( LKPP )
Judul :
Oleh :
Syamsu Rijal
FAKULTAS KEHUTANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
FEBRUARI 2008
LEBAGA KAJIADAN PNGEMANGA PENDIIKAN
Lantai Dasar G dung Perp stakaan Universitas Ha anuddin
HLAMAN PENGESAHAN
Mengetahui :
Fakultas Kehutanan
Universi as Hasanuddin
Dekan, Pe buat Modul,
Segala puji bagi Allah SWT atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga
penulis dapat menyelesaikan penyusunan modul ini sesuai dengan waktu yang ditentukan.
Modul ini diharapkan menjadi salah satu alat yang dapat memfasilitasi
pembelajaran dengan metode SCL pada mata kuliah Pengukuran dan Pemetaan Hutan pada
Fakultas Kehutanan Universitas Hasanuddin. Modul pembelajaran yang dibuat ini terdiri
dari lima seri modul yang saling berhubungan erat dan akan memberikan tuntunan mulai
dari
pengenalan alat ukur optik dan non optik, pengukuran jarak vertikal dan horizontal,
pengukuran sederhana, teknologi GPS dan pembuatan serta penyajian peta bidang kehutanan.
Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada kepada para pemateri SCL dan
teman-teman yang telah banyak membantu selama kegiatan Transformasi Teaching ke
Fasilitating dan selama pembuatan modul pembelajaran ini sehingga dapat selesai tepat pada
waktunya. Penulis menyadari bahwa modul ini masih mempunyai banyak kekurangan, oleh
karena itu saran dan kritik yang sifatnya membangun dibutuhkan untuk penyempurnaan
modul Pengukuran dan Pemetaan Hutan dimasa datang.
Akhirnya, semoga modul ini dapat bermanfaat bagi para peserta mata kuliah
Pengukuran dan Pemetaan Hutan maupun pihak lain yang tertarik dengan bidang ini.
Penulis
RINGKASAN
Modul 01 Alat ukur non optik dan optik dalam pengukuran dan pemetaan berisi
tentang alat non optik dan optik yang sering dipakai dalam kegiatan pengukuran dan
pemetaan hutan. Alat non optik adalah suatu alat yang didalam perangkatnya tidak
menggunakan lensa, baik itu lensa konveks maupun lensa konkaf sedangkan alat ukur optik
merupakan alat ukur yang menggunakan lensa.
Beberapa alat ukur non optik yang diperkenalkan pada modul 01 ini antara lain kayu ukur jarak, pita
ukur, rantai ukur, meteran, abney level, dan mistar. Sedangkan alat ukur optik yang dibahas pada
modul ini yaitu kompas, altimeter, GPS (Global Positioning System), dan Theodolit.
Jumlah pertemuan untuk modul ini sebanyak dua kali pertemuan dengan metode
pembelajaran collaborative learning (diskusi), teaching dan praktek penggunaan alat ukur.
Disamping pemberian materi dan diskusi serta praktek bersama, mahasiswa juga diberikan
tugas berupa pembuatan makalah mengenai alat ukur non optik dan optik yang harus
mereka
presentasekan. Indikator penilaian untuk bagian ini adalah 10 % dari total penilaian
keseluruhan pertemuan. Yang menjadi indikator penilaian adalah terampil dalam
menggunakan alat ukur non-optik dan optik dalam pengukuran dan pemetaan hutan yang
dinilai dalam dua unsur yakni ketepatan dan ketuntasan pembahasan tugas dan kreativitas dan
kerjasama dalam presentase.
Untuk Modul 02 (Pengukuran jarak dengan sudut horizontal dan vertikal) membahas
mengenai beberapa teknik dan pengertian dasar pengukuran jarak dengan sudut horizontal
dan sudut vertikal yang biasa digunakan dalam pengukuran dan pemetaan hutan. Pembahasan
modul ini diawali dengan uraian pengukuran jarak dengan sudut horisontal yang dilanjutkan
dengan pengukuran jarak dengan sudut vertikal. Beberapa sub bahasan yang dibahas antara lain
pengukuran jarak, sudut horizontal dan sudut vertical, azimuth dan back azimuth, intersecsion, dan
koreksi sudut serta beda tinggi.
Jumlah pertemuan untuk modul ini sebanyak tiga kali pertemuan dengan perpaduan metode
pembelajaran discovery learning dan project based learning, dan teaching. Tiap kelompok
menelaah secara mandiri materi ini dan kemudian mempraktekkannya dilapangan. Setelah
dua minggu, maka minggu ketiga diisi dengan presentase temuan selama praktek yang out
putnya antara lain tugas hasil pengukuran (portfolio/laporan). Indikator penilaian untuk
bagian ini adalah 20 % dari total penilaian keseluruhan pertemuan. Yang menjadi indikator
penilaian adalah laporan hasil pengukuran dilapangan dengan ketuntasan pembahasan
temuannya dan kreativitas dan kerjasama dalam presentase.
PETA KEDUDUKAN MODUL
Pengukuran Jarak
den an Sudut Horisontal dan Vertikal
Pengukuran/Pemetaan
Tata Batas dan Petak Hutan
Teknologi GPS
untuk Pen ukuran ada lokasi den an luasan terbatas
RINGKASAN ………………………………………………………………………. iv
MODUL I (Alat Ukur Non Optik dan Optik dalam Pemetaan Hutan)……………… 1
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pemetaan dan pengukuran suatu wilayah hutan ditentukan oleh beberapa hal diantaranya
jenis alat ukur yang digunakan. Secara garis besar, alat ukur pemetaan hutan dibagi menjadi alat
ukur optik dan non optik. Jenis dan bentuk alat ukur yang digunakanpun harus disesuaikan
dengan maksud dan tujuan pengukuran. Beberapa alat ukur yang banyak digunakan diantaranya
ialah alat ukur yang digunakan untuk menentukan beda tinggi antara dua titik (alat penyipat
datar atau alat ukur waterpass), alat ukur yang digunakan untuk mengukur sudut-sudut
(theodolit) dan ada alat ukur yang digunakan untuk pengukuran guna pembuatan peta
(boussole tranche montagne,
plancet). Meskipun kontruksi alat-alat ini berlainan, tetapi alat-alat ukur tanah ini mempunyai
beberapa bagian yang sama, jadi ada bagian-bagian yang selalu didapat pada bermacam-macam
alat ukur ini. Dengan kondisi ini maka diperlukan pengenalan alat ukur dalam bidang kehutanan
yang dibagi menjadi alat ukur non optik dan alat ukur optik.
Modul 01 (alat ukur optik dan non optik dalam pemetaan serta sistem koreksinya)
membahas mengenai beberapa jenis alat ukur optik dan non optik yang biasa digunakan
dalam pengukuran dan pemetaan hutan. Pembahasan modul ini diawali dengan uraian alat
ukur non optik yang dilanjutkan dengan alat ukur optik.
C. Kaitan Modul
Modul 01 ini merupakan modul awal dalam mata kuliah Pengukuran dan Pemetaan
hutan (keseluruhan 5 modul) yang kaitan sangat erat dengan modul lainnya karena
modul
rupakan d
inie sar pengen lan tentang jenis dan penggunaan lat ukur da am pemeta n
huta .
D. Sasa
an Pembelajaran Mo ul
Sasaran pem elajaran m dul yaitu mahasiswa di arapkan da pat memahami jenis-jenis
alat kur dan m mpu mempraktekkan penggunaan alat ukur o tik dan no optik dalam
kegiatan penguk ran dan p metaan hu an. Sistem pembelajar n yang diterapkan ial h
Colla borative Learning.
1. Kayu Ukur Ja ak
ibuat dari ayu yang ke ring betul dan panjangnya 3 cm atau 5 cm. penampangn a
adalah berbe tuk oval d ngan ukur n di tengah 5 cm diujungnya 3 cm. Ked a
dan
k ayu ukur di perlengkapi dengan be i dengan b ntuk sede ikiam rupa, hingga ga is
yang menyatakan ujung kayu ukur itu. Pada engukuran jarak deng n kayu uk r
s lalu digun kan dua batang kayu kur. Untu dapat me bedakan d a kayu uk r
aka pada setiap kayu u ur diberika warna yang berbeda.
s ling bersin gungan. Pe erjaan ini iulangi hin ga sampai etempat ya g berdekat n
dengan titik Q yang jaraknya a lebih kecil dari kayu uku . Jarak a i i
panjangny
diukur dengan mistar atau dengan ita ukur d ri baja. M ka jarak PQ akan sa a
dengan kelip tan panjan nya kayu u ur ditamba dengan a.
ayu ukur
arus dilet kkan men atar. Kayu ukur pertama ujung belakangn a
disentuhkan ada titik ,diletakkan mendatar engan pera taraan seb ah nivo d n
diujung muka nya kan unting-unting diatas tanah diimpitkan uj ng belaka g
dileta
ka yu ukur kedua, sedang pada ujung mukanya diletakkan lagi tali untin -unting ya g
enggantun tegak lurus. Pada kaki unting-unti g ini kan ujung elakang ka u
dileta
ukur pertam yang dip ndahkan d ri belakan ,dan seter snya. Den an demiki n
dapatlah diuku r jarak datar antar dua titk P an Q.
me
ang dibuat dari kain tidak banyak digunakan orang lagi, karena kura ng kuat d n
l kas rusak. Untuk me perkuat kainnya, maka kain diberi ari tembaga.
benang
ebar pita u ur ini kura g lebih 2 m dan panjangnya ada 10 m, 20 , atau 30 .
jung-ujung ya dibuat ari kulit. ekurangan pada pita kur dari k in ini adal h
endapat re angan bila basah dan lekas rusak. Maka dari itu pita uku dari kain i i
s karang jarang sekali di akai.
a hir pita uk r dapat dit mpatkan pada peganga sendiri atau kira-kira ada pita ba ja
s ndiri deng n jarak ku ang lebih 10 cm dari egangan. Skala pada ita ukur ba ja
dapat dibuat dengan cm, sedang pa
a keduanya sepanjang 0 cm dibagi dalam m
dan skala dibuat dengan garis-garis alus. Ada ula skala d buat denga diberi tan a
pelat dari ku ingan, untuk tiap- eter dari p lat kuningan kecil bundar. Pita
tiap yan
baja dapat digulung dalam tempat y ng dibuat ari kulit atau dapat digulung deng n
alat penggulung pita baja.
Pada waktu elakukan pengukuran engan pita baja, kan dua or ng pemban u
diperl
dan B. Pe angan yan ada luban nya a dipe ang oleh A yang dibel kang B ya g
dimuka memegang ujun pada luba g b. orang A menemp tkan pada lubang a pa a
titik ujung ari garis yang akan diukur. Orang B menar ik pita ukur baja ke mu a
P P
dan dengan etunjuk da i A pita uk ur diletakkan digaris l rus PQ. B menancapk n
pen pertama dilubang b pemegang ujung pita kur baja y ng di muk . Setelah itu,
k edua itu berjala ke muka dengan me bawa ked a ujung pita ukur baja.
orang
Setelah A ti a pada pe yang ditinggalkan oleh B dan pen diletakka dilubang a,
aka dengan petunjuk dari A, oleh B pita ukur baja dileta kan digari PQ lagi d n
pen kedua di asukkan di lubang b. edua oran itu berjala lagi ke m ka, sedang A
embawa pen yang dib lakang dan setelah A tiba pada pen kedua, m ka pekerja n
diulangi lagi. Dengan cara demikia , maka jar k yang diukur sama dengan juml h
pen yang ad di A kali panjang kur baja yang digunak n.
pita
4. Rantai Ukur J
rak.
Terdiri atas ata rantai yang dibuat dari kawat baja atau kawat besi galbani ya g
t balnya ada 3 atau 4 mm. tiap uju g mata ran ai diberi mata dan ma a rantai-mata
r ntai digabungkan satu ama lain d ngan gelan an hingga jarak antara dua gelang n
Pita ukur yang dipergunakan adalah yang terbuat dari bahan fiber. Ketelitian yang
dapat dicapai adalah sampai dalam satuan centimeter. Pergunakan pita ukur yang
memiliki panjang maksimal 30 meter. Karena, pengukuran lorong yang memiliki
panjang lebih dari 50 meter, akan terjadi lengkungan pada pita ukur karena berat pita
sendiri. Sehingga terjadi kesalahan pengukuran bila tetap dipergunakan.
6. Abney Level
Abney level adalah suatu alat rancang-bangun yang dapat digunakan untuk menentukan
kelerengan. Alat ini biasa digunakan pada bidang kehutanan dalam menghitung area
khususnya pada daerah yang medannya miring (untuk menghitung kemiringan lereng).
9. Mistar.
Gamb r 9. Mistar
istar yang digunakan pada pen ukuran menyipat datar dibuat d ri kayu d n
panjangnya ada 3 atau 4 meter, an ada yan 5 meter. K arena gnya ini d n
bah panja
untuk memu ahkan pen angkutann a, maka mistar-mistar apat dilipa 1,50 m at u
2,00 m. Skala mistar di uat dengan cm, tiap-ti p cm adalah blok mer h, putih at u
hitam. Tiap- iap meter iberi warn yang berlainan, merah-putih da hitam putih
untuk memu ahkan pem acaan meter.
B. Alat Ukur
dalam Pe etaan
Opti
1. Kompas
navigasi. Mata anginnya adalah utara, selatan, timur, dan barat. Bersama jam d n
s kstan, ko pas membentuk alat navigasi ang sangat akurat. lat ini tel h
membantu perkembangan perdagangan maritim dengan membuat perjalanan lebih
aman dan efisien.
Kompas adalah alat penunjuk arah yang digunakan untuk mengetahui arah
utara magnetis. Karena sifat kemagnetannya, jarum kompas akan menunjuk arah
utara-selatan (jika tidak dipengaruhi oleh adanya gaya-gaya magnet lainnya selain
magnet bumi). Tetapi perlu diingat bahwa arah yang ditunjuk oleh jarum kompas
tersebut adalah arah utara magnet bumi, jadi bukan arah utara sebenarnya.
Altimeter adalah alat untuk menguku r ketinggi n suatu ti ik dari per mukaan la t.
Biasanya digu akan sebag i navigasi dalam pener angan, akian, dan egiatan ya g
pen
berh ubungan ngan ketin gian. Alti eter bekerja dengan beberapa prinsi p :
d
• tekanan udara (
ang paling umum digu akan)
• Ma
net bumi engan sudu inclinasi)
(
• Gel
mbang (ultra sonic ma pun erah, dan lainnya)
infra
Altimeter meru pakan alat engukur ketinggian ya g bisa me bantu dala menentuk n
po isi. Pada edan yan bergunung tinggi. s tiap altim ter yang ipakai har s
dika librasi. Pe iksa ketelitian altimet r di titik-ti ik ketinggian yang pasti. Altimeter
sangat peka ter adap gunc ngan, peru ahan cuaca, dan peruba an temperatur.
GPS (Global osition Sys em) adalah sebuah ala yang digu akan untu menentuk n
po isi atau lok si. GPS ter iri dari 24 satelit yang engelilingi bumi 2 kal sehari dalam
sebuah orbit yang sangat b sar dan me gantarkan informasi ke bumi.
Ko struksi me cari titik ilapangan sampai terb ntuk suatu polygon syaratnya har s
ada peta tematik dan eta batas kawasan, edangkan rekonstruksi merupak n
pe gukuran ulang di lapangan, dilihat, tidak gampang tercabut/hila g di dalam
pe gambilan ti ik.
Jik salah satu satelit t rhalang atau terlihat samar-samar, maka p nerima ak n
me ggunakan satelit alte natif (cadangan) untuk menentu an lokasi secara cepat
tid knya alat alam penentuan titik/p sisi tergantung pada penerima cit a atau sinyal
sat lit. Sinyal GPS relatif lemah dan tidak dapat mengantar an informasi menemb s
be atuan, gedung, manusi atau loga . Jadi dala pengguna n GPS san atlah penti g
untuk menjaga citra/pemandangan langit tetap bersih untuk mendapatkan hasil yang
akurat.
4. Theodolit
Theodolit adalah alat ukur sederhana yang digunakan dalam pengukuran luas dan jarak
suatu areal dalam pembuatan peta. Theodolit terbagi atas lima diantaranya theodolit
universal Wild T2, theodolit Wild T3, theodolit repetisi dan theodolit tachimetri,
theodolit kompas Wild T0, dan theodolit Wild T05.
Dengan menggunakan alat ukur sudut (Theodolit) kita dapat mengukur sudut-sudut
kedua titik atau lebih dan sudut curaman terhadap bidang yang horizontal pada titik
pembacaan. Akan terdapat pada tiap-tiap titik suatu sudut horisontal dan vertikal.
Penyusunan alat theodolit ada dua macamnya sesuai dengan penggunaannya. Triangulasi
membutuhkan alat ukur sudut dengan kemungkinan pembacaan sudut dengan seteliti
mungkin. Alat ukur sudut ini dinamakan theodolit reiterasi atau theodolit detik atau
sekon. Pada theodolit yang sederhana dan agak tua pada plat dasar juga dipasangkan
lingkaran horisontal berskala tertentu. Pada alat ukur sudut yang lebih modern lingkaran
horisontal berskala dapat distel juga.
Pada theodolit repetisi lingkaran horisontal berskala dapat diputar pada sumbu pertama.
Karena itu sumbu pertama harus dibuat sedemikian rupa, menjadi suatu sumbu yang
rangkap. Dapat pula kita pilih pembacaan lingkaran horisontal berskala misalnya
sehingga pada waktu menyipat titik A pembacaan menjadi 0º dsb. Dengan keterangan
mengenai penyusunan alat ukur sudut yang singkat ini kita akan memperhatikan lebih
teliti theodolit-theodolit yang lebih modern. Theodolid modern didasarkan pada
pengalaman, bahwa theodolit kuno menjadi berat, pembacaan lingkaran horisontal dan
vertikal makan waktu dan memenatkan terutama pada pekerjaan trigulasi pada lapangan
yang sulit dengan theodolit reiterasi.
Jumlah pertemuan untuk modul ini sebanyak dua kali pertemuan dengan metode
pembelajaran collaborative learning (diskusi), teaching dan praktek penggunaan alat ukur.
Disamping pemberian materi dan diskusi serta praktek bersama, mahasiswa juga
diberikan tugas berupa pembuatan makalah mengenai alat ukur non optik dan optik yang
harus mereka presentasekan. Indikator penilaian untuk bagian ini adalah 10 % dari total
penilaian keseluruhan pertemuan. Yang menjadi indikator penilaian adalah terampil
dalam menggunakan alat ukur non-optik dan optik dalam pengukuran dan pemetaan
hutan yang dinilai dalam dua unsure yakni ketepatan dan ketuntasan pembahasan tugas
dan kreativitas dan kerjasama dalam presentase.
Demikian modul alat ukur non optik dan optik ini dibuat dan semoga dapat menuntun dan
membantu para peserta mata kuliah pengukuran dan pemetaan hutan untuk lebih memahami
materi yang disampaikan pada mata kuliah ini.
DAFTAR PUSTAKA
A. Frick, Heinz, 1979. Ilmu Dan Alat Ukur Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
Surveying Theory and Practice, 6 th ed. McGraw-Hill Book Company, New York.
D. Soetomo Wongsotjitro, 1989. Ilmu Ukur Tanah. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
E. Triono Budi Astanto, 1999. Pekerjaan Dasar Survei. Penerbit Kanisisus, Yogyakarta.
F. Sosrodarsono, S. dan Takasaki, 1983. Pengukuran Topografi dan Teknik Pemetaan.
PENGUKURAN JARAK
DENGAN SUDUT HORISONTAL DAN VERTIKAL
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setelah memahami materi alat ukur, maka modul ini akan mengantar mahasiswa
untuk mengetahui teknik pengukuran jarak dengan sudut horizontal dan sudut vertikal.
Salah satu dimensi atau unsur penting pengukuran dan pemetaan hutan ialah pengukuran
jarak. Jarak dapat diukur dengan menggunakan sudut horizontal termasuk arah
pergeserannya. Demikian pula dengan sudut vertikal akan menuntun kita untuk
mengetahui pengaruh perbedaan ketinggian dan relief permukaan bumi yang kita ukur.
Modul ini akan mengantar mahasiswa dalam mengukur jarak dengan menggunakan
sudut horizontal dan sudut vertikal sehingga dapat menentukan jarak secara tepat yang
sangat penting dalam pengelolaan dan pembangunan suatu areal hutan.
C. Kaitan Modul
Modul 02 ini merupakan modul lanjutan dalam mata kuliah Pengukuran dan
Pemetaan hutan (keseluruhan 5 modul) yang kaitan sangat erat dengan modul lainnya
yang berfungsi mengantar mahasiswa peserta mata kuliah untuk mengetahui teknik-
teknik pengukuran jarak dalam pemetaan hutan.
D. Sasaran Pembelajaran Modul
Arah orientasi merupakan salah satu unsur utama dalam proses pengukuran untuk
membuat peta, khususnya peta umum. Pada umumnya setiap peta memiliki arah utama
yang ditunjukkan ke arah atas (utara). Terdapat 3 (tiga) arah utara yang sering digunakan
dalam suatu peta.
Ketiga macam arah utara itu dapat berbeda pada setiap tempat. Perbedaan ketiga
arah utara ini perlu diketahui sehingga tidak terjadi kesalahan dalam pembacaan arah
pada peta. Arah utara magnetis merupakan arah utara yang paling mudah ditetapkan,
yaitu dengan pertolongan kompas magnetik. Perbedaan sudut antara utara magnetis
dengan arah dari suatu obyek ke tempat obyek lain searah jarum jam disebut sudut arah
atau sering disebut azimuth magnetis. Pada peta yang dibuat dengan menggunakan
kompas, maka perlu diberikan penjelasan bahwa utara yang digunakan adalah utara
magnetis. Lihat gambar 1.22.
Contoh:
Azimuth
Magnetis AB (Az, AB) = 70º
Azimuth Magnetis C (Az, AC) = 310º
1. Pengukuran Ja
ak
Perlu diketahui
bahwa ja ak yang dapat
diga barkan secara langsun pada peta adalah jarak horizontal, bukan jarak miring. Ol h
3. pabila di se panjang r jalan terse but terdapat obyek, rti bangunan, pagar, at u
jal sep
aliran sungai, maka obye tersebut d pat dipetaka n dengan cara menguku r jarak teg k
l rus dari titi pada garis ukur poko ke titik ya g mewakili obyek ters but. Garis i i
disebut offse . Pada contoh di bawa ini, terdap t obyek ru ah di pinggir garis uk r
Pada gambar 2.30. offset 01, 02, 03, 04 dan 05 ibuat tegak lurus terha ap garis uk r
dari titik A k titik A¹. Panjang offse 02 diukur ari titik a k titik a¹, da
seterusnya.
Pengga baran Hasil Penguku an
Setelah engukuran elesai, baik jarak maup n arahnya, maka Anda harus menggambar garis
garis uk r tersebut s suai denga skala yang sudah ditentukan. Gam arlah juga byek-obye
yang telah Anda ukur jaraknya dari garis uk r (jarak off et) dengan enggunak n simbol
simbol t rtentu. (Co a lihat kem ali kegiata 1).
Koreksi Kesalahan
Permasa ahan yang sering timbul pada pemetaan dengan alat sederh na adalah sebagai
berikut: esalahan embaca arah (azimuth agnetis) pada kompas ang kuran cermat dan
kesalaha mengukur jarak dengan meteran esalahan te sebut terutama terjadi pada garis
garis uk r yang me bentuk poligon tertutup. Seharusny titik A titik terakhir berhimpit.
da
Namun ada pengga barannya, titik tidak berhimpit, namun menja i A¹. Hal ini perlu
dikoreksi dengan menggunakan jarak kesala an secara proporsional di tiap titik B, C, D dan
E. Caranya adalah se bagai berik t:
Membuat garis lurus A, B, C, D , E yang jaraknya sam dengan jara k pada poligon A, B, ,
D, E. Misalnya jarak A - B pada poligon 5 c , maka jar k pada garis A - B juga 5 cm. Begitu
juga dengan B, C, D dan E, dan E - A¹. Bu tlah garis t gak lurus ke atas itik A¹ sesuai
dari
dengan panjang kesalahannya, y itu a. Dari aris kesala an tersebut tarik garis e titik A.
Buatlah aris yang sejajar dengan garis kesalahan (a) pada titik B, , D, dan E. Supaya lebih
jelas lihatlah gambar 1.31.
penguku an untuk p mbuatan p ta juga biasa disebut pengukuran t pografi, atau pengukur n
situasi, tau penguku ran dilakukan ntuk dapat menggamb rkan unsur- unsur: ala ,
detil,
buatan anusia dan bentuk pe mukaan ta ah dengan sistem dan cara tertentu. Di anta a
beberapa cara yang ibahas beri ut adalah c ra offset dan tachymetry .
P ngukuran dengan metode ini dapa dilakukan dengan me ggunakan alat sederha a
seperti kompas, alat pembuat sudut siku, pen ukur, meteran, namun untuk
mendapatkan hasil yang detail orang lebih banyak menggunakan Theodolit
berkompas.
Salah satu unsur penting pada peta topografi adalah unsur ketinggian yang biasanya
disajikan dalam bentuk garis kontur. Menggunakan pengukuran cara tachymetri,
selain diperoleh unsur jarak, juga diperoleh beda tinggi. Bila theodolit yang digunakan
untuk
pengukuran cara tachymetri juga dilengkapi dengan kompas, maka sekaligus bisa
dilakukan pengukuran untuk pengukuran detil topografi dan pengukuran untuk
pembuatan kerangka peta pembantu pada pengukuran dengan kawasan yang luas
secara efektif dan efisien.
Alat ukur yang digunakan pada pengukuran untuk pembuatan peta topografi cara
tachymetry menggunakan theodolit berkompas adalah: theodolit berkompas lengkap
dengan statif dan unting-unting, rambu ukur yang dilengkapi dengan nivo kotak dan
pita ukur untuk mengukur tinggi alat.
Data yang harus diamati dari tempat berdiri alat ke titik bidik menggunakan peralatan
ini meliputi: azimuth magnet, benang atas, tengah dan bawah pada rambu yang
berdiri di atas titik bidik, sudut miring, dan tinggi alat ukur di atas titik tempat berdiri
alat. Keseluruhan data ini dicatat dalam satu buku ukur. Pengukuran detil cara
tachymetri dimulai dengan penyiapan alat ukur di atas titik ikat dan penempatan
rambu di titik
bidik. Setelah alat siap untuk pengukuran, dimulai dengan perekaman data di tempat
alat berdiri, pembidikan ke rambu ukur, pengamatan azimuth dan pencatatan data di
rambu BT, BA, BB serta sudut miring m.
• Tempatkan alat ukur di atas titik kerangka dasar atau titik kerangka penolong dan
atur sehingga alat siap untuk pengukuran, ukur dan catat tinggi alat di atas titik ini.
• Dirikan rambu di atas titik bidik dan tegakkan rambu dengan bantuan nivo kotak.
berimpit dengan garis tengah rambu. Kemudian kencangkan kunci gerakan mendatar
teropong.
• Kendorkan kunci jarum magnet sehingga jarum bergerak bebas. Setelah jarum
setimbang tidak bergerak, baca dan catat azimuth magnetis dari tempat alat ke titik
bidik.
• Kencangkan kunci gerakan tegak teropong, kemudian baca bacaan benag tengah, atas
dan bawah serta cata dalam buku ukur. Bila memungkinkan, atur bacaan benang
tengah pada rambu di titik bidik setinggi alat, sehingga beda tinggi yang diperoleh
sudah merupakan beda tinggi antara titik kerangka tempat berdiri alat dan titik detil
yang dibidik.
• Titik detil yang harus diukur meliputi semua titik alam maupun buatan manusia yang
j rak-jaraknya dengan engukur ja ak aa’, bb’, cc’, dd’, osisi titik a, b, c dan d
s cara relatif dapat ditentukan.
Titik-titik det
il diikat de gan garis l rus pada garis ukur.
b. Tentukan sembarang garis pada garis ukur AB titik-ti ik a’, a”, ;, b”, c’, c”.
Usahakan segitiga a’a”a, b’b”b, c’c”c merup kan segitig samasisi a au samaka i.
Dengan engukur ja ak Aa’, Aa , Ab’, Ab”, Ac’, Ac”, Bc”, Bc’, b”, Bb’, Ba’,
Ba”, a’a, a”a, b’b, b”b, c’c, c”c mak posisi titik-titik a, b, c dapat
c. Langkah erhitungan
Pengukuran Polygon
Tertutup 1. Sudut
Pengambilan (b)
b luar = Hz (muka) – Hz (blk)
Syarat :
Jika å b lapangan ¹ å b teori maka ada koreksi. Adapun besar koreksi adalah :
1. Metode Perataan
Kor. Db = å kor. b / n
Kor. Db = ( d / å d ) . å kor. B