Makalah Ayat Hadis ZaWa
Makalah Ayat Hadis ZaWa
Dosen pengampu :
Disusun oleh :
i
2023
KATA PENGANTAR
Hal yang pertama dan utama yang wajib sampaikan adalah ungkapan rasa
syukur kami dari kelompok satu kepada Allah SWT karena hanya atas bimbingan dan
hidayah-Nya, kelompok kami mampu menyelesaikan makalah yang berjudul “Hadits
Ibnu Majah Nishob Emas”
Makalah ini kami buat untuk memenuhi tugas mata kuliah Ayat Hadist Zakat
Wakaf. Dalam penyusunan makalah ini kami sempat mengalami berbagai kesulitan,
oleh karena itu penulis mengucapkan terima kasih atas bimbingan dan bantuan
kepada:
Kami kelompok satu sangat menyadari bahwa di dalam penulisan makalah ini
tentunya masih banyak kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, untuk itu
kelompok kami sangat mengharapkan saran dan koreksi yang membangun demi
perbaikan dan kesempurnaan makalah ini. Kelompok kami juga berharap bahwa
makalah ini dapat menjadi sarana untuk saling bertukar informasi dan sebagai bentuk
pengabdian diri penulis kepada Allah SWT.
Dan semoga makalah ini dapat memberikan manfaat bagi kami khususnya dan umat
islam umumnya. Amiin Ya Robbal’alamin
ii
Surabaya, 18 Maret 2023
Kelompok 11
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.....................................................................................................................
DAFTAR ISI..................................................................................................................................
BAB I...............................................................................................................................................
PENDAHULUAN...........................................................................................................................
A. Latar Belakang........................................................................................................................
B. Rumusan Masalah...................................................................................................................
C. Tujuan Penulisan.....................................................................................................................
BAB II.............................................................................................................................................
PEMBAHASAN..............................................................................................................................
A.DEFINISI PERPINDAHAN ZAKAT.....................................................................................
B. PENERAPAN PERPINDAHAN ZAKAT..............................................................................
1.Pada masa Rasulullah............................................................................................................
2.Pada masa sahabat.................................................................................................................
C. KEADAAN YANG MEMPERBOLEHKAN PERPINDAHAN ZAKAT.............................
BAB III PENUTUP.......................................................................................................................
A. Kesimpulan...........................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................................
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendapat jumhur yang dimaksud di atas adalah Imam Syafi’i, Imam
Maliki dan Ahmad bin Hambal yang mengatakan ketidak bolehan membawa
zakat ke negeri lain (bukan negeri muzaki), demikian juga jika dikiaskan dengan
daerah lain (bukan daerah muzaki). Namun menurut Mazhab Hanafi boleh zakat
tersebut disalurkan ke daerah lain, namun jika didapati golongan penerima zakat
atau sebagiannya ada di suatu wilayah maka wajib memberikan zakat kepada
mereka baik wilayah itu luas maupun kecil, dan haram me- mindahkan zakat ke
tempat lain, tidak diperbolehkan kecuali dengan alasan tertentu antara lain alasan
kekeluargaan dan memiliki keutamaan.
Pendapat Mazhab Hanafi kemudian dipilih oleh banyak ulama (ashab) dari
kita khususnya ketika penyalurannya diberikan kepada keluarga dekat, teman atau
orang yang memiliki keutamaan. Dan mereka berkata, dengan model seperti itu
gugurlah kewajiban zakat- nya. Dengan demikian ketika zakat itu didistribusikan
ke keluar daerah disertai mengikuti aturan yang terdapat dalam mazhab Hanafi itu
diperbolehkan.
1
Berdasarkan riwayat-riwayat ini para ahli fiqh (fuqaha’) berdalil bahwa
zakat dibagikan kepada orang-orang fakir di negeri atau daerah muzakki . Mereka
berbeda pendapat tentang hukum mengalihkan zakat ke negeri lain setelah mereka
berijmak bahwa boleh hukumnya mengalihkan zakat ke negeri lain jika negeri
tempat pengutipan zakat tersebut tidak membutuhkannya atau memang sudah
surplus
B. Rumusuan Masalah
1. Apa definisi perpindahan zakat?
2. Apa penerapan perpindahan zakat pada zaman Rasulullah dan sahabat?
3. Apa saja keadaan yang memperbolehkan perpindahan zakat?
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi dari perpindahan zakat
2. Memiliki penerapan perpindahan zakat pada masa Rasulullah dan
sahabat
3. Mengetahui apa saja keadaan yang memperbolehkan perpndahan zakat
2
BAB II
PEMBAHASAN
Pelaksanaan zakat di zaman Rasulullah SAW dan yang kemudian diteruskan para
sahabatnya, yaitu para petugas mengambil zakat dari muzaki (orang yang
mengeluarkan zakat) atau muzaki sendiri secara langsung menyerahkan zakatnya
pada baitulmal, lalu oleh para petugasnya (amil zakat) disistribusikan kepada para
mustahik.
Ketika itu Rasulullah mengutus Muadz bin Jabal untuk mengurus zakat orang
Yaman. Beliau mengatakan : “Apabila mereka patuh untuk berikrar dua kalimat
syahadat dan mendirikan salat, maka beritahu kan kepada mereka bahwa Allah
mewajibkan zakat kepada mereka pada harta-harta mereka, diambil dari orang
kaya di antara mereka, lalu dikembalikan kepada yang fakir di antara mereka.”
(HR. Bukhari dan Muslim).
Pada zaman Rasulullah masalah pengelolaan zakat walaupun dalam bentuk yang
sederhana namun pengelolaan zakat pada masa itu dinilai berhasil. Karena amil
pada waktu itu adalah orang-orang yang amanah, jujur, transparan dan akuntabel.
Satu hal yang paling substansial dalam penyaluran zakat pada masa Rasulullah
adalah Rasul tidak pernah menunda penyaluran zakat. Bila zakat diterima pagi
hari maka sebelum siang hari Rasul sudah membagikannya. Sementara itu, bila
zakat diterima siang hari, maka sebelum malam hari zakat tersebut telah
disalurkan. Sehingga sifat penyaluran zakat pada masa Rasulullah adalah segera
dan tanpa sisa.
3
Pada zaman sahabat
a. Masa Abu Bakar Ash-Shidiq Setelah Rasullah SAW wafat, banyak kabilah-
kabilah yang menolak untuk membayar zakat dengan alasan merupakan perjanjian
antara mereka dan Nabi SAW, sehingga setelah beliau wafat maka kewajiban
terebut menjadi gugur. Pemahaman yang salah inihanya terbatas dikalangan suku-
suku Arab Baduwi. Suku-suku Arab Baduwi ini menganggap bahwa pembayaran
zakat sebagai hukuman atau beban yang merugikan. Abu Bakar yang menjadi
khalifah pertama penerus Nabi SAW memutuskan untuk memerangi mereka yang
menolak membayar zakat dan menganggap mereka sebagai murtad. Perang ini
tercatat sebagai perang pertama di dunia yang dilakukan sebuah negara demi
membela hak kaum miskin atas orang kaya dan perang ini dinamakan Harbu
Riddah.
4
Dawawin yang sama fungsinya dengan baitul maal pada zaman Nabi
Muhammmad SAW dimana ia merupakan sebuah badan audit Negara yang
bertanggung jawab atas pembukuan pemasukan dan pengeluaran Negara. Al-
Dawawin juga diperkirakan mencatat zakat yang didistribusikan kepada para
mustahiq sesuai dengan kebutuhan masing-masing. Pengembangan yang
dilakukan Umar terhadap baitul maal merupakan kontribusi Umar kepada dunia
Islam. Pada masa Umar pula sistem pemungutan zakat secara langsung oleh
negara, yang dimulai dengan pemerintahan Abdullah bin Mas’ud di Kuffah
dimana porsi zakat dipotong dari pembayaran Negara. Meskipun hal ini pernah
diterapkan Khalifah Abu Bakar, namun pada masa Umar proses pengurangan
tersebut menjadi lebih tersistematis.
c. Pada masa Utsman ibn Affan Meskipun kekayaan Negara Islam mulai
melimpah dan umlah zakat juga lebih dari mencukupi kebutuhan para mustahiq,
namun administrasi zakat justru mengalami kemunduran. Hal ini justru
dikarenakan kelimpahan tersebut, dimana Utsman memberi kebebasan kepada
‘amil dan Individu untuk mendistribusikan zakat kepada siapun yang mereka nilai
layak menerimanya. Zakat tersebut adalah yang tidak kentara seperti zakat
perdagangan, zakat emas, zakat perak, dan perhiasan lainya. Keputusan Utsman
ini juga dilatar belakangi oleh keinginan meminimalkan biaya pengelolaan zakat
dimana beliau menilai bahwa biaya yang dibutuhkan untuk mengumpulkan dana
zakat tersebut akan tinggi dikarenakan sifatnya yang tidak mudah diketahui oleh
aparat Negara.
d. Pada Masa Ali ibn Abi Thalib Situasi politik pada masa kepimimpinan
Khalifah Ali ibn Abi Thalib berjalan tidak stabil, penuh peperangan dan
pertumpahan darah, tetapi Ali ibn Abi Thalib tetap mencurahkan perhatianya yang
sangat serius dalam mengelola zakat. Ia melihat bahwa zakat adalah urat nadi
kehidupan bagi pemerintahan dan agama. Ketika Ali ibn Abi Thalib bertemu
dengan orang-orang fakir miskin dan para pengemis buta yang beragama non
muslim (Nasrani), ia menyatakan biaya hidup mereka harus ditanggung oleh
baitul maal khalifah Ali ibn Abi Thalib juga ikut terjun dalam mendistribusikan
zakat kepada para mustahiq (delapan golongan yang berhak menerima zakat).
5
Harta kekayaan yang wajib zakat pada waktu itu berupa dirham, dinar, emas dan
jenis kekayaan apapun tetap dikenai kewajiban zakat. Oleh karena itu mekanisme
yang diterapkan oleh khalifah Utsman ibn Affan tadi ternyata memicu beberapa
permasalahan mengenai transparansi distribusi zakat, dimana para ‘amil justru
membagikan zakat tersebut kepada keluarga dan orang-orang terdekat mereka.
Seiring dengan penurunan kepercayaan masyarakat kepada pemerintah dan
berbagai konflik politik lainya yang memecahkan kesatuan Negara Islam dengan
wafatnya utsman dan naiknya Ali bin Abi Thalib sebagai penggantinya, maka
semakin marak pula praktek pengelolaan zakat secara individual. Hal ini ditandai
dengan fatwa Sa’id bin Jubair dimana pada saat beliau berceramah di masjid ada
yang bertanya pada beliau, apakah pebanyaran zakat sebaiknya diberikan kepada
pemerintah ? Sai’id bin Jubair mengiyakan pertanyaan tersebut. Namun pada saat
pertanyaan tersebut ditanyakan secara personal kepada beliau, ia justru
menganjurkan penanya untuk membayar zakat secara langsung kepada ashnafnya.
Jawaban yang bertentangan ini mnenunjukan bahwa kondisi pemerintah pada sat
itu tidak stabil atau tidak dapat dipercaya, sehingga kepercayaan masyarakat
kepada pemerintah pun mulai menurun. Ringkas pembahasan sistem zakat yang
diterapkan dari masa ke masa mengalami sebuah perbedaan yang mana perubhan
tersebut untuk menghadapi zaman yang semakin maju, hal ini menunjukan bahwa
pintu ijtihad terbuka lebar, dan ijtihad seperti yang dicontohkan oleh para sahabat
semata-mata hanya untuk kemashlahatan ummatnya.
6
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
B. SARAN
7
DAFTAR PUSTAKA
https://sumbar.kemenag.go.id/v2/post/1952/pengertian-kedudukan-dan-fungsi-
hadits.html
https://news.detik.com/berita/d-5588482/pengertian-hadits-menurut-bahasa-
fungsi-dan-kedudukannya. (Diakses pada 10:43, 17 September 2022)
https://sc.syekhnurjati.ac.id/esscamp/files_dosen/modul/
Pertemuan_10IAIN1220531.pdf
https://alsofwa.com/pengertian-ilmu-mustholah-hadis-atsar-hadis-qudsi/ (Diakses
pada 10:45, 17 September 2022)
8
9