Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN PRAKTIKUM GENETIKA (BI 2105)

ISOLASI DNA PLASMID PGEMT-easy DAN AMPLIFIKASI


PROMOTOR GEN MaEXPA1 PADA Eschericia coli DH-5
Tanggal Praktikum

: 24 Oktober 7 November 2014

Tanggal Pengumpulan

: 21 November 2014

disusun oleh :
Rahayu Jatiningsih
10612014
Kelompok 13

Asisten :
Riesa K.W.R
10611047

PROGRAM STUDI BIOLOGI


SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
BANDUNG
2014

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
DNA merupakan komponen terpenting yang dimiliki oleh mahluk hidup,

karena DNA adalah satuan fungsional terkecil yang pasti dimiliki oleh makhluk
hidup baik tanaman, binatang, manusia, bahkan bakteri. Untuk itulah, kegiatan
mempelajari DNA sangat dibutuhkan terutama dalam perkembangan ilmu
genetik. Tentunya ketika kita mempelajari DNA, isolasi terhadap DNA tersebut
penting untuk dilakukan. Isolasi DNA juga dibutuhkan dalam menyelidiki kasus
tertentu seperti pembunuhan, pencurian, dsb. (Haris et al., 2005).
Pada praktikum kali ini hal yang dilakukan salah satunya adalah isolasi
DNA. DNA yang digunakan bukanlah DNA genom melainkan DNA plasmid,
karena Plasmid memiliki suatu kekhususan yaitu mudah disisipi oleh gen lainnya
dan mampu bereplikasi beberapa kali dalam satu kali masa replikasi,
menyebabkan jumlahnya dapat bertambah dengan sangat cepat (Szczepanowski,
2008). Dari sifat khas itu, plasmid sering dimanfaatkan untuk menjadi vektor
suatu gen atau untuk menghasilkan ekspresi gen yang besar, seperti pada produksi
insulin. Penjelasan tersebut cukup mendukung pemilihan DNA plasmid dalam
percobaan dibandingkan DNA genom.
Dalam mempelajari DNA tentu saja tidak terlepas dari adanya suatu gen. Pada
gen terdapat urutan basa nukleotida yang membentuk rantai ganda yaitu DNA itu
sendiri. Ketika melakukan Amplifikasi Gen, sequence DNA ikut diperbanyak.
Amplifikasi gen sangat dibutuhkan dalam ilmu Rekayasa Genetika, pengetahuan
dalam ilmu forensik, serta diagnosis penyakit. Amplifikasi gen dapat dilakukan
dengan metode PCR.

Kegiatan PCR ini dilakukan karena merupakan solusi

terbaik untuk menyediakan jumlah DNA yang banyak dari sampel suatu segmen
DNA yang tersedia dalam jumlah sedikit. Dalam waktu hitungan jam, sampel
DNA yang diperbanyak bisa berkembang jumlahnya menjadi jutaan kali lipat,
cukup untuk menyediakan DNA dalam sumber penelitian (Reece, 2012).

Elektroforesis dilakukan untuk memisahkan, mengidentifikasi, dan


purifikasi dari molekul DNA. Elektroforesis merupakan cara pengamatan DNA
dengan bantuan sinar ultraviolet.

Cara pemisahan dengan elektroforesis ini

merupakan alat pendukung yang sangat fundamental dalam teknologi DNA


rekombinan.

Elektroforesis

digunakan

untuk

pengamatan

DNA

dalam

penampakan flouresensinya. Dalam praktikum kali ini, tujuan dilakukannya


elektroforesis yaitu untuk mengkonfirmasi DNA dan ukuran DNA hasil isolasi
Plasmid PGEMT-easy serta amplifikasi promotor gen MaExpa1. (Cheng and
Zhang, 2008).

1.2

Tujuan
1. Mengisolasi DNA plasmid PGEMT-easy dengan metode alkalin lisis
2. Mengamplifikasi promotor Gen MaEXPA1 dari DNA plasmid PGEMTeasy yang diisolasi dengan metode PCR

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Plasmid
Plasmid sering disebut sebagai DNA sirkuler. Hanya beberapa organisme
yang memiliki Plasmid tersebut, seperti tanaman yang memiliki klorofil,
prokariot, dan mitokondria. Plasmid merupakan DNA ekstrakromosomal, hal
inilah yang membedakannya dengan DNA genom yang berada dalam
kromosom (Alberts, 2012). Plasmid memiliki suatu kekhususan yaitu mudah
disisipi oleh gen lainnya dan mampu bereplikasi beberapa kali dalam satu kali
masa replikasi, menyebabkan jumlahnya dapat bertambah dengan sangat cepat
(Szczepanowski, 2008).
Plasmid pada umumnya memiliki struktur tersier yang sangat kuat dan
kompak, yang biasanya membentuk sirkular. Sedangkan DNA genom jauh
lebih longgar pada ikatan di kedua untaiannya sehingga menyebabkan DNA
genom mudah sekali terdegradasi dibandingkan DNA plasmid (Susanto,
2012). Plasmid yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah PGEMT-easy
yang digambarkan pada peta plasmid berikut,

Gambar 2.1 Peta Plasmid PGEMT-easy


(GSL Biotech LLC, 2014)

Plasmid menurut Ahsan (2012) memiliki 4 konformasi utama yaitu nicked,


supercoiled, linear, Supercoiled denatured dan relaxed circular, yang masingmasingnya memiliki ukuran sendiri. Konformasi dapat diurutkan dari yang paling
berat ke ringan sebagai berikut: nicked,linear,supercoiled denatured, relaxed
circular dan supercoiled. Plasmid sering digunakan dalam teknik DNA
rekombinankarena sederhana, tidak terlalu panjang, dan mudah disisipkan gen
yang diinginkan karena plasmid mudah dibuka dan ditutup. Untuk melakukan
teknik rekayasa seperti itu, plasmid harus diisolasi dari bakteri terlebih dahulu.

2.2 PCR (Polymerase Chain Reaction)


Polymerase Chain Reaction (PCR) adalah suatu alat yang digunakan untuk
memperbanyak DNA dalam suatu kondisi in vitro. Tekniknya adalah dengan
memperbanyak suatu segmen spesifik dari DNA molekul tertentu. Alat ini
dikenalkan oleh Kary Mullis pada tahun 1985 yang meraih penghargaan nobel

pada tahun 1993 atas hasil penemuannya ini. Masalah yang timbul sebagai awal
penciptaan PCR ini adalah bagaimana cara meneliti tentang suatu rantai DNA,
namun sumber DNA yang tersedia hanya sedikit. Maka diciptakanlah metode
PCR yang bisa masih bisa dimanfaatkan oleh para ahli di bidang genetika sampai
sekarang (Lo, 2006).
Menurut Lo (2006), prinsip dasar yang dilakukan PCR sebenarnya sangat
sederhana, karena PCR memiliki prinsip kerja berlandaskan terjadinya replikasi
DNA yang terjadi selama proses pembelahan sel. Siklus PCR dapat dilihat pada
gambar 2.2 berikut ini,
1
3
6
2

Gambar 2.2 siklus PCR


(Sambrook, 2001)

Keterangan :

5. Elongasi n

1. Denaturasi 1

6. Cooldown

2. Denaturasi 2,3,...,n

Dari

profil

di

atas,

terjadi

3. Annealing

pengulangan proses 2 3 4

4. Elongasi 1,2,...,n-1

sebanyak 30 kali ( 30 siklus)

2.3 Elektroforesis
Elektroforesis adalah suatu teknik yang dapat mengukur laju perpindahan
atau pergerakan partikel-partikel bermuatan dalam suatu medan listrik. Prinsip
kerja dari elektroforesis berdasarkan pergerakan partikel-partikel bermuatan
negatif (anion), dalam hal tersebut DNA, yang bergerak menuju kutub positif
(anoda), sedangkan partikel-partikel bermuatan positif (kation) akan bergerak
menuju kutub negatif (anoda). Elektroforesis digunakan untuk mengamati hasil
amplifikasi

dari

DNA.

Hasil

elektroforesis

yang

terlihat

adalah

terbentuknya band yang merupakan fragmen DNA hasil amplifikasi dan


menunjukkan potongan-potongan jumlah pasangan basanya (Klug & Cummings
1994).
Dalam proses elektoforesis terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi laju
pergerakan dari molekul DNA, yaitu:
1. Ukuran Molekul DNA
Molekul yang berukuran lebih kecil akan cepat bergerak melewati gel
karena hambatan yang akan dihadapi tidak lebih banyak dibandingkan
molekul berukuran besar.
2. Konsentrasi gel
Semakin tinggi konsentrasi agarosa, semakin kaku gel yang dibuat
sehingga sukar untuk dilewati molekul-molekul DNA.

Konsentrasi

agarosa yang lebih tinggi memudahkan pemisahan DNA yang berukuran


kecil, konsentasi agarosa yang lebih rendah memudahkan pemisahan DNA
dengan ukuran yang lebih besar.
3. Bentuk molekul
Molekul yang memiliki bentuk elips atau fibril akan lebih cepat
bergerak dibandingkan dengan yang berbentuk bulat.
4. Densitas muatan
Densitas muatan yaitu muatan per unit volume molekul. Molekul
dengan densitas muatan tinggi akan bergerak lebih cepat dibandingkan
molekul dengan densitas muatan yang rendah.
5. Pori-pori gel

Semakin kecil pori-pori gel yang digunakan, semakin lambat


pergerakan molekul DNA.
6. Voltase
Semakin tinggi tegangan listrik yang diberikan, semakin cepat
pergerakan molekul DNA.
7. Larutan buffer elektroforesis
Buffer dengan kadar ion tinggi akan menaikkan konduktansi listrik
sehingga mempercepat migrasi DNA
(Wolfe, 1993).

BAB III
METODOLOGI

3.1 Alat dan Bahan


Pada praktikum isolasi DNA plasmid dan amplifikasi gen menggunakan PCR,
alat dan bahan yang dibutuhkan adalah sebagai berikut
Tabel 3.1 Alat dan Bahan

Alat

Bahan

Alat Sentrifuga

Vortex

Mikropipet

Mikrotube 1,5 ml

Tips

300 l solution I

Inkubator

400 l solution II

Alat Elektroforesis

200 l solution III

Cetakan gel untuk

Isopropanol

membuat agarosa

EtOH 70 %

Alat pencetak sumur

TE 50 l pH 8,0

Tangki elektroforesis

Dream Taq 5 l

Sumber Arus

Primer forward 1 l

1000 l kultur bakteri Escherichia


coli

Mesin PCR

Primer Reverse 1 l

Tabung Eppendorf 0,2 ml

Deion

Alat pemanas

DNA template 1 l

dNTPs

MgCl2

Agarosa

TAE 50x

100 ml = 24,2 g Tris

5,71 ml Asam Asetat glasial

10 ml 0,5 M EDTA

Loading buffer 6x

0,25 % bromfenol biru

40 % sukrosa

30 mg/ml methyl green

Etidium Bromida (0,2 0,5


mg/ml)

3.2 Cara Kerja


3.2.1 Isolasi DNA Plasmid
1000 l kultur bakteri E.coli diambil dan dimasukan kedalam
mikrotube 1,5 ml. Kemudian disentrifuga 14000 rpm selama 1 menit. Lalu
supernatan dibuang dan diulang proses sebelumnya hingga kultur bakteri
dalam tabung falcon habis. Setelah itu ditambahkan 300 l solution I dan
divorteks sampai pelet larut. Kemudian ditambahkan 400 l solution II dan
tabung dibolak-balik. Selanjutnya ditambahkan 200 l solution III dan
tabung dibolak-balik. Disentrifugasi 14000 rpm selama 5 menit. Kemudian
diambil maksimal 300 l supernatan, diusahakan gumpalan putih tidak
terbawa. Selanjutnya dimasukan dalam mikrotube baru. Setelah itu
ditambahkan isopropanol 300 l sebanyak 1x volume sebelumnya. Lalu
mikrotube dibolak-balik. Kemudian diinkubasi pada -80C selama 30 menit.
Selanjutnya disentrifuga dan supernatan dibuang. Selanjutnya ditambah 600
l EtOH 70% dan tabung dibolak-balik. Setelah itu disentrifuga 14000 rpm
selama 5 menit. Di quick spin dan dikeringkan selama 10 3- menit.
Setelah sampel berubah menjadi warna bening, EtOH sisa yang menempel
di dinding mikrotube dibuang, dan ditambahkan 50 l TE dengan pH 8,0.
Kemudian di inkubasi pada 20 C. Terakhir dilakukan elektroforesis
konfirmasi.

3.2.2 PCR (tulis siklus amplifikasinya)


Pada tabung Eppendorf dimasukan air deion, DNA target, Primer dan
PCR mix. Tabung Eppendorf disentrifuga terlebih dahulu sebelum di PCR.
Kemudian alat PCR dinyalakan. Setelah itu tabung Eppendorf yang telah

berisi sampel dimasukan kedalam mesin PCR. Lalu mesin PCR di running
Reaksi yang pertama dimulai sesuai dengan siklus yang ada, yaitu
denaturasi awal (suhu 92) selama 2 menit, kemudian diikuti 30 siklus
yakni denaturasi selama 15 detik pada suhu 95, penempelan primer selama
30 detik pada 55, kemudian pemanjangan primer pada suhu 75 selama 2
menit. Lalu siklus ini akan diikuti dengan pemanjangan primer pada suhu
72 selama 7 menit.

3.2.3 Elektroforesis
Cetakan gel diletakan pada pencetak sumur, kemudian dicampurkan
Agarosa dan TAE 1x lalu di didihkan. Setelah itu ditambahkan 1 l EtBr, di
campur dan dituangkan. Kemudian didiamkan hingga gel mengeras. Setelah
gel dalam cetakan mengeras, diletakan pada alat elektroforesis. Di tuang
buffer TAE 1x hingga mencapai tinggi 1 mm diatas gel. Dilepaskan
pencetak sumur dan dicampur dengan 10 l DNA dengan 2 l loading
buffer. Setelah itu dimasukan ke dalam sumur gel lalu dihubungkan dengan
alat elektroforesis dengan sumber arus pada 70 volt hingga bromfenol
sampai ke ujung gel. Setelah itu sumber arus dimatikan dan dikeluarkan dari
tangki gel. Jika jumlah DNA terlalu sedikit dengan pewarnaan methyl
green, maka dicelupkan gel dalam 0,2 0,5 g/ml EtBr dalam buffer TAE
1x selama 10 60 menit. Lalu EtBr dihilangkan dari gel dengan
dipindahkan dalam buffer TAE 1x selama 10 - 60 menit

BAB IV
HASIL PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan


4.1.1 Foto Elektroforesis Plasmid DNA
Hasil yang di peroleh dari Elektroforesis terhadap plasmid PGEMTeasy pada kultur sel bakteri Escherichia coli DH5 ditunjukan dalam foto
berikut ini,

Gambar 4.1 hasil elektroforesis DNA Plasmid pGEMT-easy


(Dokumentasi pribadi, 2014)

4.1.2 Foto Elektroforesis Amplifikasi Promotor Gen


Hasil Elektroforesis yang didapatkan dari Amplifikasi Promotor Gen
Expansion Musa acumilata adalah sebagai berikut,

Gambar 4.2 Hasil Elektroforesis PCR Gen Expansion Musa acuminata


(Dokumentasi Pribadi, 2014)

4.2 Pembahasan
4.2.1 Metode Isolasi dengan Alkalin Lisis
Dalam praktikum kali ini, digunakan tiga jenis larutan yaitu solution I,
solution II, dan solution III. Solution I berisi gabungan senyawa glukosa,
Tris-Cl dan EDTA yang berfungsi secara keseluruhan untuk menjaga
keutuhan DNA sel E.coli dengan membentuk resuspensi buffer antara
larutan dan bakteri E.coli. Menurut Tyler Mall (2013), glukosa pada
solution I berfungsi sebagi larutan isotonis yang menjaga tekanan osmotik
pada sel E. coli.Larutan glukosa tidak dapat di simpan untuk waktu yang
lama dan harus disimpan dalam suhu 4C. Larutan EDTA merupakan
larutan chelates yang menginaktivasi berbagai macam enzim yang dapat
membahayakan DNA. Larutan Tris-Cl berfungsi sebagai agen larutan
penyangga yang menjaga pH resuspensi agar tetap pada pH 8. Solution II
terdiri atas larutan basa kuat NaOH dan SDS. Larutan basa kuat digunakan
karena isolasi plasmid ini menggunakan metoda alkalin lisis sehingga DNA
genome dan plasmid pada bakteri E.coli dapat terdenaturasi dengan

menggunakan senyawa basa kuat. SDS 1% merupakan senyawa detergen


yang larut dengan fosfolipid sehingga berfungsi untuk melisiskan dinding
sel bakteri. Selain itu larutan SDS juga berfungsi untuk membersihkan DNA
dari senyawa protein, sehingga didapatkan plasmid dan DNA genome yang
bersih tanpa protein (Tyler, 2013). Solution III merupakan larutan netralisasi
yang mempunyai fungsi utama untuk merenaturasi plasmid oleh senyawa
potasium asetat dan asam asetat glasial. Selain itu, fungsi dari larutan
potassium asetat adalah untuk mengikat seluruh SDS (Sodium dodecyl
sulfate) dan mengubahnya menjadi senyawa KDS (Potassium dodecyl
sulfate). DNA tidak dapat terenaturasi karena selain memiliki rantai basa
yang sangat panjang, DNA terendapkan oleh penambahan senyawa
isopropanol. Kemudian, terdapat campuran senyawa EtOH dan TE pada
solution III. EtOH berfungsi untuk memisahkan pelet dengan plasmid
sehingga plasmid dapat bersih tanpa zat pengotor karena EtOH yang mudah
menguap akan memangkat plasmid kearea supernatan. TE berfungsi untuk
mengandung senyawa RNAses sehingga memotong seluruh RNA yang
tersisa agar tidak terbaca saat dielektroforesis (Tyler, 2013).
Secara garis besar terdapat lima tahapan utama dalam isolasi DNA
plasmid, yaitu isolasi sel, lisis dinding sel dan membran sel, purifikasi,
presipitasi, dan pencucian. Tahapan isolasi digunakan untuk mengisolasi sel
yang akan digunakan, yaitu sel bakteri. Tahap selanjutnya yaitu melisiskan
dinding dan membran sel dengan larutan pelisis sel sehingga membentuk
ekstrak sel yang terdiri atas sel-sel jaringan, DNA kromosomal, DNA
plasmid, serta RNA. Selanjutnya dilakukan purifikasi dengan serangkaian
perlakuan sehingga diperoleh DNA plasmid yang murni. Setelah itu
dilakukan presipitasi guna mengendapkan kembali DNA plasmid dan
menghilangkan isolat lainnya diluar plasmid. Pencucian pun sama halnya
untuk menghilangkan isolat lainnya seperti DNA kromosom serta RNA.
(Schmid, 2003)
Berdasarkan hasil elektroforesis yang didapatkan dari isolasi plasmid
PGEMT-easy, kelompok kami yaitu kelompok 13 mendapatkan hasil yang

cukup baik, artinya keberadaan plasmid PGEMT-easy telah berhasil


dikonfirmasi. Hal tersebut terlihat bahwa terdapat dua band yang
mengindikasikan bahwa DNA plasmid telah berhasil di isolasi. Jika
dicocokan dengan leader 1 kb yang ditunjukan pada gambar 4.3, terlihat
bahwa hasil elektroforesis kelompok kami kurang lebih 1500 bp.

Gambar 4.3 Hasil elektroforesis kelompok 13 yang dicocokan dengan Leader


(Dokumentasi pribadi, 2014) dan (thermosciencetificbio, 2012)

Jika dibandingkan dengan kelompok lain pun terlihat hasil yang sama, plasmid
telah berhasil di isolasi, hanya saja kelompok 11 menunjukan hasil yang smear.
Menurut Dube (2010), penyebab munculnya smear pada percobaan elektroforesis
DNA diantaranya adalah:
1. Terlalu banyak DNA yang dielektoforesis. Hal ini dapat diatasi dengan
mengurangi jumlah DNA yang digunakan. Dengan membatasi jumlah
komponen DNA yang diteliti, hasil elektroforesis yang didapat tentu akan
lebih akurat.

2. Terlalu banyak garam pada DNA. Seharusnya garam digunakan pada


takaran yang memang dianjurkan dan sesuai literature selama proses
elektroforesis DNA. Kelebihan garam malah akan mengganggu proses
elektroforesis dan memengaruhi hasil yang akan didapat. Kondisi ini dapat
diatasi dengan teknik presipitasi garam berlebih menggunakan etanol.
3. DNA terdegradasi akibat kontaminasi nuklease.
4. Ban DNA kecil berdifusi ketika pewarnaan. Kondisi ini dapat diatasi
dengan cara menambahkan etidium bromida saat elektroforesis.
5. Kondisi elektroforesis yang tidak tepat. Penggunaan voltase listrik yang
lebih dari 20 V/cm selama proses elektroforesis dapat memengaruhi hasil
yang didapat di akhir percobaan. Oleh sebab itu, selalu gunakan voltase
listrik dalam rentang di bawah 20V/cm serta selalu ingat untuk menjaga
temperature lingkungan tetap di bawah 300 C selama elektroforesis
berlangsung, tujuannya adalah agar DNA tidak terdenaturasi akibat suhu
yang terlalu tinggi.
6. DNA terkontaminasi protein.Protein dan zat organik lainnya (bahkan fenol
sekalipun) akan menyebabkan hasil elektroforesis yang didapat menjadi
smear karena kesemua bahan tersebut akhirnya menjadi kontaminan bagi
DNA. Kontaminan tersebut yang menyebabkan hasil elektroforesis yang
didapattidak jelas dan buruk akibat DNA yang dielektroforesis tidak
sepenuhnya DNA murni.Hal ini dapat diatasi dengan cara

ekstraksi

protein menggunakan fenol.

4.2.2 Amplifikasi PCR


Dalam percobaan ini digunakan beberapa komponen untuk membantu
mempermudah proses PCR. Komponen yang digunakan diantaranya adalah
enzim Taq-pol, dNTPs, DNA template, dan primer. Taq polimerase atau
Taq pol adalah salah satu DNA polimerase yang diambil dari bakteri
termofilik yaitu Thermus aquaticus. Bakteri ini dipilih karena mampu hidup
dalam suasana ekstrem berupa suhu yang sangat panas, sama seperti kondisi

saat DNA template terjadi denaturasi, sehingga mampu mencegah


kerusakan pada DNA template (Cheng dan Zhang, 2008).
Komponen kedua yang digunakan adalah dNTPs atau deoxynucleoside
triphosphates yang terdiri atas unit-unit basa adenin, guanin, timin, dan
sitosin. Menurut Cheng dan Zhang (2008), dNTPs ini berfungsi sebagai
building blocks, agar mencegah terjadinya smear. Komponen selanjutnya
adalah DNA template sebagai sampel yang mengandung sekuensi DNA
target. Pada reaksi awalnya, suhu yang tinggi diberikan pada DNA rantai
ganda mejadi rantai tunggal. Komponen terakhir adalah primer yang
berperan sebagai untaian DNA tunggal yang pendek dan berperan sebagai
komplementer yang mengisi DNA template.
Menurut Lo (2006), pada dasarnya PCR terjadi dalam tiga tahap, yakni
Denaturasi akibat adanya panas yang diberikan kepada DNA, Annealing
atau penempelan DNA primer dalam temperatur yang sangat dingin, dan
yang terakhir adalah pemanjangan/ekstensi dari DNA primer yang telah
dilakukan proses annealing dengan menggunakan DNA polimerase.
Berikut ini adalah tahap-tahap yang terjadi dalam PCR :

Gambar 4.4

DNA template disiapkan

(Campbell, 2007)

Gambar 4.5 Proses denaturasi memisahkan rantai ganda DNA


(Campbell, 2007)

Gambar 4.6 Primer menempel (annealing) pada masing-masing DNA template


(Campbell, 2007)

Gambar 4.7 Rantai nukleotida yang baru terbentuk sebagai hasil ekstensi
(Campbell, 2007)

Gambar 4.8 Amplifikasi atau perbanyakan rantai nukleotida


(Campbell, 2007)

Kelima gambar di atas telah berurutan untuk menunjukkan satu siklus


amplifikasi atau perbanyakan nukleotida DNA. Menurut Campbell (2007),
pada gambar 4.5, terlihat proses denaturasi, yaitu pemecahan rantai ganda
DNA menjadi rantai tunggal, agar lebih mudah untuk ditempeli primer pada
proses selanjutnya. Gambar 4.6 memperlihatkan proses annealing atau
penempelan primer pada ujung 5 dalam setiap rantai DNA nya. Setelah itu
terjadi ekstensi yang ditunjukkan oleh gambar 4.7, ekstensi ini merupakan
pemanjangan primer ke arah yang berlawanan dengan arah saat penempelan
primer (annealing).
Berdasarkan hasil elektroforesis PCR gen Expansi Musa acuminata,
kelompok kami yaitu kelompok 13, tidak mendapatkan hasil yang baik.
Seperti yang ditunjukan pada gambar 4.9 berikut,

Gambar 4.9 Hasil elektroforesis PCR kelompok 13 yang dicocokan dengan Leader
(Dokumentasi pribadi, 2014) dan (thermosciencetificbio, 2012)

Diduga kami tidak berhasil dalam memperoleh amplifikasi DNA dari


gen tersebut. Hal ini dapat terjadi karena kesalahan dalam penentuan
konsentrasi bahan yang digunakan dalam pembuatan PCR mix. Serta
pengambilan sampel DNA yang tidak baik, sehingga konsentrasi DNA
kurang bahkan tidak ada. (Dube, 2010). Kelompok yang sama kondisinya
seperti kelompok kami adalah kelompok 11, 12, dan 14. Sedangkan
kelompok lainnya telah berhasil mengamplifikasi gen Expansi Musa
acumilata karena terdapatnya dua band yang ditunjukan pada hasil
elektroforesis.

4.2.3 Elektroforesis
Beberapa reagen yang digunakan dalam percobaan elektroforesis
diantaranya agarosa, TAE, loading buffer, dan Etidium Bromidam, masingmasing reagen memiliki peran dan fungsi tersendiri yang amat mendukung
dan menentukan hasil akhir dari percobaan.
Reagen loading dye memiliki tiga fungsi utama yaitu untuk
menterminasi

reaksi

enzimatik

sebelum

elektroforesis,

menyediakan

kerapatan agar sampel dapat bergerak dalam sumur gel, dan menyediakan
cara untuk melihat pergerakan molekul DNA saat elektroforesis (Surzycki,
2003).
Loading dye mengandung bromofenol biru, xylene cyanol, dan orange
G yang digunakan untuk memvisualisasi sampel DNA. Pada agarosa 1 %,
xylene cyanol bergerak dengan kecepatan setara dengan 4000 bp DNA,
bromofenol biru bergerak dengan kecepatan setara dengan 200 bp DNA, dan
orange G bergerak dengan kecepatan setara dengan 200-400 bp DNA.
Biasanya loading dye juga mengandung gliserol atau sukrosa untuk
meningkatkan kerapatan DNA sehingga dapat masuk dan bergerak dalam
sumur gel (Elkins, 2013).

Buffer TAE (Tris-Asetat-EDTA) berperan dalam pemberian sensitivitas


dan kemampuan pemisahan yang tinggi. Buffer TAE memberikan ion untuk
konduktivitas listrik sehingga molekul-molekul DNA dapat bererak dengan
baik di dalam gel (Mitchelson and Cheng, 2001) selain itu larutan TAE juga
berperan sebagai penghantar arus pada media (Yuwono, 2005).
Setelah dielektroforesis, DNA divisualisasi menggunakan pewarna
etidium bromida.Etidium bromida dapat berikatan dengan kuat pada DNA
dan menghasilkan pendar sinar orange ketika dilihat dibawah sinar ultraviolet
(Cheng and Zhang, 2008). Karenanya, larutan etidium bromide dapat
dikatakan memiliki fungsi sebagai reagen pembantu visualisasi dalam proses
elektroforesis DNA (Marks et al, 2000).
Terkadang hasil elektroforesis yang didapatkan tidak sesuai dengan
yang diharapkan, baik berupa band fragmen yang tidak terlihat maupun
muncul smear. Berikut ini hal-hal yang menyeabkan band yang muncul pucat
atau bahkan tidak muncul band (Dube, 2010):
1) Kurangnya jumlah atau konsentrasi DNA, dapat diatasi dengan
menambahkan jumlah DNA asalkan tidak melebihi 50 ng/ban.
2) DNA terdegradasi akibat kontaminasi nuklease.
3) Voltase yang digunakan terlalu rendah.
4) Panjang gelombang sinar ultraviolet yang tidak tepat untuk visualisasi
menggunakan pewarna etidium bromida. Untuk hasil yang baik
gunakan panjang geombang 254 nm.
Hasil lain yang seringkali muncul pada percobaan elektroforesis yang
gagal adalah smear. Masih menurut Dube (2010), penyebab munculnya smear
pada percobaan elektroforesis DNA diantaranya adalah:
1) DNA terdegradasi akibat kontaminasi nuklease.
2) Terlalu banyak DNA yang dielektoforesis
3) Kondisi elektroforesis yang tidak tepat.
4) Terlalu banyak garam pada DNA
5) DNA terkontaminasi protein
6) Band DNA kecil berdifusi ketika pewarnaan

BAB V
KESIMPULAN

Berdasarkan hasil percobaan isolasi DNA plasmid dan amplifikasi gen


menggunakan PCR kali ini, dapat ditarik kesimpulan yaitu;
1. DNA plasmid PGEMT-easy telah berhasil di isolasi menggunakan metode
alkalin lisis dengan panjang 1500 bp.
2. Amplifikasi promotor gen MaEXPA1 dari DNA plasmid PGEMT-easy
yang di isolasi dengan metode PCR tidak berhasil dilakukan.

DAFTAR PUSTAKA
Campbell, N., et al. 2007 Biology : Eight Edition. California : Pearson.
Cheng, L., Zhang D. Y. 2008. Molecular Genetic Pathology. New Jersey :
Humana Press.
Haris N ., et al. 2005. Konstruksi Pusaka cDNA dari daun klon karet AVROS
2037 yang Diinfeksi Patogen Corynespora cassiicola. Menara Perkebunan,
Volume 2 (73), pp. 44-62.
Lo, Dennis., et al. 2006. Clinical Applications of PCR : Second Edition. New
Jersey : Humana Press.
Reece, J. B., et al. 2012. Campbell Biology Concept and Connections : Concept
and Connection. California : Pearson.

Anda mungkin juga menyukai