Anda di halaman 1dari 13

klasifikasi iklim merupakan usaha untuk mengidentifikasi dan mencirikan perbedaan iklim yang

terdapat di bumi. Akibat perbedaan latitudo (posisi relatif terhadap khatulistiwa, garis lintang),
letak geografi, dan kondisi topografi, suatu tempat memiliki kekhasan iklim.
Klasifikasi iklim biasanya terkait dengan bioma atau provinsi floristik karena iklim
mempengaruhi vegetasi asli yang tumbuh di suatu kawasan.
Klasifikasi iklim yang paling umum dikenal adalah klasifikasi Koeppen dan Geiger. Klasifikasi ini
berlaku untuk seluruh dunia sehingga sering dirujuk untuk kajian-kajian geologis dan ekologi.
Beberapa negara mengembangkan klasifikasi iklim sendiri untuk mengatasi variasi iklim
tempatan yang beragam. Indonesia, misalnya, lebih sering menggunakan sistem klasifikasi
Schmidt dan Ferguson (SF)[1], yang ternyata disukai untuk kajian-
kajian kehutanan dan pertanian. Sistem SF didasarkan pada klasifikasi yang terlebih dahulu
disusun oleh Mohr, namun diperhalus kriterianya.

I. Klasifikasi Schmidt  Fergusson


Schmidt dan Fergusson menggunakan dasar adanya bulan basah dan bulan kering seperti
yang dikemukakan oleh Mohr. Perbedaan terdapat pada cara mencari bulan basah dan
bulan kering. Hal ini juga merupakan alasan pembagian iklim tersendiri untuk Indonesia.
Menurut Mohr bulan basah dan bulan kering berdasarkan Tabel 1.1.

Tabel 1.1. Klasifikasi bulan menurut Mohr


Jenis bulan Curah hujan/bulan
Bulan basah  100
Bulan lembab 60-100
Bulan kering  60

Schmidt dan Fergusson mendapatkan bulan basah dan bulan kering bukan mencari harga
rerata curah hujan untuk masing-masing bulan tetapi dengan cara tiap tahun adanya bulan
basah dan bulan kering dihitung kemudian dijumlahkan untuk beberapa tahun kemudian
direrata. Hal ini mengingat, jika digunakan harga rerata masing-masing bulan adanya bulan
basah dan bulan kering yang tiap tahun bergeser kemungkinan sekali tidak nampak pada
harga rerata bulan basah.

Q=
Jumlah rerata bulan kering dan bulan basah didapat dari data hujan seluruh Indonesia
antara tahun 1921 – 1940 dengan menghilangkan tempat-tempat yang mempunyai data
sepuluh tahun.
Berdasarkan besarnya nilai Q, Schmidt dan Fergusson menentukan tipe hujan di Indonesia,
yang disajikan pada Tabel 1.2.
Tabel 1.2. Klasifikasi iklim menurut Schmidt-Fergusson

II. Klasifikasi Koppen


Dasar klasifikasi Koppen adalah rerata curah hujan dan temperatur bulanan maupun
tahunan. Tanaman asli dilihat sebagai kenampakan yang terbaik dari keadaan iklim
sesungguhnya, sehingga batas iklim ditentukan dengan batas hidup tanaman. Koppen
mengenalkan bahwa daya guna hujan terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman
tidak tergantung pada hanya jumlah hujan tapi juga tergantung pada intensitas evaporasi
yang menyebabkan hilangnya air yang cukup besar, baik dari tanah maupun dari tanaman..
Hubungan intensitas evaporasi dan daya guna hujan ditunjukkan dengan hubungan antara
hujan dan temperatur. Misalnya: jumlah hujan yang sama yang terjadi di daerah iklim
panas atau terpusat pada musim panas yang berarti evaporasi besar, adalah kurang bagi
tanaman daripada yang jatuh di daerah beriklim sejuk. Walaupun demikian metode untuk
mengukur daya guna hujan ini tidak begitu memuaskan.
Koppen menggunakan simbol-simbol tertentu untuk mencirikan tipe iklim. Tiap tipe iklim
terdiri dari kombinasi dan masing-masing huruf mempunyai arti sendiri-sendiri. Koppen
membagi bumi dalam 5 kelompok iklim, yaitu :

A. Iklim Hujan Tropika (Tropical Rainy Climates)


Iklim ini diberi simbol A. Daerah yang mempunyai temperatur bulan terdingin lebih besar
daripada 18°C (64°F) termasuk iklim ini yang dibagi menjadi beberapa tipe iklim, yaitu:
1) Tropika Basah (Af)
Daerah yang termasuk tipe iklm ini harus memenuhi syarat di atas dan daerah bulan
terkering hujan rerata lebih besar dari 60 mm.
2) Tropika Basah (Am)
Jumlah hujan pada bulan-bulan basah dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan
kering. Tipe ini memiliki bulan-bulan basah dan bulan-bulan kering. Bulan-bulan kering
dapat diimbangi oleh bulan basah, sehingga pada daerah-daerah yang demikian basah
terdapat hutan yang cukup lebat.
3) Tropika Basah Kering (Aw)
Jumlah bulan basah tidak dapat mengimbangi kekurangan hujan pada bulan kering
sehingga vegetasi yang ada adalah padang rumput dengan pepohonan yang jarang.

B. Iklim Kering (dry climate)


35% of Earth's land surface , evaporation exceeds precipitation
1) Iklim steppe (Bs) : desert / precipitation < 1/2 evaporation
2) Iklim padang pasir (Bw) : precipitation > 1/2 evaporation

C. Iklim sedang (humid mesothermal climate)


27% of Earth's total surface area , 55 % of world's population , Warmest month > 50 degrees
F, Coldest month > 32 degrees F but < 64.4 degrees F
1) Iklim sedang dengan musim panas yang kering (Cs – dry summer subtropical climate)
: Dry summer / "Mediterranean"
2) Iklim sedang dengan musim dingin yang kering (Cw) : winter dry period
3) Iklim sedang yang lembab (Cf) : no dry season / all months > 1.2 in. precip.

D. Iklim dingin (humid microthermal climate)


21% of Earth's land surface (7% total surface) , warmest month > 50 deg F , coldest month <
32 deg F , great variability in temperature , snow climates , only in mountains in the
southern hemisphere
1) Iklim dingin dengan musim dingin yang kering (Dw) : dry winter
2) Iklim dingin tanpa pernah kering (Df) : no dry period

E. Iklim kutub (polar)


warmest month below 50 degrees F
1) Iklim tundra (Et) : tundra and ice cap
2) Iklim es- salju abadi (Ef) : cold, ice climates

III. Klasifikasi Oldeman


Sistem klasifikasi iklim menurut Oldeman digunakan terutama pada lahan padi sawah
lahan kering. Atas dasar pertimbangan bahwa curah hujan lebih besar atau sama dengan
200 mm per bulan dianggap cukup untuk usaha padi sawah, sedang untuk tanaman
palawija curah hujan minimal 100 mm per bulan dianggap cukup. Umur padi sawah
diperkirakan cukup selama 5 bulan. Oldeman membagi beberapa zone agroklimat seperti
yang disajikan pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Klasifikasi iklim menurut


Oldeman

IKLIM MATAHARI

IKLIM MATAHARI

Klsifikasi iklim matahari berdasarkan banyak sedikitnya sinar matahari yang diterima suatu daerah dan
terpengaruh oleh besar kecilnya garis lintang. Daerah yang memiliki garis lintang yang semakin besar,
maka semakin sedikit sinar matahari yang diterima daerah tersebut dan sebaliknya. Iklim matahari
merupakan satu-satunya klasifikasi iklim berdasarkan segi fisik, yakni garis lintang yang ada di bumi.
Berikut gambar belahan bumi berdasarkan garis lintang.
1. Pembagian Iklim Matahari

1) Daerah Iklim Tropis : 0o – 23,5o LU/LS

2) Daerah Iklim Sub Tropis : 23,5o LU/LS – 40o LU/LS

3) Daerah Iklim Sedang : 40o LU/LS – 66,5o LU/LS

4) Daerah Iklim Kutub : 66,5o LU/LS – 90o LU/LS

2. Ciri-ciri Iklim Matahari

1) Tropis

Tropika adalah daerah di permukaan Bumi, yang secara geografis berada di sekitar ekuator, yaitu yang
dibatasi oleh dua garis lintang 23.5 derajat LS dan 23.5 derajat LU: Garis Balik Utara (GBU, Tropic of
Cancer) di utara dan Garis Balik Selatan (GBS, Tropic of Capricorn) di selatan. Tropis adalah bentuk
ajektivanya.
Area ini terletak di antara 23.5° LU dan 23.5° LS, dan mencakup seluruh bagian Bumi yang dalam setahun
mengalami dua kali saat Matahari tepat berada di atas kepala (di utara GBU dan di selatan GBS Matahari
tidak pernah mencapai ketinggian 90° atau tepat di atas kepala). Kata tropika berasal dari bahasa
Yunani, troposyang berarti “berputar”, karena posisi Matahari yang berubah antara dua garis balik dalam
periode yang disebut tahun.

Tumbuhan dan hewan tropis adalah spesies yang hidup di daerah tropis tersebut. Istilah tropis juga
kadangkala digunakan untuk menyebut tempat yang hangat dan lembap sepanjang tahun, walaupun tempat
itu tidak terletak di antara dua garis balik. Tumbuhan daerah tropis biasanya berdaun lebar dan hijau abadi
(tidak menggugurkan daun), atau jika memiliki perilaku peluruh mereka tidak dipengaruhi oleh suhu atau
durasi radiasi Matahari melainkan oleh ketersediaan air di tanah. Wilayah tropis di seluruh dunia dikenal
dalam biogeografi sebagai wilayah pantropis (“seluruh tropis”), untuk dipertentangkan dengan wilayah per
benua, seperti Amerika tropis, atau Asia tropis.

Ciri-ciri iklim tropis adalah sebagai berikut:

 Suhu udara rata-rata tinggi, karena matahari selalu vertikal. Umumnya suhu udara antara 20- 23°C.
Bahkan di beberapa tempat rata-rata suhu tahunannya mencapai 30°C.

 Amplitudo suhu rata-rata tahunan kecil. Di kwatulistiwa antara 1 – 5°C, sedangkan ampitudo
hariannya lebih besar.

 Tekanan udaranya rendah dan perubahannya secara perlahan dan beraturan.

 Hujan banyak dan lebih banyak dari daerah-daerah lain di dunia.

2) Sub Tropis
Subtropis adalah wilayah Bumi yang berada di utara dan selatan setelah wilayah tropis yang dibatasi oleh
garis balik utara dan garis balik selatan pada lintang 23,5° utara dan selatan. Kondisi iklim subtropis
diwarnai dengan gangguan dan rintangan dari alam seperti badai, hujan salju, atau tornado. Daerah
beriklim subtropis memiliki 4 musim yaitu musim semi, musim panas, musim gugur, dan musim dingin.
Keempat musim di atas memiliki karakteristik tersendiri, dengan suhu maksimal, suhu minimal,
kelembaban, maupun kondisi mahluk hidup yang berbeda. Daerah subtropis di belahan bumi utara
meliputi:

 Sebagian besar Eropa, kecuali Skandinavia.

 Kawasan Asia Tengah, Asia Timur, dan Asia Barat sebelah utara.
 Amerika Serikat dan sekelilingnya.

 Afrika Utara dan Afrika Bagian Selatan.

Sedangkan daerah di bagian selatan meliputi:

 Australia

 Bagian selatan Amerika Selatan

Ciri-cirinya:

 Batas yang tegas tidak dapat ditentukan dan merupakan daerah peralihan dari daerah iklim tropis ke
iklim sedang.

 Terdapat empat musim, yaitu musim panas, dingin, gugur, dan semi. Tetapi musim dingin pada
iklim ini tidak terlalu dingin. Begitu pula dengan musim panas tidak terlalu panas.

 Suhu sepanjang tahun menyenangkan. Maksudnya tidak terlalu panas dan tidak terlalu dingin.

 Daerah sub tropis yang musim hujannya jatuh pada musim dingin dan musim panasnya kering
disebut daerah iklim Mediterania, dan jika hujan jatuh pada musim panas dan musim dinginnya
kering disebut daerah iklim Tiongkok.

3) Iklim Sedang
Dalam geografi, garis lintang sedang atau tepid dunia terletak di antara tropika dan lingkaran kutub.
Perubahan di daerah ini antara musim panas dan musim dingin biasa sejuk, daripada terlalu panas atau
dingin. Tapi di wilayah benua, seperti bagian tengah Amerika Utara, variasi antara musim panas dan
musim dingin bisa ekstrem. Di daerah yang dianggap tropis, pemukiman di ketinggian tinggi (contohnya
pegunungan Andes) memiliki iklim sedang. Zona sedang utara memanjang dari garis balik utara (sekitar
23.5 derajat lintang utara) hingga Lingkaran Arktik (sekitar 66.5 derajat lintang utara). Zona sedang
selatan memanjang dari garis balik selatan (sekitar 23.5 derajat lintang selatan) hingga Lingkaran
Antarktika (sekitar 66.5 derajat lintang selatan).

Di dalam perbatasan ini ada banyak jenis iklim, yang secara umum dikelompokkan dalam dua
kategori: samudera dan benua.

Iklim laut dipengaruhi oleh samudera, yang membantu menyeimbangkan temperatur stabil sepanjang
tahun. Di zona sedang, angin datang dari barat, sehingga sisi barat benua sedang selalu merasakan iklim
laut ini. Beberapa wilayah termasuk Eropa Barat, dan bagian barat Amerika Utara di garis lintang antara
40° dan 60° utara (65°U di Eropa).
Iklim benua biasa berada di daratan, dengan musim panas hangat dan musim dingin yang dingin.
Kehilangan dan penerimaan panas dibantu oleh massa tanah yang ekstensif. Di Amerika Utara,
Pegunungan Rocky berperan sebagai perintang iklim bagi udara laut yang bertiup dari barat, membentuk
iklim benua di timur. Di Eropa, iklim laut mampu menyeimbangkan temperatur daratan, karena rangkaian
pegunungan besar – Alpen – terletak timur-barat (wilayah di timur rangkaian pegunungan Skandinavia
adalah pengecualian).

Mayoritas luas penduduk dunia menetap di zona sedang, terutama di belahan utara karena massa tanahnya.
Orang-orang keturunan Eropa dominan di sebagian zona sedang karena migrasi besar 1700-an dan 1800-
an, kecuali di daerah yang telah memiliki kepadatan penduduk yang tinggi (seperti Asia Timur) atau di
dunia Muslim.

Ciri-ciri iklim sedang adalah sebagai berikut:

 Banyak terdapat gerakan-gerakan udara siklonal, tekanan udara yang sering berubah-ubah, arah
angin yang bertiup berubah-ubah tidak menentu, dan sering terjadi badai secara tiba-tiba.

 Amplitudo suhu tahunan lebih besar dan amplitudo suhu harian lebih kecil dibandingkan dengan
yang terdapat pada daerah iklim tropis.

4) Iklim Dingin
Iklim kutub adalah iklim dingin yang terdapat di daerah kutub. Di daerah itu musim dingin berlangsung
lama, musim panas yang sejuk berlangsung singkat, udaranya kering, tanahnya selalu membeku sepanjang
tahun, saat musim dingin seluruh tanah ditutupi es, memiliki jenis vegetasi berupa lumut-lumutan dan
semak-semak. Wilayahnya di belahan bumi utara yaitu Amerika Utara, Greenland, dan pantai utara
Siberia, sedangkan di belahan bumi selatan yaitu antartika

Ciri-ciri iklim tundra adalah sebagai berikut:

 Musim dingin berlangsung lama

 Musim panas yang sejuk berlangsung singkat.

 Udaranya kering.

 Tanahnya selalu membeku sepanjang tahun.

 Di musim dingin tanah ditutupi es dan salju.

 Di musim panas banyak terbentuk rawa yang luas akibat mencairnya es di permukaan tanah.
 Vegetasinya jenis lumut-lumutan dan semak-semak.

 Wilayahnya meliputi: Amerika utara, pulau-pulau di utara Kanada, pantai selatan Greenland, dan
pantai utara Siberia.

Sedangkan ciri-ciri iklim es atau iklim kutub adalah sebagai berikut:

 Suhu terus-menerus rendah sekali sehingga terdapat salju abadi.

 Wilayahnya meliputi: kutub utara, yaitu Greenland (tanah hijau) dan Antartika di kutub selatan.

POLA CURAH BHUJAN DI INDONESIA

Pembagian pola iklim di Indonesia berdasarkan metode korelasi ganda. (diambil dari disertasi
Dr.Edvin Aldrian)

Region atau daerah A, pola curah hujannya berbentuk huruf U ( paling kiri), sedang pola Region
B, pola curah hujannya berbentuk huruf M ( tengah) dengan dua puncak curah hujan.Sedangkan
pola Region C berbentuk huruf U terbalik ( kanan) atau berkebalikan dengan Region A. Garis
merah merupakan curah hujan dalam milimeter sedangkan garis hitam merupakan deviasinya.

Region A: region monsoon tengara/Australian monsoon


Region B: region semi-monsoon/NE Passat monsoon
Region C :region anti-monsoon/Indonesian throughflow

Dalam literatur lain:


(Bayong,1999)
Region A :Type monsoon
Region B :Type ekuatorial
Region C : Type lokal

BMG Berdasarkan distribusi data rata-rata curah hujan bulanan, umumnya wilayah Indonesia
dibagi menjadi 3 (tiga) pola hujan, yaitu :
1. Pola hujan monsun, yang wilayahnya memiliki perbedaan yang jelas antara periode musim
hujan dan periode musim kemarau kemudian dikelompokan dalam Zona Musim (ZOM), tipe
curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan,DJF musim hujan,JJA musim
kemarau).

2. Pola hujan equatorial, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan bimodial dengan dua
puncak musim hujan maksimum dan hampir sepanjang tahun masuk dalam kreteria musim
hujan. Pola ekuatorial dicirikan oleh tipe curah hujan dengan bentuk bimodial (dua puncak
hujan) yang biasanya terjadi sekitar bulan Maret dan Oktober atau pada saat terjadi ekinoks.

3. Pola hujan lokal, yang wilayahnya memiliki distribusi hujan bulanan kebalikan dengan pola
monsun. Pola lokal dicirikan oleh bentuk pola hujan unimodial (satu puncak hujan), tetapi
bentuknya berlawanan dengan tipe hujan monsun.

Pa Pada kondisi normal, daerah yang bertipe hujan monsun akan mendapatkan jumlah curah
hujan yang berlebih pada saat monsun barat (DJF) dibanding saat monsun timur (JJA).P
Pengaruh monsun di daerah yang memiliki pola curah hujan ekuator kurang tegas akibat
pengaruh insolasi pada saat terjadi ekinoks, demikian juga pada daerah yang memiliki pola
curah hujan lokal yang lebih dipengaruhi oleh efek orografi .

Gambar dibawah ini merupakan pola curah hujan dari BMG:

Share Artikel dari: http://klastik.wordpress.com/2006/12/03/pola-umum-curah-hujan-di-


indonesia/

Pola umum curah hujan di Indonesia antara lain dipengaruhi oleh letak geografis. Secara rinci
pola umum hujan di Indonesia dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Pantai sebelah barat setiap pulau memperoleh jumlah hujan selalu lebih banyak daripada pantai
sebelah timur.

2. Curah hujan di Indonesia bagian barat lebih besar daripada Indonesia bagian timur. Sebagai
contoh, deretan pulau-pulau Jawa, Bali, NTB, dan NTT yang dihubungkan oleh selat-selat
sempit, jumlah curah hujan yang terbanyak adalah Jawa Barat.
3. Curah hujan juga bertambah sesuai dengan ketinggian tempat. Curah hujan terbanyak
umumnya berada pada ketinggian antara 600 – 900 m di atas permukaan laut.

4. Di daerah pedalaman, di semua pulau musim hujan jatuh pada musim pancaroba. Demikian juga
halnya di daerah-daerah rawa yang besar.

5. Bulan maksimum hujan sesuai dengan letak DKAT.

6. Saat mulai turunnya hujan bergeser dari barat ke timur seperti:


 Pantai barat pulau Sumatera sampai ke Bengkulu mendapat hujan terbanyak pada bulan
November.
 Lampung-Bangka yang letaknya ke timur mendapat hujan terbanyak pada bulan Desember.
 Jawa bagian utara, Bali, NTB, dan NTT pada bulan Januari – Februari.

7. Di Sulawesi Selatan bagian timur, Sulawesi Tenggara, Maluku Tengah, musim hujannya berbeda,
yaitu bulan Mei-Juni. Pada saat itu, daerah lain sedang mengalami musim kering. Batas daerah
hujan Indonesia barat dan timur terletak pada kira-kira 120( Bujur Timur. Grafik perbandingan
empat pola curah hujan di Indonesia dapat Anda lihat pada gambar dibawah ini.

Rata-rata curah hujan di Indonesia untuk setiap tahunnya tidak sama. Namun masih tergolong
cukup banyak, yaitu rata-rata 2000 – 3000 mm/tahun. Begitu pula antara tempat yang satu
dengan tempat yang lain rata-rata curah hujannya tidak sama.

Ada beberapa daerah yang mendapat curah hujan sangat rendah dan ada pula daerah yang
mendapat curah hujan tinggi:
1. Daerah yang mendapat curah hujan rata-rata per tahun kurang dari 1000 mm, meliputi 0,6%
dari luas wilayah Indonesia, di antaranya Nusa Tenggara, dan 2 daerah di Sulawesi (lembah Palu
dan Luwuk).

2. Daerah yang mendapat curah hujan antara 1000 – 2000 mm per tahun di antaranya sebagian
Nusa Tenggara, daerah sempit di Merauke, Kepulauan Aru, dan Tanibar.

3. Daerah yang mendapat curah hujan antara 2000 – 3000 mm per tahun, meliputi Sumatera
Timur, Kalimantan Selatan, dan Timur sebagian besar Jawa Barat dan Jawa Tengah, sebagian
Irian Jaya, Kepulauan Maluku dan sebagaian besar Sulawesi.

4. Daerah yang mendapat curah hujan tertinggi lebih dari 3000 mm per tahun meliputi dataran
tinggi di Sumatera Barat, Kalimantan Tengah, dataran tinggi Irian bagian tengah, dan beberapa
daerah di Jawa, Bali, Lombok, dan Sumba.

Hujan terbanyak di Indonesia terdapat di Baturaden Jawa Tengah, yaitu curah hujan mencapai
7,069 mm/tahun. Hujan paling sedikit di Palu Sulawesi Tengah, merupakan daerah yang paling
kering dengan curah hujan sekitar 547 mm/tahun.

Sebagai bahan perbandingan curah hujan di daerah lain :540 mm/tahun di Eropa sedangkan
dipedalaman 1250 mm/tahun, di Pegunungan Rocky 3400 mm/tahun, di pedalaman Amerika
400 mm/tahun. Daerah yang memiliki curah hujan tertinggi di Cherrapunji 10820 mm/tahun (
selama 1860-Juli 1861 memiliki curah hujan 2646,12 mm/tahun dan selama 5 hari berturut-
turut dibulan Agustus 1841 sebesar 38000 mm/tahun atau setara dengan curah hujan selama 4
tahun di New York), sedangkan di Puncak Gunung Waialeale di Kanai Tengah, Kepulauan Hawaii
sebesar 1175,84 mm/tahun.

Berdasarkan terjadinya, hujan dibedakan menjadi :


a. Hujan siklonal, yaitu hujan yang terjadi karena udara panas yang naik disertai dengan angin
berputar.
b. Hujan zenithal, yaitu hujan yang sering terjadi di daerah sekitar ekuator, akibat pertemuan
Angin Pasat Timur Laut dengan Angin Pasat Tenggara. Kemudian angin tersebut naik dan
membentuk gumpalan-gumpalan awan di sekitar ekuator yang berakibat awan menjadi jenuh
dan turunlah hujan.

c. Hujan orografis, yaitu hujan yang terjadi karena angin yang mengandung uap air yang bergerak
horisontal. Angin tersebut naik menuju pegunungan, suhu udara menjadi dingin sehingga
terjadi kondensasi. Terjadilah hujan di sekitar pegunungan.

d. Hujan frontal, yaitu hujan yang terjadi apabila massa udara yang dingin bertemu dengan massa
udara yang panas. Tempat pertemuan antara kedua massa itu disebut bidang front. Karena
lebih berat massa udara dingin lebih berada di bawah. Di sekitar bidang front inilah sering
terjadi hujan lebat yang disebut hujan frontal.

e. Hujan muson, yaitu hujan yang terjadi karena Angin Musim (Angin Muson). Penyebab terjadinya
Angin Muson adalah karena adanya pergerakan semu tahunan Matahari antara Garis Balik Utara
dan Garis Balik Selatan. Di Indonesia, secara teoritis hujan muson terjadi bulan Oktober sampai
April. Sementara di kawasan Asia Timur terjadi bulan Mei sampai Agustus.

Berikut merupakan rata-rata curah hujan Indonesia selama 32 tahun ( 1961-1993), pola curah
hujan ini sangat lengkap mengingat data yang digunakan sangat memadai 32 tahun (gambar
curah hujan ini merupakan hasil riset Dr.Edvin Aldrian).

Dari gambar tersebut dapat kita analisis bahwa:


Desember-Januari-Februari merupakan musim hujan yang ditandai dengan meningkatnya rata-
rata curah hujan. Sedangkan bulan Juni-Juli-Agustus merupakan musim kering yang ditandai
dengan berkurangnya rata-rata curah hujan.Bulan-bulan lainnya disebut sebagai musim
peralihan. Maju atau mundurnya musim hujan dan musim kemarau sangat di pengaruh oleh
berbagai fenomena meteorologi diantaranya: El Nino, dan La Nina .

Referensi : http://kadarsah.wordpress.com

KARAKTER CURAH HUJAN DI INDONESIA


- Tukidin

Abstract

Kondisi fisiografis wilayah Indonesia dan sekitarnya, seperti posisi lintang, ketinggian, pola angin (angin pasat dan
monsun), sebaran bentang darat dan perairan, serta pegunungan atau gunung-gunung yang tinggi berpengaruh
terhadap variasi dan tipe curah hujan di wilayah Indonesia. Berdasarkan pola umum terjadinya, terdapat 3 (tiga) tipe
curah hujan, yakni: tipe ekuatorial, tipe monsun dan tipe lokal. Tipe ekuatorial proses terjadinya berhubungan dengan
pergerakan zona konvergensi ke utara dan selatan, dicirikan oleh dua kali maksimum curah hujan bulanan dalam
setahun, wilayah sebarannya adalah Sumatra dan Kalimantan. Tipe monsun dipengaruhi oleh angin laut dalam skala
yang sangat luas, tipe hujan ini dicirikan oleh adanya perbedaan yang jelas antara periode musim hujan dan kemarau
dalam setahun, dan hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam setahun, wilayah sebarannya adalah
di pulau Jawa, Bali dan Nusa tenggara. Tipe lokal dicirikan dengan besarnya pengaruh kondisi lingkungan fisis
setempat, seperti bentang perairan atau lautan, pegunungan yang tinggi, serta pemanasan lokal yang intensif, pola ini
hanya terjadi satu kali maksimum curah hujan bulanan dalam waktu satu tahun, dan terjadi beberapa bulan kering yang
bertepatan dengan bertiupnya angin Muson Barat, sebarannya meliputi Papua, Maluku dan sebagian Sulawesi. Jumlah
curah hujan juga dipengaruhi oleh arah datang angin, pada sisi pegunungan atau gunung yang menghadap arah
datang angin lembab (windward side) curah hujannya tinggi dan pada sisi sebelahnya (leeward side) curah hujannya
sangat rendah atau rendah.

Kata kunci: Tipe curah hujan, ekuatorial, monsun, lokal

Anda mungkin juga menyukai