Anda di halaman 1dari 8

LATAR BELAKANG

1. Letak Geografis, Letak Astronomis dan Letak Geologis Pulau Jawa

Pulau jawa merupakan salah satu dari 5 pulau besar di Indonesia. Pulau ini secara
administratif terbagi menjadi enam provinsi, yaitu Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur,
dan Banten, serta dua wilayah khusus, yaitu DKI Jakarta dan DI Yogyakarta.

Secara geografis pulau Jawa dikelilingi oleh perairan laut Jawa, selat sunda, samudra
hindia dan selat bali. Daratan Pulau Jawa terbujur dari barat ke timur dan diperkirakan
memiliki luas wilayah daratan kurang lebih sekitar 138.793,6 km2. Pulau Jawa, merupakan
pulau yang terpadat penduduknya per kilometer persegi di Indonesia. Pulau melintang dari
Barat ke Timur, berada di belahan bumi selatan.

Sedangkan secara letak astronomis Pulau Jawa dengan Madura terletak di antara
113°48′10″ – 113°48′26″ BT serta 7°50′10″ – 7°56′41″ LS.

Dilihat dari kondisi geologi, pulau Jawa merupakan kawasan episentrum gempa bumi
karena dilintasi oleh patahan kerak bumi lanjutan yang berasal dari pulau Sumatera, yang
berada dilepas pantai selatan pulau Jawa. Pulau Jawa memiliki barisan gunung berapi aktif
yang membentang dari barat ke timur. Salah satu pegunungan teraktif dengan ketinggian
3000 meter di atas permukaan laut adalah Gunung Merapi di Jawa Tengah dan Gunung
Bromo di Jawa Timur yang terkenal sangat aktif .

2. Kondisi Fisik Pulau Jawa

Pulau Jawa memiliki sifat fisiografi yang khas, dan hal ini disebabkan karena
beberapa keadaan. Satu di antaranya adalah iklim tropis, disamping itu ciri-ciri geografisnya
disebabkan karena merupakan geosinklinal muda dan jalur orogenesa dengan banyak
vulkanisme yang kuat. Karena kekuatan inilah mengakibatkan Pulau Jawa berbentuk
memanjang dan sempit. Pulau Jawa memiliki kemiripan dengan pulau Sumatera yang
dihubungkan oleh Selat Sunda, sehingga fisiografinya mengikuti fisiografi Dataran Sunda
Tengah.

Jawa memiliki luas 138.793,6 Km2, sehingga total luas dari pulau Jawa ± 4 kali dari
luas Belanda. Pulau Jawa memiliki panjang 1.000 Km. Unsur struktur utama pulau Jawa
adalah geantiklin Jawa Selatan yang menyebar sepanjang pantai Selatan, setengah dari Pulau
Jawa dan geosinklin Jawa Utara yang menempati setengah Pulau Jawa di Utara. Melalui
Semarang ke arah Timur, cekungan geosinklin ini semakin melebar, membentuk
percabangan. Percabangan ke arah Utara menempati perbukitan Rembang dan Madura, serta
percabangan ke arah Selatan terdiri dari Punggungan Kendeng dan Selat Madura. Geantiklin
Jawa Selatan terus berkembang dibandingkan dengan Pegunungan Bukit Barisan di pulau
Sumatera yang menjadi geantiklin utama (backbone) pulau Sumatera. Hal ini disebabkan
karena bagian puncak dari geantiklin Jawa telah longsor, sekarang membentuk fisiografi zona
depresi dengan ketinggian Pulau Jawa seperti membentuk puncak geantiklinal. Sayap Selatan
geantiklin Jawa adalah Pegunungan Selatan yang merupakan blok kerak dengan kemiringan
ke arah Samudera Hindia, seperti blok Bengkulu di Sumatera. Pegunungan Selatan di Jawa
Tengah telah tenggelam di bawah permukaan laut, sehingga batas depresi dibatasi oleh
Samudera Hindia. Fenomena yang sama seperti di Sumatera Utara, depresi Semangko
dibatasi oleh Singkil dan Meulaboh didalam laut pada pantai Barat.

Pulau Jawa secara fisiografi dan struktural, dibagi atas empat bagian utama
(Bemmelen, 1970) yaitu:

 Sebelah barat Cirebon (Jawa Barat)


 Jawa Tengah (antara Cirebon dan Semarang)
 Jawa Timur (antara Semarang dan Surabaya)
 Cabang sebelah timur Pulau Jawa, meliputi Selat Madura dan Pulau Madura Jawa
Tengah merupakan bagian yang sempit di antara bagian yang lain dari Pulau Jawa,
lebarnya pada arah utara-selatan sekitar 100 – 120 km.

Daerah Jawa Tengah tersebut terbentuk oleh dua pegunungan yaitu Pegunungan
Serayu Utara yang berbatasan dengan jalur Pegunungan Bogor di sebelah barat dan
Pegunungan Kendeng di sebelah timur serta Pegunungan Serayu Selatan yang merupakan
terusan dari Depresi Bandung di Jawa Barat.

Pegunungan Serayu Utara memiliki luas 30-50 km, pada bagian barat dibatasi oleh
Gunung Slamet dan di bagian timur ditutupi oleh endapan gunung api muda dari Gunung
Rogojembangan, Gunung Prahu dan Gunung Ungaran.

Gunung Ungaran merupakan gunung api kuarter yang menjadi bagian paling timur
dari Pegunungan Serayu Utara. Daerah Gunung Ungaran ini di sebelah utara berbatasan
dengan dataran aluvial Jawa bagian utara, di bagian selatan merupakan jalur gunung api
Kuarter (Sindoro, Sumbing, Telomoyo, Merbabu), sedangkan pada bagian timur berbatasan
dengan Pegunungan Kendeng (Gambar 2.1). Bagian utara Pulau Jawa ini merupakan
geosinklin yang memanjang dari barat ke timur (Bemmelen, 1970).
Sementara itu, pendapat lain menyatakan bahwa fisiografis pulau jawa dibedakan
menjadi tiga zona pokok yang memanjang sepanjang pulau, walaupun banyak yang tidak
utuh. Ketiga zona ini sangat berbeda karakteristiknya baik di Jawa Timur, Jawa Barat, dan
Jawa Tengah. Ketiga zona tersebut ialah sebagai berikut:

 Zona selatan,
Kurang lebih berupa plato, berlereng (miring) ke arah selatan menuju Laut Hindia dan
di sebelah utara berbentuk tebing patahan. Kadang zona ini begitu terkikis sehingga
kehilangan bentuk platonya. Di Jawa tengah bagian dari zona ini telah ditempati oleh
dataran aluvial.

 Zona tengah,
Di Jawa Timur dan sebagian dari Jawa Barat merupakan depresi. Ditempat-tempat
tersebut muncul kelompok gunung berapi yang besar. Di Jawa Tengah sebagian dari
zona tengah ditempati oleh rangkaian pegunungan serayu selatan, berbatasan
disebelah utaranya dengan depresi yang lebih kecil, lembah serayu. Juga di bagian
paling barat daerah Banten ditempati oleh bukit-bukit dan pegunungan.
 Zona utara
Terdiri dari rangkaian gunung lipatan berupa bukit-bukit rendah atau pegunungan dan
diselingi oleh beberapa gunung-gunung api. Dan ini biasanya berbatasan dengan
dataran aluvial.

3. Kondisi Iklim, Laut, Hidrologi, Flora dan Fauna


a. Iklim

Iklim P. Jawa berdasarkan data iklim dari Badan Meteologi dan Geofisika berada
pada tipe iklim A sampai F (Schmidt & Ferguson,1951) dengan curah hujan rata-rata
tahunan berkisar antara 1000-5000 mm/th. Iklim A dan B terutama terdapat di Propinsi
Jawa Barat, C dan D di Jawa Tengah, sedangkan E dan F terutama di Jawa Timur.
Wilayah bagian utara P. Jawa berupa dataran rendah yang luas, memanjang dari Serang di
bagian barat sampai ujung timur, umumnya mempunyai sungai-sungai lebar dan panjang
(sampai 50 km) yang bermuara ke Laut Jawa. Sedangkan di bagian tengah P. Jawa
terdapat deretan gunung dan pegunungan yang merupakan tempat hulu-hulu sungai
utama. Di antara wilayah dataran rendah dan pegunungan/gunung terdapat daerah
peralihan yang berupa dataran dan lembah (kaki bukit). Di bagian selatan terdapat
wilayah yang topografinya bervariasi dari dataran rendah, pegunungan dan wilayah
patahanpatahan. Di wilayah bagian selatan ini terdapat sungai-sungai besar yang
bermuara ke Samudera Hindia tetapi tidak sebanyak dan sepanjang sungai-sungai di
bagian utara (panjang sungai umumnya antara 20-40 km)

Pulau Jawa termasuk ke dalam iklim dengan curah hujan berpola monsunal. Pola
ini berciri curah hujan yang bersifat unimodial (satu puncak musim hujan) dimana musim
kering terjadi pada bulan Juni, Juli, dan Agustus, sementara Desember, Januari dan
Februari merupakan bulan basah. Adapun enam bulan lainnya merupakan periode
peralihan atau pancaroba (tiga bulan peralihan musim kemarau ke musim hujan, dan tiga
bulan peralihan musim hujan hujan ke musim kemarau). Pernyataan bahwa curah hujan
Pulau Jawa berpola monsunal diperkuat oleh Satiadi, et.al (2010) berdasarkan hasil rekam
curah hujan tahun 1998-2009. Satiadi juga menambahkan bahwa musim hujan bergerak
secara bertahap dari bagian barat ke bagian timur pulau Jawa, sebaliknya musim kemarau
bergerak secara bertahap dari bagian timur ke bagian barat. Selain Satiadi, penelitian
Juaeni, et.al (2006) juga menguatkan pola monsunal curah hujan pulau Jawa. Dalam
penelitian itu disebutkan bahwa Bogor, Bandung, Jakarta, Semarang, Yogyakarta,
Surabaya, Banyuwangi dan Denpasar merupakan kota-kota dengan curah hujan
berperiode tahunan (interannual oscillation). Penelitian Juaeni, et.al sekaligus
menegaskan bahwa monsun Asia dan monsun Australia memberi pengaruh kuat terhadap
karakteristik iklim Jawa. Mustofa (2000) juga menyebutkan bahwa nilai indeks monsun
mengalami peningkatan dari arah utara ke selatan dan mencapai maksimum di pulau
Jawa.

Monsun Asia (musim dingin di belahan bumi utara Asia), dimana matahari berada
di utara khatulistiwa (Tjasyono, 2006) berlangsung selama Juni-Agustus menyebabkan
terbentuknya pusat tekanan tinggi di wilayah tersebut sehingga angin barat laut yang
panas, lembab dengan banyak uap air bertiup ke Indonesia, akibatnya terjadi musim hujan
di Indonesia (Chang, 2006). Sebaliknya akibat musim dingin di benua Australia (monsun
Australia) dan posisi matahari berada di selatan khatulistiwa, bertiup angin tenggara yang
kering dan dingin ke arah Indonesia, sehingga wilayah Jawa mengalami musim kemarau.
Awal musim kemarau biasanya bergerak dari bagian timur dan bertahap ke bagian barat
sehingga sebelah timur pulau Jawa biasanya lebih kering daripada bagian barat (Satiadi,
et.al, 2010). Selain monsun, kondisi suhu permukaan Laut Jawa, dan kemungkinan
pengaruh terbentuknya siklon tropis di Samudera Hindia, curah hujan di Jawa juga
dipengaruhi oleh fenomena El Nino dan La Nina (Satiadi, et.al, 2010). Tjasyono (2006)
menemukan pengaruh terjadinya El Nino saat musim kemarau lebih tinggi dibandingkan
terjadi pada musim hujan di Jawa. El Nino memperpanjang musim kemarau dan
memperpendek musim hujan. Namun, baik El Nino, La Nina, maupun dipole mode tidak
berpengaruh pada curah hujan di wilayah dengan elevasi tinggi.

Lebih dari 90% daerah pulau Jawa menerima sekitar 1500mm curah hujan setiap
tahunnya. Jawa bagian timur lebih kering dibandingkan Jawa bagian barat. Daerah paling
basah di Jawa adalah pegunungan Ragajembangan di Jawa Tengah, namun hanya
berjarak 15 km dari puncak, curah hujan tahunan mencapai >7000mm. Suhu di Pulau
Jawa bervariasi. Suhu di daerah perkotaan mencapai empat derajat lebih tinggi daripada
daerah pedesaan. Hal ini disebabkan gedung-gedung memerangkap panas dan udara.
Sebaliknya, di daerah hutan empat derajat lebih dingin dari pedesaan dan mencapai 10
derajat lebih dingin daripada daerah perkotaan. Suhu maksimum berkisar 31o -33o C dan
minimum 22o -24o C (Whitten, et.al, 1996).

Musim kemarau adalah waktu terbaik jika Anda ingin mengunjungi pulau ini. Bulan-
bulan terbasah adalah antara Januari-Februari. Jawa Barat dari daerah basah Timur dan
daerah pegunungan menerima curah hujan lebih tinggi. Dataran tinggi Parahyangan Jawa
Barat menerima lebih dari 4.000 mm per tahun, sedangkan pantai utara Jawa Timur
menerima 900 mm per tahun.

Suhu rata-rata Jawa Indonesia mulai dari 22 °C sampai 29 °C atau 71,6 °F -84,2
tentang °F. Rata-rata kelembaban cuaca Indonesia Jawa adalah 75%. Daerah utara yang
lebih panas dari tengah-tengah Pulau, rata-rata 34 ° C di musim kemarau. Daerah selatan
biasanya lebih dingin dari wilayah utara.

Khusus wilayah Jakarta memiliki puncak musim hujan pada bulan Januari dan
Februari dengan curah hujan 350 milimeter. Suhu rata-rata adalah Jakarta 27 ° C. Curah
hujan antara bulan Januari dan awal Februari sangat tinggi, saat itulah Jakarta dibanjiri,
dan puncak musim kemarau pada bulan Agustus dengan rata-rata curah hujan 60
milimeter. Pada bulan September dan awal Oktober adalah hari terpanas di Jakata, suhu
bisa mencapai 40 ° C (104 ° F). Iklim di Banten dan Jawa Barat daerah sangat
dipengaruhi oleh Monson.

Perdagangan dan gelombang La Nina atau El Nino. Ketika musim hujan cuaca
didominasi oleh Angin Barat (dari Sumatera dan Samudera India yang bergabung dengan
angin dari Asia melalui Laut Cina Selatan), cuaca didominasi oleh angin Timur yang
menyebabkan harshed Banten, khususnya di pantai utara, bahkan lebih sehingga ketika El
Nino terakhir. Suhu di daerah pesisir berkisar antara 22 ° C dan 32 ° C, sedangkan suhu di
pegunungan dengan ketinggian antara 400-1.350 m di atas permukaan laut antara 18 ° C-
29 ° C. Curah hujan tertinggi Provinsi Banten mulai dari 2712-3670 mm pada musim
hujan. Pada musim kemarau, curah hujan 615-833 mm tertinggi pada bulan April-
Desember sedangkan curah huJawa Barat mungkin memiliki suhu 9 ° C (48,2 ° F) di
puncak Gunung Pangrango dan 34 ° C (93,2 ° F) di Pantai Utara, curah hujan rata-rata
2.000 mm per tahun, namun di beberapa daerah pegunungan antara 3.000 sampai 5.000
mm per tahun.
Wilayah Jawa Tengah memiliki curah hujan tahunan rata-rata 2.000 mm per tahun,
dan suhu rata-rata 21-32 ° C (sekitar 69,8 ° -89,6 ° F). Daerah dengan curah hujan tinggi
terutama berlokasi di Nusakambangan pulau (selatan Jawa), dan sepanjang Pegunungan
Serayu. Daerah dengan curah hujan rendah dan sering kekeringan di musim kering Blora
dan daerah sekitarnya serta di bagian selatan Wonogiri.

Dibandingkan dengan wilayah barat Jawa, Jawa Timur memiliki curah hujan kurang.
Curah hujan rata-rata 1900 mm per tahun, dengan musim hujan selama 100 hari. Suhu
rata-rata berkisar antara 21-34 ° C (sekitar 69,8 ° -93,2 ° F). Suhu di daerah pegunungan
lebih rendah, dan bahkan di daerah Ranu Pani (lereng Gunung Semeru), suhu bisa
mencapai minus 4 ° C atau 24,8 ° F, yang menyebabkan hujan salju yang lembut. jan
terendah di kering 360-486 mm bulan Juni sampai September.

b. Hidrologi pulau jawa

Pola hidrologi kawasan kars Kendeng Utara secara regional adalah pola aliran paralel
dimana terdapat penjajaran mata air dan mengikuti struktur geologi yang ada. Pola aliran
seperti ini merupakan cerminan bahwa pola aliran sungai di kawasan kars Sukolilo Pati dan
kawasan kars Grobogan dipengaruhi oleh struktur geologi yang berkembang. Sungai-sungai
yang mengalir dibagi menjadi dua zona, yaitu zona aliran Utara dan zona aliran Selatan. Baik
zona Utara maupun Selatan adalah sungai-sungai yang muncul dari rekahan batugamping
kawasan tersebut atau karst spring dengan tipe mata air kars rekahan (fracture
springs). Terbentuknya mata air rekahan tersebut akibat terjadinya patahan pada blok
batugamping di kawasan ini saat proses pengangkatan dan perlipatan.

Zona ditemukannya penjajaran mata air tersebut merupakan batas zona jenuh. Pada
zona Utara pemunculan mata air kars berada pada daerah-daerah berelief rendah hingga
dataran dengan kisaran ketinggian 20 - 100 mdpl dan pada zona Selatan muncul pada
ketinggian antara 100 - 350 mdpl. Bukti lain bahwa proses karstifikasi kawasan ini masih
berlanjut dan masih merupakan fungsi hidrologis adalah ditemukannya sungai-sungai bawah
permukaan yang keluar sebagai aliran permukaan melalui corridor-corridor mulut gua yang
ada pada daerah Sukolilo. Bukti ini dapat dilihat dari sungai bawah tanah yang terdapat di
Gua Wareh, Gua Gondang, Gua Banyu dan Gua Pancuran. Keempat gua tersebut merupakan
sistem perguaan sekaligus sistem sungai bawah tanah yang masih aktif. Fenomena tersebut
memberikan gambaran bahwa perbukitan kawasan kars Kendeng Utara berfungsi sebagai
kawasan resapan air (recharge area), kemudian air resapan tersebut terdistribusi keluar
melalui mata air-mata air yang bermunculan di bagian pemukiman dan di daerah-daerah
dataran sekitar kawasan kars Pati dan Grobogan.

Dalam kawasan kars Kendeng Utara ini terdapat 33 sumber mata air yang
mengelilingi kawasan kars Grobogan dan 79 sumber mata air yang mengelilingi kawasan
kars Sukolilo Pati (Kendeng Utara). Keseluruhan mata air tersebut bersifat parenial artinya
terus mengalir dalam debit yang konstan meskipun pada musim kemarau. Dari hasil
perhitungan dapat diketahui bahwa pemunculan air di sepanjang musim selalu berubah. Pada
musim kemarau berdasarkan perhitungan dari 38 sumber air yang ada di kawasan Sukolilo
mencapai lebih dari 1.009 lt/dtk, dan mencukupi kebutuhan air lebih dari 7.882 KK yang ada
di Kecamatan Sukolilo, dari 18 sumber air yang ada di Kecamatan Tawangharjo mencapai
debit 462,796 lt/dtk dan mencukupi kebutuhan air lebih dari 5.000 KK yang ada di
Kecamatan Tawangharjo dan Wirosari, Kabupaten Grobogan. Perhitungan ini akan lebih
meningkat drastis pada saat musim hujan.

c. Fauna dan Flora dan Pulau Jawa

Persebaran fauna bagian barat dikenal dengan tipe Asiatis, sama halnya dengan
persebaran flora nya, yang mana hal ini karena fauna wilayah bagian barat Indonesia,
terbilang sama dengan jenis fauna yang ada di benua Asia secara keseluruhan. Pengaruh
kedekatan letak serta kondisi permukaan bumi adalah faktor utamanya.Tipe hewan endemik
pulau jawa Harimau jawa, badak bercula satu, banteng, macam tutul.

Untuk flora di pulau jawa dipengaruhi oleh letaknya, yang mana daerah Jawa bagian
barat beriklim Af, yaitu hutan hujan tropis. Semakin ke timur, iklim berubah menjadi
iklim Am atau muson tropis dan iklim Aw atau sabana tropis. Dari perbedaan tersebut maka
kemudian timbul sebaran vegetasi yang berbeda :
1) Hutan hujan tropis
Hutan ini beriklim Af dan berada di sekitar Jawa bagian barat dengan curah hujan
yang cenderung tinggi. Beberapa kawasan vegetasi hutan hujan tropis di Jawa bagian
barat adalah Cagar Alam Ujung Kulon di Banten, Cagar Alam Cibodas, dan
Pananjung Pangandaran di Jawa Barat
2) Hutan musim tropis
Hutan ini berada di sekitar Jawa Barat bagian utara sampai Jawa Tengah dan sebagian
Jawa Timur. Kawasan ini memiliki iklim Am dengan curah hujan kurang sehingga
jenis vegetasi yang biasa terdapat di daerah ini dan menjadi ciri khas adalah jenis
tumbuhan yang meranggas pada waktu musim kemarau, seperti pohon jati. Kawasan
hutan ini berada di Alas Roban, Jawa Tengah, dan hutan jati di sekitar Jepara.
3) Sabana tropis
Sejenis padang rumput yang diselingi oleh pohon besar. Jenis iklimnya Aw yang
ditandai dengan jumlah curah hujan tahunan sedikit. Kawasan ini berada di Jawa
bagian timur sampai Bali. Contohnya, Cagar Alam Baluran Jawa Timur dan Taman
Nasional Bali Barat.

Sumber :

Firmansyah, M. 2015. Makalah Pulau Jawa. Diakses pada 25 Februari 2020 pukul
20.00 WIB melalui http://mokhamadfirmansyah.blogspot.com/2015/01/makalah-
pulau-jawa.html
Rosdiana, O. 2001. Kondisi Dan Masalah Air Di Pulau Jawa. Dalam Jurnal
Manajemen Hutan Tropika Vol. VII No. 1 : 49-54 (2001). Diakses melalui
http://journal.ipb.ac.id/index.php/jmht/article/viewFile/2737/1722
Manwno, A. 2009. Flora Jawa Bali. Diakses pada 25 Februari 2020 melalui
https://andimanwno.wordpress.com/2009/07/25/flora-jawa-bali/

Anda mungkin juga menyukai