Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

Iklim adalah kondisi rata-rata cuaca dalam waktu yang panjang. Iklim di bumi

sangat dipengaruhi oleh posisi matahari terhadap bumi. Terdapat beberapa klasifikasi iklim di

bumi ini yang ditentukan oleh letak geografis. Sifat utamanya ialah suhu yang selalu tinggi,

tanpa penyimpangan-penyimpangan yang besar.

Sehingga dalam hal ini dipelajarilah mengenai iklim di Indonesia salah

satunya yaitu mengenai macam macam iklim di Indonesia serta faktor-faktor yang

mempengaruhinya. Adapun guna dari mempelajari lebih lanjut mengenai Iklim di Indonesia

beserta macam serta faktor yang dapat mempengaruhi iklim di Indonesia yang mana akan

berkaitan dengan pertumbuhan dan perkembangan tanaman.

Kawunganten adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Cilacap , Jawa

Tengah, Indonesia. Kawunganten memiliki 16 kelurahan. Kecamatan Kawunganten memiliki

luas wilayah 540 Ha, yang terdiri dari 6 dusun dengan 6 rukun warga dan 24 rukun tetangga.

Lahan yang terdapat di kecamatan Kawunganten digunakan secara produktif dan hanya

sedikit saja yang tidak dipergunakan.

Tujuan dari praktikum Klimatologi adalah untuk mengetahui tipe iklim di

Kecamatan Kawunganten dan mengetahui tanaman yang cocok untuk iklim tersebut. Manfaat

dari praktikum klimatologi adalah mahasiswa dapat mengetahui tipe iklim di Kecamatan

Kawunganten dan dapat mengetahui tanaman yang cocok untuk iklim tersebut.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Iklim

Iklim adalah pengaruh rata-rata dari cuaca yang meliputi cahaya, kelembapan,

suhu, tekanan udara dan gerakan udara/angin dalam kurun waktu tertentu. Iklim merupakan

gabungan berbagai kondisi cuaca sehari-hari atau merupakan rerata cuaca, sehingga iklim

tersusun atas berbagai unsur yang variasinya besar. Meskipun perilaku iklim di bumi cukup

rumit tetapi ada kecenderungan karakteristik dan pola tertentudari unsur iklim di berbagai

daerah yang letaknya saling berjauhan. Kesamaan sifat tersebut maka dalam bidang ilmu

iklim juga dikena pengelompokan iklim dalam kelas-kelas tertentu yang disebut dengan

klasifikasi iklim (Prihmantoro, 2004).

Wilayah Indonesia memiliki dua kondisi iklim yang sangat berbeda. Kawasan

Barat Indonesia (KBI) umumnya beriklim basah dengan curah hujan merata sepanjang tahun,

yang berdampak terhadap reaksi tanah atau pH yang masam dan kejenuhan basa yang rendah.

Kawasan Timur Indonesia (KTI) umumnya beriklim kering, sehingga tanahnya bereaksi

netral sampai alkali, dan kejenuhan basanya tinggi. Tanah didataran tinggi umumnya

terbentuk dari bahan volkan, dan dengan suhu rendah proses pelapukan berlangsung lambat,

sehingga kesuburan tanahnya secara alami akan terawetkan. Namun, karena umumnya berada

pada topografi yang berlereng curam dengan tanah yang labil dan rentan longsor,

penggunaannya sangat terbatas (Lingga, 2003).


2.2. Kecamatan Kawunganten

Kawunganten adalah sebuah kecamatan di Kabupaten Cilacap , Jawa

Tengah, Indonesia. Kawunganten memiliki 16 kelurahan. Dua kecamatan yang telah

mengalami pemekaran daerah dari kecamatan kawunganten adalah Bantarsari dan Kampung

Laut. Kawunganten memiliki sebuah stasiun dengan ketinggian 21m dpl. Pusat administrasi

kecamatan Kawunganten berada di desa Kawunganten. Kecamatan Kawunganten memiliki

luas wilayah 540 Ha, yang terdiri dari 6 dusun dengan 6 rukun warga dan 24 rukun tetangga.

Pada umumnya lahan yang terdapat di kecamatan Kawunganten digunakan secara produktif

dan hanya sedikit saja yang tidak dipergunakan. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan

lahan kecamatan Kawungantenmemiliki sumber daya alam yang memadai dan siap diolah.

Luas lahan berupa sawah 48,075 Ha, luas tanah darat 384,550 Ha, dan luas area Pemukiman

80,500 Ha.

2.3. Klasifikasi Iklim Mohr

Klasifikasi menurut Mohr membedakan menjadi tiga derajat kebebasan suatu

bulan yaitu Bulan Basah, yaitu jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan lebih

besar dari 100 mm. Curah hujan lebih besar daripada penguapan. Bulan Lembab, yaitu jika

dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan 60 100 mm. Curah hujan sama dengan

penguapan. Bulan Kering, yaitu Jika dalam satu bulan mempunyai jumlah curah hujan lebih

kecil dari 60 mm. Curah hujan lebih kecil daripada penguapan. Untuk mencari bulan basah

dan bulan kering Mohr menggunakan rata-rata curah hujan masing-masing bulan selama

beberapa tahun. Pembagian iklim didasarkan atas banyaknya bulan basah dan bulan kering

suatu tempat, oleh Mohr dibagi menjadi lima golongan iklim (Wisnubroto et al., 2003).
Tabel 1. Klasifikasi Iklim Menurut Mohr

Golongan Iklim Keterangan


Golongan I Daerah basah, yaitu daerah di mana hampir tidak ada
satupun bulan yang tergolong bulang kering.
Golongan II Daerah agak basah, dengan periode kering yang lemah.
Terdapat satu bulan kering.
Golongan III Daerah agak kering, di mana adanya bulan-bulan kering
lebih banyak. Jumlah bulan kering antara 3-4 bulan.
Golongan IV Daerah kering di mana jumlah bulan-bulan kering jauh lebih
banyak, sampai 6 bulan.
Golongan V Daerah sangat kering dengan kekeringan yang panjang dan
kuat.
(Sumber : Wisnubroto et al., 2003)

2.4. Klasifikasi Iklim Oldeman

Metode Oldeman tahun 1975 juga memakai unsur curah hujan sebagai dasar

klasifikasi iklim. Bulan basah dan bulan kering secara berturut turut yang dikaitkan dengan

pertanian untuk daerah daerah tertentu. Maka penggolongan iklimnya dikenal dengan sebutan

zona agroklimat (agro-climatic classification). Misalnya jumlah curah hujan sebesar 200 mm

tiap bulan dipandang cukup untuk membudidayakan padi sawah, sedangkan untuk sebagian

besar palawija maka jumlah curah hujan minimal yang diperlukan adalah 100 mm tiap bulan.

Musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup untuk membudidayakan padi sawah selama

satu musim. Dalam metode ini, bulan basah didefinisikan sebagai bulan yang mempunyai

jumlah curah hujan sekurang-kurangnya 200 mm. Meskipun lamanya periode pertumbuhan

padi terutama ditentukan oleh jenis yang digunakan, periode 5 bulan basah berurutan dalam

satu tahun dipandang optimal untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka

petani dapat menanam padi sebanyak 2 kali masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah

berurutan, maka tidak dapat membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan. Macam bulan
yang digunakan Oldeman adalah bulan basah apabila curah hujan lebih dari 200 mm. Bulan

lembab apabila curah hujannya 100 200 mm Bulan kering apabila curah hujannya kurang

dari 100 mm (Syarifuddin, 2001).

Ilustrasi 1. Diagram Iklim Oldeman

Berdasarkan digram iklim tersebut, Oldeman membagi 5 daerah agroklimat

berdasarkan kebutuhan air (Tabel 2).

Tabel 2. Klasifikasi Iklim Menurut Oldeman

Tipe Iklim Keterangan


A Bulan basah lebih dari 9 bulan berurutan
B1 7-9 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
B2 7-9 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
C1 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
C2 5-6 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
C3 5-6 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
D1 3-4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
D2 3-4 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
D3 3-4 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
D4 3-4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan bulan kering
E1 kurang dari 3 bulan basah berurutan, kurang dari 2 bulan kering.
E2 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 2-4 bulan kering
E3 kurang dari 3 bulan basah berurutan dan 5-6 bulan kering
E4 kurang dari 3 bulan basah berurutan lebih dari 6 bulan
(Sumber : Syarifuddin, 2001)
2.5. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson

Klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson juga menggunakan dasar adanya bulan

basah dan bulan kering seperti yang dikemukakan oleh Mohr hanya perbedaannya dalam cara

mencari bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering tersebut. Schmidt-Ferguson mendapatkan

bulan basah dan bulan kering bukan dengan mencari harga rata-rata curah hujan untuk

masing-masing bulan tetapi dengan cara tiap tahun adanya bulan basah dan bulan kering

dihitungkan kemudian dijumlahkan untuk beberapa tahun kemudian dirata-ratakan. Hal ini

mengingat bahwa kalau digunakan harga rata-rata masing-masing bulan adanya bulan basah

dan bulan kering tiap tahun bergeser kemungkinanan sekali tidak tampak pada harga rata-rata

(Wisnubroto et al., 2003). Penentuan rata-rata bulan kering dan rata rata bulan basah

digunakan rumus sebagai berikut :

a. Rata-rata bulan kering

Dimana :
Md : Rata-rata bulan kering
fd
Md = fd : Frekuensi bulan kering
T T : Banyaknya tahun penelitian

b. Rata-rata bulan basah

Dimana :
Mw : Rata-rata bulan basah
fw
Mw = fw : Frekuensi bulan basah
T T : Banyaknya tahun penelitian

c. Menentukan nilai Q

Dimana :
Q : Tipe Iklim Schmidt-Ferguson
Md
Q= x 100% Md : Rata-rata bulan kering
Mw Mw : Rata-rata bulan basah
Berdasarkan penelitian Schmidt-Ferguson, penggolongan iklim di Indonesia menjadi

8 golongan (Tabel 2). Semakin kecil harga Q makin basah suatu tempat dan makin besar

harga Q makin kering suatu tempat (Wisnubroto et al., 2003).

Tabel 2. Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

Tipe Iklim Keterangan Kriteria (%)


A Sangat Basah 0 < Q < 14,3
B Basah 14,3 < Q < 33,3
C Agak Basah 33,3 < Q < 60,0
D Sedang 60,0 < Q < 100,0
E Agak Kering 100,0 < Q < 167,0
F Kering 167,0 < Q < 300,0
G Sangat Kering 300,0 < Q < 700,0
(Sumber : Schmidt dan Ferguson, 1951)

2.6. Pemetaan Pola Tanam

Pola tanam adalah merupakan suatu urutan tanam pada sebidang lahan dalam

satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Pola tanam merupakan bagian atau

sub sistem dari sistem budidaya tanaman, maka dari sistem budidaya tanaman ini dapat

dikembangkan satu atau lebih sistem pola tanam. Pola tanam di daerah tropis, biasanya

disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau

lahan yang sepernuhnya tergantung dari hujan. Makan pemilihan jenis/varietas yang

ditamanpun perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan.

Pengetahuan mengenai pola tanam sangat perlu bagi petani. Sebab dari usaha tani yang

dilakukan, diharapkan dapat mendatangkan hasil yang maksimal (Lakitan, 2006).


2.6.1. Padi

Padi adalah tanaman paling istimewa di antara beberapa tanaman padi-padian.

Didalam hal kemampuannya berkecambah dan tumbuh sangat baik didalam air atau dala

keadaan tergenang. Tanaman dapat membawa oksigen dari daun-daun ke parakaran hingga

tanaman tumbuh normal dilingkungan yang berair. Untuk berkecambahan, padi memerlukan

temperatur minimum kira-kira 11C - 12 C, untuk pembuangan antara 22C - 23C dan

pembentukan biji 20,5C -21C. Untuk temperatur lebih tinggi atau panas diperlukan untuk

seluruh periode pertumbuhannya yang dapat bervariasi dari 4 6 bulan. Padi ditanam luas

pada daerah yang mempunyai iklim Caf, Caw, Af, Am, dan tersebar luar di iklim Cs (Andika,

2008).

2.6.2. Palawija

Dalam sistem yang menekankan pertanian berkelanjutan, palawija merupakan


salah satu komponen untuk melakukan rotasi tanaman. Palawija mampu menghemat air di
musim kering sehingga tidak memberikan beban bagi irigasi, terutama ketika irigasi tidak
mampu memberikan cukup air bagi padi sawah. Palawija juga mampu menjadi sumber
penghidupan di dataran tinggi di mana padi tidak dapat tumbuh. Di lereng Gunung Merapi,
petani melakukan rotasi tanaman dengan menanam padi yang diselingi palawija untuk
memutus siklus hidup hama tikus. Rotasi tanaman ini terbukti meningkatkan produktivitas
hasil pertanian setempat (Karin, 2005). Di sisi lain, palawija merupakan tanaman yang cukup
rentan terhadap serangan hama sehingga membutuhkan lebih banyak pestisida. Palawija juga
rentan dengan serangan "hama besar" seperti babi hutan.
BAB III

MATERI DAN METODE

Praktikum klimatologi dengan materi tipe iklim dan pemetaan pola tanam

dilaksanakan pada bulan November 2016. Lokasi pencarian data antara lain di Badan Pusat

Statistika Provinsi Jawa Tengah, Jalan Pahlawan, Pandanaran, Kota Semarang.

3.1. Materi

Materi yang digunakan dalam praktikum acara ini terdiri dari komponen

alat dan bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini adalah data curah hujan di

kecamatan Kawunganten sebagai data pengamatan yang akan digolongkan berdasarkan tipe

iklimnya dan pemetaan pola tanamnya. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah

alat tulis sebagai alat untuk mencatat data yang diperoleh, kamera sebagai alat untuk

mengambil data dalam bentuk gambar.

3.2. Metode

Metode yang diterapkan dalam praktikum acara ini adalah mencari data

curah hujan dalam kurun waktu sepuluh tahun, data dapat diperoleh di BPS. Data yang

disediakan dapat diperoleh secara kunjungan lapangan ataupun mencarinya melalui

database BPS di internet. Kemudian mengolah data tersebut pada tabel yang telah

disediakan, dan menganalisis tipe iklim(Mohr, Oldeman, SchmidtFerguson) sesuai dengan

data curah hujan sepuluh tahunan yang telah diperoleh. Setelah menganalisis, kemudian

membuat pemetaan pola tanam untuk komoditas padi dan


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Klasifikasi Iklim Mohr

Berdasarkan pengklasifikasian curah hujan sepuluh tahunan di kecamatan


Tembalang menurut klasifikasi iklim Mohr, maka diperoleh keterangan seperti yang
tercantum di dalam tabel di bawah ini

Tabel 1. Tipe Iklim Kecamatan Kawunganten Menurut Klasifikasi Iklim Mohr

Kecamatan Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah Tipe iklim


bulan basah bulan kering menurut
dalam sepuluh dalam sepuluh klasifikasi iklim
tahun tahun Mohr
Kawunganten 5 2 Kelas II
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa menurut klasifikasi Iklim Mohr,

Kecamatan Dawe termasuk dalam iklim Golongan II atau daerah agak kering karena

mempunyai bulan kering berjumlah 3 bulan. Hal ini sesuai dengan pendapat (Wisnubroto et

al., 2004) yang menyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi iklim Mohr, Golongan III atau

daerah agak kering adalah di mana adanya bulan-bulan kering lebih banyak yaitu antara 3-4

bulan.
4.2. Klasifikasi Iklim Oldeman

Berdasarkan pengklasifikasian curah hujan sepuluh tahunan di kecamatan


Tembalang menurut klasifikasi iklim Oldeman, maka diperoleh keterangan seperti yang
tercantum di dalam tabel di bawah ini

Tabel 2. Tipe Iklim Kecamatan Kawunganten Menurut Klasifikasi Iklim Oldeman

Kecamatan Rata-rata jumlah Rata-rata jumlah Tipe iklim


bulan basah bulan kering menurut
dalam sepuluh dalam sepuluh klasifikasi iklim
tahun tahun Mohr
Kawunganten 5 2 C2
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa menurut klasifikasi Iklim

Oldeman, Kecamatan Kawunganten termasuk dalam tipe iklim C2 karena mempunyai

mempunyai 5 Bulan Basah Berurutan dan 2 Bulan Kering. Hal ini sesuai dengan pendapat

(Syarifuddin, 2006) yang menyatakan bahwa berdasarkan klasifikasi iklim Oldeman, tipe

iklim B1 adalah apabila memiliki 5-6 bulan basah berurutan dan 2-3 bulan kering.

4.3. Klasifikasi Iklim Schmidt-Ferguson

Berdasarkan pengklasifikasian curah hujan sepuluh tahunan di kecamatan


Tembalang menurut klasifikasi iklim Schmidt-Ferguson, maka diperoleh keterangan seperti
yang tercantum di dalam tabel di bawah ini

Tabel 3. Tipe Iklim Kecamatan Tembalang Menurut Klasifikasi Iklim Schmidt- Ferguson

Kecamatan Rata-rata Rata-rata Nilai Q Tipe iklim


jumlah bulan jumlah bulan menurut
basah dalam kering dalam klasifikasi
sepuluh tahun sepuluh tahun iklim Mohr
Tembalang 5 2 0,4 C
Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.
Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa menurut metode Schmidt-

Ferguson di Kecamatan Dawe diperoleh nilai Q sebesar 40 %. Jumlah Q tersebut menunjukan

bahwa iklim di Kecamatan Dawe termasuk dalam tipe iklim D atau sedang. Hal ini sesuai

dengan pendapat (Schmidt dan Ferguson, 1951) yang menyatakan bahwa Tipe iklim D atau

sedang memiliiki jumlah Q sebesar antara 60 100. Q merupakan rasio perbandingan antara

jumlah rata-rata bulan kering dengan rata-rata bulan basah. Semakin kecil harga Q makin

basah suatu tempat dan makin besar harga Q makin kering suatu tempat. Hal ini sesuai

dengan pendapat (Wisnubroto et al., 2006) yang menyatakan bahwa Semakin kecil harga Q

makin basah suatu tempat dan makin besar harga Q makin kering suatu tempat.

4.4. Kalender Pola Tanam Padi-Palawija

Kalender atau pemetaan pola tanam padi-palawija dilakukan berdasarkan pedoman


tipe iklim Oldeman. Berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering yang diperoleh
berdasarkan klasifikasi iklim oldeman, diperoleh pemetaan pola tanam sebagai berikut:

Tabel 4. Pemetaan Pola Tanam Padi-Palawija di Kecamatan Kawunganten

Bulan
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
C 277,
233,9 251,4 195,6 120,3 39,7 43,9 6,0 20,4 121,3 172,7 245,3
H 3
LP

Sumber: Data Primer Praktikum Klimatologi, 2016.

Keterangan:

CH : Rata-rata curah hujan (mm/bulan)

LP : Label pemetaan, warna untuk padi, warna untuk palawija (jenisnya ditulis),
dan warna untuk sawah irigasi.
Dapat dilihat bahwa pada tabel tersebut rata-rata curah hujan digolongkan
berdasarkan kriteria iklim Oldeman. Oldeman menyatakan bahwa bulan kering (BK)
memiliki CH < 100 mm, bulan basah (BB) memiliki CH > 200 mm, dan bulan lembab (BL)
dengan kriteria 100 mm < CH < 200 mm. Padi membutuhkan penanaman pada kondisi curah
hujan diatas 200 mm, oleh karenanya diwarnai/dilabeli dengan warna hijau tua sesuai
keterangan, palawija merupakan tanaman pengganti padi ketika curah hujan sudah mulai
menurun (musim hujan berakhir), atau dapat dikatakan periode bulan lembab sehingga dapat
diwarnai/dilabeli dengan warna hijau muda sesuai keterangan, sementara periode
kemarau/bulan kering dapat dilabeli dengan warna biru muda sebagai lambang irigasi, artinya
penanaman dapat dilakukan dengan bantuan irigasi.

Berdasarkan praktikum diperoleh hasil bahwa Kecamatan Kawunganten menurut

metode iklim Schmidt-Fergosn memiliki iklim sedang. Iklim Sedang sangat cocok ditanami

tanaman palawija seperti jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat Wisnubroto et al. (2004)

yang meyatakan bahwa untuk daerah yang bertipe iklim sedang, ada beberapa tanaman

pertanian dalam jenis padi-padian yang tumbuh dan berkembang dengan baik, tanaman

tersebut antara lain jagung. Sedangkan menrut metode iklim Oldeman, Kecamatan

Kawunganten termasuk dalam tipe iklim C2. Tipe iklim C2 memiliki karakteristik yaitu

hanya mungkin tanam padi atau palawija sekali dalam setahun tergantung pada adanya

persediaan air irigasi. Hal ini sesuai dengan pendapat (Syarifuddin, 2006) yang meyatakan

bahwa Tipe iklim C2 memiliki karakteristik hanya mungkin tanam padi 1x atau 1x palawija

dalam setahun tergantung pada adanya persediaan air irigasi.


BAB V

SIMPULAN DAN SARAN

5.1. Simpulan

Berdasarkan praktikum tentang pengamatan perawanan, dapat ditarik kesimpulan


bahwa tipe iklim mempengaruhi/tidak mempengaruhi pembuatan pola tanam, dimana iklim
tersebut berpengaruh terhadap cuaca di suatu lokasi.

5.2. Saran

Saran untuk praktikum tentang pengamatan perawanan adalah agar lebih teliti dalam

identifikasi tipe iklim dengan menggunakan data curah hujan.


DAFTAR PUSTAKA

Andika G. 2008. Klasifikasi Tutupan Awan Menggunakan Data Sensor Satelit


NOAA/VHRR APT. Skripsi.Program Studi Teknik Elektro Departemen Teknik
Elektro Fakultas Teknik. Universitas Indonesia, Depok.

Karin, Kamarlis. 2005. Dasar-dasar Klimatologi, UNSYIAH, Banda Aceh.

Lakitan, B. 2006. Dasar-Dasar Klimatologi. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta

Lingga, D. 2003. An Agroclimatic Map of Sulawesi. SRIA (LP3). Bogor.

Prihmantoro,R.S. 2004. Dampak Kemasan dan Suhu Penyimpanan terhadap Perubahan Sifat
Fisik dan Masa Simpan Brokoli Setelah Transportasi.Skripsi.Departemen Keteknikan
Pertanian. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor

Syarifuddin. 2006. Biologi Pertanian (Tinjauan singkat tentang anatomi, fisiologi,


sistematika, klimatologi dan genetika dasar tumbuh-tumbuhan. Rajawali pers. Jakarta

Wisnubroto, S., Siti L.A.S., Mulyono N. 2003. Asas-Asas Meteorologi Pertanian. PT Ghalia
Indonesia, Jakarta.

.
LAMPIRAN

Tabel 5. Pengamatan Curah Hujan di Kecamatan Kawunganten, Kota Semarang

Tahun Rata-
Bulan Oldeman Mohr
2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013 2014 Rata
Januari 309 346 - 147 - 222 220 212 - 336 256,0 BB BB
Februari 238 338 218 393 - 174 290 138 - 297 260,7 BB BB
Maret 309 - 260 316 - 136 393 373 - 269 293,7 BB BB
April 362 44 557 256 - 72 172 38 - 158 212,0 BB BB
Mei 226 249 338 18 - - 195 102 - 243 195,8 BL BB
Juni 191 - 131 3 - 26 - 140 - 122 102,1 BL BB
Juli 188 - 0 - - 15 - 273 - - 119,0 BL BB
Agustus 15 - 0 - - - - 100 - 76 47,7 BK BK
September 255 - 0 - - - - 94 - - 116,3 BL BB
Oktober 485 - 195 397 - 17 281 11 - - 231,0 BB BB
November 168 - 476 586 - 203 252 355 - - 340,0 BB BB
Desember 178 296 573 213 - 212 - 477 - 202 307,2 BB BB
Jumlah 2924 1273 2748 2329 - 1077 1803 2313 - 1703
Rata-rata
Rata-rata 243,6 254,6 249,8 258,7 - 134,6 257,5 192,7 - 212,8
BK 1 1 3 2 - 4 0 3 - 1 1,8
Schmidt-
BL 4 0 2 1 - 2 2 4 - 2 2,1
Ferguson
BB 7 4 6 6 - 3 5 5 - 5 5,1
Sumber: Data Badan Pusat Statistika Semarang, 2016.

Jumlah bulan kering 2


Q= x 100% = x 100% = 40% = 0,4
Jumlah bulan basah 5

Anda mungkin juga menyukai