Anda di halaman 1dari 10

Klasifikasi Iklim

Unsur-unsur iklim yang menunjukan pola keragaman yang jelas merupakan dasar dalam
melakukan klasifikasi iklim. Unsur iklim yang sering dipakai adalah suhu dan curah
hujan (presipitasi). Klasifikasi iklim umumnya sangat spesifik yang didasarkan atas
tujuan penggunaannya, misalnya untuk pertanian, penerbangan atau kelautan.
Pengklasifikasian iklim yang spesifik tetap menggunakan data unsur iklim sebagai
landasannya, tetapi hanya memilih data unsur-unsur iklim yang berhubungan dan secara
langsung mempengaruhi aktivitas atau objek dalam bidang-bidang tersebut (Lakitan,
2002).

Thornthwaite (1933) dalam Tjasyono (2004) menyatakan bahwa tujuan klasifikasi iklim
adalah menetapkan pembagian ringkas jenis iklim ditinjau dari segi unsur yang benar-
benar aktif terutama presipitasi dan suhu. Unsur lain seperti angin, sinar matahari, atau
perubahan tekanan ada kemungkinan merupakan unsur aktif untuk tujuan khusus.

Indonesia adalah negara yang sebagian besar penduduknya bermata pencaharian sebagai
petani, oleh sebab itu pengklasifikasian iklim di Indonesia sering ditekankan pada
pemanfaatannya dalam kegiatan budidaya pertanian. Pada daerah tropik suhu udara
jarang menjadi faktor pembatas kegiatan produksi pertanian, sedangkan ketersediaan air
merupakan faktor yang paling menentukan dalam kegiatan budidaya pertanian khususnya
budidaya padi.

Variasi suhu di kepulauan Indonesia tergantung pada ketinggian tempat (altitude/elevasi),


suhu udara akan semakin rendah seiring dengan semakin tingginya ketinggian tempat
dari permukaan laut. Suhu menurun sekitar 0.6 oC setiap 100 meter kenaikan ketinggian
tempat. Keberadaan lautan disekitar kepulauan Indonesia ikut berperan dalam menekan
gejolak perubahan suhu udara yang mungkin timbul (Lakitan, 2002). Menurut Hidayati
(2001) karena Indonesia berada di wilayah tropis maka selisih suhu siang dan suhu
malam hari lebih besar dari pada selisih suhu musiman (antara musim kemarau dan
musim hujan), sedangkan di daerah sub tropis hingga kutub selisih suhu musim panas dan
musim dingin lebih besar dari pada suhu harian. Kadaan suhu yang demikian tersebut
membuat para ahli membagi klasifikasi suhu di Indonesia berdasarkan ketinggian tempat.

Hujan merupakan unsur fisik lingkungan yang paling beragam baik menurut waktu
maupun tempat dan hujan juga merupakan faktor penentu serta faktor pembatas bagi
kegiatan pertanian secara umum, oleh karena itu klasifikasi iklim untuk wilayah
Indonesia (Asia Tenggara umumnya) seluruhnya dikembangkan dengan menggunakan
curah hujan sebagai kriteria utama (Lakitan, 2002). Tjasyono (2004) mengungkapkan
bahwa dengan adanya hubungan sistematik antara unsur iklim dengan pola tanam dunia
telah melahirkan pemahaman baru tentang klasifikasi iklim, dimana dengan adanya
korelasi antara tanaman dan unsur suhu atau presipitasi menyebabkan indeks suhu atau
presipitasi dipakai sebagai kriteria dalam pengklasifikasian iklim.

Beberapa sistem klasifikasi iklim yang sampai sekarang masih digunakan dan pernah
digunakan di Indonesia antara lain adalah:

a. Sistem Klasifikasi Koppen

Koppen membuat klasifikasi iklim berdasarkan perbedaan temperatur dan curah


hujan. Koppen memperkenalkan lima kelompok utama iklim di muka bumi yang
didasarkan kepada lima prinsip kelompok nabati (vegetasi). Kelima kelompok iklim ini
dilambangkan dengan lima huruf besar dimana tipe iklim A adalah tipe iklim hujan tropik
(tropical rainy climates), iklim B adalah tipe iklim kering (dry climates), iklim C adalah
tipe iklim hujan suhu sedang (warm temperate rainy climates), iklim D adalah tipe iklim
hutan bersalju dingin (cold snowy forest climates) dan iklim E adalah tipe iklim kutub
(polar climates) (Safi’i, 1995).

b. Sistem Klasifikasi Mohr

Klasifikasi Mohr didasarkan pada hubungan antara penguapan dan besarnya curah hujan,
dari hubungan ini didapatkan tiga jenis pembagian bulan dalam kurun waktu satu tahun
dimana keadaan yang disebut bulan basah apabila curah hujan >100 mm per bulan, bulan
lembab bila curah hujan bulan berkisar antara 100 – 60 mm dan bulan kering bila curah
hujan < 60 mm per bulan (Anon, ?).

c. Sistem Klasifikasi Schmidt-Ferguson

Sistem iklim ini sangat terkenal di Indonesia. Menurut Irianto, dkk (2000) penyusunan
peta iklim menurut klasifikasi Schmidt-Ferguson lebih banyak digunakan untuk iklim
hutan. Pengklasifikasian iklim menurut Schmidt-Ferguson ini didasarkan pada nisbah
bulan basah dan bulan kering seperti kriteria bulan basah dan bulan kering klsifikasi
iklim Mohr. Pencarian rata-rata bulan kering atau bulan basah (X) dalam klasifikasian
iklim Schmidt-Ferguson dilakukan dengan membandingkan jumlah/frekwensi bulan
kering atau bulan basah selama tahun pengamatan ( åf ) dengan banyaknya tahun
pengamatan (n) (Anon, ? ; Safi’i, 1995).

Schmidt-Fergoson membagi tipe-tipe iklim dan jenis vegetasi yang tumbuh di tipe iklim
tersebut adalah sebagai berikut; tipe iklim A (sangat basah) jenis vegetasinya adalah
hutan hujan tropis, tipe iklim B (basah) jenis vegetasinya adalah hutan hujan tropis, tipe
iklim C (agak basah) jenis vegetasinya adalah hutan dengan jenis tanaman yang mampu
menggugurkan daunnya dimusim kemarau, tipe iklim D (sedang) jenis vegetasi adalah
hutan musim, tipe iklim E (agak kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim F
(kering) jenis vegetasinya hutan savana, tipe iklim G (sangat kering) jenis vegetasinya
padang ilalang dan tipe iklim H (ekstrim kering) jenis vegetasinya adalah padang ilalang
(Syamsulbahri, 1987).

Table Klasifikasi Iklim Menurut Schmidt-Ferguson

d. Sistem Klasifikasi Oldeman

Klasifikasi iklim yang dilakukan oleh Oldeman didasarkan kepada jumlah kebutuhan air
oleh tanaman, terutama pada tanaman padi. Penyusunan tipe iklimnya berdasarkan
jumlah bulan basah yang berlansung secara berturut-turut.

Oldeman, et al (1980) mengungkapkan bahwa kebutuhan air untuk tanaman padi adalah
150 mm per bulan sedangkan untuk tanaman palawija adalah 70 mm/bulan, dengan
asumsi bahwa peluang terjadinya hujan yang sama adalah 75% maka untuk mencukupi
kebutuhan air tanaman padi 150 mm/bulan diperlukan curah hujan sebesar 220
mm/bulan, sedangkan untuk mencukupi kebutuhan air untuk tanaman palawija
diperlukan curah hujan sebesar 120 mm/bulan, sehingga menurut Oldeman suatu bulan
dikatakan bulan basah apabila mempunyai curah hujan bulanan lebih besar dari 200 mm
dan dikatakan bulan kering apabila curah hujan bulanan lebih kecil dari 100 mm.

Lamanya periode pertumbuhan padi terutama ditentukan oleh jenis/varietas yang


digunakan, sehingga periode 5 bulan basah berurutan dalan satu tahun dipandang optimal
untuk satu kali tanam. Jika lebih dari 9 bulan basah maka petani dapat melakukan 2 kali
masa tanam. Jika kurang dari 3 bulan basah berurutan, maka tidak dapat
membudidayakan padi tanpa irigasi tambahan (Tjasyono, 2004).
Oldeman membagi lima zona iklim dan lima sub zona iklim. Zona iklim merupakan
pembagian dari banyaknya jumlah bulan basah berturut-turut yang terjadi dalam setahun.
Sedangkan sub zona iklim merupakan banyaknya jumlah bulan kering berturut-turut
dalam setahun. Pemberian nama Zone iklim berdasarkan huruf yaitu zone A, zone B,
zone C, zone D dan zone E sedangkan pemberian nama sub zone berdasarkana angka
yaitu sub 1, sub 2, sub 3 sub 4 dan sub 5.

Zone A dapat ditanami padi terus menerus sepanjang tahun. Zone B hanya dapat ditanami
padi 2 periode dalam setahun. Zone C, dapat ditanami padi 2 kali panen dalam setahun,
dimana penanaman padi yang jatuh saat curah hujan di bawah 200 mm per bulan
dilakukan dengan sistem gogo rancah. Zone D, hanya dapat ditanami padi satu kali masa
tanam. Zone E, penanaman padi tidak dianjurkan tanpa adanya irigasi yang baik.
(Oldeman, et al., 1980)

Tabel Klasifikasi iklim menurut Oldeman


Iklim
Dari Belajar Geografi
Langsung ke: navigasi, cari

Iklim adalah rata - rata dari pergantian atau keadaan Cuaca dalam wilayah yang luas dan
jangka waktu yang lama (perhitungan jangka waktu ± 30 tahun). Terjadinya iklim yang
bermacam-macam di muka bumi, disebabkan oleh rotasi dan revolusi bumi berdasar letak
lintang dan ketinggian suatu tempat (Keadaan ini menyebabkan suhu udara di wilayah
lintang rendah atau wilayah khatulistiwa lebih panas dibanding wilayah lintang tinggi
atau wilayah kutub).

Iklim matahari
Klasifikasi iklim matahari, didasarkan pada banyak sedikitnya sinar matahari yang
diterima oleh permukaan bumi. Tempat-tempat yang lintangnya tinggi lebih sedikit
daripada tempat-tempat yang lintangnya rendah. Berdasarkan iklim matahari, bumi
dibagi menjadi empat daerah iklim, yaitu sebagai berikut:

1. Daerah iklim tropis (panas) : 0° – 23,5° Lintang Utara (LU) / Lintang Selatan
(LS)
2. Daerah iklim sub tropis : 23,5° – 40° LU/LS
3. Daerah iklim sedang : 40° – 66,5° LU/LS
4. Daerah iklim dingin : 66,5° – 90° LU/LS

Iklim Koppen
Pengelompokan iklim Koppen berdasarkan indikator vegetasi. Artinya, vegetasi
merupakan tanda atau indikator dari kondisi iklimnya. Koppen membagi iklim dunia
menjadi iklim A, B, C, D, dan E.

Iklim Tipe A (Iklim Tropis)

Iklim hujan tropis dengan suhu udara pada bulan - bulan terdinginnya mencapai lebih
dari 18° C (64,4° Fahrenheit). Indikator vegetasinya adalah adanya tumbuhan yang peka
terhadap suhu tinggi (megatherma) seperti berbagai jenis palma (kelapa, nipah dan lain-
lain). Subregion dari iklim A adalah iklim Af, Aw, Am, Aw', Aw", As. Ketiga iklim
pertama yaitu Af, Am, dan Aw lebih sering muncul, sehingga dalam pembahasan
diarahkan pada ketiga subregion iklim tersebut.

1. Iklim Af
tipe iklim tropik basah (Tropical wet climate) dengan endapan hujan pada bulan -
bulan terkering sekurang-kurangnya 60 milimeter (2,4 inchi).
2. Tipe iklim Aw

tipe iklim basah tropik (tropical wet and dry climate). Ciri tipe iklim ini adalah
memiliki curah hujan di bawah 60 milimeter sekurang-kurangnya satu bulan.
3. Tipe iklim Am

tipe iklim basah tropis dengan musim kering yang singkat (tropical wet with short
dry climate). Ciri tipe iklim ini adalah memiliki kesamaan dengan Af dalam
jumlah endapan hujannya tetapi penyebaran musimnya menyerupai Aw. Endapan
hujan pada tipe iklim Am di bawah 60 mm dalam bulan - bulan terkering.

Iklim Tipe B (Iklim Kering)

Ciri Iklim tipe B adalah penguapan tinggi dengan curah hujan rendah (rata-rata 25,5
mm/tahun) sehingga sepanjang tahun penguapan lebih besar daripada curah hujan. Tidak
terdapat surplus air. Di wilayah beriklim tipe B tidak terdapat sungai yang permanen.
Wilayah beriklim tipe B dibedakan menjadi,

1. Tipe Iklim Bs (iklim stepa)


2. Tipe Iklim Bw (iklim gurun)

Iklim Tipe C (Iklim Sedang Hangat)

Iklim tipe C mengalami empat musim, yaitu musim dingin, semi, gugur, dan panas. Suhu
udara rata-rata bulan terdingin adalah (–3)°C – (–8)°C. Terdapat paling sedikit satu bulan
yang bersuhu udara rata-rata 10° C. Iklim tipe C dibedakan menjadi tiga,

1. Tipe Iklikm Cw

Iklim sedang basah (humid mesothermal) dengan musim dingin yang kering.
2. Tipe Iklim Cs

Iklim sedang basah dengan musim panas yang kering.


3. Tipe Iklim Cf

Iklim sedang basah dengan hujan dalam semua bulan.

Iklim Tipe D (Iklim Salju Dingin)

Iklim tipe D merupakan iklim hutan salju dengan suhu udara rata-rata bulan terdingin < –
3° C dan suhu udara rata-rata bulan terpanas > 10° C. Iklim tipe D dibedakan menjadi
dua:

1. Tipe Iklim Df
Iklim hutan salju dingin dengan semua bulan lembab.
2. Tipe Iklim Dw

Iklim hutan salju dingin dengan musim dingin yang kering.

Iklim Tipe E (Iklim Kutub)

Wilayah beriklim tipe E mempunyai ciri tidak mengenal musim panas, terdapat salju
abadi dan padang lumut. Suhu udara tidak pernah melebihi 10° C. Wilayah beriklim tipe
E dibedakan atas,

1. Tipe Iklim Et (iklim tundra)


2. Tipe Iklim Ef (iklim kutub dengan salju abadi).

Iklim tipe E terdapat di daerah Arktik dan Antartika.

Berdasarkan klasifikasi Koppen, sebagian besar wilayah Indonesia beriklim A, di daerah


pegunungan beriklim C, dan di Puncak Jaya Wijaya beriklim E. Tipe iklim A dibagi
menjadi tiga sub tipe yang ditandai dengan huruf kecil yaitu f, w dan m sehingga
terbentuk tipe iklim Af, Aw, dan Am.

Pembagian iklim Koppen secara rinci, adalah sebagai berikut,

 Af = iklim hujan tropic


 Aw = Iklim savana tropic
 BS = iklim stepa
 BW = iklim gurun
 Cf = iklim hujan sedang, panas tanpa musim kering
 Cw = iklim hujan sedang, panas dengan musim dingin kering
 Cs = iklim hutan sedang, panas dengan musim panas yang kering
 Df = iklim hutan salju tanpa musim kering
 Dw = iklim hutan salju dengan musim dingin yang kering
 Et = iklim tundra
 Ef = iklim salju

Iklim Schmidt – Fergusson


Cara perhitungan pembagian iklim menurut Schmidt-Ferguson berdasarkan perhitungan
jumlah bulan-bulan terkering dan bulan-bulan basah setiap tahun, kemudian dirata-
ratakan. Untuk menentukan bulan basah dan bulan kering menggunakan metode Mohr.
Menurut Mohr, suatu bulan dikatakan:

1. Bulan kering

bulan-bulan yang curah hujannya kurang dari 60 mm;


2. Bulan basah

Bulan-bulan yang curah hujannya lebih dari 100 mm;


3. Bulan lembab

Bulan-bulan yang curah hujannya antara 60 - 100 mm;

Berdasarkan klasifikasi tersebut, ditentukanlah jumlah bulan kering dan bulan basah
selama kurun waktu tertentu (Schmidt-Ferguson menggunakan data iklim selama 10
tahun atau lebih). Hasil pembagian antara jumlah bulan kering (fd) dengan jumlah tahun
data (T) menghasilkan rata-rata bulan kering (Md) dan hasil pembagian antara jumlah
bulan basah (fw) dengan jumlah tahun data (T) menghasilkan rata-rata bulan basah (Mw).
Hasil bagi antara rata-rata bulan kering dengan rata-rata bulan basah dikalikan dengan
100 persen menghasilkan nilai Q. Nilai Q inilah yang menentukan tipe iklimnya, apakah
termasuk tipe iklim A, B, C, D, E, F, G, atau H. Dari hasil analisisnya, Schmidt-Ferguson
membagi tipe iklim menjadi delapan tipe iklim dengan lambang huruf dari A sampai
dengan H. Pembagian tersebut menggunakan batas tipe iklim dari hasil perhitungan Q.
Nilai Q dan tipe iklimnya adalah seperti pada tabel,

Nilai Q (%) Tipe Iklim


0 < Q < 14,3 Tipe iklim A
14,3 < Q < 33,3 Tipe iklim B
33 < Q < 60 Tipe iklim C
60 < Q < 100 Tipe iklim D
100 < Q < 167 Tipe iklim E
167 < Q < 300 Tipe iklim F
300 < Q < 700 Tipe iklim G
700 < Q Tipe iklim H

Iklim Oldeman
Penentuan iklim menurut Oldeman menggunakan dasar yang sama dengan penentuan
iklim menurut Schmidt-Ferguson, yaitu unsur curah hujan. Bulan basah dan bulan kering
dikaitkan dengan kegiatan pertanian di daerah tertentu sehingga penggolongan iklimnya
disebut juga zona agroklimat. Misal, jumlah curah hujan sebesar 200 mm tiap bulan
dipandang cukup untuk membudidayakan padi sawah. Sedang untuk membudidayakan
palawija, jumlah curah hujan minimal yang diperlukan adalah 100 mm tiap bulan. Selain
itu, musim hujan selama 5 bulan dianggap cukup untuk membudidayakan padi sawah
selama satu musim. Dalam metode ini, dasar penentuan bulan basah, bulan lembab, dan
bulan kering,

1. Bulan basah, apabila curah hujannya > 200 mm.


2. Bulan lembab, apabila curah hujannya 100–200 mm.
3. Bulan kering, apabila curah hujannya < 100 mm.

Berdasarkan bulan basah, Oldeman menentukan lima klasifikasi iklim atau daerah
agroklimat utama seperti pada tabel,

Tipe Iklim Kriteria


A > 9 bulan basah berurutan
B1 7 – 9 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
B2 7 – 9 bulan basah berurutan dan 2 - 4 bulan kering
C1 5 – 6 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
C2 5 – 6 bulan basah berurutan dan 2 - 4 bulan kering
C3 5 – 6 bulan basah berurutan dan 5 - 6 bulan kering
D1 3 – 4 bulan basah berurutan dan satu bulan kering
D2 3 – 4 bulan basah berurutan dan 2 - 4 bulan kering
D3 3 – 4 bulan basah berurutan dan 5 - 6 bulan kering
D4 3 – 4 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering
E1 < 3 bulan basah berurutan dan kurang dari 2 bulan kering
E2 < 3 bulan basah berurutan dan 2 - 4 bulan kering
E3 < 3 bulan basah berurutan dan 5 - 6 bulan kering
E4 < 3 bulan basah berurutan dan lebih dari 6 bulan kering

Iklim Junghun
F. Junghuhn mengklasifikasikan iklim berdasarkan ketinggian tempat secara vertikal
dan mengaitkan iklim dengan jenis tanaman yang tumbuh dan berproduksi optimal sesuai
suhu di habitatnya. Junghuhn mengklasifikasikan iklim menjadi empat,

1. Daerah panas atau tropis

Tinggi tempat : 0 - 600 m di atas permukaan laut.


Suhu : 26,3 °C – 22 °C.
Tanaman : padi, jagung, kopi, tembakau, tebu, karet, kelapa, coklat.
2. Daerah sedang

Tinggi tempat : 600 m - 1500 m di atas permukaan laut.


Suhu : 22 °C - 17,1 °C.
Tanaman : padi, tembakau, teh, kopi, coklat, kina, sayur-sayuran.
3. Daerah sejuk
Tinggi tempat : 1500 - 2500 m di atas permukaan laut.
Suhu : 17,1 °C - 11,1 °C.
Tanaman : kopi, teh, kina, sayur-sayuran.
4. Daerah dingin

Tinggi tempat : lebih dari 2500 m di atas permukaan laut.


Suhu : 11,1 °C - 6,2 °C.
Tanaman : Tidak ada tanaman budidaya.

Anda mungkin juga menyukai