Anda di halaman 1dari 30

PREDIKSI CURAH HUJAN MUSIM DI MALUKU

Ade Nova Fitrianto, Dinda Raisa Salsabila, Hafidh Irvan Rahmaddani, Lulut Ajeng Heryana,
Muhammad Ichwan Srimulia, Muhammad Suluh Mahardika, Mustofa Angkie Bangun Permana,
Putri Aliyyah Utami, Ryan Fajar Sulistyanto
Klimatologi, Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika

ABSTRAK
Maluku adalah wilayah di Indonesia yang memiliki kondisi iklim yang unik dibandingkan wilayah lainnya,
sehingga dibutuhkan prediksi yang lebih menyeluruh. Oleh karena itu, perlu adanya metode yang tepat untuk
menghasilkan prediksi iklim, khususnya prediksi curah hujan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
data curah hujan bulanan dari 13 stasiun pengamatan dan pos hujan di kepulauan Maluku, dengan data tahun
2010 - 2015 sebagain data permodelan dan data tahun 2016 - 2018 sebagai data validasi model. Penelitian
dilakukan dengan menggunakan metode Auto Regressive Integrated Moving Average (ARIMA), Vector
Autoregression (VAR), dan Multiple Regression dalam memprediksi curah hujan, sedangkan metode yang
digunakan untuk mengetahui besarnya penyimpangan yang terjadi antara nilai prakiraan curah hujan
dibandingkan dengan nilai curah hujan observasi adalah Root Mean Square Error (RMSE). Hasil penelitian
menunjukan pemodelan dengan Multiple Regression cocok digunakan di 11 stasiun pengamatan dan pos hujan di
kepulauan Maluku. Untuk metode Vector Autoregression cocok digunakan di 5 stasiun pengamatan dan pos hujan
di kepulauan Maluku. Sedangkan untuk metode ARIMA tidak cocok digunakan di stasiun maupun pos hujan yang
ada di wilayah Maluku. Penelitian ini menunjukkan bahwa perbandingan hasil prediksi curah hujan dengan
menggunakan Multiple Regression menghasilkan prediksi yang lebih baik dibanding dengan dua metode lainnya.
Kata kunci: curah hujan, prediksi, regresi, vector autoregression, auto regressive integrated moving average.

ABSTRACT
Maluku is a region in Indonesia that has unique climatic conditions compared to other regions that require
comprehensive prediction. Therefore, we need the right method to generate climate prediction, especially rainfall
predictions. The data used in this study are monthly rainfall data from 13 observation stations and rain posts in the
Maluku islands, with data from 2010 - 2015 as modeling data and data from 2016 to 2018 as model validation data.
The research was conducted using the Auto Regressive Integrated Moving Average (ARIMA), Vector
Autoregression (VAR), and Multiple Regression methods in predicting rainfall, while the method used to determine
the magnitude of the deviation that occurs between the predicted rainfall value compared to the observed rainfall
value is Root Mean Square Error (RMSE). The results showed that modeling with Multiple Regression is suitable
for use in 11 observation stations and rain posts in the Maluku islands. The Vector Autoregression method is
suitable for use in 5 observation stations and rain posts in the Maluku islands. Meanwhile, the ARIMA method is not
suitable for use in rain stations or posts in the Maluku region. This study shows that the comparison of the results of
rainfall prediction using Multiple Regression results in better predictions than the other two methods.
Keywords: rainfall, prediction, regression, vector autoregression, auto regressive integrated moving average.

A. PENDAHULUAN
Kepulauan Maluku terdiri atas dua provinsi yaitu Provinsi Maluku dan Provinsi Maluku
Utara yang merupakan pemekaran dari wilayah provinsi Maluku yang secara astronomi terletak
antara  2º 30' LS- 3º 0' LU123º 50' - 135º 30' BT. Kepulauan Maluku memiliki karakter topografi
yang beragam baik berupa dataran rendah di pesisir, perbukitan dan pegunungan. Sebagian besar
wilayah Kepulauan Maluku memiliki morfologi yang bergunung dan berbukit-bukit. Kepulauan
Maluku juga memiliki pulau-pulau vulkanis dan pulau karang, sedangkan sebagian lainnya
merupakan dataran. Secara geografis, Provinsi Maluku berbatasan dengan Samudera Pasifik di
bagian Utara, Provinsi Papua Barat di bagian Timur, Negara Timor Leste dan Negara Australia
di bagian Selatan, serta Provinsi Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Tengah di bagian Barat.
Wilayah Indonesia bagian Timur merupakan salah satu wilayah yang memiliki curah
hujan rata-rata tahunan yang cukup besar (Savitri dkk, 2019). Contohnya Maluku yaitu sekitar
2000mm/tahun. Sebagian wilayah Maluku dinyatakan sebagai wilayah beriklim tropis basah.
Dalam penelitian (Laimeheriwa dkk, 2002) bahwa dari data berbagai stasiun hujan yang ada di
wilayah Maluku menunjukkan kondisi ikilm Maluku yang sangat beragam terutama pada pola
curah hujannya. Adanya keragaman iklim (curah hujan) antar wilayah di Maluku maka secara
klimatologis, terdapat tiga pola iklim (curah hujan) di wilayah ini, yaitu: (1) Pola Monsun yaitu
bentuk pola hujan yang bersifat unimodal (satu puncak hujan), (2) Pola Ekuatorial yaitu bentuk
pola hujan yang bersifat bimodal (dua puncak hujan), (3) Pola Lokal yaitu bentuk pola hujan
bersifat unimodal tapi bentuknya berlawanan dengan tipe monsun yang berlaku umum di
Indonesia, dimana musim hujan berlangsung selama April-September, dan musim kemarau
berlangsung selama Oktober-Maret.
Curah hujan di Maluku dominan dipengaruhi oleh sistem angin monsun dan kondisi suhu
permukaan laut (SPL) di perairan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Pola curah hujan
untuk Ambon adalah pola hujan lokal, sedangan wilayah Tual dan Saumlaki memiliki pola hujan
Monsun. Variabilitas curah hujan di wilayah Maluku (Ambon, Tual dan Saumlaki) dipengaruhi
oleh ENSO, Monsun dan Dipole Mode yang direpresentasikan dengan adanya perolehan nilai
koefisien korelasi berganda untuk semua fase ENSO (El Niño, La Niña, Normal). Berdasarkan
hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa variabilitas curah hujan di Ambon sangat dipengaruhi
oleh fenomena ENSO. Untuk variabilitas curah hujan di Tual dipengaruhi oleh ENSO, Monsun
dan DM. Untuk variabilitas curah hujan di Wilayah Saumlaki lebih dipengaruhi oleh DM
(Alexander dkk, 2018).
Dalam beberapa penelitian yang telah dilakukan di wilayah Maluku telah menunjukkan
beberapa parameter yang dapat dijadikan landasan dalam memprediksi iklim khususnya curah
hujan di Kepulauan Maluku diantaranya adalah:
1. Suhu Permukaan Laut (SPL)
Andini dkk. (2015) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi atmosfer
Indonesia bahkan atmosfer global yaitu suhu permukaan laut. Hal ini memberikan cukup alasan
untuk menjadikan peranan laut sangat penting dalam rangkaian proses pembentukan hujan di
atmosfer. Interaksi antara atmosfer dan laut disekitar Indonesia juga berpengaruh terhadap
keragaman hujan di Indonesia, seperti fenomena El Niño-Southern Oscillation (ENSO), Indian
Ocean Dipole (IOD), fenomena Quasi-biennial oscillation (QBO) dan Pacific decadal
oscillation (PDO). Parameter yang digunakan dalam mengahsilkan besaran ENSO salah satunya
adalah Oceanic Niño Index (ONI). Sedangkan parameter untuk kejadian IOD adalah Dipole
Mode Index (DMI).
Provinsi Maluku merupakan gugusan Kepulauan Maluku yang terdiri dari banyak pulau-
pulau kecil dan beberapa pulau besar. Aldrian (2008) dalam Andini (2015) menyebutkan fungsi
meteorologis dari pulau-pulau kecil tersebut terhadap iklim regional Indonesia karena
keberadaan pulau pulau tersebut mengatur arus lintas air laut dan atmosfir disekitarnya. Dalam
penelitiannya menunjukkan bahwa prakiraan curah hujan berdasarkan suhu permukaan laut
dengan metode RKU (regresi komponen utama) cukup baik. Prakiraan curah hujan yang paling
baik dengan suhu permukaan laut adalah wilayah Maluku Tenggara.
2. Outgoing Longwave Radiation (OLR)
Berdasarkan penelitian oleh Aldrian (1999) bahwa pola OLR dan angin lapisan 850mb
berdasarkan data ECMWF menunjukkan bahwa daerah Maluku tengah dan utara yang masuk
dalam tipe C ini masih sulit untuk dijelaskan. Tipe C merupakan anomali dibandingkan dengan
tipe lainnya dimana puncak curah hujan bukan terjadi pada pergantian tahun (DJ) melainkan
pada pertengahan tahun (AMJ). Kejanggalan atau ketidak mampuan model ECMWF mendeteksi
keadaan tipe C ini dapat dimengerti karena pola keluaran ECMWF terutama untuk wilayah
Indonesia merupakan proyeksi dari data input SST global (Aldrian, 2000).
Dari berbagai penelitian yang menggunakan cara untuk menganalisis curah hujan di
Maluku menggunakan parameter suhu permukaan laut, suhu udara (T), kelembaban relatif (RH),
angin pada lapisan 850mb dan OLR, dapat dilihat dari penelitian Fadholi (2013) bahwa prediksi
total hujan bulanan menggunakan prediktor kelembaban udara (T) menggunakan persamaan
regresi linier menghasilkan luaran yang relatif lebih baik dibandingkan dengan menggunakan
dua prediktor (T dan RH). Selanjutnya hasil penelitian dari Andini dkk. (2015) memprakiraan
bahwa metode RKU melalui prediktor suhu permukaan laut secara umum menunjukan prakiraan
yang cukup baik terhadap curah hujan observasi. Melihat Indonesia yang dikelilingi oleh lautan
dan khusunya wilayah Maluku yang berpulau pulau dan dikelilingi oleh lautan, maka faktor suhu
permukaan laut sangat berpengaruh menjadi prediktor curah hujan di wilayah Maluku.
Tabel 1. Korelasi Parameter Prediktor Iklim dengan Anomali Curah Hujan
Wilayah Anomali AUSM Angin
  QBO PDO PC1 PC2 PC3 SPL ONI DMI
ZOM OLR I Zonal (U)
Stamet Sanana ZOM 328 -0.52 -0.02 -0.27 0.03 -0.13 0.33 0.20 0.18 -0.39 -0.10 -0.16
Stamet Galela ZOM 328 -0.56 -0.04 -0.19 0.07 -0.14 0.41 0.10 0.15 -0.41 -0.10 -0.14
Stamet Labuha ZOM 328 -0.55 -0.05 -0.13 0.01 -0.22 0.39 0.21 0.18 -0.40 -0.12 -0.23
Stamet Ternate ZOM 328 -0.67 -0.05 -0.23 0.09 0.04 0.44 0.25 0.21 -0.52 -0.23 0.01
Stamet Namlea ZOM 330 -0.30 -0.05 -0.14 0.04 -0.10 0.26 0.06 0.11 -0.17 -0.06 -0.16
Pos Hujan Niniari ZOM 332 -0.42 -0.04 -0.33 0.02 -0.21 0.32 0.07 0.15 -0.31 -0.07 -0.18
Staklim Kairatu ZOM 333 -0.46 -0.07 -0.25 -0.04 -0.32 0.26 0.19 0.18 -0.34 0.00 -0.25
Stamet Pattimura ZOM 333 -0.50 0.05 -0.31 0.00 -0.17 0.17 0.18 0.05 -0.26 0.02 -0.13
Stamet Amahai ZOM 333 -0.45 0.06 -0.34 -0.18 -0.25 0.09 0.22 -0.07 -0.18 0.08 -0.27
Stamet Geser ZOM 334 -0.52 0.21 -0.28 -0.05 -0.17 0.39 0.24 0.15 -0.36 -0.21 -0.19
Stamet
Bandanaira ZOM 334 -0.43 0.08 -0.15 0.01 -0.10 0.19 0.19 0.16 -0.15 0.04 -0.01
Stamet Tual ZOM 335 -0.41 0.03 -0.17 0.07 0.00 0.35 0.21 0.21 -0.26 -0.13 -0.06
Stamet Saumlaki ZOM 336 -0.31 -0.02 -0.09 0.12 0.12 0.35 0.10 0.16 -0.22 0.00 -0.01

Tidak semua landasan prediktor iklim cocok untuk wilayah Maluku sehingga untuk
mempermudah prediksi curah hujan di Kepuluan Maluku, maka korelasi antara berbagai
parameter prediktor iklim dengan anomali curah hujan pada stasiun pengamatan di Kepulauan
Maluku dilakukan. Sesuai dengan tabel tersebut, parameter anomali OLR memiliki nilai korelasi
yang paling tinggi dibandingkan dengan parameter QBO, PDO, AUSMI, SPL, ONI, DMI, dan
angin zonal lapisan 850mb pada seluruh stasiun pengamatan.
Pada Stasiun Meteorologi Sanana, Stasiun Meteorologi Labuha, Stasiun Meteorologi
Galela, Stasiun Meteorologi Ternate, Stasiun Klimatologi Kairatu, dan Stasiun Meteorologi
Geser menunjukkan korelasi paling tinggi setelah OLR adalah ONI. Pada stasiun Stasiun
Meteorologi Pattimura, Stasiun Meteorologi Amahai, dan Pos hujan Niniari menunjukkan
korelasi paling kuat setelah OLR adalah PDO. Sedangkan pada Stasiun Meteorologi Namlea,
Stasiun Meteorologi Tual, Stasiun Meteorologi Bandanaira dan Stasiun Meteorologi Saumlaki
menunukkan korelasi paling kuat seletah OLR adalah PC2 dari angina zonal.
Pada penelitian ini, variabel penduga yang digunakan untuk memprediksi curah hujan
bulanan di wilayah Kepulauan Maluku adalah ONI 3.4 (Oceanic Nino Index) dan rata-rata
anomali OLR (Outgoing Longwave Radiation) pada koordinat 2º 30' LS- 3º 0' LU123º 50' - 135º
30' BT.

B. METODE DAN DATA


Wilayah penelitian merupakan kawasan kepulauan Maluku. Data yang digunakan dalam
penelitian ini yakni data curah hujan dari 13 stasiun pengamatan dan pos hujan di kepulauan
Maluku, dengan data tahun 2010-2015 sebagain data permodelan dan data tahun 2016-2018
sebagai data validasi model. Data stasiun/pos pengambilan curah hujan ada pada tabel 1
Gambar 1. Peta Wilayah Penelitian
Tabel 2. Daftar Nama dan letak Stasiun/Pos Hujan
Nama Stasiun/Pos Hujan Bujur Lintang
Stasiun Meteorologi Namlea 126.93 -3.30
Stasiun Klimatologi Kairatu 128.37 -3.34
Stasiun Meteorologi Bandanaira 129.95 -4.54
Stasiun Meteorologi Tual 132.73 -5.65
Stasiun Meteorologi Saumlaki 131.30 -7.98
Stasiun Meteorologi Sanana 126 -2.05
Stasiun Meteorologi Pattimura 128.08 -3.69
Stasiun Meteorologi Amahai 128.94 -3.33
Stasiun Meteorologi Geser 130.94 -3.89
Stasiun Meteorologi Terntae 127.38 0.8333
Stasiun Meteorologi Labuha 127.5 -0.638
Stasiun Meteorologi Galela 127.5 -1.49
Pos Hujan Niniari 128.20 -3.08

Metode prediksi yang digunakan terdiri dari:


1. Auto Regressive Integrated Moving Average (ARIMA)
Secara garis besar, ARIMA terdiri dari 3 model, yakni:
a. Model Autoregressive (AR)
Orde p menyatakan pengamatan pada waktu ke-t yang berhubungan linier dengan
pengamatan waktu sebelumnya t-1, t-2,...,t-p. Bentuk persamaan dari model AR dapat
dituliskan sebagai berikut:
Zt =∅1 Z t −1 + ∅2 Z t −2+ …+∅ p Z t− p +a t (1)
b. Model Moving Average (MA)
Model MA digunakan untuk menjelaskan sutau kejadian dimana suatu pengamatan pada
waktu t dinyatakan sebagai kombinasi linier dari sejumlah residual. Bentuk persamaan dari
model MA dapat dituliskan sebagai berikut:
Zt =a t−θ 1 a t−1−θ2 at −2−…−θq at −q (2)
c. Model Campuran (ARMA)
Sedangkan model ARMA merupakan gabungan dari model AR dan MA yang dapat ditulis
dengan notasi ARMA (p,q). Bentuk persamaan dari model ARMA pada orde p dan q dapat
dituliskan sebagai berikut:
Zt =∅1 Z t −1 +…+ ∅ p Z t− p +a t−θ 1 at −1−…−θq at −q (3)

Pada model ARIMA (p,d,q), proses ini dilakukan pada data yang telah stasioner, atau telah
mengalami pembedaan. Pemodelan ARIMA meliputi tiga tahap yang harus dilakukan secara
berurutan:
1. Identifikasi parameter–parameter model (p dan q; p adalah parameter model Moving
Average; q adalah parameter model Autoregressive) dengan melihat plot ACF
(Autocorrelation Function) atau autokorelasi, dan PACF (Partial Autocorrelation
Function) atau autokorelasi parsial.
2. Estimasi (penaksiran) komponen–komponen AR dan rata–rata bergerak MA untuk
melihat apakah komponen–komponen tersebut secara signifikan memberikan kontribusi
pada model atau salah satunya dapat dihilangkan.
3. Pengujian dan penerapan model untuk meramalkan series data beberapa periode ke
depan. Pada tahap ini dilakukan pula analisis nilai sisa (residual analysis) untuk melihat
apakah nilai sisa bersifat acak (random) dan berdistribusi normal yang mengindikasikan
model yang baik.
Pada dasarnya, pendugaan parameter ARIMA dilakukan dengan membandingkan pola
teoritis ACF dan PACF dari berbagai jenis model ARIMA dengan plot ACF dan PACF data
hujan yang dihasilkan. Umumnya, nilai p dan q dilihat dari jumlah spike (lonjakan nilai yang
melewati batas signifikan) pada plot ACF dan PACF. Penentuan parameter dengan cara ini
sedikit rumit, namun secara garis besar dapat dilakukan dengan kriteria berikut:
1. AR (1): plot ACF meluruh secara eksponensial, pada plot PACF terdapat spike pada lag
pertama.
2. AR (2): pada plot ACF terdapat pola gelombang sinusoidal atau meluruh secara
eksponensial, pada plot PACF terdapat spike pada lag pertama dan kedua.
3. MA (1): pada plot ACF terdapat spike pada lag pertama, plot PACF meluruh secara
eksponensial.
4. MA (2): pada plot ACF terdapat spike pada lag pertama dan kedua, dan pada plot PACF
terdapat pola gelombang sinusoidal atau meluruh secara eksponensial.
5. AR (1) dan MA (1): plot ACF dan PACF meluruh secara eksponensial mulai dari lag
pertama.
Proses identifikasi parameter ini dilakukan dengan software Minitab 19. Jika data telah
stasioner, dan seluruh parameter model telah diperoleh, maka model ARIMA yang diperoleh
diuji dengan mencari nilai sisa yang diperoleh untuk tiap model.

2. Vector Autoregression (VAR)


Dalam penelitian Retno dkk. (2011) telah membahas metode statistik berbasis waktu
yaitu VAR (Vector Autoregresi) untuk memprediksi curah hujan. VAR merupakan suatu
sistem persamaan dinamis, dengan pendugaan suatu peubah pada periode tertentu tergantung
pada pergerakan peubah tersebut dan peubah-peubah lain yang terlibat dalam sistem pada
periode-periode sebelumnya (Enders 1995; Bank of England 2004; Retno dkk., 2011).
Variabel peubah yang digunakan dalam penelitian ini adalah rata-rata anomali OLR
(Outgoing Longwave Radiation) pada kooordinat 2º 30' LS- 3º 0' LU123º 50' - 135º 30' BT .
Model umum dari VAR ordo p adalah:
Y t =a0 + A 1 Y t −1 + A 2 Y t −2 +…+ A p Y t− p +ε t
Atau
p
Y t =a0 + ∑ A n Y t −n +ε t
n =1

Dengan merupakan vector Y t pada waktu t dari peubah endogen, a 0 vektor intercept
(konstanta), An (n=1,…,p) merupakan matriks yakni besarnya nilai parameter Y ke n dan
Y t − p merupakan vektor dari peubah eksogen, ε tmerupakan merupakan vektor residual, sisaan
pada saat t.
Berikut tahapan penyusunan model VAR,
1. Melakukan uji kestasioneran data, jika data tidak stasioner dalam ragam dilakukan
transformasi dengan metode Box-Cox. Uji stasioner dalam rataan dilakukan dengan
augmented Dicky Fuller (ADF).
2. Melakukan uji kausalitas Granger untuk mengetahui apakah terdapat hubungan yang
saling mempengaruhi antar peubah endogen sehinga spesifikasi model VAR menjadi
tepat untuk digunakan mengingat sifatnya yang nonstruktural. Uji kausalitas Granger
melihat pengaruh masa lalu terhadap kondisi sekarang.
3. Melakukan pemilihan ordo VAR, dengan memperhatikan nilai Akaike Information
Criterion (AIC) atau Schwarz Information Criterion (SIC). Jumlah lag dapat ditentukan
dengan menggunakan R2 terkoreksi ataupun menggunakan nilai Akaike Information
Criteria (AIC) dan Schwarz Criteria (SC) dengan rumus sebagai berikut:
∑ e 2i
AIC=log ( ¿ )+ 2k ¿
n n

SC=log ⁡(
∑ e 2i )+ k logn
n n
Dengan ∑ e2i menyatakan kuadrat residual, k adalah jumlah peubah independen dan n
menyatakan jumlah observasi. Panjang lag yang dipilih didasarkan pada nilai AIC
maupun SC yang minimum (Enders 2004; Retno dkk., 2011).
4. Jika data sudah stasioner tanpa melakukan proses pembedaan, maka model VAR biasa
dapat langsung dipergunakan.
5. Melakukan analisis terhadap model VAR.
6. Pendugaan model dan pemeriksaan kebaikkan model.
7. Melakukan peramalan model VAR.

3. Multiple Regression
Metode prediksi Multiple Regression ini dilakukan dengan cara membentuk persamaan
regresi yang digunakan untuk melakukan simulasi prediksi total hujan bulanan menggunakan
lebih dari dari satu variable independen. Hasil prediksi total hujan bulanan menggunakan
metode ini dibandingkan dengan prediksi total hujan bulanan menggunakan regresi linier
sederhana sehingga dapat terlihat hasil prediksi yang lebih baik setelah dicocokkan dengan
data observasi. Adapun persamaan umum (Usman dan Akbar, 2000) metode ini adalah
sebagai berikut:
Y =B0 + B1 X 1 +B 2 X 2+ …+B k X k
Dengan: B0 = konstanta, B1, B2 ,… , Bk = koefisien variabel X 1 , X 2 , ...., X k, Y = variabel yang
diduga (variabel dependen); dan X i = variabel penduga (variabel independen).
Untuk analisis dengan metode regresi dibedakan dua jenis variabel ialah variable bebas
(independent) atau variabel prediktor dan variabel tidak bebas (dependent) atau variable
respon. Variabel bebas merupakan variable yang dapat mempengaruhi varibel tidak bebas
atau variabel yang dapat memprediksi harga variabel tidak bebas. Variabel ini dinyatakan
dengan X 1 , X 2 , ...., X k. Sedangkan variabel tidak bebas merupakan variabel yang terjadi
karena variabel bebas atau variabel yang mencerminkan respon dari variabel bebas,
dinyatakan dengan Y (Sudjana, 1995).

Selanjutnya metode prediktor yang digunakan di Kepulauan Maluku akan dilakukan


evaluasi menggunakan beberapa cara, yaitu:
1. Mean Forecast Error (MFE)
n
1
Didefinisikan sebagai MFE = ∑e
n t =1 t
- MFE adalah ukuran deviasi rata-rata dari nilai yang diperkirakan dari nilai
sebenarnya.
- MFE menunjukkan arah kesalahan dengan demikian juga disebut sebagai Prakiraan
Bias.
- Di MFE efek kesalahan positif dan negative ditiadakan dan tidak ada cara untuk
mengetahui jumlah pastinya.
- Bergantung pada skala pengukuran dan transformasi data.
- MFE tidak membuat panel pada kesalahan ekstrim.
- Nilai MFE yang mendekati nol / memiliki bias minimum menunjukkan prakiraan
yang baik.
2. Mean Absolute Error (MAE)
n
1
Didefinisikan sebagai MAE = ∑ ¿ et ∨¿ ¿
n t =1
- Mengukur deviasi absolut rata-rata nilai yang diperkirakan dari yang asli. Disebut
sebagai Mean Absolute Deviation (MAD).
- Menunjukkan besarnya kesalahan karena prakiraan. Dalam MAE kesalahan positif
dan negative tidak dapat dihilangkan.
- MAE tidak memberikan gambaran apapun tentang arah kesalahan.
- Untuk prakiraan yang baik, nilai MAE harus sekecil mungkin.
- Bergantung pada skala pengukuran dan transformasi data.
- MAE tidak membuat panel pada kesalahan ekstrim

3. Mean Absolute Percentage Error (MAPE)


n
1 e
Didefinisikan sebagai MAPE = ∑ ¿ t ∨¿ ×100 ¿
n t =1 y t
- Mewakili presentase rata -rata kesalahan absolute yang terjadi.
- Tidak bergantung pada skala pengukuran, tetapi dipengaruhi oleh transformasi data.
- Tidak menunjukkan arah kesalahan.
- MAPE tidak membuat panel penyimpangan ekstrim.

4. Mean Percentage Error (MPE)


n
1 e
Didefinisikan sebagai MPE = ∑ ( t )×100
n t =1 yt
- MPE mewakili presentase rata-rata kesalahan yang terjadi saat melakukan prakiraan.
- Mirip dengan MAPE namun MPE menunjukkan arah kesalahan yang terjadi.
- Nilai MPE yang mendekati nol tidak dapat disimpulkan jika model berkinerja sangat
baik.
5. Mean Squared Error (MSE)
n
1
Didefinisikan sebagai MSE = ∑ et 2
n t =1
- Ukuran deviasi kuadrat rata-rata dari nilai yang diperkirakan.
- MSE emberikan gambaran keseluruhan tentang kesalahan yang terjadi selama
perkiraan.
- Panelisasi kesalahan ekstrim terjadi saat prakiraan.
- MSE menakankan fakta bahwa kesalahan perkiraan total sebenarnya banyak
dipengaruhi oleh kesalahan individu yang besar. MSE tidak memberikan gambaran
apapun tentang arah kesalahan secara keseluruhan.
- MSE sensitive terhadap perubahan skala dan transformasi data.
- tidak seintuitif dan mudah diinterpretasikan seperti pengukuran lain yang dibahas
sebelumnya.
6. Sum of Aquared Error (SSE)
n
2
Didefinisikan sebagai SSE =∑ et
t =1

- Mengukur total deviasi kuadrat pengamatan yang diperkirakan, dari nilai sebenarnya.
- Property SSE sama dengan MSE.

7. Signed Mean Squared Error (SMSE)


n
1
Didefinisikan sebagai SMSE = ∑ ¿¿
n t =1
- Sama dengan MSE, namun tanda asli disimpan untuk setiap kesalahan kuadrat
individu.
- SMSE membuat panel kesalahan ekstrim yang terjadi saat perkiraan.
- SMSE menunjukkan arah error secara keseluruhan.
- Dalam perhitungan SMSE, kesalahan positif dan negative selaing mengimbangi.
- SMSE juga sensitive terhadap perubahan skala dan transformasi data.
8. Root Mean Aquared Error (RMSE)
n
Didefinisikan sebagai RMSE= √ MSE = 1 ∑ e t2
n t=1 √
- RMSE tidak lain adalah akar kuadrat dari MSE yang dihitung.
- Semua property MSE juga berlaku untuk RMSE.
9. Normalized Mean Squared Error (NMSE)
n
MSE 1
Didefinisikan sebagai NMSE = 2 = 2 ∑ t
e2
σ σ n t =1
- NMSE menormalkan MSE yang diperoleh setelah membaginya dengan varian uji.
- Ukuran kesalahan yang seimbang dan sangat efektif dalam menilai akurasi prakiraan
model.
- Semakin kecil nilai NMSE maka semakin baik prakiraannya.
- Prperti NMSE lainnya sama dengan MSE.
10. Theil U-Statistics
n

Didefiniskan sebagai U = n
√ 1
n∑t =1
et 2
n

√ √
1
n∑t =1
f t2
1
n ∑ yt2
t=1

- Ukuran normal dari kesalahan prakiraan total.


- 0 ≤ U ≤ 1 ; U = 0 artinya sempurna.
- Ukuran ini dipengaruhi oleh perubahan skala dan transformasi data.
- Untuk menilai keakuratan prakiraan yang baik. Nilai statisitik U diharapkan
mendekati nol.
C. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut dilampirkan hasil perhitungan prediksi menggunakan empat metode yang
dibandingkan dengan data curah hujan observasi tahun 2017 di 13 stasiun dan pos hujan di
Kepulauan Maluku sebagai berikut :

(a) (b)

(c) (d)
(e)

(f) (g)

(h) (i)

(j) (k)

(l) (m)
Gambar 2. Grafik perbandingan metode prediktor dengan data curah hujan observasi (a) Stamet
Geser (b) Stamet Galela (c) Stamet Labuha (d) Stamat Namlea (e) Stamet Bandanaira (f) Stamet
Sasana (g) Staklim Kairatu (h) Stamet Pattimura (i) Stamet amahai (j) Stamet Saumlaki (k) Pos
hujan Niniari (i) Stamet Ternate (j) Stamet Tual
Melihat hasil grafik prediksi curah hujan di Kepulauan Maluku dengan menggunakan
data tiap stasiun dan pos hujan dengan prediktor Arima, Multiple Regression dan Vector
Autoregression didapatkan bahwa pada keseluruhan 13 titik pengamtan pos hujan memiliki pola
curah hujan dengan tipe lokal.
1. Prediksi dengan metode Arima
Hasil grafik prediksi curah hujan menggunakan metode ARIMA menunjukkan di 13 titik
pengamatan tidak dapat menunjukkan pola grafik curah hujan yang berkesuaian dengan pola
grafik curah hujan hasil observasi dan hanya terdapat satu pola curah hujan yang sesuai pada
titik pengamatan Stamet Galela namun masih menunjukkan hasil yang underestimate untuk
keseluruhan hasil prediksi curah hujan bulanan pada stasiun tersebut.
Pola musim hasil prediksi ARIMA pada 13 titik pengamatan menunjukkan
ketidaksesuaian dengan pola musim hasil observasi terutama saat musim hujan (April-
Agustus). Pada titik pengamatan Stamet Ternate, Amahai, Niniari, Pattimura, Tual, Sanana,
Bandanaira, Namlea, Saumlaki, Labuha, dan Geser pada grafik terlihat saat puncak musim
hujan pada hasil observasi, namun hasil Prediksi ARIMA pada bulan yang sama
menunjukkan nilai curah hujannya jauh dibawah hasil observasi bahkan pada bulan-bulan
tertentu hasil prediksinya menunjukkan bulan kering sedangkan hasil observasi
menunjukkan bulan yang sangat basah serta metode ARIMA tidak mampu memprediksi
puncak musim hujan di stasiun-stasiun tersebut, sedangkan metode ARIMA pada musim
kemarau yang menunjukkan hasil prediksi yang baik hanya pada staiun Sanana dan
Saumlaki, secara keseluruhan metode ARIMA tidak dapat menunjukkan pola musim yang
sesuai hasil observasinya.
Pada stasiun Galela dan kairatu metode ARIMA dapat memprediksi puncak musim
hujan dengan baik namun pada bulan2 musim hujan lainnya hasil prediksi cenderung tidak
baik dan hasil estimasinya jauh dibawah curah hujan observasi dan secara keseluruhan pada
2 pos hujan tersebut metode ARIMA tidak dapat menunjukkan pola musim yang sesuai
dengan hasil observasinya.
Secara keseluruhan metode ARIMA tidak cocok untuk digunakan memprediksi curah
hujan pada bulan-bulan basah atau musim hujan di 13 titik pengamatan di Maluku.
2. Prediksi dengan metode Vector Autoregression
Pada titik pengamatan Stamet Ternate, Niniari, Pattimura, Labuha, dan Bandanaira
metode Prediksi VAR memiliki pola yang sesuai dengan hasil observasi meskipun saat
terjadi puncak hujan di stasiun-stasiun tersebut metode VAR tidak dapat memperkirakannya,
bahkan cenderung saat curah hujan hasil observasi menunjukkan puncak hujan hasil prediksi
VAR menunjukkan under estimation yang cukup jauh, akan tetapi prediksi pada bulan-
bulan selain saat puncak musim hujan memiliki tingkat eror yang kecil pada stasiun-staiun
tersebut dan juga untuk awal musim hujan dan awal musim kemarau pada stasiun2 tersebut
sesuai antara hasil prediksi dengan hasil observasi.
Pada stamet Amahai dan Geser metode VAR menunjukkan pola musim yang kurang
sesuai dengan pola musim hasil observasi. Pada stamet Amahai awal musim hujan hasil
prediksi mengalami maju dari hasil observasi dan awal musim kemarau mundur daripada
hasil observasi. Sedsangkan, pada Stamet Geser pada bulan Agustus-November curah hujan
observasi menunjukkan musim kemarau sementara curah hujan hasil prediksi VAR
menunjukkan masih dalam musim hujan hingga akhir bulan Desember dan awal musim
hujannya mundur dibandingkan dengan hasil observasi.
Sedangkan pada 7 titik pengamatan yang lain hasil prediksi VAR tidak mampu
menunjukkan kesesuaian pola curah hujan dan musim terhadap curah hujan hasil observasi.
Secara keseluruhan metode prediksi VAR hanya cocok untuk diterapkan pada Stamet
Ternate, Niniari, Pattimura, Labuha, dan Bandanaira.

3. Prediksi dengan metode Multiple Regression


Hasil grafik menunjukkan bahwa terdapat kesamaan pola hujan antara data curah hujan
observasi dan prediksi di stasiun Ternate, Pattimura, Sanana, Kairatu, Amahai, Tual, Labuha,
Banda Naira, Geser, Namlea dan Saumlaki, meskipun pola hasil prediksi multiple regression
pada stasiun Namlea terlihat polanya lebih lambat satu bulan dibandingkan dengan hasil
observasi, saat puncak hujan terjadi di stasiun Pattimura, Banda Naira, Tual, Namlea, dan
Labuha hasil prediksi curah hujan menunjukkan penyimpangan cukup besar pada 5 stasiun
tersebut sedangkan pada 6 stasiun hasil prediksi dapat memperkirakan puncak hujan dengan
eror yang kecil dan waktu yang tepat. Untuk pola musimnya pada 10 stasiun tersebut terdapat
perbedaan pada awal musim kemarau antara hasil prediksi dengan hasil observasi pada stasiun
Amahai AMK hasil prediksi mundur 1 bulan dari hasil prediksi sedangkan pada stasiun
Saumlaki dan Kairatu AMK hasil prediksi maju 1 bulan dari hasil observasi sedangkan pada
stasiun lain sudah sesuai.
Pada stasiun, Niniari, dan Galela tidak cocok untuk diterapkan prediksi menggunakan
metode Multiple Regression dikarenakan curah hujan yang dihasilkan tidak sesuai dengan
pola hujan observasi.
Selanjutnya akan ditampilkan gambar yang merupakan pemetaan dengan interpolasi
prediksi awal musim hujan dan puncak curah hujan di Kepulauan Maluku

Gambar 3. Prakiraan Awal Musim Hujan Kepulauan Maluku Metode ARIMA Tahun 2017
Berdasarkan Gambar 3 yang menggambarkan awal musim hujan di Kepulauan Maluku
dengan metode prediksi menggunakan ARIMA, dihasilkan bahwa sebagian besar kepulauan
Maluku Utara diprediksikan mengalami awal musim hujan pada bulan Juni dan sebagian kecil
berawal pada bulan Juli. Sedangkan kepulauan Maluku bagian tengah dan tenggara sebagian
besar diprediksikan mengalami awal musim hujan pada bulan Desember.
Gambar 4. Prakiraan Awal Musim Hujan Kepulauan Maluku Metode Multiple Regression Tahun
2017
Berdasarkan Gambar 4 yang menggambarkan awal musim hujan di Kepulauan Maluku
dengan metode prediksi menggunakan Multiple Regression, kepulauan Maluku Utara memiliki
variasi warna yang menandakan bahwa awal musim hujan bervariasi antar daerahnya yaitu
dibulan Oktober, November dan Juli. Kepulauan Maluku bagian tengah juga memiliki varian
warna yang menandakan bahwa awal musim hujan bervariasi antar daerahnya yaitu dibulan
Oktober, November, Desember bahkan ada daerah yang intensitas curah hujannya selalu tinggi
dan terjadi tiap tahunnya. Sedangkan Kepulauan Maluku tenggara keseluruhan awal musim
hujannya terjadi pada bulan November.

Gambar 5. Prakiraan Awal Musim Hujan Kepulauan Maluku Metode Vector Autoregression
Tahun 2017
Berdasarkan Gambar 5 yang menggambarkan awal musim hujan di Kepulauan Maluku
dengan metode prediksi menggunakan Vector Autregression, kepulauan Maluku Utara memiliki
variasi warna yang menandakan bahwa awal musim hujan bervariasi antar daerahnya yaitu
dibulan Oktober, Mei, April, Maret, November dan Desember. Kepulauan Maluku bagian tengah
juga memiliki varian warna yang menandakan bahwa awal musim hujan bervariasi antar
daerahnya yaitu dibulan Mei, Oktober, November dan Desember. Sedangkan Kepulauan Maluku
tenggara memiliki awal musim yang terjadi pada bulan Oktober dan November.

Gambar 6. Awal Musim Hujan Kepulauan Maluku Tahun 2017

Berdasarkan Gambar 6 yang menggambarkan awal musim hujan di Kepulauan Maluku


berdasarkan data observasi tahun 2017, sebagian besar wilayah di Kepulauan Maluku mengalami
awal musim hujan pada bulan Oktober. Untuk wilayah di Kepulauan Maluku Utara
menunjukkan adanya variasi warna yang menandakan awal musim hujan pada wilayah tersebut
bervariasi, yaitu bulan April, Oktober, November, dan di sebagian wilayah Kepulauan Obi
mengalami curah hujan tinggi sepanjang tahun. Wilayah di Kepulauan Maluku Utara didominasi
mengalami awal musim hujan pada Oktober, namun di sebagian wilayah Kairatu mengalami
curah hujan tinggi sepanjang tahun dan di Wilayah Buru Timur mengalami awal musim hujan
pada November.

Berdasarkan hasil pemetaan awal musim hujan dan prediksi awal musim hujan di Maluku
tahun 2017 menggunakan metode Arima, Multiple Regression dan Vector Autoregression.
Didapatkan bahwa metode Vector Autoregression menghasilkan kemiripan awal musim hujan di
pulau Maluku, namun secara keseluruhan prediksi menggunakan metode Multiple Regression
lebih memiliki kemiripan dengan awal musim hujan sebenarnya di kepulauan Maluku tahun
2017.

Gambar 7. Prakiraan Curah Hujan Kepulauan Maluku Metode ARIMA Tahun 2017
Berdasarkan Gambar 7 yang menggambarkan prakiraan curah hujan di Kepulauan
Maluku dengan metode prediksi menggunakan ARIMA, curah hujan tahunan pada sebagian
besar kepulauan Maluku Utara diprediksikan berkisar antara kurang dari 1.000 mm dan 1.000
mm - 2.000 mm. Curah hujan tahunan di Kepulauan Maluku bagian tengah dan tenggara
diprakirakan berkisar antara 1.000 mm – 2.000 mm dan 2.000 mm – 3.000 mm.
Gambar 8. Prakiraan Curah Hujan Kepulauan Maluku Metode Multiple Regression
Berdasarkan Gambar 8 yang menggambarkan prakiraan curah hujan di Kepulauan
Maluku dengan metode prediksi menggunakan Multiple Regression, kepulauan Maluku Utara
memiliki variasi warna yang menandakan bahwa awal musim hujan bervariasi antar daerahnya
yaitu berkisar antara 5.000 mm – 6.000 mm dan 6.000 mm – 7.000 mm. Kepulauan Maluku
bagian tengah juga memiliki varian warna yang menandakan bahwa curah hujan bervariasi antar
daerahnya yaitu berkisar antara 5.000 mm – 6.000 mm, 6.000 mm – 7.000 mm, 7.000 mm -
8.000 mm, 8.000 mm – 9.000 mm dan 9.000 mm – 10.000 mm. Sedangkan Kepulauan Maluku
tenggara berkisar antara 5.000 mm – 6.000 mm dan 6.000 mm – 7.000 mm.
Gambar 9. Prakiraan Curah Hujan Kepulauan Maluku Metode Vector Autregression Tahun 2017
Berdasarkan Gambar 9 yang menggambarkan prakiraan curah hujan di Kepulauan
Maluku dengan metode prediksi menggunakan Vector Autregression, kepulauan Maluku Utara
memiliki variasi warna yang menandakan bahwa curah hujan hujan bervariasi antar daerahnya
yaitu berkisar antara 1.000 mm – 2.000 mm dan 2.000 mm – 3.000 mm. Kepulauan Maluku
bagian tengah juga memiliki varian warna yang menandakan bahwa curah hujan bervariasi antar
daerahnya yaitu berkisar antara 1.000 mm – 2.000 mm, 2.000 mm – 3.000 mm dan 3.000 mm –
4.000 mm. Sedangkan Kepulauan Maluku tenggara curah hujannya yaitu berkisar 2.000 mm –
3.000 mm.

Gambar 10. Curah Hujan Kepulauan Maluku Tahun 2017


Berdasarkan Gambar 10 yang menggambarkan curah hujan Kepulauan Maluku
berdasarkan data observasi tahun 2017 menunjukkan bahwa curah hujan tahunan di Kepulauan
Maluku didominasi berkisar 2.000 mm – 3.000 mm dan 3.000 mm – 4.000 mm. Variasi warna
ditunjukkan pada wilayah Leihitu yang menandakan jumlah curah hujan pada wilayah tersebut
berkisar antara 4.000 mm – 5.000 mm dan 5.000 mm – 6.000 mm.

Berdasarkan hasil pemetaan akumulasi curah hujan dan prediksi akumulasi curah hujan
di Maluku tahun 2017 menggunakan metode Arima, Multiple Regression dan Vector
Autoregression. Didapatkan bahwa metode prediksi menggunakan metode Vector
Autoregression memiliki kemiripan dengan akumulasi curah hujan sebenarnya di Maluku tahun
2017.
Selanjutnya dilakukan evaluasi diantara tiga metode yang digunakan menggunakan beberapa
cara dan dihasilkan angka seperti berikut:
Tabel 3. Evaluasi Hasil Prediksi
SANANA MFE MAE MAPE MPE MSE SSE SMSE RMSE NMSE U-Statistik
ARIMA 111.99 111.99 4.99 4.48 24802.11 297625.30 24802.11 157.49 880.76 0.007
VAR 50.22 50.22 2.24 0.79 18870.29 226443.45 18870.29 137.37 670.11 0.004
Mult.Regresi -48.12 48.12 2.14 0.26 12988.89 155866.65 -12988.89 113.97 461.25 0.002
Observasi 187.00 187.00 8.33 8.33 56677.49 680129.90 56677.49 238.07 2012.70 0.011
KAIRATU
ARIMA 155.53 155.53 5.18 6.90 44077.10 528925.22 44077.10 209.95 21.85 0.005
VAR 139.12 139.12 4.63 4.12 42446.65 509359.84 42446.65 206.03 21.05 0.006
Mult.Regresi -19.60 19.60 0.65 3.93 11902.58 142830.92 -11902.58 109.10 5.90 0.001
Observasi 250.15 250.15 8.33 8.33 85864.41 1030373.00 85864.41 293.03 42.57 0.006
PATTIMURA
ARIMA 114.75 114.75 2.11 -5.34 221954.20 2663450.00 221954.20 471.12 5228665.00 0.002
VAR 54.30 54.30 1.00 -21.62 44686.43 536237.20 44686.43 211.39 1052696.00 0.001
Mult.Regresi -46.82 46.82 0.86 -5.81 107367.10 1288405.00 -107367.00 327.67 2529290.00 0.001
Observasi 452.88 452.88 8.33 8.33 366744.80 4400938.00 366744.80 605.59 8639557.00 0.003
AMAHAI
ARIMA 52.34 52.34 1.54 4.28 94416.50 1132998.00 94416.50 307.27 99.19 0.003
VAR -41.65 41.65 1.22 -4.18 37652.60 451831.00 37652.60 194.04 39.56 0.001
Mult.Regresi -100.21 100.21 2.94 1.49 27713.50 332562.00 -27713.50 166.47 29.12 0.001
Observasi 283.68 283.68 8.33 8.33 144496.50 1733958.00 144496.50 380.13 151.81 0.004
SAUMLAKI
ARIMA 29.43 29.43 1.16 4.35 23959.57 287514.88 23959.57 154.79 7.05 0.003
VAR 44.24 44.24 1.74 4.30 25284.12 303409.41 25284.12 159.01 7.44 0.003
Mult.Regresi 35.02 35.02 1.38 3.73 12364.24 148370.82 12364.24 111.19 3.64 0.002
Observasi 211.29 211.29 8.33 8.33 74048.94 888587.30 74048.94 3400.03 272.12 21.779
NINIARI
ARIMA 75.51 75.51 3.40 5.48 15266.83 183201.96 15266.83 123.56 142.81 0.005
VAR 4.69 4.69 0.21 -0.83 6044.19 72530.23 6044.19 77.74 56.54 0.002
Mult.Regresi -8.34 8.34 0.38 -0.83 22058.47 264701.60 -22058.47 148.52 206.34 0.003
Observasi 185.29 185.29 8.33 8.33 38592.97 463115.60 38592.97 106.90 196.45 361.014
TERNATE
ARIMA 106.90 106.90 3.91 4.65 31206.23 374474.79 31206.23 176.65 44.75 0.005
VAR 46.61 46.61 1.71 -0.95 12560.40 150724.77 12560.40 112.07 18.01 0.002
Mult.Regresi -4.17 4.17 0.15 -0.60 4291.75 51501.00 -4291.75 65.51 6.15 0.001
Observasi 227.68 227.68 8.33 8.33 59023.79 708285.50 59023.79 697.35 242.95 84.640
TUAL
ARIMA 94.10 94.10 3.07 -0.18 29757.62 357091.39 29757.62 172.50 7.86 0.003
VAR 37.61 37.61 1.23 0.05 21241.87 254902.47 21241.87 145.75 5.61 0.002
Mult.Regresi 4.02 4.02 0.13 -2.21 21707.69 260492.33 21707.69 147.34 5.74 0.002
Observasi 255.74 255.74 8.33 8.33 87821.24 1053855.00 87821.24 3784.82 296.35 23.204
GESER MFE MAE MAPE MPE MSE SSE SMSE RMSE NMSE U-Statistik
ARIMA 119.58 119.58 4.92 7.45 33405.64 400867.67 33405.64 182.77 41.55 0.008
VAR -33.12 33.12 1.36 4.73 17373.82 208485.86 17373.82 131.81 21.61 0.002
Mult.Regresi -12.42 12.42 0.51 -3.01 9668.62 116023.40 -9668.62 98.33 12.03 0.002
Observasi 202.74 202.74 8.33 8.33 50914.09 610969.10 50914.09 803.99 225.64 63.327
GALELA
ARIMA 166.97 166.97 5.90 5.81 35144.70 421735.90 35144.70 187.47 154.84 0.007
VAR 135.56 135.56 4.79 -1.71 28594.30 343131.00 28594.30 169.10 125.98 0.006
Mult.Regresi 16.06 16.06 0.57 -14.59 23777.90 285335.20 23777.90 154.20 104.76 0.003
Observasi 235.73 235.73 8.33 8.33 63491.55 761898.60 63491.55 226.97 251.98 279.736
LABUHA
ARIMA 121.43 121.43 5.26 5.75 23043.20 276518.90 23043.20 151.80 603.15 0.009
VAR 30.14 30.14 1.30 -2.50 3710.10 44520.90 3710.10 60.91 97.11 0.002
Mult.Regresi 44.39 44.39 1.92 -1.21 8536.50 102438.50 8536.50 92.39 223.44 0.003
Observasi 192.50 192.50 8.33 8.33 42502.78 510033.30 42502.78 38.20 206.16 1112.506
NAMLEA
ARIMA 60.07 60.07 2.78 1.25 20558.15 246697.90 20558.15 143.38 15.45 0.005
VAR 29.50 29.50 1.37 -0.05 14751.17 177014.00 14751.17 121.45 11.08 0.004
Mult.Regresi 17.48 17.48 0.81 -0.18 25022.64 300271.70 -25022.60 158.19 18.80 0.004
Observasi 180.00 180.00 8.33 8.33 45574.99 546899.90 45574.99 1331.00 213.48 34.241
BANDANEIRA
ARIMA 192.17 192.17 4.32 5.63 176467.50 2117610.10 176467.51 420.08 27.80 0.004
VAR 95.49 95.49 2.15 -3.98 81339.29 976071.42 81339.29 285.20 12.81 0.002
Mult.Regresi 81.93 81.93 1.84 0.44 68987.62 827851.48 68987.62 262.66 10.87 0.002
Observasi 370.64 370.64 8.33 8.33 232363.80 2788366.00 232363.80 6347.61 482.04 36.607

Berdasarkan tabel diatas, metode ARIMA tidak menunjukkan kemampuan yang baik
untuk memprediksi curah hujan bulanan di Maluku. Diantara ke-13 stasiun dan pos hujan, nilai
evaluasi menggunakan metode ARIMA menghasilkan nilai evaluasi yang lebih besar diantara
prediksi menggunakan metode Vector Autregression dan Multiple Regression. Nilai evaluasi
yang besar berarti memungkinkan margin error yang besar pada hasil prediksi metode ARIMA
jika diandingkan dengan nilai hasil obeservasinya sehingga membuatnya tidak cocok untuk
dijadikan metode prediksi curah hujan pada 13 titik pengamatan pos hujan di Maluku.
Pada Stasiun Meteorologi Pattimura, pos hujan Niniari, Stasiun Meteorologi Tual,
Stasiun Meteorologi Labuha, dan Stasiun Meteorologi Namlea metode Vector Autregression
menunjukkan nilai evaluasi yang terbaik. Namun pada stasiun Stasiun Meteorologi Sanana,
Stasiun Klimatologi Kairatu, Stasiun Meteorologi Amahai, Stasiun Meteorologi Saumlaki,
Stasiun Meteorologi Ternate, Stasiun Meteorologi Geser, Stasiun Meteorologi Galela, dan
Stasiun Meteorologi Bandanaira metode Vector Autregression tidak menunjukkan nilai evaluasi
yang baik.
Pada Stasiun Meteorologi Sanana, Stasiun Klimatologi Kairatu, Stasiun Meteorologi
Geser, Stasiun Meteorologi Galela, Stasiun Meteorologi Ternate, Stasiun Meteorologi Amahai,
Stasiun Meteorologi Saumlaki, dan Stasiun Meteorologi Bandanaira metode Multiple Regression
menunjukkan nilai evaluasi yang terbaik. Namun pada Stasiun Meteorologi Pattimura, pos hujan
Niniari, Stasiun Meteorologi Tual, Stasiun Meteorologi Labuha, dan Stasiun Meteorologi
Namlea metode Multiple Regression tidak menunjukkan nilai evaluasi yang baik.
Berdasarkan keterangan di atas dapat disimpulkan bahwa semua metode prediksi curah
hujan di Maluku dapat digunakan karena hasil evaluasi menunjukkan nilai yang lebih kecil
daripada nilai evaluasi pada data observasi. Metode Multiple Regression merupakan metode
prediksi terbaik yang dapat digunakan untuk memprediksi curah hujan di Maluku dilihat dari
nilai evaluasi yang dihasilkan oleh delapan dari tigabelas stasiun yang digunakan, metode Vector
Autregression memiliki performa yang cukup baik untuk memprediksi curah hujan pada lima
dari tiga belas stasiun, dan metode ARIMA memiliki nilai evaluasi yang lebih besar dari semua
metode sehingga kurang sesuai digunakan untuk memprediski curah hujan wilayah Maluku.

D. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil pembahasan diatas maka dapat disimpulkan:
- Curah hujan di Maluku dominan dipengaruhi oleh fenomena ENSO dan OLR, hal ini terlihat
dari uji korelasi antara anomali curah hujan di Maluku dengan parameter iklim.
- Berdasarkan hasil pemetaan awal musim hujan dan prediksi awal musim hujan di Maluku
tahun 2017 didapatkan bahwa metode Vector Autoregression menghasilkan kemiripan awal
musim hujan di pulau Maluku, namun secara keseluruhan prediksi menggunakan metode
Multiple Regression lebih memiliki kemiripan dengan awal musim hujan sebenarnya di
kepulauan Maluku tahun 2017.
- Hasil pemetaan akumulasi curah hujan dan prediksi akumulasi curah hujan di Maluku tahun
2017 metode prediksi Vector Autoregression memiliki kemiripan dengan akumulasi curah
hujan sebenarnya di Maluku tahun 2017.
- Stasiun Meteorologi Sanana, Stasiun klimatologi Kairatu, Stasiun Meteorologi Amahai,
Stasiun Meteorologi Tual, Stasiun Meteorologi Geser, Stasiun Meteorologi Namlea dan
Stasiun Meteorologi Saumlaki memiliki pola yang sesuai dengan metode Multiple
Regression. Pada Pos hujan Niniari memiliki kesesusain pola curah hujan dengan metode
Vector Autoregression. Pada Stasiun Meteorologi Galela memliki kesesuaian pola curah
hujan dengan metode ARIMA. Untuk Stasiun Meteorologi Ternate, Stasiun Meteorologi
Pattimura, Stasiun Meteorologi Labuha, dan Stasiun Meteorologi Bandanaira baik Vector
Autoregression maupun Multiple Regression memiliki kulaitas prediksi pola curah hujan
yang sama dengan observasi.
- Dari hasil evaluasi prediksi curah hujan di Maluku didapatkan bahwa metode Multiple
Regression adalah metode terbaik yang dapat digunakan untuk memprediksi curah hujan di
wilayah Maluku.

E.
E. Daftar Pustaka

Aldrian, E. (1999). Division of Climate Type in Indo-nesia based on Rainfall Pattern, Oceanica - J.
of Marine Sci. and Tech, BPPT, 5, 165-171

Aldrian, E. (2000). Pola Hujan Rata-Rata Bulanan Wilayah Indonesia; Tinjauan Hasil Kontur Data
Penakar Dengan Resolusi ECHAM T-42. Jurnal Sains Dan Teknologi Modifikasi Cuaca,
1(2), 113–123.

Aldrian Edvin. 2008. Meteorologi Laut Indonesia. Badan Meteorologi dan Geofisika, Jakarta.
Andini, N., & Haryoko, U. (2015). Model Prakiraan Curah Hujan Bulanan Menggunakan Metode
Regresi Komponen Utama Dengan Prediktor Suhu Muka Laut di Maluku. Jurnal MKG.
Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Maluku. 2014. Maluku Dalam Angka. BPS Maluku, Ambon.
Elake, A. Y., Talahatu, M. and Nanlohy, P. Korelasi Multivariabel Enso, Monsun Dan Dipolemode
Terhadap Variabilitas Curah Hujan Di Maluku, Barekeng: Jurnal Ilmu Matematika Dan
Terapan, Vol. 12, No. 1, 2018: 7-16.
Fachrudy, M. A., Munir, R., & Mandang, I. (2018). Analisis Spasial Pergerakan Massa Air Laut di
Halmahera dan Laut Banda Menggunakan Metode Empirical Orthogonal Function (EOF).
Jurnal Geosains Kutai Basin, 1(1), 1–9.
Hasanudin, M, (1998), Arus Lintas Indonesia (ARLINDO), Oseana, Volume XXIII, Nomor 2,
1998 :1 – 9.
Gordon, A.L, (2005), Oceanography of the Indonesian Seas and Their Throughflow, Oceanography,
18 (4): 14-27.
Gordon, A.L., & R.D. Susanto, (2001), Banda Sea surface-layer divergence, Ocean Dynamics, 52:
2–10.
Hadiman., Munawar Ali., Agus Safril. (2016). Analisis Pengaruh El Nino 2004-2005 Terhadap
Konsentrasi Klorofil-A di Perairan Maluku. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, Vol. 3 No. 3
Haryoko, U., 2002, 'Peramalan Curah Hujan Bulanan Stasiun Ambon Menggunakan Metoda
ARIMA'.
Kurniawan, R., Habibie, M. N., Permana, D. S. (2012). Kajian Daerah Rawan Gelombang Tinggi di
Perairan Indonesia. Jurnal Meteorologi dan Geofisika, 13(3), 201-212.
Laimeheriwa, S., C. Ufie dan Ch. Leiwakabessy. 2002. Pengembangan komoditas pertanian
Kepulauan Maluku berdasarkan pendekatan iklim (suatu kajian terhadap kawasan-kawasan
sentra produksi tanaman di Provinsi Maluku). J. Pertanian Kepulauan 1: 96-105.
Laimeheriwa, S. 2012. Perubahan iklim dan dampaknya terhadap perubahan musim tanam di
wilayah Maluku dengan pola hujan moonson. J. Agrilen 1: 75-84.
M, Safitri S.Y., Cahyarini M.R, P. (2012). Variasi Arus Arlindo Dan Parameter Oseanografi Di Laut
Timor Sebagai Indikasi Kejadian Enso Indonesian. Jurnal Ilmu Dan Teknologi Kelautan
Tropis, 4(2), 369–377.
Nontji, A, 2017. ARLINDO (Arus Lintas Indonesia): Koridor Penting dalam Sistem 5 Sirkulasi
Samudra Raya. Jakarta: Oseanografi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. 8 Halaman.
Putri Kemili., Mutiara R, P. (2012). Pengaruh Durasi Dan Intensitas Upwelling Berdasarkan
Anomali Suhu Permukaan Laut Terhadap Variabilitas Produktivitas Primer di Perairan
Indonesia. 4(1), 66–79.
Retno, D., Saputro, S., Wigena, A. H., Djuraidah, A., Statistika, D., & Ipb, F. (2011). MODEL
VEKTOR AUTOREGRESSIVE UNTUK PERAMALAN CURAH HUJAN DI INDRAMAYU (
Vector Autoregressive Model for Forecast Rainfall In Indramayu ). 16(2), 7–11.
Savitri, Z. I., Hawina, S., & Kurniawan, A. (2019). Prediksi Curah Hujan terhadap Waktu Wilayah
Indonesia Timur dengan Data CMORPH Rainfall Prediction Based on Time Scale in
Eastern Indonesia Region with CMORPH Data. 306–312.
Sudjana. (1995). Metoda Statistika. Bandung: Penerbit Tarsito.
Tubalawony, S., Kusmanto, E., Muhadjirin., (2012), Suhu dan Salinitas Permukaan Merupakan
Indikator Upwelling sebagai Respon terhadap Angin Muson Tenggara di Perairan Perairan
Bagian Utara Laut Sawu, Ilmu Kelautan, Vol. 17 (4): 226-239
Wahyuni; Muliadi; Apriansah. (2018). Hubungan ENSO dan El Niño Modoki terhadap Suhu
Permukaan Laut di Laut Arafuru. 6(3), 195–199.
http://www.dpmptspmaluku.com/provinsimaluku/gambaranumum#:~:text=Sebagai%20daerah
%20kepulauan%2C%20Provinsi%20Maluku,dengan%20Kota%20Ambon%20sebagai
%20ibukota .Diakses pada tanggal 06 November 2020.
http://sibasripi-pupr.pu.go.id/ .Diakses pada tanggal 06 November 2020

Anda mungkin juga menyukai