Gambar 1.1
Gambar 1.2
Lapisan mix layer adalah lapisan paling atas yang kedalamannya berkisar
antara 0 200 m, pada lapisan ini cahaya matahari masih dapat menyinari dan
menembus pada lapisan, lapisan ini adalah lapisan yang menunjang kehidupan
planktonik. Suhu pada lapisan mix layer cenderung hangat, kecuali pada kutub utara
atau selatan.
Lapisan termoklin adalah lapisan yang terletak diantara lapisan mix layer
dan homogen. Lapisan termoklin memiliki kedalaman 200 500 m. Pada lapisan
ini terjadi perubahan suhu terhadap kedalaman sebesar 0.1oC untuk setiap satu
meter, perubahan suhu pada lapisan ini cenderung variatif, dan lapisan ini berperan
penting dalam peramalan meteorologi.
Termoklin merupakan bagian dari lapisan perairan laut yang pada lapisan
tersebut terjadi penurunan temperatur yang cepat terhadap kedalaman (Nontji,
1993). Nilai absolut gradien penurunan temperatur vertikal pada lapisan termoklin
standar adalah sebesar 0,05C/m. (Bureau of technical supervision of the P.R of
China, 1992).
dari data diatas dapat dilihat, pada bagian mix layer salinitas yang tertera
berkisar 34 -35 psu, pada bagian termoklin didapat salinitas berkisar antara 35 37
psu, dan pada lapisan homogen salinitasnya berkisar antara 34,4 34,8 psu.
Banyak faktor yang mempengaruhi salinitas pada plot 3106 kordinat 10o
LU 20oLU dan 60oBT 70oBT Samudera Hindia. Beberapa faktor yang
mempengaruhinya adalah seperti fenomena Indian Ocean Dipole, Temperatur,
Kedalaman, dll.
Gambar 1.3
Gambar 1.4
Pada waktu normalnya, angin barat yang lemah bergerak dari sisi bagian
timur Afrika (Samudera Hindia bagian barat) ke pantai barat Sumatera (Samudera
Hindia bagian timur). Saat terjadinya fenomena IOD, anomali SPL negatif (lebih
rendah dari pada suhu normalnya) di pantai barat Sumatera yang mengakibatkan
terjadinya tekanan tinggi di daerah ini, dan di pantai timur Afrika terdapat anomali
SPL positif (lebih tinggi dari kondisi normal) yang menimbulkan tekanan rendah di
wilayah tersebut. Kondisi ini menimbulkan angin timur yang kuat yang bertiup ke
pantai timur Afrika, sehingga curah hujan di atas Afrika berada di atas normal,
sementara di Indonesia terjadi kekeringan (Saji et al., 1999).
Siklus IOD diawali dengan munculnya anomali suhu permukaan laut negatif
di sekitar Selat Lombok hingga Selatan Jawa pada sekitar bulan Mei Juni.
Selanjutnya pada bulan Juli- Agustus, anomali negatif tersebut menguat dan
semakin meluas sampai pantai barat Sumatera, sementara itu di Samudera Hindia
bagian barat muncul pola anomali suhu permukaan laut positif. Adanya perbedaan
tekanan di antara keduanya, semakin memperkuat angin tenggara di sepanjang
ekuator dan pantai barat Sumatera. Siklus ini mencapai puncaknya pada bulan
September Oktober dan selanjutnya menghilang dengan cepat pada bulan
November Desember (Saji et al.,1999). Dipole Mode dibagi menjadi dua fase
yakni Dipole Mode Positif dan Dipole Mode Negatif. Dipole Mode Positif, terjadi
pada saat tekanan udara permukaan di atas wilayah barat Sumatera relatif
bertekanan lebih tinggi dibandingkan wilayah timur Afrika yang bertekanan relatif
rendah, sehingga udara mengalir dari bagian barat Sumatera ke bagian timur Afrika
yang mengakibatkan pembentukkan awan-awan konvektif di wilayah Afrika dan
menghasilkan curah hujan di atas normal, sedangkan di wilayah Sumatera terjadi
kekeringan, begitu sebaliknya dengan Dipole Mode Negatif.
Gambar 1.5