Anda di halaman 1dari 7

VOL.1 NO.

1, DESEMBER 2021 : 7-13


Dyah Ajeng Sekar Pertiwi & Jaka Anugrah Ivanda Paski.

KORELASI SOUTHERN OSCILLATION INDEX (SOI) DAN


DIPOLE MODE INDEX (DMI) TERHADAP VARIABILITAS
CURAH HUJAN DI UTARA JAWA

Dyah Ajeng Sekar Pertiwi1,* dan Jaka Anugrah Ivanda Paski2


1) Stasiun Klimatologi Tanggerang Selatan, Jl. Raya Kodam Bintaro No. 82, 12070
2) Pusat Penelitian dan Pengembangan BMKG, Jl. Angkasa 1 No.2, Jakarta, 10720
*Email: ajenk.dyahsp@ymail.com

ABSTRAK
Benua maritim Indonesia (BMI) merupakan negara di wilayah tropis yang berada diantara
dua samudera. Aktivitas fenomena El Niño Southern Oscillation (ENSO) dan IndianOcean
Dipole (IOD) merupakan sirkulasi tropis non musiman di samudera Pasifik dan Hindia tetapi
mempunyai peran yang sangat penting terhadap variabilitas curah hujan di wilayah BMI.
ENSO merupakan fenomena cuaca yang terjadi di Samudra Pasifik, sedangkan IOD
adalah fenomena cuaca yang terjadi di Samudra Hindia. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dampak ENSO dan IOD terhadap curah hujan yang terjadi wilayah di tiga kota
di utara pulau Jawa. Data yang digunakan adalah data curah hujan tahun 2004-2013 dari
3 pos pengamatan hujan pada Stasiun Meteorologi Jatiwangi, Tegal dan Semarang, serta
data pembanding yang digunakan berupa data Indeks Nino
3.4 dan Dipole Mode Indeks (DMI). Analisis indeks menunjukan terjadi fenomena ENSO
memiliki pengaruh yang signifikan di wilayah utara jawa pada JJA dan SON di tiga lokasi
pengamatan (Jatiwangi, Tegal dan Semarang), khusus untuk Jatiwangi juga terdapat
hubungan yang signifikan pada musim MAM. Pada semua wilayah tidak terdapat korelasi
signifikan fenomena IOD dengan curah hujan.

Kata kunci: ENSO, SOI, IOD, Jawa

ABSTRACT
The Indonesian maritime continent (BMI) is a country in tropical region located between
two oceans. The El Niño Southern Oscillation (ENSO) and Indian Ocean Dipole (IOD)
phenomena are non-seasonal tropical circulation in the Pacific and Indian oceans.
However, they have an essential role in rainfall variability in the BMI region. ENSO is a
weather phenomenon in the Pacific Ocean, while IOD is a weather phenomenon in the
Indian Ocean. This study aims to determine the impact of ENSO and IOD on rainfall in
three cities in the north of Java. The data used are rainfall data for 2004-2013 from 3 rain
observation posts at Jatiwangi, Tegal, and Semarang Meteorological Stations, and
comparative data used in Nino 3.4 Index data Dipole Mode Index (DMI). Index analysis
shows that the ENSO phenomenon significantly influences the northern region of Java on
JJA and SON in three observation locations (Jatiwangi, Tegal, and Semarang), specifically
for Jatiwangi, there is also a significant relationship in the MAM season. In all regions, there
is no significant correlation between the IOD phenomenon and rainfall.

Keywords: ENSO, SOI, IOD, Java

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 7


VOL.1 NO.1, DESEMBER 2021 : 7-13
Dyah Ajeng Sekar Pertiwi & Jaka Anugrah Ivanda Paski.
1. Pendahuluan antara Samudera Hindia tropis bagian
barat dengan Samudera Hindia tropis
Berdasarkan letak geografis, benua bagian timur dan dibagi menjadi IOD
maritim Indonesia (BMI) merupakan (+) dan IOD (-) [9]. Pada saat IOD (+),
negara tropis yang terletak di antara terdapat anomali suhu muka laut
dua benua yaitu benua Asia dan benua dimana bagian barat lebih panas
Australia, serta terletak di antara dua daripada di bagian timur maka
samudra yaitu Samudra Hindia dan intensitas curah hujan di wilayah
Samudra Pasifik. Kondisi ini Indonesia bagian barat umumnya
menyebabkan wilayah BMI memiliki relatif rendah. Sedangkan pada saat
karakteristik cuaca dan iklim tersendiri IOD (-), terdapat anomali suhu muka
yang dipengaruhi faktor global seperti laut dimana bagian timur lebih panas
El Niño Southern Oscillation (ENSO) daripada di bagian barat maka
dan Indian Ocean Dipole (IOD) [1]. intensitas curah hujan di wilayah
Fenomena cuaca dan iklim skala Indonesia bagian barat umumnya
global ENSO terjadi di wilayah relatif tinggi [10]. Selisih anomali suhu
Samudra Pasifik ekuatorial, muka laut tersebut dilambangkan
sedangkan IOD terjadi di wilayah dengan Dipole Mode Indeks (DMI).
Samudra Hindia ekuatorial.
Fenomena ENSO dan IOD adalah dua
ENSO merupakan fenomena iklim faktor iklim dan cuaca skala global
skala global yang terjadi di wilayah yang mempengaruhi variabilitas
Samudra Pasifik antara pantai barat interannual di Indonesia [11]. IOD bisa
Amerika Selatan hingga ke wilayah muncul secara terpisah dari ENSO
timur BMI. Secara temporal, peristiwa atau bersama-sama [12]. Koneksi dari
ENSO berulang antara dua sampai kedua fenomena ini memberi dampak
tujuh tahun [2]. ENSO memiliki dua yang saling menguatkan atau
fase yaitu El Nino dan La Nina. El Niño memperlemah pengaruh di BMI [10].
merupakan fase panas di samudra Pengaruh dari kedua fenomena ini
Pasifik ekuatorial bagian tengah dan pada wilayah tipe hujan Monsunal
timur yang ditandai dengan biasanya lebih tinggi dibandingkan
memanasnya suhu muka laut atau dengan wilayah tipe hujan Equatorial
anomali suhu muka laut di daerah [13-14]. Salah satu wilayah dengan
tersebut positif yang berdampak tipe monsunal di Indonesia adalah
pengurangan intensitascurah hujan di wilayah di pulau Jawa bagian utara.
BMI [3-6]. Sedangkan La Nina adalah Oleh karena itu, pada penelitian ini
fasa dingin samudra Pasifik ekuatorial dilakukan analisis tingkat pengaruh
bagian tengah dan timur yang dari kedua aktivitas fenomena ENSO
berdampak meningkatnya intensitas dan IOD terhadap variabilitas hujan
curah hujan di BMI [3; 6-7]. Dalam selama 10 tahun (2004 – 2013) di tiga
menganalisis fenomena ENSO wilayah Jawa bagian utara yaitu
digunakan beberapa indeks, yaitu ONI Jatiwangi, Tegal dan Semarang.
(Oceanic Nino Index), Nino 3.4 dan
SOI (Southern Oscillation Index) [3; 5-
7]. 2. Bab Kedua
2.1. Data
Fenomena IOD merupakan faktor
iklim skala global yang sistemnya Data yang digunakan dalam
serupa dengan ENSO namun terjadi penelitian ini berupa data curah hujan
di daerah Samudera Hindia [8]. hujan bulanan tahun 2004 – 2013
Menurut Saji dkk (1999), IOD dari tiga pos pengamatan hujan yaitu
diidentifikasi dengan adanya Stasiun Meteorologi (Stamet)
perbedaan anomali suhu muka laut

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 8


VOL.1 NO.1, DESEMBER 2021 : 7-13
Dyah Ajeng Sekar Pertiwi & Jaka Anugrah Ivanda Paski.
Jatiwangi, Stasiun Meteorologi Tegal Selanjutnya, data SOI dan DMI
dan Stasiun Meteorologi Semarang. disiapkan dalam rata-ratanya setiap
Sedangkan, data pembanding yang tiga bulan sesuai monsun. Kemudian
digunakan berupa data SOI yang analisis korelasi dilakukan untuk
diambil dari situs Bureau of menyelidiki hubungan dua variabel
Meteorology [15] dan DMI dari NOAA dalam hal ini curah hujan bulanan dan
[16]. SOI atau DMI yang didapatkan
menggunakan Pers. (2).
2.2. Metode
r= nΣxy – (Σx) (Σy) (2)
Pada penelitian ini digunakan metode
analisis korelasi yang meliputi tabel √{nΣx² – (Σx)²} {nΣy2 – (Σy)2}
dan grafik yang selanjutnyadigunakan
dimana, r: Koefisisen korelasi antara X dan
untuk mengkaji hubungan antara
Y, X: SOI rata-rata bulanan atau
dinamika atmosfer dan lautan
Indeks Nino 3.4, Y: Curah hujan
terhadap besarnya curah hujan di tiga
rata-rata bulanan.
wilayah di Jawa bagian utara. Metode
ini telah dilakukan di wilayahSumatera
Dari analisis korelasi ini menghasilkan
Utara oleh Hastuti dan Paski (2019)
koefisien korelasi yang menunjukkan
[17], serta di Tangerang
tingginya derajat hubungan dua
Selatan oleh Pertiwi dkk (2020) [18].
variabel tersebut. Hasil dari nilai r
Sebagai tahap awal, data hujan
(koefisien korelsi) dapat diinterpretasi
diolah ke dalam bentuk anomali curah pada tabel 1. Namun nilai korelasi
hujan. Perhitungan anomali curah dianggap dapat dipercaya atau
hujan diamati bulanan untuk signifikan jika peluang untuk
mengetahui sifat dari hujan yang mencapai tingkat nyata ketika p-
terjadi pada suatu wilayah dalam value < 0.05.
rentang waktu tertentu. Dengan
rumusan : Tabel 1. Interval Koefisien Korelasi [19]

Anomali = Xi – Xmean (1)


Interval Koefisien Tingkat Hubungan
dimana, Xi: Curah hujan dalam suatu bulan Korelasi
(mm), Xmean: Rata-rata curah 0,00 – 0,199 Sangat Rendah
hujan bulanan dari periode waktu
0,20 – 0,399 Rendah
tertentu (mm).
0,40 – 0,599 Sedang
Anomali tersebut dituangkan kedalam
0,60 – 0,799 Kuat
rata-rata tiga bulanan berdasarkandari
sesi monsun, yaitu September - 0,80 – 1,000 Sangat Kuat
Oktober - November (SON),
Desember - Januari - Februari (DJF),
Maret - April - Mei (MAM), dan Juni - 3. Hasil
Juli - Agustus (JJA). Anomali positif
menunjukkan bahwa curah hujan Analisis SOI dan DMI yang
pada waktu tersebut lebih tinggi dikorelasikan dengan curah hujan
dibandingkan normalnya. Begitu pada tiga lokasi di wilayah Jawabagian
sebaliknya, anomali negatif utara menunjukan adanya hubungan
menunjukkan curah hujan lebih yang signifikan terutama pada SOI.
rendah dibandingkan kondisi Hasil disajikan didalam tabel untuk
normalnya. setiap titik lokasi.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 9


VOL.1 NO.1, DESEMBER 2021 : 7-13
Dyah Ajeng Sekar Pertiwi & Jaka Anugrah Ivanda Paski.
Tabel 2. Korelasi SOI dan DMI dengan data curah hujan Stasiun Meteorologi Jatiwangi

SOI DMI

Bulan r p-value Keterangan R p-value Keterangan

Tidak
MAM 0.634 0.049 Signifikan 0.504 0.138 Signifikan

Tidak
JJA 0.675 0.032 Signifikan -0.497 0.144 Signifikan

Tidak
SON 0.814 0.004 Signifikan -0.41 0.24 Signifikan

Tidak Tidak
DJF -0.289 0.483 Signifikan -0.31 0.416 Signifikan

Tabel 3. Korelasi SOI dan DMI dengan data curah hujan Stasiun Meteorologi Tegal

SOI DMI
Bulan r p-value Keterangan R p-value Keterangan
Tidak Tidak
MAM -0.083 0.82 Signifikan -0.245 0.495 Signifikan
Tidak
JJA 0.781 0.008 Signifikan -0.582 0.078 Signifikan
Tidak
SON 0.645 0.044 Signifikan -0.603 0.065 Signifikan
Tidak Tidak
DJF 0.631 0.069 Signifikan -0.509 0.162 Signifikan

Tabel 4. Korelasi SOI dan DMI dengan data curah hujan Stasiun Meteorologi Semarang

SOI DMI
Bulan r p-value Keterangan R p-value Keterangan
Tidak Tidak
MAM -0.316 0.373 Signifikan 0.068 0.851 Signifikan
Tidak
JJA 0.66 0.038 Signifikan -0.613 0.059 Signifikan
Tidak
SON 0.813 0.004 Signifikan -0.413 0.236 Signifikan
Tidak Tidak
DJF 0.475 0.197 Signifikan -0.117 0.764 Signifikan

Indeks Osilasi Selatan (SOI) adalah timur (yaitu, keadaan Osilasi Selatan)
salah satu ukuran fluktuasi skala selama episode El Niño dan La Niña.
besar dalam tekanan udara yang Secara tradisional, indeks ini dihitung
terjadi antara Pasifik tropis barat dan berdasarkan perbedaan anomali

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 10


VOL.1 NO.1, DESEMBER 2021 : 7-13
Dyah Ajeng Sekar Pertiwi & Jaka Anugrah Ivanda Paski.
tekanan udara antara Tahiti dan intensitas curah hujan di wilayah
Darwin, Australia. Secara umum, Tegal. Nilai korelasi untuk musimyang
runtun waktu SOI yang sangat sesuai bernilai signifikan di Stasiun
dengan perubahan suhu laut diseluruh Meteorologi Tegal yaitu JJA dan SON
Pasifik tropis timur. Fase negatif SOI adalah 0.781 dan 0.645. Jika merujuk
mewakili tekanan udara di bawah pada interval keofisian korelasi pada
normal di Tahiti dan tekanan udara di tabel 1, tingkat hubungan antara SOI
atas normal di Darwin. Periode nilai dan curah hujan di Stasiun Meteorologi
SOI negatif yang berkepanjangan Tegal masuk dalam kategori kuat. Hal
bertepatan dengan air laut hangat ini menggambarkan bahwa curah
yang tidak normal di seluruh Pasifik hujan selama musim JJA dan SON
tropis timur yang khas dari episode El sangat dipengaruhi oleh fenomena
Niño. Nilai SOI positif yang ENSO.
berkepanjangan bertepatan dengan
perairan laut yang sangat dingin di Berdasarkan tabel 4, analisis korelasi
sepanjang Pasifik tropis timur yang SOI dengan variabilitas hujan di
khas dari episode La Niña. Stasiun Meteorologi Semarang
menunjukkan pola yang hampir
Berdasarkan tabel 2, analisis korelasi serupa dengan Stasiun Meteorologi
SOI dengan variabilitas hujan di Tegal. Signifikansi hubungan antara
Stasiun Meteorologi Jatiwangi SOI dan variabilitas curah hujan
menunjukkan korelasi positif dan hanya ditununjukkan pada musim JJA
signifikan di setiap musim kecuali dan SON. Dimana, pada kedua musim
musim DJF. Jika dilihat dari nilai tersebut korelasi bernilai positif yaitu
korelasi positif, hal ini menunjukkan 0.66 dan 0.813. Hubungan antara SOI
bahwa saat SOI bernilai positif (La dan curah hujan di Stasiun
Nina) maka terjadi kenaikan intensitas Meteorologi Semarang adalah kuat
curah hujan. Nilai korelasi berturut- untuk musim JJA, serta sangat kuat
turut untuk musim MAM, JJA dan SON untuk musim SON. Hal ini
adalah 0.634, 0.675 dan 0.814. menggambarkan bahwa curah hujan
Menurut tabel interval keofisian selain pada kedua musim (JJA dan
korelasi pada tabel 1, menunjukan SON) sangat dipengaruhi oleh
tingkat hubungan antara SOI dancurah fenomena ENSO dan memiliki
hujan di Stasiun Meteorologi Jatiwangi hubungan yang berbanding lurus.
adalah kuat untuk musim MAM dan
JJA, serta sangat kuat untuk musim Namun, korelasi yang berbeda
SON. Hal ini menggambarkan bahwa ditunjukkan oleh DMI untukvariabilitas
curah hujan selain musim penghujan curah hujan di tiga lokasi pengamatan
(DJF) sangat dipengaruhi oleh hujan di Jawa bagian utara. Koefisien
fenomena ENSO. korelasi yang mayoritas negatif kecuali
musim MAM di Stasiun Meteorologi
Analisis korelasi SOI dengan Jatiwangi dan Semarang, serta nilai p-
variabilitas hujan di Stasiun value yang >5 menyatakan bahwa
Meteorologi Tegal menunjukkan tidak memiliki hubungan yang
korelasi positif di setiap musimkecuali signifikan dari kedua parameter ini.
musim MAM. Namun, hanya musim Dalam kata lain, IOD yang terjadi di
JJA dan SON yang menunjukkan Samudra Hindia barat BMI tidak
adanya hubungan yang signifikan. Jika mempengaruhi variabilitascurah hujan
dilihat dari tabel 3, nilai korelasi positif di wilayah Jawa bagian utara. Hal ini
untuk hubungan yang signifikan sesuai dengan hasil penelitian yang
memiliki pengertian bahwa kenaikan dilakukan oleh Rahayu dk (2018) yang
nilai SOI berhubungan dengan menyatakan bahwa tidak ada
kenaikan pengaruh signifikan

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 11


VOL.1 NO.1, DESEMBER 2021 : 7-13
Dyah Ajeng Sekar Pertiwi & Jaka Anugrah Ivanda Paski.
antara IOD terhadap curah hujan di HFI Jateng & DIY, Semarang,
wilayah Pulau Jawa, hanya di Jawa hal. 19-26.
bagian barat yang memberi sedikit
[3] Tjasyono, B., (2008). Sains
pengaruh. [20] Atmosfer. Jakarta: Puslitbang
BMKG.
4. Kesimpulan
[4] Philander, S. G. (1990). El Nino,
Dari hasil analisis korelasi terdapat
La Nina, and The Southern
hubungan antara fenomena ENSO
Oscillation. San Diego: Academic
terhadap variabilitas curah hujan di
Press.
Jawa bagian utara. Ketiga titik lokasi
pengamatan menunjukkan adanya [5] Zakir, A., Sulistya, W., &
korelasi positif yang signifikan untuk Khotimah, M. K. (2009).
SOI pada musim JJA dan SON, serta Perspektif Operasional Cuaca
musim MAM hanya untuk Stasiun Tropis. Jakarta: Puslitbang
Meteorologi Jatiwangi. Nilai koefisien BMKG.
korelasi dikategorikan kuat dan
sangat kuat untuk pengaruh ENSO [6] Xiao, H. & Mechoso, C. R. (2009).
berdasarkan SOI terhadap curah Seasonal Cycle-El Nino
hujan di Jawa bagian utara. Korelasi Relationship : Validation of
positif bermakna bahwa kenaikannilai Hypotheses. Journal of the
SOI berbanding lurus dengan Atmospheric Sciences, 66, 1633-
kenaikan intensitas curah hujan. 1653. DOI:10.1175/2008JAS287
Namun, tidak ditemukan korelasi 0.1
yang signifikan antara fenomena IOD
dari data DMI dengan curah hujan di [7] Aldrian, E. (2008). Meteorologi
titik pengamatan. Laut Indonesia. Jakarta:
Puslitbang BMKG.
Ucapan Terima Kasih
[8] Yamagata, T., and T. Masumoto,
Ucapan terima kasih kepada Pusat (1992). Interdecadal Natural
Database BMKG yang telah Climate Variability in the Western
menyediakan data curah hujan di Pacific and Its Implication in
website Global Warming. J Meteor.
https://dataonline.bmkg.go.id/. Soc.Jpn., 70 (1), 167-175.
Daftar Pustaka [9] Saji, N.H., Goswamy, B.N., and
Vinayachandran, P. N. (1999).
[1] Gustari, I. (2009). Analisis Curah Indian Ocean during 1997-1998,
Hujan Pantai Barat Sumatera Nature, 401, 356 – 359
Bagian Utara Periode 1994-2007.
Jurnal Meteorologi dan Geofisika, [10] Harijono, S. W. B. (2008).
10(1), 29–38. doi: Analisis Dinamika Atmosfer Di
10.31172/jmg.v10i1.31. Bagian Utara Ekuator Sumatera
Pada Saat Peristiwa El-Nino Dan
[2] Hermawan, E., Juniarti V., Dipole Mode Positif Terjadi
Trismidianto, Krismianto, Ibnu, F., Bersamaan. Jurnal Sains
dan Ining, S. (2010). Dirgantara, Vol. 5 No.2
Pengembangan ekspert sistem
berbasis indeks ENSO, DMI, [11] Raffi, A. (2013). Analisis Respon
monsun, dan MJO untuk Tipe Hujan di Wilayah Papua
penentuan awal musim,Prosiding terhadap Fenomena ENSO.
pertemuan ilmiah XXIV Bandung: Paper ITB

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 12


VOL.1 NO.1, DESEMBER 2021 : 7-13
Dyah Ajeng Sekar Pertiwi & Jaka Anugrah Ivanda Paski.
[12] Behera, S.K., Krishnan, R., dan [19] Sugiyono. (2012). StatistikaUntuk
Yamagata, T. (1999). Unusual Penelitian. Bandung: CV Alfabeta.
ocean-atmosphere conditions in
[20] Rahayu, N. D., Sasmito, B., &
the tropical Indian Ocean during
Bashit, N. (2018). Analisis
1994. Geophys. Res. Lett., 26,
pengaruh fenomena Indian
3001-3004. Ocean Dipole (IOD) terhadap
[13] Boer, R., Wahab. I., dan Perdinan. curah hujan di pulau Jawa. Jurnal
(2004). The use of global climate Geodesi Undip, 7(1), 57-67.
forcing for rainfall and yield
prediction in Indonesia: Case
study at Bandung District. Dept.
Of Geophysics and Meteorology,
Bogor Agriculture Univ.
Mimeograph

[14] Kailaku, T. E. (2009). Pengaruh


Enso (El Nino-Southern
Oscillation) dan Iod (Indian
Ocean Dipole) terhadapDinamika
Waktu Tanam Padi di Wilayah
Tipe Hujan Equatorial dan
Monsunal (Studi Kasus
Kabupaten Pesisir Selatan,
Sumatera Barat dan Kabupaten
Karawang, Jawa Barat). Skripsi.
Institut Pertanian Bogor

[15] Southern Oscillation Index (SOI),


(2019). (https://psl.noaa.gov/gcos
_wgsp/Timeseries/Data/soi.long.
data), diakses 8 Februari 2019.

[16] Dipole Mode Index (DMI), (2019).


(https://psl.noaa.gov/gcos_wgsp/
Timeseries/DMI/), diakses 8
Februari 2019.

[17] Hastuti, M. I., dan Paski, J. A. I.,


(2019). Analisis Pengaruh
Fenomena ENSO Dan IOD
Terhadap Variabilitas Curah
Hujan di Sumatera Utara.
Prosiding Seminar Nasional
Sains Atmosfer (SNSA) 2019. (In
Review)

[18] Pertiwi, D. A. S., Faski, G. I. S. L.,


dan Paski, J. A. I., 2020. Korelasi
Southern Oscillation Index (SOI)
dan Indeks Nino 3.4 Terhadap
Variasi Curah Hujan diTangerang
Selatan. Buletin Balai II BMKG.
Vol.1, No.3.

BULETIN METEOROLOGI, KLIMATOLOGI, DAN GEOFISIKA 13

Anda mungkin juga menyukai