Anda di halaman 1dari 7

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/335169525

DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT DI PERAIRAN INDONESIA DARI DATA


SATELIT

Conference Paper · July 2015

CITATIONS READS

0 1,606

1 author:

Adi Wijaya
Ministry of Marine Affairs and Fisheries
20 PUBLICATIONS   23 CITATIONS   

SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Adi Wijaya on 14 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


DINAMIKA SUHU PERMUKAAN LAUT DI
PERAIRAN INDONESIA DARI DATA SATELIT
Adi Wijaya
Balai Penelitian dan Observasi Laut
Jalan Baru Perancak Negara Jembrana Bali
Email : adi_wijaya@kkp.go.id atau awi_arema@yahoo.com

Abstrak - Penelitian menggunakan data satelit yang bebas awan perairan Indonesia biasa di kenal dengan DME (Dipole Mode
dan pengukuran lapangan untuk pemantauan SST terhadap Event).
fenomena ENSO, dimana SST sebagai sumber utama terhadap Fenomena ENSO dan DME yang terjadi di dua samudera
fenomena tersebut. Adapun tujuan penelitian ini adalah untuk tersebut akan berdampak pada kondisi Iklim di Indonesia
mengetahui dinamika SST tiap perairan dan pengaruh ENSO
terutama kejadian kekeringan dan kelebihan curah hujan. Pada
dari data satelit. Data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah SST bulanan dari data TMI tahun 1997-2011 dan Indeks masyarakat nelayan akan berpengaruh terhadap lingkungan
NINO 3.4. Data satelit diproses dengan MATLAB. Metode keberadaan ikan dan kerentanan terhadap kawasan ekosistem
analisis menggunakan Empirical Orthogonal Function (EOF). pesisir dalam hal ini terumbukarang [3]. Pembangkit kedua
Metode ini dapat menghitung korelasi di setiap piksel sehingga fenomena global diduga karena adanya perubahan suhu
dapat menjelaskan pengaruh ENSO terhadap SST di tiap bagian permukaan laut (SST) yang terjadi di Samudera Pasifik dan
perairan Indonesia. Hasil analisa dinamika SPL di perairan Hindia yang cepat maka diperlukan observasi dan pemantauan
Indonesia selama tahun 1997-2011 dari data satelit menghasilkan kondisi SST secara cepat, akurat dan berkelanjutan agar bisa
rerata di setiap perairan sebagai berikut; Samudera Hindia melakukan langkah adaptasi terhadap dampak yang di
Barat Sumatera dengan rerata 29,30 0C, Samudera Hindia
timbulkan [4].
Selatan Jawa rerata 28,84 0C, Laut Arafura rerata 28,09 0C,
Laut Banda rerata 28,65 0C, Laut Jawa rerata 29,07 0C, Laut Guna melakukan pemantau kondisi kedua Samudera
China Selatan rerata 29,21 0C, Laut Sulawesi rerata 29,67 0C, dengan cepat, akurat dan berkelanjutan menggunakan
Laut Halmahera rerata 29,46 0C, Selat Makassar 29,56 0C dan pemanfaatan satelit penginderaan jauh. Perkembangan satelit
Samudera Pasifik rerata 29,88 0C. Untuk kenaikan suhu selama penginderaan jauh dalam dunia kalautan telah banyak
tahun 1997-2011 mempunyai rentang kenaikan SPL antara 3 – 4 dilakukan sejak tahun 1960 dengan mengembangkan sistem
0
C di semua perairan Indonesia. Sedangkan anomali SPL untuk pemantauan cuaca dan pada tahun 1978 baru pertama
pemantauan wilayah NINO 3.4 mempunyai selisih dengan indek diluncurkan untuk pengamatan kondisi samudera [5].
tersebut ± 2 0C. Pengaruh SST dengan ENSO menghasilkan Berdasarkan kondisi tersebut di atas, maka penelitian ini
variansi 50,12 % terhadap NINO 3.4, sehingga menghasilkan
untuk melakukan observasi dan pemantauan fenomena ENSO
tingkat kolerasi tinggi terjadi di Samudera Pasifik, Laut
Halmahera, Laut Sulawesi, Selat Makassar dengan nilai korelasi dan DME dengan menggunakan data penginderaan jauh
0,5 - 0,75. kelautan. Pendekatan penginderaan jauh yang dapat
memantau fenomena tersebut melalui pembangkitnya yaitu
Kata Kunci: SST, ENSO, Data Satelit TMI SST. Sehingga judul makalah ini adalah “Dinamika Suhu
Permukaan Laut di Perairan Indonesia dari Data Satelit”.
I. PENDAHULUAN

Perairan Indonesia secara geografis terletak antara 2 benua II. METODE PENELITIAN
(Benua Asia dan Australia) dan 2 Samudera (Samudera
Hindia dan Pasifik). Kedua benua yang mengapit Indonesia Bahan dan Alat
sangat mempengaruhi kondisi musim melalui sistem Monsun Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi:
Asia dan Australia, sedangkan kedua semudera yang mengapit a. Data SST di peroleh dari pemrosesan data satelit TRMM,
wilayah Indonesia sangat mempengaruhi keadaan laut dan dengan data TMI diperoleh dari
atmosfer di Indonesia karena adanya telekoneksi [1]. ftp://ftp.ssmi.com/tmi/bmaps_v04/
Kondisi laut di Samudera Pasifik di sekitar equator secara b. Indeks ENSO diperoleh dari situs
global mempunyai fenomena yang kompleks dan berulang http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/
dalam priode tertentu sehingga akan berpengaruh terhadap analysis_monitoring/ensostuff/ensoyears.shtml
kondisi Perairan Indonesia fenomena tersebuat adalah ENSO
(El Nino Southern Oscillation) [2]. Sedangkan kondisi di Prosedur Penelitian
Samudera Hindia mempunyai fenomena sama dengan yang a. Pemrosesan data TMI menjadi SST
terjadi di samudera Pasifik dan juga berpengaruh terhadap

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
582 | I l m u K e l a u t a n - R e m o t e S e n s i n g ( I K - R S - 1 ) -
Adi Wijaya
Data SST bulanan diperoleh dari data satelit TRMM III. HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan data TMI. Persamaan yang digunakan untuk
menghasilkan data SST dari data TMI sebagai berikut : Hasil
a. Suhu Permukaan Laut
SST = DN * 0,15 – 3 Hasil pengolahan data TMI bulan tahun 1998-2011
DN = 0 – 250 untuk SST yang valid …….. (1) diperoleh SST Indonesia bulanan. Guna mengetahui
SSTa = Rerata SST Tahunan – SST Bulan... (2) karaktersitik dinamika SST bulanan dari tahun 1998-2011
dilakukan komposit data bulan yang menggambarkan
b. Indeks ENSO fluktuasi dan dinamika SST setiap bulan di perairan Indonesia
Indeks Enso di analisis dengan menggunakan pendekatan di tunjukkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
South Oscilation Index (SOI). SOI didefinisikan sebagai:

[Pdiff - Pdiffav ]
SOI = 10 ----------------- …………………….(3)
SD(Pdiff)
Keterangan :
Pdiff = (rerata Tahiti MSLP di Tahiti ) - (rerata MSLP
Darwin), pada bulan itu
Pdiffav = rerata historis (long term) of Pdiff pada bulan itu
SD(Pdiff) = standar deviasi dari Pdiff.

Perkalian dengan 10 merupakan konvensi saja, dengan


menggunakan konvensi ini nilai SOI berkisar dari -35 sampai
35. Jika nilai SOI negatif, maka tekanan di Tahiti relatif lebih
kecil dibandingkan dengan tekanan di Darwin. Kondisi ini
antara lain menyebabkan; bergesernya kolam hangat dari
Pasifik Barat ke Pasifik Timur; pertumbuhan awan di Pasifik
Timur di atas normalnya; terjadi kekeringan di Pasifik Barat
terutama di Indonesia Timur karena suplai uap air bergeser ke
timur dan lain-lain. Fenomena ini yang disebut dengan
fenomena El-Nino [6].
Jika nilai SOI positif maka keadaan akan sebaliknya dan
fenomena ini dikenal dengan fenomena La-Nina. Nilai SOI
kadang positif dan kadang negatif memberi pengertian bahwa
kejadian/fenomena El-Nino maupun La-Nina mempunyai
perulangan [7]. Nilai SOI selama tahun 2010 konsisten positif
di atas +10, kondisi ini menyebabkan; bergesernya kolam
hangat dari Pasifik Timur ke Pasifik Barat; terjadi
pertumbuhan awan di Pasifik Barat di atas normalnya dan
bahkan mencapai wilayah Indonesia. Dari kedua parameter
tersebut dapat disimpulkan bahwa secara umum tahun ini
masuk dalam kondisi normal dan untuk wilayah Indonesia
potensi pertumbuhan awan masih cukup baik. Kelihatannya
Gambar 1. Sebaran Spatial Variabilitas Suhu Permukaan Laut Komposit
kondisi ekstrim kering tidak akan terjadi pada tahun ini.
Bulanan dari Tahun 1998-2011

Analisis Data Pada Gambar 1 menunjukkan nilai SST bulan Januari


Dinamika suhu permukaan laut di perairan Indonesia sampai dengan maret dari tahun 1998-2011 menggambarkan
berdasarkan variabilitas spatial-temporal dan respon variabel bahwa di perairan Indonesia sebaran suhu dingin terdapat di
tersebut terhadap ENSO menggunakan EOF. Laut China Selatan dengan suhu rerata 27 0C dan di Samudera
Hindia, Laut Jawa, Laut Banda, Laut Halmahera, Selat
( )∑ ( ) ( )………………………. (4) Makassar, dan Samudera Pasifik memiliki suhu yang relatif
hanggat dengan rerata 30 0C. Pada bulan April-Juni kondisi
SST rerata 30 0C, yang tersebar merata di perairan Indonesia.
Akan tetapi SST mulai mengalami suhu dingin bulan Juni
yang berasal dari perairan Australia.
Karakteristik dinamika SST bulan Juli-September selama
tahun 1998-2011, menunjukkan bahwa perairan di Lintang

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
583 | I l m u K e l a u t a n - R e m o t e S e n s i n g ( I K - R S - 1 ) -
Adi Wijaya
0
Selatan lebih dingin dari pada di Lintang Utara. Perairan yang C, Laut Banda rerata 28,65 0C, Samudera Hindia Selatan
termasuk di lintang selatan meliputi Samudera Hindia Selatan Jawa rerata 28,84 0C, Laut Halmahera rerata 29,46 0C, Laut
Jawa, Laut Jawa, Laut Banda dan Laut Arafura menunjukkan China Selatan rerata 29,21 0C, Laut Sulawesi rerata 29,67 0C,
rerata SST 27 0C, dan di lintang utara rerata SST 31 0C yang Selat Makassar rerata 29,56 0C, Samudera Hindia Barat
tersebar di Laut China Selatan, Laut Sulawesi, Laut Sumatera rerata 29,30 0C dan Samudera Pasifik rerata 29,88
0
Halmahera, Samudera Pasifik dan Selat Makassar. C.
Sedangkan kondisi SST pada bulan Oktober-Desember
selama tahun 1998-2011 menunjukkan sebaran suhu hangat b. Anomali Suhu Permukaan Laut
dengan rerata 30 0C tersebar di seluruh perairan Indonesia, Hasil pengolahan data TMI selama tahun 1998-2011
tetapi di Laut China Selata pada bulan November dan diperoleh suhu permukaan laut Indonesia selanjutnya
Desember mengalami perubahan SST yang lebih dingin rerata dilakukan perhitungan untuk mengetahui anomali suhu
28 0C. Untuk mengetahui sebaran temporal variabilitas SST permukaan laut dari tahun 1998-2011. Berdasarkan hasil
tahun 1997-2011 disajikan pada Gambar 2. perhitungan anomali suhu permukaan laut dibuatlah komposit
bulanan, sehingga diketahui fluktuasi dan variabilitas anomali
dari setiap perairan Indonesia secara spatial dan temporal
disajikan dalam Gambar 3 dan 4.

Gambar 2. Grafik Sebaran Temporal Variabilitas Suhu per wilayah


perairan dari Tahun 1997-2011

Gambar 2 secara temporal menunjukkan pola variabilitas


SST yang berbeda-beda. Pada wilayah perairan Indonesia
yang terletak pada Lintang Selatang seperti Samudera Hindia
Selatan Jawa, Laut Jawa, Laut Banda, dan Laut Arafura
selama tahun 1997-2011 memiliki rentang suhu antara 32 – 24
0
C. Selama 14 tahun di perairan ini memiliki kecenderungan
yang relative stabil dengan rerata SST 28 0C dengan rentang
kenaikan SST ± 40C. Sedangkan di perairan utara kondisi
rerata SST selama 14 tahun mempunyai rentang antara 32 –
26 0C dengan rerata 29 0C dengan kenaikan SST ± 30C dengan Gambar 3. Sebaran Spatial Variabilitas Anomali Suhu Permukaan Laut
Komposit Bulanan Tahun 1998-2011
menunjukan kecenderungan mengalami peningkatan. Ada pun
wilayah yang berada di bagian utara meliputi Laut China
Selatan, Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut Halmahera, dan Pada Gambar 3 menunjukkan bahwa selama anomali SST
Samudera Pasifik. Secara umum kondisi perairan selama 14 bulan selama Januari samapai dengan maret dari tahun 1998-
tahun dengan rerata SST di bawah 29 0C berada di perairan 2011 menggambarkan bahwa di perairan Indonesia sebaran
yang berada di lintang selatan sedangkan di lintang utara anomali negative terdapat di Laut China Selatan, Laut
kondis rerata SST di atas 29 0C. Untuk rerata selama 14 tahun Halmahera, Selat Makassar, dan Samudera Pasifik rentang
perwilayah perairan yang ada di Indonesia adalah sebagai anomali -3 sampai dengan 1. Sedangkan di bagaian selatan
berikut: Laut Arafura rerata 28,09 0C, Laut Jawa rerata 29,07 anomaly SST tertinggi dari Perairan Australia, Laut Arafura,
laut Banda dan Samudera Hindia dengan rentang anomali 2

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
584 | I l m u K e l a u t a n - R e m o t e S e n s i n g ( I K - R S - 1 ) -
Adi Wijaya
sampai dengan 1. Pada bulan April-Juni rentang anomali SST kondisi anomali SST positif dari hasil komposit bulan selama
2 sampai dengan 0, yang tersebar merata di perairan Indonesia. bulan Januari-Mei terjadi di perairan lintang selatan Indonesia
Akan tetapi anomali SST mulai menuju negative bulan Juni meliputi Samudera Hindia Selatan Jawa, Laut Arafura, Laut
yang berasal dari perairan Australia, Samudera Hindia Selatan Banda. Kondisi perairan lintang selatan mengalamai anomali
Jawa, Laut Arafura, Laut Banda dan Laut Jawa. SST negatif selama bulan Juni-Oktober meliputi wilayah Laut
Karakteristik dinamika anomali SST bulan Juli-September Arafura, Laut Banda, Laut Jawa dan Samudera Hindia Selatan
selama tahun 1998-2011, menunjukkan bahwa perairan di Jawa. Sedangkan pada bulan November dan Desember
Lintang Selatan menunjukkan anomaly negative dan di kondisi anomali SSTnya positif.
Lintang Utara lebih menunjukkan anomaly positif. Perairan Kondisi anomali SST di wilayah bagian utara meliputi
yang termasuk di lintang selatan meliputi Samudera Hindia Laut China Selatan, Laut Sulawesi, Selat Makassar, Laut
Selatan Jawa, Laut Jawa, Laut Banda dan Laut Arafura Halmahera, dan Samudera Pasifik selama 14 tahun dengan
menunjukkan rerata anomaly SST -2 0C, dan di lintang utara rentang anomali SST antara -3 sampai dengan 3 0C. Perairan
rerata SST 2 0C yang tersebar di Laut China Selatan, Laut yang mengalami anomali SST negatif selama bulan Januari-
Sulawesi, dan Samudera Pasifik, tetapi ada juga yang Maret terdapat di Laut Sulawesi, Laut Chnina Selatan,
menunjukkan rerata anomaly negative yaitu – 1 0C yang Samudera Hindia Barat Sumatera, Selat Makassar, Samudera
terdapat di Selat Makassar dan Laut Halmahera . Pasifik dan Laut Halmahera. Di bulan April–Juni kondisi
Sedangkan kondisi anomaly SST pada bulan Oktober- anomali SST positif hampir merata terjadi di perairan lintang
Desember selama tahun 1998-2011 menunjukkan sebaran utara Indonesia. Sedangkan di bulan Juli-September kondisi
anomaly positf dengan rerata 2 0C tersebar di seluruh perairan anomali SST negatif hanya dominan terjadi di Selat Makassar,
Indonesia, tetapi di Laut China Selatan pada bulan November Laut China Selatan, Samudera Hindia Barat Sumatera dan
dan Desember mengalami perubahan anomaly SST negatiif Laut Halmahera. Sedangkan pada bulan Oktober-Desember
dengan rerata -2 0C. Untuk mengetahin dinamika, fluktuasi kondisi anomali SST positif hampir terjadi semua perairan
dan kecenderungan anomaly SST setiap perairan di Indonesia utara Indonesia.
disajikan pada Gambar 4.
Pembahasan
Komponen utama dengan variansi terbesar dari metode
EOF dapat mengetahui peristiwa ENSO baik fenomena El
Nino dan La Nina. Komponen utama dengan variansi terbesar
dari metode ini yang bernilai ekstrim (paling besar atau paling
kecil) menunjukkan peristiwa El Nino atau La Nina. Jika nilai
ekstrim dari komponen utama ini dikalikan dengan
eigenvector di wilayah NINO 3.4 memberikan nilai positif,
berarti pada saat tersebut terjadi peristiwa El Nino, sebaliknya
jika nilai ekstrim dari komponen utama dikalikan dengan
eigenvektor di wilayah NINO 3.4 memberikan nilai negatif
berarti pada saat tersebut terjadi peristiwa La Nina.

Gambar 4. Grafik Sebaran Temporal Variabilitas Anomali Suhu Permukaan


Gambar 5. Hasil analisis EOF pengaruh anomali SST terhadap NINO 3.4 di
Laut per wilayah perairan dari Tahun 1997-2011
perairan Indonesia

Gambar 4 secara temporal menunjukkan grafik pola Berdasarkan analisis yang dilakukan dalam penelitian ini
variabilitas anomali SST yang berbeda-beda. Pada wilayah
di ketahui variansi terbesar dari metode EOF 50,12 % dari
perairan Indonesia yang terletak pada Lintang Selatan seperti
total variansi yang ada. Gambar 5 menunjukkan bahwa
Samudera Hindia Selatan Jawa, Laut Jawa, Laut Banda, dan
variabilitas yang terbesar terhadap NINO 3.4 adalah pada
Laut Arafura selama tahun 1997-2011 memiliki rentang perairan Samudera Pasifik, Laut Sulawesi, Laut China Selatan,
anomali SST antara -3 sampai dengan 3 0C. Selama 14 tahun

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
585 | I l m u K e l a u t a n - R e m o t e S e n s i n g ( I K - R S - 1 ) -
Adi Wijaya
Selat Makassar, Laut Halmahera. Guna mengetahui kolerasi tersebut diketahui bahwa peristiwa ENSO terbagi menjadi 3
antara anomali SST di wilayah perairan Indonesia periode antara lain periode El Nino (yang terjadi pada tahun
menghasilkan wilayah dengan tingkat kolerasi tinggi dengan 1997/1998, 2002/2003, 2005/2006, dan 2007/2008), periode
NINO 3.4 meliputi Samudera Pasifik, Laut Halmahera, Laut La Nina (tahun 1999/2000 dan 2010/2011) dan periode
Sulawesi, Selat Makassar dengan menunjukkan hubungan normal (tahun 2001 dan 2004). Berdasarkan pemantauan dari
antara 0,5 - 0,75, guna mengetahui sebaran secara spatial nya data TMI terhadap wilayah NINO 3.4 diketahui perbedaan
di sajikan pada Gambar 6. anomali ± 2 0C dari Indeks NINO 3.4. (Tabel 1)
Guna mengatahu periode kejadian peristiwa ENSO selama
tahun 1997-2011 disajikan pada Gambar 7. Dari Gambar

TABEL 1. INDEKS NINO 3.4

Year DJF JFM FMA MAM AMJ MJJ JJA JAS ASO SON OND NDJ
1997 -0 -0 0 0.4 0.8 1.3 1.7 2 2.2 2.4 2.5 2.5
1998 2.3 1.9 1.5 1 0.5 0 -1 -1 -1 -1 -1 -1
1999 -1 -1 -1 -0.8 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -1 -2
2000 -2 -1 -1 -0.8 -1 -1 -0 -0 -0 -1 -1 -1
2001 -1 -1 -0 -0.2 -0 0.1 0.2 0.2 0.1 0 -0 -0
2002 -0 0.1 0.2 0.4 0.7 0.8 0.9 1 1.1 1.3 1.5 1.4
2003 1.2 0.9 0.5 0.1 -0 0.1 0.4 0.5 0.6 0.5 0.6 0.4
2004 0.4 0.3 0.2 0.2 0.3 0.5 0.7 0.8 0.9 0.8 0.8 0.8
2005 0.7 0.5 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.3 0.2 -0 -0 -1
2006 -1 -1 -0 -0.1 0.1 0.2 0.3 0.5 0.6 0.9 1.1 1.1
2007 0.8 0.4 0.1 -0.1 -0 -0 -0 -0 -1 -1 -1 -1
2008 -1 -1 -1 -0.8 -1 -0 -0 0 0 0 -0 -1
2009 -1 -1 -1 -0.1 0.2 0.6 0.7 0.8 0.9 1.2 1.5 1.8
2010 1.7 1.5 1.2 0.8 0.3 -0 -1 -1 -1 -1 -1 -1
2011 -1 -1 -1 -0.6 -0 0 0 -0 -0

Gambar 6. Hasil analisis Korelasi Cononical anomali SST dengan NINO 3.4
di perairan Indonesia Gambar 7. Anomali SST di wilayah NINO 3.4 dari tahun 1997-2011

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
586 | I l m u K e l a u t a n - R e m o t e S e n s i n g ( I K - R S - 1 ) -
Adi Wijaya
IV. KESIMPULAN DAN SARAN [3] Setiawan, A. “Analisis variabilitas parameter meteorologi-oseanografi di
benua maritim Indonesia dan hubungannya dengan ENSO dan Dipole
Mode fenomena” . Tesis yang tidak dipublikasikan, Institut Teknologi
Berdasarkan hasil pemantauan wilayah NINO 3.4 Bandung. Bandung 2002.
menghasilkan selisih anomali suhu permukaan laut ± 2 0C. [4] Sukreno, B. “ENSO Impact on SST and SLA Variability in Indonesia”.
Hasil pengolahan data TMI menjadi SST di perairan Indonesia Jurnal Kelautan Nasional Vol. 5. No.1 April 2010 ISSN 1907-767X
[5] Hendiarti, N dan Sadly. “Dampak Fenomena Perubahan Iklim Global
selama tahun 1997-2011 menghasilkan rerata di setiap
terhadap Potret Perairan Indonesia dari Observasi Satelit Oseanografi”,
perairan berdeda-beda antara lain di Samudera Hindia Barat Prosiding Bali Scientific Meeting-MAPIN 2008 Balai Riset dan Observasi
Sumatera dengan rerata 29,30 0C, Samudera Hindia Selatan Kelautan, Bali, III.A-1 – 4 Juni 2008
Jawa rerata 28,84 0C, Laut Arafura rerata 28,09 0C, Laut [6] Ropelewski, C.F., and Jones, P.D. “An extension of the Tahiti-Darwin
Southern Oscillation Index”, Monthly Weather Review 115, 2161–216.
Banda rerata 28,65 0C, Laut Jawa rerata 29,07 0C, Laut China
1987
Selatan rerata 29,21 0C, Laut Sulawesi rerata 29,67 0C, Laut [7] Können, G.P., Jones, P.D., Kaltofen, M.H., and Allan, R.J., “Pre-1866
Halmahera rerata 29,46 0C, Selat Makassar 29,56 0C dan Extensions of the Southern Oscillation Index using early Indonesian and
Samudera Pasifik rerata 29,88 0C. Untuk kenaikan suhu Tahitian Meteorological readings”, Journal of Climate 11, 2325–
2339.1998.
selama tahun 1997-2011 mempunyai rentang kenaikan SST
JAXA, 2005. “Tropical Rainfall Measuring Mission TRMM) Precipitation
antara 3 – 4 0C di semua perairan Indonesia. Analisis data SST Radar Algorithm”: Instruction Manual for Version 6. Japan: Japan
terhadap fenomena ENSO dengan variansi dari EOF sebesar Aerospace Exploration Agency.
50,12 % untuk fenomena ENSO terhadap NINO 3.4 sehingga ftp://ftp.ssmi.com/tmi/bmaps_v04/
http://www.cpc.ncep.noaa.gov/products/analysis_monitoring/ensostuff/ensoye
menghasilkan tingkat kolerasi tinggi meliputi Samudera
ars.shtml
Pasifik, Laut Halmahera, Laut Sulawesi, Selat Makassar
dengan menunjukkan hubungan antara 0,5 - 0,75.

DAFTAR PUSTAKA

[1] Sukoraharjo, S.S., dkk. “Menduga Penaikan Massa Air dengan


Menganalisis Pola Pergerakan Angin di Perairan Selat Makassar”. Jurnal
Kelautan Nasional Vol.6. No.3 Desember 2011 ISSN 1907-767X
[2] Hatta, M. 2002. “Hubungan antara Klorofil-a dan Ikan Pelagis dengan
Kondisi Oceanografi di Perairan Utara Irian Jaya”. Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Online pada http://www.pengaruh faktor oseanografi.htm.
up date terkhir 10 Januari 2009. Diunduh pada tanggal 15 Maret 2009.

Seminar Nasional Perikanan dan Kelautan V


Universitas Brawijaya Malang 2015
587 | I l m u K e l a u t a n - R e m o t e S e n s i n g ( I K - R S - 1 ) -
Adi Wijaya

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai