Anda di halaman 1dari 11

REVIEW JURNAL

Lulut Ajeng Heryana (21.17.0016)


Mustofa Angkie Bangun P (21.17.0023)

Program Studi Klimatologi


Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika
Tangerang Selatan
2019
Review Jurnal 1 :

PENGARUH MADDEN JULIAN OSCILLATION TERHADAP KEJADIAN CURAH


HUJAN EKSTREM DI PROVINSI JAWA BARAT (STUDI KASUS DI KABUPATEN
SUKABUMI)

PENDAHULUAN

Fenomena Madden Julian Oscillation (MJO) yaitu salah satu faktor yang mempengaruhi
terjadinya curah hujan ekstrem di wilayah Benua Maritim Indonesia (BMI). MJO dikenal
sebagai unsur utama pengendali keragaman/variabilitas cuaca dan iklim antar musim kawasan
tropis (30 – 60 hari). Osilasi yang dimaksud merupakan gelombang di atmosfer (troposfer) yang
disebut dengan Gelombang Kelvin dan gelombang lainnya (Rossby dan Gabungan/Campuran
Rossby Gravitasi). Pemicu dan penggerak cuaca buruk berupa giatnya gugusan awan konvektif
di skala regional, yang bergerak ke arah timur yang dapat dipantau dengan kondisi medan angin
dan liputan awannya (OLR = Outgoing Longwave Radiation). Lokasi penelitian adalah Benua
Maritim Indonesia sebagai bagian dari Maritime Continent Equator, dengan focus area yaitu
Kabupaten Sukabumi sebagai bagian dari salah satu Kabupaten yang berada di Provinsi Jawa
Barat. Pengaruh terjadinya penjalaran MJO yang berdampak terhadap curah hujan ekstrem di
wilayah Indonesia dan khususnya Kabupaten Sukabumi. Waktu pengambilan data dari medio
Agustus 2017 sampai medio November 2017, dan awal Januari 2018

TUJUAN

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh terjadinya penjalaran MJO yang
berdampak terhadap curah hujan ekstrem di wilayah Indonesia dan khususnya Kabupaten
Sukabumi, dan dapat dijadikan sebagai awal dari pola kajian untuk operasional sehari-hari di
Stasiun Klimatologi Bogor.

METODE PENELITIAN

1. Analisis peta Outgoing Longwave Radiation (OLR) dan Angin Zonal pada lapisan 850
pa.
2. Sea Surface Temperature (SST)
3. Analisis fase menggunakan diagram hovmoller (RMM)

HASIL

1. Diagram OLR dan angin Zonal pada Lapisan 850 pa

Pada bulan November 2017 dan Januari 2018, MJO teridentifikasi berada pada fase 3 – 4,
akan tetapi memberikan dampak yang berbeda pada akumulasi curah hujannya. Analisa curah
hujan pada akhir November 2017 (tanggal 25 November 2017) terlihat mulai di daerah
Sumatera, kemudian bergerak ke arah timur pada tanggal berikutnya. Intensitas curah hujan
tertinggi terjadi pada tanggal 28 – 29 November 2017, yaitu saat terjadinya Badai Tropis
Cempaka dan Dahlia.

2. SST

Pada bulan November 2017 kondisi SST masih hangat, sedangkan pada bulan Januari 2018
kondisi SST terutama di Samudera Hindia mendingin, sehingga kondisi ini kurang mendukung
terhadap aktifitas MJO dan curah hujan di Indonesia
3. Diagram Hovmoller

Identifikasi hasil pengaruh penjalaran MJO terhadap kejadian curah hujan ekstrem di wilayah
Kabupaten Sukabumi dapat ditemukan pada lokasi penempatan pos hujan.
Berdasarkan 49 fase MJO kuat selama 10 tahun terakhir (2008 – 2017), terdapat 21 fase MJO
kuat terjadi di bulan Desember, Januari, dan Februari.

Kesimpulan

Hasil analisis pada penelitian ini dapat di simpulkan bahwa wilayah yang terpengaruh
MJO antara lain Jampang Kulon, Pelabuhan Ratu, dan Lengkong dengan korelasi positif. Fase
MJO kuat yang berpengaruh terhadap hujan ekstrem di wilayah kabupaten Sukabumi terjadi
pada bulan Desember, Januari, dan Februari. Pos Hujan yang lebih dekat dengan pantai,
pengaruh MJO lebih kuat sehingga terjadi hujan ekstrem.
Review Jurnal 2 :

KEJADIAN OSILASI MADDEN-JULIAN (MJO) FASE AKTIF SAAT MONSUN


MUSIM DINGIN ASIA SERTA PENGARUHNYA TERHADAP CURAH HUJAN

PENDAHULUAN

Salah satu fenomena atmosfer yang mempengaruhi variabilitas curah hujan Indonesia di
antaranya fenomena MJO dan Monsun. ialah perubahan annual angin pasat yang berkaitan
dengan variabilitas curah hujan di masing-masing wilayah monsun. Berdasarkan klasifikasi
Monsun Asia-Australia, peningkatan curah hujan di Indonesia umumnya terjadi saat Monsun
Musim Dingin Asia. Sedangkan MJO terkait dengan pembentukan awan konvektif di ekuator
dan memiliki pola intraseasonal. Fenomena ini mempengaruhi keadaan curah hujan terutama
wilayah yang berbatasan dengan Lautan Hindia dan wilayah Jawa seperti Jakarta, yang secara
garis besar merupakan kawasan barat Indonesia.

TUJUAN

penelitian ini dimaksudkan untuk memahami dampak MJO aktif terhadap keadaan curah
hujan terfokus di kawasan barat Indonesia di Monsun Musim Dingin Asia. Lokasi penelitian ini
yaitu terlihat pada gambar berikut,
METODE PENELITIAN

1. Analisis plot time series indeks RMM


2. Analisis anomali OLR DJF dan kecepatan angin zonal
3. Analisis curah hujan atau presipitasi saat terjadi MJO di kawasan Barat Indonesia

HASIL DAN PEMBAHASAN

Identifikasi Kejadian MJO

Identifikasi MJO fase aktif dilakukan melalui nilai indeks RMM di periode DJF 2002/03
–2012/13 di mana nilai indeks RMM ≥ 1 dan terjadi sekitar 30 – 60 hari didefinisikan sebagai
periode MJO fase aktif.
terlihat bahwa adanya osilasi dengan nilai indeks RMM ≥ 1 berdurasi sekitar 30 – 60 hari terjadi
pada tujuh periode DJF (DJF 2002/03, DJF2003/04, DJF 2005/06, DJF 2006/07, DJF 2007/08,
DJF 2011/12, dan DJF 2012/13) di mana pada periode-periode ini, MJO aktif berosilasi
sempurna di ke-delapan fasenya, termasuk di kawasan barat Indonesia.

Analisis Hovmöller (Gambar 3) dilakukan di seluruh periode DJF di mana MJO aktif
terjadi dengan mengambil sampel anomali OLR pada periode DJF 2012/13. Hasilnya
menunjukkan adanya propagasi awan konvektif. Propagasi awan konvektif terlihat menuju ke
arah timur, namun dalam besaran dan persebaran yang berbeda-beda. Peningkatan (penurunan)
aktivitas konveksi ini ditandai dengan berkurangnya (bertambahnya) anomali OLR. Propagasi
awan konvektif juga dapat diindikasikan melalui perubahan arah angin zonal dengan melihat
kontinuitas angin timuran.
Analisis Spasial Pengaruh MJO terhadap Curah Hujan

Hasil spasial rata-rata presipitasi (mm/hari) pada Gambar 4 menunjukkan bahwa MJO
berpengaruh pada kondisi curah hujan di kawasan barat Indonesia terutama di fase 3, di mana
presipitasi terjadi hampir di seluruh wilayah di kawasan barat Indonesia. Wilayah lautan terlihat
memiliki presipitasi lebih besar dibandingkan dengan wilayah daratan.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa dari 10 kejadian MJO fase aktif
periode DJF 2002/03 – DJF 2012/13, fenomena MJO fase aktif secara keseluruhan
meningkatkan curah hujan di fase 3, kemudian terus menurun di fase 4, dan fase 5. Peningkatan
curah hujan di kawasan barat Indonesia justru saat MJO aktif berada di fase 3 (wilayah
Samudera Hindia) disebabkan adanya pengaruh monsun yang cukup dominan di kawasan barat
Indonesia. Selanjutnya MJO aktif di fase 4 dan fase 5 (wilayah Benua Maritim Indonesia),
peningkatan curah hujan cenderung terjadi di wilayah selatan. Hal ini diduga bahwa seiring
berakhirnya MJO di wilayah Benua Maritim Indonesia, pengaruh Monsun Musim Dingin Asia
pun mulai menurun di wilayah tersebut.
PERBANDIGAN JURNAL

Tujuan :

Kedua jurnal ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh MJO terhadap curah hujan di beberapa
titik di Indonesia. Akan tetapi, jurnal dua juga menganalisis dampak MJO pada saat terjadi
monsun musim dingin Asia. Pada jurnal satu di wilayah Jawa Barat khususnya Sukabumi dan
jurnal dua di wilayah Indonesia Barat pada tiga stasiun observasi BMKG: stasiun Cut Nyak Dien
yang mewakili wilayah utara, Stasiun Kototabang yang mewakili wilayah ekuator, dan Stasiun
Cengkareng mewakili wilayah selatan.

Metode Penelitian :

Jurnal 1 :

1. Analisis peta Outgoing Longwave Radiation (OLR) dan Angin Zonal pada lapisan 850
pa.
2. Sea Surface Temperature (SST)
3. Analisis fase menggunakan diagram hovmoller (RMM)

Jurnal 2 :

1. Analisis plot time series indeks RMM


2. Analisis anomali OLR DJF dan kecepatan angin zonal
3. Analisis curah hujan atau presipitasi saat terjadi MJO di kawasan Barat Indonesia

Metode penelitian yang digunakan indeks RMM dan OLR, karena RMM dan OLR adalah tools
untuk monitoring dan forecasting MJO. Terdapat satu metode yang membedakan kedua jurnal
ini, yaitu pada jurnal 1 menggunakan data SST dan jurnal 2 menggunakan data angin zonal dan
curah hujan.

Hasil

Ketiga metode pada jurnal 1 mempunyai 3 hasil, seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya.
Sedangkan pada jurnal 2 mempunyai 1 hasil,karena 3 metode saling berkaitan satu sama-lain.
Jurnal 1:

Dari masing-masing ketiga metode tersebut, mempunyai tiga hasil, yaitu

1. Permodelan anomali OLR dan anomali angin zonal


2. Kondisi perbedaan akumulasi curah hujan tersebut terjadi karena perbedaan kondisi suhu
muka laut .
3. Pengaruh penjalaran MJO terhadap kejadian curah hujan ekstrem di wilayah Kabupaten
Sukabumi

Jurnal 2 :

Dari ketiga metode menghasilkan, analisis spasial pengeruh MJO terhadap curah hujan. Karena
masing-masing metode saling berkaitan.

Kesimpulan :

Kedua penelitian ini, memiliki hasil yang sama, yaitu MJO berpengaruh terhadap
intensitas curah hujan. Akan tetapi, pada jurnal 1 wilayah yang tidak terpengaruh MJO,
yaitu Cisalak, Mandaling, Parakan Salak. Hal ini terjadi karena, wilayah tersebut jauh
dari pantai. Wilayah yang dekat dengan pantai mempunyai pengaruh MJO yang lebih
kuat, sehinga terjadi hujan ekstrem. Pada jurnal 2 disimpulkan juga bahwa seiring
berakhirnya MJO di wilayah Benua Maritim Indonesia, pengaruh Monsun Musim Dingin
Asia pun mulai menurun di wilayah tersebut.

Anda mungkin juga menyukai