil kesimpulan yaitu
sedangkan pada fase selanjutnya terjadi pertama fase MJO berdasarkan frekuensi
disipasi konvektif yang disebut fase kejadiannya lebih sering terjadi pada saat
supressed sehingga menyebabkan wilayah masa peralihan dari musim hujan ke
tersebut kering (fase 4). musim kemarau yaitu pada bulan Maret,
April dan Mei selama periode 1995-2015
Kemudian pada fase 4 sepanjang dengan frekuensi kejadian pada fase 3
periode peralihan wilayah ZOM yang yaitu 41 kejadian, untuk fase 4 yaitu 38
dominan sifat hujan berada diatas normal kejadian, kemudian untuk fase 5 yaitu 44
yaitu pada ZOM 208. Ketika MJO aktif kejadian dan untuk fase 6 yaitu 43
pada fase 4, maka wilayah konvektif kejadian. Kemudian Pada saat MJO aktif
sebagian besar berada diwilayah bagian saat berada di barat benua maritim (fase 3)
barat Indonesia. Salah satu karakteristik sebagian besar wilayah ZOM Bali
MJO yaitu memodulasi angin baratan mengalami sifat hujan dibawah normal.
sehingga wilayah ZOM 208 yang berada Kemudian ketika MJO aktif saat berada di
diwilayah Barat Pulau Bali dan ditinjau Benua Maritim (Fase 4 dan 5) sebagian
dari geografisnya berdekatan dengan besar wilayah Bali didominasi sifat hujan
daerah topografi yang tinggi sehingga diatas normal. Sedangkan pada saat
sepanjang periode peralihan, sifat berada diwilayah timur benua maritim
hujannya berada diatas normal. (fase 6) sifat hujan berada dibawah
normal. Selanjutnya Pada saat fase 3
Pada saat fase 5 MJO wilayah wilayah ZOM 213, 218 dan 219 tidak
ZOM sepanjang peralihan musim, pernah terjadi sifat hujan diatas normal
dominan mengalami sifat hujan atas selama periode peralihan baik pada bulan
normal yaitu ZOM 213 dan untuk wilayah Maret, April, Mei dan Oktober,
dengan sifat hujan bawah normal yang November, Desember. Kemudian untuk
dominan sepanjang periode peralihan fase 4 dan 5 wilayah ZOM yang
yaitu pada wilayah ZOM 215 karena pada sepanjang periode peralihan mengalami
kedua ZOM ini ditinjau dari topografinya sifat hujan diatas normal yaitu ZOM 208
berada diantara dua gunung yaitu gunung dan 215 karena lokasi kedua ZOM ini
Batur di Kabupaten Bangli (ZOM 213) berdekatan dengan wilayah topografi yang
dan gunung Agung di Kabupaten Karang tinggi. Kemudian saat fase 5, terdapat satu
Asem (ZOM 215) sehingga berdasarkan ZOM yang mengalami sifat hujan
teorinya, MJO mampu memodulasi angin dibawah normal yaitu ZOM 215 yang
mana antara ZOM 215 dan ZOM 213
7
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Jurnal Meteorologi Klimatologi dan Geofisika Vol....................... No.......................Desember 2015

memiliki karekter sifat hujan yang Wheeler,M & Hendon,H., 2004, An All-
berbeda ketika MJO aktif pada fase 5. Seoason Real-Time Multivariate MJO
Index : Development of an Index for
Monitoring and Prediction

DAFTAR PUSTAKA http://www.bom.gov.au/climate/mjo/graphics/


rmm.74toRealtime.txt akses pada
Afni Nelvi, Asrul, S. N. 2014, Analisis Curah tanggal 12 Januari 2017
Hujan Harian untuk Menentukan Pola
Terjadinya Fenomena Madden Julian
Oscillation ( MJO ) di Daerah Sekitar
Ekuator Indonesia. Pillar of Physics,
4(1), 57–64.

Benedict J and Randall D 2006., Observed


Characteristics of the MJO Rekative to
Maximum Rainfall.

Hermawan, E., 2002 Perbandingan Antara


Radar Atmosfer Khatulistiwa dengan
Middel and Upper Atmosphere Radar
dalam Pemantauan Angin Zonal dan
Angin Meridional. Warta LAPAN, 1, 8-
16.

Hidayat, R., & Kizu, S. 2010., Influence of


the Madden-Julian Oscillation on
Indonesian rainfall variability in austral
summer. International Journal of
Climatology, 30(12), 1816–1825.
https://doi.org/10.1002/joc.2005

Madden, R.A dan Julian, P.R.1971., Detection


of a 40±50 Day Oscillation in The
Zonal Wind in The Tropical Pasific. J
Atmos Sci 28 : 702-708

Madden, R.A dan Julian, P.R.1972.,


Description of Global-Scale Circulation
Cells in the Tropics with a 40-50 Day
Period.

Madden R.A dan Julian,P.R 1993.,


Observations of the 40-50 day tropical
oscillation: A review. Mon. Wea.Rev.,
112-814-837

Rui H., & Wang B., 1990., Development


characteristics and Dynamic Structure
of Tropical Intraseasonal Convection
Anomalies. American Meteorological
Society, 47, 357379

8
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

Anda mungkin juga menyukai