Anda di halaman 1dari 116

LAPORAN PRAKTIKUM

TEKNIK DASAR LABORATORIUM

LABORATORIUM AGROHORTI

Oleh :
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan, sehingga Laporan Praktikum Teknik Dasar Laboratorium
ini bisa terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini saya susun sebagai bagian
dari tugas mata kuliah Teknik Dasar Laboratorium.

Dalam penyusunan laporan ini, saya mengucapkan terimaksih sebesar-


besarnya kepada semua pihak yang telah membantu terselesaikannya laporan ini.
Adapun pihak-pihak tersebut antara lain:

1. Bapak Fatichin, SP.,MP. selaku dosen pengampu mata kuliah Teknik


Dasar Laboratorium.
2. Seluruh petugas laboratorium Fakultas Pertanian Universitas Jenderal
Soedirman.
3. Orang tua, sahabat, kerabat, dan pihak-pihak lainnya yang tidak bisa
penyusun sebutkan satu persatu.

Saya selaku penyusun menyadari bahwa laporan praktikum ini belumlah


dikatakan sempurna. Untuk itu, dengan sangat terbuka saya menerima kritik dan
saran dari pembaca sekalian. Semoga laporan praktikum ini bermanfaat untuk kita
semua.

Purwokerto, 1 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

i
i
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
ACARA I PENGUKURAN VOLUME
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................2
A. Gelas Ukur.................................................................................................2
B. Pipet Ukur..................................................................................................2
C. Mikropipet.................................................................................................3
III. METODE PRAKTIKUM..............................................................................5
A. Bahan dan Alat...........................................................................................5
B. Prosedur Kerja...........................................................................................5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................5
A. Hasil...........................................................................................................6
B. Pembahasan...............................................................................................7
V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
LAMPIRAN..........................................................................................................14
ACARA II PRESISI, AKURASI, DAN KALIBRASI

ACARA III PENGUKURAN KEKERUHAN LARUTAN UNTUK


MENGUKUR KANDUNGAN SEL

ii
ACARA IV PENGUKURAN MIKROSKOP CAHAYA TERANG UNTUK
MENGHITUNG JUMLAH STOMATA DAN POLEN FERTIL
ACARA V PENGUKURAN MIKROSKOP STEREO UNTUK
MENGIDENTIFIKASI STRUKTUR ORGAN SERANGGA, HAMA,
PARASITOID, DAN PREDATOR

DAFTAR GAMBAR

iii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran

iv
v
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENGUKURAN PANJANG DAN LEBAR CABAI,


BIJI KEDELAI DAN DRAWING PEN

Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020

1
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Ilmu Fisika merupakan ilmu pengetahuan yang berlandaskan eksperimen,


dimana eksperimen itu sendiri terbagi dalam beberapa tahapan, di antaranya
pengamatan, pengukuran, menganalisis, dan membuat laporan hasil eksperimen.
Dalam melakukan eksperimen diperlukan pengukuran dan alat yang digunakan di
dalam pengukuran yang disebut alat ukur. Mengukur merupakan kegiatan
membandingkan besaran dengan besaran lain sebagai acuan. Dalam setiap
pengukuran selalu digunakan alat ukur.

Pengukuran produk pertanian merupakan salah satu cara untuk menentukan


sifat fisikawi benda padat. Beberapa sifat fisikawi berkaitan dengan volume benda
padat seperti halnya densitas, berat jenis, konsentrasi, angka muai, luas
permukaan dan lainnya. Beberapa penggunaan berkaitan dengan sifat fisikawi
bahan tersebut telah banyak dipublikasikan. Perubahan densitas sering digunakan
untuk menentukan kemasakan buah dan umbi (Gould. 1957).

Dalam fisika terdapat dua jenis besaran fisika yaitu besaran pokok dan
besaran turunan, untuk menghitung besaran-besaran tersebut dibutuhkan alat ukur
yang valid dan benar dengan dibutuhkan cara pengukuran yang benar pula,
seringkali kita mendapatkan kesulitan untuk mengetahui panjang dari suatu benda
diantaranya pita, kayu, panjang tanag dan lain sebagainya, untuk memudahkan
untuk mengetahui panjang dari masing-masing benda tadi kita memerlukan alat
ukur panjang yaitu mistar ataupun meteran, kedua alat ini tepat digunakan untuk
mengukur panjang bukan untuk mengukur besaran yang lain. Lantas untuk
mengetahui lebih dalam tentang mistar dan meteran ini kita seharusnya mampu
menjelaskan definisi dan fungsi dari mistar dan meteran, untuk menjelaskan
prinsip kerja dan pemanfaatan dalam pembelajaran fisika, untuk mengetahui cara

2
pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, dan menuliskan hasil
pengukuran, Dapat melakukan kalibrasi alat ukur. Alat ukur merupakan alat yang
digunakan untuk mengetahui nilai dari suatu besaran, alat ukur tertentu digunakan
untuk menghitung besaran tertentu pula, tidak bisa digunakan secara acak untuk
semua alat ukur, terdapat berbagai alat ukur ada dalam kehidupan sehari-hari kita
misalnya mistar dan meteran untuk mengukur niali panjang, neraca untuk
menghitung berat, thermometer digunakan untuk menghitung suhu dan lain
sebagainya.

B. Tujuan

1. Dapat menggunakan alat ukur


2. Mampu membedakan keakuratan suatu alat ukur

3
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran merupakan suatu cara mendapatkan hasil atau data dalam sebuah
pengamatan. Morris menjelaskan bahwa dalam proses pengukuran, dibutuhkan
pengetahuan mengenai identifikasi, pengolahan, pengaturan, dan analisis.
Mengukur berarti membandingkan suatu nilai yang terukur dengan alat yang telah
distandarisasi (Junaidi 2013:59)

Dalam fisika terdapat dua jenis besaran fisika yaitu besaran pokok dan
besaran turunan, untuk menghitung besaran-besaran tersebut dibutuhkan alat ukur
yang valid dan benar dengan dibutuhkan cara pengukuran yang benar pula,
seringkali kita mendapatkan kesulitan untuk mengetahui panjang dari suatu benda
diantaranya pita, kayu, panjang tanag dan lain sebagainya, untuk memudahkan
untuk mengetahui panjang dari masing-masing benda tadi kita memerlukan alat
ukur panjang yaitu mistar ataupun meteran, kedua alat ini tepat digunakan untuk
mengukur panjang bukan untuk mengukur besaran yang lain.

Untuk mengetahui lebih dalam tentang mistar dan meteran ini kita seharusnya
mampu menjelaskan definisi dan fungsi dari mistar dan meteran, untuk
menjelaskan prinsip kerja dan pemanfaatan dalam pembelajaran fisika, untuk
mengetahui cara pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, dan
menuliskan hasil pengukuran, Dapat melakukan kalibrasi alat ukur.

Alat ukur yang digunakan sesuai demgan besaran yang akan diukur, misalnya
panjang maka alat ukurnya adalah mistar, meteran, mikrometer sekrup, jangka
sorong dan lain lain. Setiap alat ukur diatas memiliki fungsi utama yang sama
yaitu mengukur panjang. Namun ada keistimewaan tersendiri pada setiap alat alat
ukur tersebut baik dari segi fisik maupun segi kegunaan.

4
Penggaris merupakan alat ukur panjang dan alat bantu gambar untuk
menggambar garis lurus. Alat ukur yang satu ini banyak sekali digunakan secara
universal, baik untuk keperluan pengukuran atau hal lainnya

Jangka sorong adalah alat ukur yang ketelitiannya dapat mencapai


seperseratus milimeter. Terdiri dari dua bagian, bagian diam dan bagian bergerak.
Pembacaan hasil pengukuran sangat bergantung pada keahlian dan ketelitian
pengguna maupun alat. Sebagian keluaran terbaru sudah dilengkapi dengan
display digital. Pada versi analog, umumnya tingkat ketelitian adalah 0.05mm
untuk jangka sorang dibawah 30cm dan 0.01 untuk yang di atas 30cm. (Antika et
al 2012)

Jangka sorong digital mempunyai dua bagian, yaitu: (1) Bagian bergerak;
(2) Bagian diam. Jangka sorong digital memiliki ketelitian sebesar 0,01 mm dan
jangka sorong digital hanya mampu mengukur sampai kedalaman15 cm. Jangka
sorong digital mempunyai empat pin keluaran, yaitu (1) +1,5 V DC; (2) Data; (3)
Clock; (4) Ground. Jangka sorong digital antarmuka dengan arduino untuk
menampilkan data jangka sorong ke LCD 16x2 untuk mempermudah pembacaan
dan interface komputer. Konverter tegangan yag digunakan jangka sorong digital
untuk antar muka dengan arduino adalah dengan memanfaatkan transistor BC548.
(Fanani, 2014)

Kesalahan dalam pengukuran, disebut measurement bias (measurement


error), menghasilkan data yang tidak valid, mengakibatkan hasil-hasil penelitian
tidak valid, tidak benar. Kesalahan dalam pengukuran merupakan kesalahan yang
sangat serius, jauh lebih serius daripada ukuran sampel (sample size) yang sering
dipersoalkan oleh orang-orang yang awam dalam metodologi riset, baik di dalam
maupun di luar kampus. Ibarat orang menembak ke sasaran tembak, laras senapan
yang digunakan hendaknya lurus, tidak lancung (bengkok). Senapan lancung
(measurement error) tidak akan mengenai sasaran dengan benar meski digunakan
berkali-kali (Murti, 2011). Metode yang umum digunakan untuk mendapatkan
ketelitian data yang tinggi (kisaran cm sampai dengan mm) adalah metode

5
diferensial statik. Hal tersebut dikarenakan data pengukuran yang didapatkan pada
suatu titik pengamatan lebih banyak apabila dibandingkan dengan metode
diferensial kinematic (Ramadhon, 2015).

III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu 3 buah cabai, 3 buah
kedelai dan 1 buah drawing pen. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
neraca ohaus, pensil, dan bolpoin.

B. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut :


1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Bahan pertama yaitu cabai, diukur menggunakan jangka sorong, setelah itu
diukur menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan dengan diukurnya
panjang dan lebar cabai. (selalu pehatikan sekala dengan benar).
3. Pengukuran dilanjutkan pada biji kedelai, biji kedelai pertama diukur dengan
jangka sorong dan pengukuran kedua diukur dengan penggaris. Pengukuran
dilakukan dengan diukurnya panjang dan lebar biji kedelai.
4. Bahan terakhir yang diukur adalah drawing, diukur dengan menggunakan
jangka sorong dan penggaris. Pengukuran dilakukan dengan diukurnya
panjang dan lebar drawing paen.
5. Pengukuran terakhir pada drawing pen dilakukan dengan jangka sorong
digital. Jangka sorong dikalibrasi dan drawingpen diukur pada keadaan stabil
agar hasilnya tepat.

6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

NO Variabel Alat Ukur Objek Ulangan Kelompok Rata-


Ukur rata
1 2 3 4 5
1 Panjang Penggaris Cabai 1 6,6 cm 5 cm 6,5 cm 4,5 cm 8 cm 6,1 cm
2 5 cm 5 cm 6,5 cm 6,5 cm 6,5 cm 5,9 cm
3 9,5 cm 4,6 cm 7,2 cm 3,7 cm 5 cm 6,0 cm
Jangka Cabai 1 1,1 cm 5,5 cm 7,3 cm 6, 7 cm 8,5 cm 5,8 cm
2 8,9 cm 5,0 cm 7,5 cm 6,2 cm 6,2 cm 6,8 cm
Sorong
3 0,8 cm 5,5 cm 7,2 cm 6,1 cm 9,0 cm 4,3 cm
Penggaris Kedelai 1 0,5 cm 0,8 cm 0,7 cm 0,8 cm 0,7 cm 0,7 cm
2 0,8 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,8 cm 0,5 cm 0,6 cm
3 0.8 cm 0,7 cm 0,7 cm 0,7 cm 0,7 cm 0,7 cm
Jangka Kedelai 1 0,8 cm 0,5 cm 0,7 cm 0,8 cm 1,3 cm 0,8 cm
2 1,1 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,7 cm 1,3 cm 0,9 cm
Sorong
3 0,9 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,7 cm 1,2 cm 0,8 cm
Penggaris Drawing 1 14,1 cm 14,1 cm 14,2 cm 14,2 cm 14,2 cm 14,1 cm

Pen
Jangka Drawing 1 14,4 cm 14,1 cm 14,1 cm 14,3 cm 14,7 cm 14,3 cm

Sorong Pen
2 Lebar Penggaris Cabai 1 0,8 cm 0,8 cm 0,7 cm 1,3 cm 0,8 cm 0,8 cm
2 0,6 cm 1,3 cm 0,6 cm 0,9 cm 0,7 cm 0,8 cm
3 0,8 cm 1,0 cm 0,8 cm 0,8 cm 0,8 cm 0,8 cm
Jangka Cabai 1 1,8 cm 0,9 cm 0,7 cm 0,8 cm 1,4 cm 1,1 cm
2 1,1 cm 1,1, cm 0,6 cm 0,8 cm 1,3 cm 0,7 cm
Sorong
3 0,8 cm 0,8 cm 0,8 cm 0,9 cm 1,5 cm 1,1 cm
Penggaris Kedelai 1 0,4 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,5 cm
2 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,5 cm
3 0,7 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
Jangka Kedelai 1 0,8 cm 0,8 cm 0,6 cm 0,6 cm 1,1 cm 0,6 cm
2 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 1,1 cm 0,7 cm
Sorong
3 0,9 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,7 cm 1,1 cm 0,7 cm
Penggaris Drawing 1 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm
Pen
Jangka Drawing 1 0,7 cm 0,9 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,5 cm 1,0 cm
Sorong Pen

7
B. Pembahasan

1. Jangka Sorong
Jangka sorong berfungsi untuk mengukur panjang, ketebalan, diameter
dalam dan diameter luar suatu benda sekaligus dapat digunakan untuk mengukur
kedalaman suatu benda. Manfaat jangka sorong dibandingkan alat ukur panjang
lainnya adalah jangka sorong dapat mengukur (panjang, ketebalan, diameter
dalam, diameter luar dan kedalaman) benda yang berukuran kecil dengan
ketelitian yang cukup bagus. Namun, jangka sorong tidak dapat digunakan pada
benda yang lebih besar. Prinsip kerja jangka sorong adalah benda ukur ditahan
pada salah satu sisi/permukaannya oleh rahang ukur tetap, kemudian rahang geser
digeserkan sehingga rahang ukur gerak menempel pada sisi lainnya. Pada saat
benda ukur dijepit seperti ini pengukur dapat membaca posisi garis indeks pada
skala ukur, bila perlu dikunci, kemudian baru dibaca hasil pengukurannya.

Cara menggunakan jangka sorong adalah sebagai berikut :

1) Mengukur panjang benda

Untuk mengukur panjang benda dapat dilakukan dengan langkah berikut :

a. Geser rahang geser jangka sorong sedikit kekanan sedemikian


sehingga benda yang akan diukur dapat masuk diantara kedua rahang
b. Geser rahang geser kekiri sehingga benda tepat terjepit oleh kedua
rahang
2) Mengukur ketebalan benda

Untuk mengukur ketebalan benda dapat dilakukan dengan langkah berikut :

a. Geser rahang geser jangka sorong sedikit kekakan sehingga benda


yang akan diukur ketebalannya dapat masuk diantara kedua rahang
b. Geser rahang geser kekiri sehingga benda terjepit oleh kedua rahang
3) Mengukur diameter dalam benda

Untuk mengukur diameter dalam suatu benda dapat dilakukan dengan langkah
berikut :

8
a. Menggeser rahang geser jangka sorong sedikit kekanan
b. Letakkan benda/cincin yang akan diukur sedemikian sehingga kedua
rahang jangka sorong masuk kedalam benda/cincin tersebut
c. Geser rahang geser kekanan sedemikian sehingga kedua rahang jangka
sorong menyentuh kedua dinding dalam benda/cincin.
4) Mengukur diameter luar benda

Untuk mengukur diameter luar benda dapat dilakukan dengan langkah berikut:

a. Menggeser rahang jangka sorong kekanan sehingga benda yang diukur


dapat masuk diantar kedua rahang.
b. Letakkan benda yang akan diukur diantara kedua rahang.
c. Geser rahang geser kekiri sedemikian sehingga benda yang diukur
terjepit oleh kedua rahang
5) Mengukur kedalaman benda

Untuk mengukur kedalaman suatu benda dapat dilakukan dengan langkah berikut

a. Letakkan benda atau tabung yang akan diukur dalam posisi tegak
b. Putar jangka sorong yang dalam keadaan tegak kemudian letakkan
ujung jangka sorong ke permukaan tabung yang akan diukur
dalamnya.
c. Geser rahang geser kebawah sehingga ujung batang pada jangka
sorong mengenai dasar tabung.

Cara membaca hasil pengukuran jangka sorong adalah sebagai berikut:

a) Bacalah skala utama yang berhimpit atau skala terdekat tepat


didepan titik nol skala nonius
b) Baca skala nonius yang tepat berhimpit dengan skla utama
c) Hasil pengukuran dinyatakan dengan persamaan

Hasil = skala utama + (skala nonius yg berhimpit x skala terkecil jangka sorong)

Cara mengkalibrasi jangka sorong :

9
Jangka sorong dikalibrasi dengan cara mendorong rahang geser hingga
menyentuh rahang tetap. Apabila rahang geser berada pada posisi yang tepat di
angka nol, yaitu angka nol pada skala utama dengan angka nol pada skala nonius
saling berhimpit pada satu garis lurus, maka jangka sorong tersebut sudah
terkalibrasi dan siap digunakan.

Jika pembacaan kalibrasi kurang dari nilai seharusnya, dalam arti Strip 0 awal
pada Skala Geser belum mencapai Strip 0 pada Skala Utama, maka lakukanlah
pembacaan selisih pergeseran tersebut dengan mencari strip pada Skala Geser
yang segaris dengan strip pada Skala Utama. Bacalah selisih pergeseran tersebut
dengan hitungan mundur. Artinya jika strip pada Skala Geser yang segaris dengan
strip pada Skala Utama menunjukkan pada angka 0.85 mm, maka selisih
pergeseran tersebut adalah 0.15 mm dari Nilai 0 Skala Utama. Selanjutnya
apabilaalat tersebut digunakan untuk mengukur, maka hasil pengukuran harus
ditambah dengan 0,15 cm.

2. Penggaris

Penggaris merupakan alat ukur panjang dan alat bantu gambar untuk
menggambar garis lurus. Alat ukur yang satu ini banyak sekali digunakan secara
universal, baik untuk keperluan pengukuran atau hal lainnya, Pada umumnya,
mistar memiliki skala terkecil 1 mm atau 0,1 cm. Mistar mempunyai ketelitian
pengukuran 0,5 mm, yaitu sebesar setengah dari skala terkecil yang dimiliki oleh
mistar. Ada berbagai macam penggaris, dari mulai yang lurus sampai yang
berbentuk segitiga (biasanya segitiga siku-siku sama kaki dan segitiga siku-siku
30 ° -60 °). Penggaris bentuknya sejajar digunakan untuk menggaris baris, tetapi
biasanya penggaris juga berisi garis dikalibrasi untuk mengukur jarak. Unit
pengukuran pada alat ini adalah inch, milimeter, dan centimeter Didalam
penggaris terdapat bagian-bagian yang menunjang penggaris diantaranya adalah
Satuan millimeter, Satuan inci, dan Satuan centimeter.Setiap pengukuran pasti
memiliki kemungkinan atas kesalahan pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran,
disebut measurement bias (measurement error), menghasilkan data yang tidak

10
valid, mengakibatkan hasil-hasil penelitian tidak valid, tidak benar. Kesalahan
dalam pengukuran merupakan kesalahan yang sangat serius, jauh lebih serius
daripada ukuran sampel (sample size) yang sering dipersoalkan oleh orang-orang
yang awam dalam metodologi riset, baik di dalam maupun di luar kampus. Ibarat
orang menembak ke sasaran tembak, laras senapan yang digunakan hendaknya
lurus, tidak lancung (bengkok). Senapan lancung (measurement error) tidak akan
mengenai sasaran dengan benar meski digunakan berkali-kali (Murti, 2011).

Kesalahan pengukuran ditandai dengan tidak presisinya suatu data.


Kesalahan yang paling lazim dialami adalah karena ketidak telitian pembacaan
hasil. Pada penggaris atau mistar yang memiliki ketelitian standar cm, kesalahan
pembacaan hasil kemungkinan sangat kecil, namun pada jangka sorong, kesalahan
pembacaan hasil dapat dimungkinkan sangat besar, apalagi harus memperhatikan
kelurusan garis pada jangka sorong.

Berbeda dengan jangka sorong konvensional yang memiliki kesalahan


dalam pembacaan hasil, jangka sorong digital lebih kepada keadaan janga sorong
tersebut yang harus setabil, jika terlalu banyak bergerak maka akan mengubah
hasil. Cara pengoprasian jangka sorong digital pun berbeda karena harus
dikalibrasi terlebih dahulu, namun data yang diambil tidak akan berubah jika
sudah dikunci.

6.

11
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara 6 ini, yaitu


1. Pengukuran merupakan suatu cara mendapatkan hasil atau data dalam
sebuah pengamatan. Morris menjelaskan bahwa dalam proses
pengukuran, dibutuhkan pengetahuan mengenai identifikasi, pengolahan,
pengaturan, dan analisis. Mengukur berarti membandingkan suatu nilai
yang terukur dengan alat yang telah distandarisasi
2. Jangka sorong adalah alat ukur yang digunakan untuk mengukur suatu
benda dengan tingkat ketelitian seperseratus milimeter. Terdiri dari dua
pasang rahang. Pasangan rahang pertama digunakan untuk mengukur
diameter dalam, sedangkan pasangan yang kedua digunakan untuk
mengukur diameter luar.
3. Penggaris merupakan alat ukur panjang dan alat bantu gambar untuk
menggambar garis lurus. Alat ukur yang satu ini banyak sekali digunakan
secara universal, baik untuk keperluan pengukuran atau hal lainnya.

B.Saran

Untuk praktikum pada periode selanjutnya para peserta bisa lebih kondsif dan
dapat mengikuti praktikum dengan fokus.

12
DAFTAR PUSTAKA

Soetiarso, T.A., W. Setiawati, dan D. Musaddad. 2011. Keragaan Pertumbuhan,


Kualitas Buah, dan Kelayakan Finansial Dua Varietas Cabai Merah.
Balai Penelitian Tanaman Sayuran Lembang, Bandung.

Fitriani Latifah , Toekidjo , dan Purwanti Setyastuti. 2013. The Performance Of


Five Cultivated Varieties Of Pepper (Capsicum Annuum L.) At The Middle
Land. Fakultas Pertanian Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.

Desita A Yaufa , Sukma Dewi, dan Syukur Muhammad. 2015. Horticulture Trait
Evaluation of IPB Ornamental Pepper Lines in Leuwikopo Experimental
Field. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.

Effendi M Amrullah, Asyari Humairoh, dan Gultom Tumiur. 2018. Identification


Diversity Of Cayenne Pepper (Capsicum Frutescens L) Based On
Morphological Characters In Deli Serdang. Jurusan Pendidikan Biologi,
Universitas Negeri Medan, Medan.

Rahma I Nur, dan Ratnawati. 2018. Red Pepper Productivity Effected By Various
Concentration Organic Fertilizer. Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.

Pantilu L Indried, dkk. 2012. Morphological and Anatomical Responses of The


Soybean (Glycine max (L.) Merill) Sprouts to The Different Light Intensity.
Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi Manado,
Manado.

Suryatin, B. 2008. Fisika VIII untuk Sekolah Menengah Pertama dan MTs.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta

13
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENGUKURAN BOBOT

Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020

14
I. PENDAHULAN

A. Latar Belakang

Pengukuran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan nilai


suatu besaran. Kegiatan pengukuran mempunyai dampak yang luas terhadap ilmu
pengetahuan, kehidupan pribadi manusia dan masyarakat dalam meningkatkan
efisiensi. Kehidupan modern makin dicirikan oleh canggihnya perangkat untuk
memperoleh data. Manusia modern makin bergantung kepada kegiatan
mandapatkan data yang secara teknis dinamakan pengukuran. Dengan demikian
manusia dapat memantau dan mengendalikan kahidupannya secara ketat
danefisien. Peranan pengukuran dalam kehidupan manusia semakin terasa vital
dan imperatif (Ibrahim, 1998 dalam Tirtasari, 2017)

Kedelai merupakan salah satu komoditas pertanian yang tergolong paling


banyak dikonsumsi oleh bangsa Indonesia. Konsumsi kedelai terus meningkat
semenjak tahun 2000 dan sulit dipenuhi oleh produksi kedelai nasional yang tidak
pernah beranjak dari 1.3 ton ha-1 . Produktivitas tersebut masih kalah jauh jika
dibandingkan produktivitas kedelai di Amerika Serikat dan Brazilia yang rata-rata
telah mencapai 2.7 ton ha-1 . Impor kedelai merupakan jawaban yang dalam skala
jangka pendek yang berarti menghabiskan devisa negara sebesar Rp. 3.58 triliun
per tahun (Agrinews Online 2008). Produktivitas yang rendah tersebut dapat
disebabkan oleh luas area panen yang semakin sempit, kualitas tanah yang tidak
memadai, dan iklim yang tidak menentu.

Produktivitas kedelai dapat ditingkatkan melaui penggunaan benih varietas


unggul dan pupuk yang murah dan dalam jumlah yang mencukupi. Varietas
unggul yang diharap-kan ialah yang tahan kemasaman tinggi dan kadar P tanah
rendah, potensi hasil > 2 ton ha-1 pada berbagai kondisi tanah dan lingkungan
(Suryati et al. 1999; Suryati et al. 2006; Suryati & Chozin, 2007). Satu genotipe,
yaitu 19BE, terbukti memiliki respon yang konsisten terhadap pupuk hayati

15
Rhizobium dan fungi pelarut fosfat (Nusantara et al. 2009). Genotipe tersebut juga
memiliki mekanisme spesifik untuk beradaptasi dengan tanah mineral masam
kahat P (Bertham et al. 2009). Para peneliti telah berhasil membuktikan aplikasi
pupuk hayati dapat meningkatkan hasil kedelai jika diimbangi dengan pemberian
pupuk dengan dosis yang tepat (Saraswati et al. 1999; Simanungkalit 2001).
Sejauh ini belum pernah dilaksanakan pengujian dosis pupuk buatan yang tepat
dalam kaitannya dengan aplikasi pupuk hayati untuk peningkatan produktivitas
genotipe baru kedelai di tanah mineral masam di Indonesia maupun belahan bumi
lainnya

Pentingnya peran neraca dalam laboratotium membuat setiap peneliti atau


praktikan dalam laboratorium harus mampu menggunakan neraca. Meskipun
sudah terdapat neraca digital yang lebih mudah dalam membacanya, namun dalam
hal kalibrasi dan penggunaannya tetap harus diketahui. Hal tersebut untuk
menghindari kecelakaan kerja dan penurunan bahkan kerusakan pada neraca yang
telah digunakan oleh praktikan.

B. Tujuan

1. mengetahui akurasi dan presisi suatu alat yang digunakan untuk


menimbang biji/benih

16
II. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman yang berdaya hasil tinggi dan
sesuai untuk lahan kering masam memiliki bobot biji 12 g/100 biji. Galur-galur
kedelai yang diuji memiliki bobot 100 biji yang lebih tinggi dari bobot tersebut
sehingga galur-galur kedelai yang diuji belum sesuai dengan tipe tanaman yang
berdaya hasil tinggi. Hidayat (1985) menambahkan bahwa ukuran biji ditentukan
oleh genetik, namun ukuran biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan
selama proses pengisian biji, seperti kondisi kekeringan yang menyebabkan
ukuran biji lebih kecil. Sopandie et al. (2006) melaporkan bahwa ukuran biji
merupakan salah satu kriteria penting dalam perakitan varietas baru kedelai,
karena berkaitan dengan keinginan konsumen yang lebih menyukai biji ukuran
besar sehingga peningkatan ukuran biji melalui seleksi harus dilakukan bersamaan
dengan peningkatan daya hasil.
Bobot 100 butir merupakan karakter untuk mengetahui ukuran biji kedelai,
semakin besar bobot 100 butir biji kedelai maka ukuran biji kedelai juga semakin
besar. Tanaman kedelai yang tumbuh pada lingkungan ternaungi pada fase
generatif akan mengalami penurunan aktivitas fotosintesis sehingga alokasi
fotosintat ke organ reproduksi menjadi berkurang hal ini menyebabkan ukuran biji
menjadi lebih kecil dibandingkan pada kondisi terbuka (Kakiuchi dan Kobata
2004).
Varietas Wilis memberikan hasil bobot biji per tanaman dan bobot biji per
petak yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, namun tidak berbeda
nyata dengan varietas Anjasmoro dan Tanggamus. Jumlah polong berisi, jumlah
polong hampa dan jumlah polong total sangat berpengaruh terhadap bobot biji per
tanaman. Varietas Wilis memiliki nilai rata-rata tertinggi pada semua indikator
tersebut sehingga menyebabkan varietas Wilis memiliki nilai tertinggi terhadap
bobot biji pertanaman yang diikuti dengan meningkatnya bobot biji per petak dan
akan mempengaruhi hasil per ha nya.

17
Kesalahan dalam pengukuran, disebut measurement bias (measurement error),
menghasilkan data yang tidak valid, mengakibatkan hasil-hasil penelitian tidak
valid, tidak benar. Kesalahan dalam pengukuran merupakan kesalahan yang
sangat serius, jauh lebih serius daripada ukuran sampel (sample size) yang sering
dipersoalkan oleh orang-orang yang awam dalam metodologi riset, baik di dalam
maupun di luar kampus. Ibarat orang menembak ke sasaran tembak, laras senapan
yang digunakan hendaknya lurus, tidak lancung (Murti, 2011).

18
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu 100 butir kedelai yang
akan di ukur bebannya. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah neraca
ohaus, pensil, dan bolpoin.

B. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut :


1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Kedelai dihitung hingga berjumlah 100 buah.
3. Tombol tare pada timbangan digital ditekan.
4. Kedelai diletakan pada papan penimbang
5. Hasil dilihat saat angka berhenti bergerak.
6. Menggunakan neraca ohaus, geser sekala penimbang mulai dari yang paling
kecil.
7. Hasil dilihat saat neraca sudah lurus dengan pengukur.

19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 2 Hasil Pengukuran bobot (gram)

No Variabel Alat Ukur Objek Ulangan Kelompok Rata-


Ukur rata

1 2 3 4 5

1 Bobot Timbangan Kedelai 1 18,8 19,3 18,3 17,8 19,2 18,6


100 biji Neraca
kedelai

Timbangan 1 18,8 19,3 18,3 18,8 19,2 18,8


Digital

A. Pembahasan

Tanaman kedelai dikenal dengan beberapa nama botani Glycine soja dan
Soja max. Kedelai termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub-
divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Leguminosae,
sub-famili Papilionaceae, genus Glycine, spesies Glycine max (L.) Merr.
(Adisarwanto 2005).

Berbagai varietas edamame yang pernah dikembangkan di Indonesia antara


lain Ocunami, Tsuronoko, Tsurumidori, Taiso dan Ryokkoh. Warna bunga
varietas Ryokkoh adalah putih, sedangkan varietas yang lainnya ungu. Saat ini

20
varietas yang dikembangkan untuk produk edamame beku adalah Ryokkoh asal
Jepang dan R 75 asal Taiwan (Soewanto et al. 2007).

Sifat fisik dan kimia biji kedelai juga turut menentukan pemanfaatan kedelai
sebagai bahan pangan. Berdasarkan warna bijinya, kedelai dapat digolongkan
menjadi kedelai putih/kuning, hijau, dan hitam. Warna biji ini sangat
mempengaruhi penggunaan kedelai sebagai bahan makanan, misalnya untuk
produk kecap lebih disukai kedelai hitam, biji kuning sampai hijau untuk tahu,
dan biji kuning untuk tempe.

Menurut Susanto dan Saneto (1994), ukuran biji kedelai tergolong kecil
apabila memiliki bobot 8-10 g/100 biji, berukuran sedang jika bobotnya 10-13
g/100 biji, dan berukuran besar bila bobotnya > 13 g/100 biji. Ukuran biji juga
berpengaruh terhadap pemanfaatan kedelai.

Menurut Krisdiana (2004), sekitar 93% pengrajin tempe menyukai biji


kedelai yang warna kulitnya kuning dan ukurannya besar (82%), karena
menghasilkan tempe yang warnanya cerah dan volumenya besar (Antarlina et al.
2000). Oleh karena itu, pengrajin tempe lebih memilih kedelai impor yang ukuran
bijinya lebih besar, seragam, dan kualitasnya lebih baik (bebas dari
kotoran/campuran), sehingga tidak memerlukan tambahan tenaga dan waktu untuk
membersihkan sebelum diolah menjadi tempe. Beberapa varietas unggul kedelai
yang dilepas akhir-akhir ini umumnya berwarna kuning dan memiliki ukuran biji
besar untuk memenuhi kebutuhan tersebut, seperti Argomulyo, Bromo,
Burangrang, Panderman, dan Anjasmoro. Oleh karena itu, dalam pengembangan
standar mutu biji kedelai perlu pula dipertimbangkan untuk memasukan
komponen warna, ukuran, dan keseragaman biji kedelai, khususnya untuk produk
tertentu.

Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman yang berdaya hasil tinggi dan
sesuai untuk lahan kering masam memiliki bobot biji 12 g/100 biji. Galur-galur
kedelai yang diuji memiliki bobot 100 biji yang lebih tinggi dari bobot tersebut

21
sehingga galur-galur kedelai yang diuji belum sesuai dengan tipe tanaman yang
berdaya hasil tinggi.

Sopandie et al. (2006) melaporkan bahwa ukuran biji merupakan salah satu
kriteria penting dalam perakitan varietas baru kedelai, karena berkaitan dengan
keinginan konsumen yang lebih menyukai biji ukuran besar sehingga peningkatan
ukuran biji melalui seleksi harus dilakukan bersamaan dengan peningkatan daya
hasil.

Bobot 100 butir merupakan karakter untuk mengetahui ukuran biji kedelai,
semakin besar bobot 100 butir biji kedelai maka ukuran biji kedelai juga semakin
besar. Tanaman kedelai yang tumbuh pada lingkungan ternaungi pada fase
generatif akan mengalami penurunan aktivitas fotosintesis sehingga alokasi
fotosintat ke organ reproduksi menjadi berkurang hal ini menyebabkan ukuran biji
menjadi lebih kecil dibandingkan pada kondisi terbuka (Kakiuchi dan Kobata
2004).

Varietas Wilis memberikan hasil bobot biji per tanaman dan bobot biji per
petak yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, namun tidak berbeda
nyata dengan varietas Anjasmoro dan Tanggamus. Jumlah polong berisi, jumlah
polong hampa dan jumlah polong total sangat berpengaruh terhadap bobot biji per
tanaman.

Varietas Wilis memiliki nilai rata-rata tertinggi pada semua indikator


tersebut sehingga menyebabkan varietas Wilis memiliki nilai tertinggi terhadap
bobot biji pertanaman yang diikuti dengan meningkatnya bobot biji per petak dan
akan mempengaruhi hasil per ha nyaTimbangan merupakan alat ukur untuk
mengukur massa suatu benda dengan memanfaatkan gaya gravitasi yang bekerja
pada benda tersebut, pada perkembangannya timbangan dibagi menjadi 4 periode
yang dibagi menurut Firmansyah et al (2019), dimana seiring dengan kemajuan
teknologi, timbangan kemudian dibuat secara secara digital yang kemudian
dikenal sebagai timbangan digital atau timbangan elektronik.

22
Timbangan neraca atau secara umum disebut neraca ohaus adalah neraca
yang mkasih memanfaatkan gaya gravitasi dalam penggunaannya. Neraca ini
memiliki prinsip kerja membandingkan beban timbangan dengan beban benda
yang ditimbang. Neraca ini juga terdapat dalam beberapa jenis, diantaranya
memiliki dua lengan, tiga lengan bahkan hingga emppat lengan yang memiliki
ketepatan pengukuran masing-masing.

Penghitungan dalam timbangan neraca yaitu dengan memindahkan sekala


dari yang terkecil hingga yang terbesar. Perlu adanya ketelitian dalam
pengoprasiannya. Semakin besar sekala yang digeser hingga ujung, akan semakin
besar pula hasil yang akan keluar. Keunggulan dari neraca ini adalah tidak
memerlukan sumber energy listrik, namun harus memiliki ketepatan yang baik
bagai seorang peneliti.

Neraca semakin berkembangnya zaman semakin memiliki kecanggihannya,


hal ini bertujuan todak lain untuk membantu pekerjaan manusia. Neraca digital
memiliki ketelitian yang lebih teliti, dan penggunaannya yang mudah. Neraca
digital menggunakan prinsip mengukur regangan pada sel beban. Dibalik
kelebihannya ini, neraca digital juga memiliki kelemahan yaitu memerlukan daya,
sehingga saaat daya tidak ada maka neraca digital tidak akan dapat digunakan.

Neraca digital memiliki tombol tare, dimana peneliti sebelum mulai


meletakan beban harus menkannya. Hal ini untuk kalibrasi timbangan agar dalam
posisi nol. Nilai nol pada timbangan menandakan kalibrasi yang sukses dan
peneliti dapat mulai menempatkan benda yang akan ditimbang, pencatatan hasil
penimbangan dilakukan setelah angka hasil selesai bergerak.

Pengukuran berat benda ini menandakan perbedaan ukuran di setiap benda,


dimana benda yang dikuru adalah kedelai, secara kasat mata, ukuran kedelai yang
kita lihat hamper sama, namun ketika diukur dengan alat ukur yang tepat akan
menghasilkan ukuran yang berbeda.

23
Ketelitian setiap peneliti juga diuji, terutama pada neraca yang belum digital,
karena memerlukan pengamatan yang detail. Perbedaan nilai dalam neraca digital
dan neraca ohaus sangat mungkin terjadi, seperti pada penghitumham kelompok 4
dan kelompok 4, dimana hasil pengukuran pertama 18,1 gram dan pengukuran ke
dua 17,8 gram berbeda 0,3 gram, sedangkan pada kelompok 5 pengukuran
pertama 18,8 gram dan pengukuran kedua 18,9 gram, berbeda 0,1 gram saja,
meskipun demikian tetap ada perbedaan agka yang menandakan perbedaan
ketelitian.

Ketelitian pengukuran merupakan cara pembacaan skala yang tepat pada alat
ukur volumetri (labu takar, pipet gondok, ataupun buret) memperhatikan angka
signifikan, toleransi pembacaan skala, dan ketelitian standar dari alat. Pembacaan
skala pada alat ukur volumetri (buret, pipet gondok, labu takar, labu ukur) harus
benar-benar diperhatikan, dalam hal melihat skala, kedudukan badan, jenis alat
maupun jenis larutan, dengan memperhatikan angka signifikan, toleransi
pembacaan skala, dan sifat ketelitian alat. Kalibrasi dilakukan agar hasil
pengukuran selalu sesuai dengan alat ukur standar/alat ukur yang sudah ditera
(Skoog, 1997).

Berdasarkan hasil yang didapat, ketelitian pada kelompok 1,2, dan 3 sudah
tepat, ketelitian itu ditandakan dari perbandingan dua hasil perhitungan. Dalam
penggunaannya, neraca juga harus dalam kondisi stabil, tidak miring di salah satu
sisinya, hal tersebut bias mempengaruhi ketapatan nilai yang didapatkan.

Setiap hasil kelompok yang berbeda meskipun jumlah kedelai yang didapat
sama menandakan ukuran kedelai yang berbeda. Meskipun secara kasat mata
hamper terlihat sama. Kandungan yang diterima kedelai selama pertumbuhannnya
juga mempengaruhi besar keecilnya kedelai, semakin baik kandungan tanah
semkain optimal pula hasil yang didapatkan.

24
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara II ini, yaitu


1. Pengertian pertumbuhan membutuhkan ukuran secara tepat dan dapat
dibaca dengan bentuk kuantitatif yang dapat diukur. Analisis
pertumbuhan merupakan suatu cara untuk mengikuti dinamika
fotosintesis yang diukur oleh produksi bahan kering. Pertumbuhan
tanaman dapat diukur tanpa mengganggu tanaman, yaitu dengan
pengukuran tinggi tanaman atau jumlah daun, tetapi sering kurang
mencerminkan ketelitian kuantitatif
2. Tipe tanaman yang berdaya hasil tinggi dan sesuai untuk lahan kering
masam memiliki bobot biji 12 g/100 biji. Galur-galur kedelai yang diuji
memiliki bobot 100 biji yang lebih tinggi dari bobot tersebut sehingga
galur-galur kedelai yang diuji belum sesuai dengan tipe tanaman yang
berdaya hasil tinggi.

B. Saran

Praktikum selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan lebih hati-hati, teliti, dan


tidak terlalu banyak bercanda sehingga dapat menghasilkan hasil yang baik dan
sesuai dengan tujuan dari praktikum tersebut.

25
DAFTAR PUSTAKA

Firmansyah, D. A., Suri, S. S., & Wiratma, I. G. S. 2019. Pemuatan Prototipe dan
Pembuatan Alat Ukur Volume Berbasis Mikrokontroler Untuk Penentuan
Densitas Anak Timbangan. Jurnal Seminar Nasional. Universitas Padjajaran,
Jatinangor. 1(2)

Kurniawati, S., Lestiani, D. D., Atmodjo, D. P. D., & Kusmartini, I. 2011.


Evaluasi Unjuk Kerja Neraca Mikro Sebagai Implementasi Sistem Mutu
Laboratorium Pusat Teknoligi Nuklir Bahan dan Radiometri. Seminar.
PTNBR, Bandung.

Fadjry Djufry, Martina S. Lestari, dan Arifuddin Kasim . 2011.Pengujian Galur-Galur


Harapan Kedelai Produktivitas Tinggi Di Dua Kabupaten Provinsi Papua.
Pengkajian Teknologi Pertanian Papua, Papua.

Suci R Puri, Nurheni Wijayanto, dan Arum Sekar Wulandari. 2016. DIMENSI POHON
SENTANG (Azadirachta Excelsa Jack) DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine
Max (L) Merril) DI DALAM SISTEM AGROFORESTRI. Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB, Vol. 07 No. 3 Hal 205-210.

Yudhy HBertham & Abimanyu D Nusantara.2012. Peningkatan Produktivitas Kedelai


Genotipe Baru Melalui Teknologi Pupuk Hayati Dan Pemupukan Berimbang Di
Tanah Ultisol. Fakultas Pertanian Universitas Bengkulu, Bengkulu.

Novianti., Febianti, A., Shoniah, P., & Nana. 2019. Eksperimen Perbandingan
Pengukuran Dengan Menggunakan Neraca Ohauss dan Neraca Digital.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
1(1)

Tirtasari, N. L. 2017. Uji Kalibrasi (Ketidakpastian Pengukuran ) Neraca Analitik


di Laboratorium Biologi FMIPA Unnes. Jurnal Unnes. 6(2):152

26
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENGUKURAN PH, EC, DAN TS

Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN

27
A. Latar Belakang

Pesatnya perkembangan teknologi dizaman ini, dapat membuat segala


sesuatunya dijadikan serba instan dan mudah. Perkembangan sensor, internet,
komunikasi dan teknologi komputer akan menjadi tren populer dimasa ini dan
masa depan. Pada teknologi penanaman hidroponik dapat diterapkan sensor pH
dan sensor analog TDS. Sensor pH merupakan alat yang dapat mengukur nilai pH
air nutrisi. Sensor analog TDS merupakan sensor yang dapat mengukur variabel
EC dan jumlah padatan terlarut (ppm) pada air. Data yang didapat bisa diolah oleh
mikrokontroler. Jika melakukan monitoring dalam jangka waktu yang panjang
akan membutuhkan sebuah tempat penyimpanan atau memori diluar
mikrokontroler.
Alih fungsi lahan pertanian di Indonesia cukup tinggi, dibuktikan dengan
semakin banyaknya fungsi lahan pertanian yang menjadi perumahan, pemukiman,
dan sektor industri. Semua itu mendorong suatu inovasi dalam bidang pertanian
konvensional ke pertanian yang semakin modern. Untuk menjawab permasalahan
tersebut, penelitian dan pengembangan telah dilakukan, diantaranya adalah
dengan menggunakan sistem Hidroponik. Hidroponik adalah metode penanaman
tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah. Pada sistem hidroponik,
aspek terpenting yang harus diperhatikan adalah pengelolaan nutrisi, dimana
pengukurannya berdasar pada EC (Electro Conductivity) dan pH. Untuk
pengelolaan nutrisi, penulis menggunakan dua sensor yang terhubung melalui
mikrokontroller. Dua sensor tersebut adalah DHT11 yang digunakan untuk
mengetahui temperatur dan kelembapan. Sensor berikutnya adalah YF-S201,
untuk mengukur intensitas nutrisi yang mengalir melalui gully. Mikrokontroller
yang digunakan adalah Arduino Uno. Dengan penerapan teknologi IoT (Internet
of Things) pada tanaman hidroponik ini, harapannya adalah berbagai parameter
lingkungan pada sistem hidroponik bisa diakses dari jarak jauh dengan
memanfaatkan teknologi IoT (Internet of Things), dengan tujuan meminimalisasi

28
intervensi manual dan menghasilkan sistem hidroponik yang cerdas dengan
bantuan teknologi.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk:


1. Mengetahui cara menggunakan alat pengukur PH, EC. Dan TDS.
2. Mengetahui cara kalibrasi alat pengukur PH, EC, dan TDS.
3. Mengetahui perbedaan PH, EC, dan TDS.
4. Mengetahui fungsi PH, EC, dan TDS.

29
II. TINJAUAN PUSTAKA

Pengukuran merupakan suatu cara mendapatkan hasil atau data dalam


sebuah pengamatan. Dalam proses pengukuran dibutuhkan pengetahuan
mengenai identifikasi, pengolahan, pengaturan, dan analisis. Mengukur berarti
membandingkan suatu nilai yang telah distandardisasi (Zaenal Romadhon,
2017). Kualitas dan kuantitas hasil pengukuran itu banyak tergantung pada
jenis dan mutu alat ukur yang digunakan (Hamalik, 1989). Pengukuran dapat
diartikan sebagai kegiatan untuk mengukur sesuatu. Pada hakekatnya, kegiatan
ini adalah membandingkan sesuatu dengan atau asas dasar ukur tertentu (Anas,
2011).
Pengukuran merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendapatkan nilai
suatu besaran. Kegiatan pengukuran ini mempunyai dampak yang luas
terhadap ilmu pengetahuan, kehidupan pribadi manusia dan massyarakat dalam
meningkatkan efisiensi. Kehidupan modern makin disirikan dengan
canggihnya perangkat untuk memperoleh data. Manusia modern makin
bergantung pada kegiatan mendapatkan data yang secara teknis dinamakan
pengukuran. Dengan demikian manusia dapat memantau dan mengendalikan
kehidupannya secara ketat dan efisien. Peranan pengukuran dalam kehidupan
manusia semakin vital dan imperatif. Untuk mengukur dibutuhkan alat ukur,
alat ukur yang digunakan tergantung pada besaran ukur yang nilainya ingin
diukur (Ni Luh Tirtasari, 2017).
Derajat keasaman adalah ukuran untuk menentukan sifat asam dan basa.
Perubahan pH di suatu air sangat berpengaruh terhadap proses fisika, kimia,
maupun biologi dari organisme yang hidup di dalamnya. Derajat keasaman
diduga sangat berpengaruh terhadap daya racun bahan pencemaran dan
kelarutan beberapa gas, serta menentukan bentuk zat di dalam air. Nilai pH air
digunakan untuk mengekspresikan kondisi keasaman (konsentrasi ion
hidrogen) air limbah. Skala pH berkisar antara 1-14. Kisaran nilai pH 1-7

30
termasuk asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral
(Susanti, 2018).
Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O 2 maupun
CO2. Tidak semua makhluk bias bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk
itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi
atau terjadi tapi tetap dengan cara perlahan. Tingkat pH lebih kecil dari 4,8 dan
lebih besar dari 9,2 sudah dapat dianggap tercemar (Nita, dkk, 2014).
Dalam praktikum ini selain mengukur pH air juga mengukur TDS (Total
Dissolve Solid). Harum Cahyani (2016) menjelaskan salah satu factor penting
dalam menentukan kelayakan air untuk dikonsumsi adalah kandungan total
dissolve solid (TDS) dalam air. TDS adalah jumlah material yang terlarut di
dalam air. Material ini dapat berupa karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat,
fosfat, nitrat, kalsium, magnesium, natrium, ion-ion organik, senyawa koloid,
dan lain-lain. TDS dapat digunakan untuk memperkirakan kualitas air minum,
karena mewakili jumlah ion di dalam air. Nilai baku mutu air terhadap
parameter uji TDS yang diperbolehkan menurut standar nasional adalah 1000
mg/L (Harum Cahyani, dkk, 2016).
Menurut Susanti Oktavia Ningrum (2018) TDS merupakan padatan
terlarut yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan padatan tersuspensi.
TDS biasanya terdiri atas zat organic, garam organik, dan gas terlarut. Efek
TDS terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah
tersebut. Benda padat di dalam air tersebut berasal dari banyak sumber, organic
seperti daun, lumpur, plankton, serta limbah industri dan kotoran. Sumber
lainnya bias berasal dari limbah rumah tangga, pestisida, dan banyak lainnya.
Sedangkan, sumber anorganik berasal dari batuan dan udara yang
mengandungkalsium bikarbonat, nitrogen, besi fosfor, sulfur, dan mineral lain.
Selain mengukur pH dan TDS air dalam praktikum ini juga mengukur
Electrical Conductivity (EC). Elektrokonduktivitas atau Electrical Conductivity
merupakan kepekatan unsur hara dalam larutan. Semakin pekat larutan maka
semakin besar pengantaran aliran listrik dari kation (-) dan anion (-) ke anode
dan katode EC meter sehingga EC semakin tinggi. Seberapa baik larutan

31
menghantarkan listrik tergantung pada beberapa factor yaitu konsentrasi,
mobilitas ion, valensi ion, dan suhu. Semua zat memiliki beberapa tingkat
konduktivitas. Dalam larutan air tingkat kekuatan ion bervariasi dan
konduktivitas rendah ultra air murni dengan konduktivitas yang tinggi dari
sampel kimia terkonsentrasi (Tri Yuningsih, 2017).

32
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu Larutan Air . Alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah pH Meter, TDS, EC, Wadah, Kertas, dan
Pulpen

C. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:


1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Larutan Air diberi wadah.
3. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan pH Meter, TDS, dan EC.
4. Hasil dicatat pada kertas.

33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

34
B. Pembahasan

1. Derajat Keasaman (pH)

Skala pH adalah logaritmik, artinya peningkatan 1 angka, misalnya 4 ke 5


menunjukkan 10 kali peningkatan alkalinitasnya, demikian juga sebaliknya.
Pengukuran pH mencerminkan reaksi kimia air dan larutan hara. Kondisi pH
larutan hara sangat menentukan tingkat kelarutan unsur hara, dan ketersediaan
hara bagi tanaman, dalam hal ini adalah air irigasi (Susila dan Perwanto, 2013).
Kondisi pH optimum pada air irigasi (air kelas IV menurut PP No. 82 Tahun
2001) berkisar antara 6-9.

Dinyatakan oleh Purnomo (2010) pada penelitiannya yang menyatakan


bahwa semakin kecil nilai pH maka konduktivitas listrik perairan tersebut akan
semakin besar dan sebaliknya. Pada konduktor elektrolit, elektron mengalir
dibawa oleh ion-ion, sedangkan yang dapat menghasilkan ion antara lain asam,
basa dan garam. Asam terdiri asam kuat yang banyak menghasilkan banyak ion
sedangkan asam lemah menghasilkan sedikit ion dimana semakin asam suatu
perairan maka semakin kecil nilai pHnya, demikian pula semakin lemah tingkat
keasaman suatu perairan maka pH akan semakin besar.

Nilai pH media tanam dapat diukur dengan pH meter. dalam hal ini adalah air
menentukan kemampuan tanaman dalam menyerap elemen-elemen penting yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan yang sehat. Nilai pH untuk tiap tanaman akan
berbeda-beda, tapi secara umum, tanaman membutuhkan lingkungan yang sedikit
asam (antara 5.5 – 6.0) walaupun sebagian besar tanaman dapat bertahan pada
level pH antara 5.0 – 7.5

Saat pH naik di atas 6.5 sebagian nutrisi dan mikro-nutrisi mulai mengendap
dari larutan dan menempel pada dinding reservoir. Sebagai contoh: pada pH 7.3,
material besi akan mengendap setengahnya dan pada pH 8.0 hampir tidak ada besi
sama sekali. Saat nutrisi sudah mengendap tanaman tidak akan dapat

35
menyerapnya kembali dan tanaman akan menderita karena kekurangan nutrisi.
Beberapa nutrisi juga mengendap pada pH yang rendah.

Alat untuk mengukur tingkat keasaman maupun kebasaan larutan dapat


diukur menggunakan pH meter. Prinsip kerja utama pH meter adalah terletak pada
sensor probe berupa elektrode kaca (glass electrode) dengan jalan mengukur
jumlah ion H3O+ di dalam larutan. Elektroda diisi dengan larutan HCl (0,1
mol/dm3). Di dalam larutan HCl, terendam sebuah kawat elektrode panjang
berbahan perak yang pada permukaannya terbentuk senyawa setimbang AgCl.

Inti sensor pH terdapat pada permukaan bulb kaca yang memiliki kemampuan
untuk bertukar ion positif (H+) dengan larutan terukur. Kaca tersusun atas
molekul silikon dioksida dengan sejumlah ikatan logam alkali. Pada saat bulb
kaca ini terekspos air, ikatan SiO akan terprotonasi membentuk membran tipis
HSiO+ sesuai dengan reaksi berikut:

SiO + H3O + → HSiO + +H2O

Pada permukaan bulb terbentuk semacam lapisan "gel" sebagai tempat


pertukaran ion H+. Jika larutan bersifat asam, maka ion H+ akan terikat ke
permukaan bulb. Pertukaran ion hidronium (H+) yang terjadi antara permukaan
bulb kaca dengan larutan sekitarnya inilah yang menjadi kunci pengukuran jumlah
ion H3O+ di dalam larutan. Kesetimbangan pertukaran ion yang terjadi di antara
dua fase dinding kaca bulb dengan larutan, menghasilkan beda potensial di antara
keduanya.

2. Electric Conductivity (EC)

Conductivity meter adalah alat untuk mengukur nilai konduktivitas listrik (electric
conductivity) suatu larutan atau cairan. Nilai konduktivitas listrik sebuah zat cair
menjadi referensi atas jumlah ion serta konsentrasi padatan (total dissolved Solid,
TDS) yang terlarut di dalamnya.

nilai EC proporsional dengan jumlah garam yang larut dalam larutan nutrisi.
Semakin tinggi nilai EC berarti semakin banyak garam yang larut dalam larutan

36
nutrisi. Maka, dengan mengukur EC, kita dapat mengetahui berapa banyak nutrisi
yang ada atau tersisa dalam larutan.

Nilai EC harus diukur pada saat pertama kali disiapkan dan tiga kali setelah itu
dalam satu hari. Jika nilai EC terlalu tinggi, bisa ditambahkan air untuk
menurunkannya, tapi jika nilainya terlalu rendah (di bawah 70% dari nilai awal),
larutan harus diganti dengan larutan nutrisi yang baru karena berarti nutrisi pada
larutan sebelumnya sudah terserap oleh tanaman.

Nilai EC untuk tiap tanaman pun berbeda-beda. Untuk tanaman kecil/belum


dewasa, angka EC berkisar antara 1 - 1,5. Setelah dewasa atau menjelang
berbunga/berbuah, EC bisa ditingkatkan sampai 2,5 - 4, kecuali untuk tomat yang
EC nya bisa sampai 7. Pada umumnya, angka EC lebih dari 4 akan menimbulkan
toksisitas pada tanaman (Untung, 2000).

Larutan dengan nilai EC terendah digunakan untuk mengatur output batas bawah
dari instrumentasi EC sedangkan larutan dengan nilai EC tertinggi untuk batas
atas dari output. Modul instrumentasi yang digunakan memberikan keluaran yang
linear dan proporsional terhadap nilai EC.

Data diambil dengan menggunakan air keran yang dicampur dengan nutrisi
hidroponik hingga didapat nilai EC dari 470 hingga 3000. Pengambilan data
dilakukan dengan mengambil 5 data dengan rentan antara 1000-5000 uSiemens.

Bila V adalah tegangan listrik rangkaian (Volt), I untuk arus listrik rangkaian
(Ampere), dan R untuk tahanan listrik rangkaian (Ω).

Tahanan listrik (R) berbanding lurus dengan jarak antara dua elektrode (L)
conductivity meter, dan berbanding terbalik dengan luas area elektrode (A; pada
gambar di atas S). dari formulasi didapat:

R = ( L/A ) x ρ

Karena ( L/A ) adalah konstan dan bisa disimbolkan menjadi C maka:

R=Cxρ

37
Dimana ρ adalah tahanan listrik spesifik (Ω.m) larutan. Atau bisa ditulis :

R = V/I = ( L/A ) x ρ= C x ρ

Conductivity meter sebenarnya mengukur konduktivitas listrik spesifik (specific


conductivity). Konduktivitas listrik spesifik adalah nilai konduktivitas listrik
untuk tiap satu satuan panjang. Konduktivitas listrik spesifik ini disimbolkan
dengan κ (Kappa), adalah kebalikan dari tahanan listrik spesifik (ρ):

κ=¹/ρ

Besar tegangan listrik (V) ditentukan oleh sistem, besar arus listrik (I) adalah
parameter yang diukur, serta konstanta (C) didapatkan sebelumnya dari proses
kalibrasi conductivity meter dengan menggunakan larutan yang diketahui nilai
konduktivitas spesifiknya.

3. Total Dissolved Solid (TDS)

Padatan terlarut total atau Total Dissolved Solid (TDS) adalah bahan-bahan
terlarut (diameter 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang
berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada
kertas saring berdiameter 0,45 µm (Rao dalam Effendi, 2003). TDS biasanya
disebabkan oleh bahan-bahan anorganik yang berupa ionion yang biasa ditemukan
di perairan seperti air laut yang memiliki TDS tinggi. Hal ini terjadi karena
adanya senyawa kimia yang banyak terdapat pada air laut yang juga
mengakibatkan tingginya nilai salinitas dan konduktivitas atau Daya Hantar
Listrik (DHL). Kandungan TDS pada air irigasi menurut PP No. 82 Tahun 2001
maksimal adalah 2000 mg/l untuk air kelas IV.

TDS merupakan salah satu parameter yang penting dalam air irigasi, TDS sangat
mempengaruhi kualitas air irigasi karena mampu mempengaruhi tekstur,
permeabilitas serta kesuburan tanah yang dilaluinya (Kurniati, 2009).

Penelitian Desiandi dkk (2010) menyatakan hal yang serupa bahwa semakin
tinggi kadar TDS maka semakin tinggi pula nilai DHL pada perairan tersebut.

38
Menurut Effendi (2003), TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang
berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan dimana jumlah ion atau garam
yang terlarut dalam air akan sangat mempengaruhi kemampuan air sebagai
penghantar listrik. Oleh karena itu, semakin banyaknya.

39
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A,Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara 8 ini, yaitu:


1. pH Meter adalah alat untuk mengukur tingkat keasaman suatu larutan.
2. Conductivity meter adalah alat untuk mengukur nilai konduktivitas listrik
(electric conductivity) suatu larutan atau cairan.
3. Total Dissolved Solid (TDS) adalah bahan-bahan terlarut (diameter 10-6
mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang berupa senyawa-
senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada kertas
saring berdiameter 0,45 µm.

B.Saran

Untuk praktikum pada periode selanjutnya agar alat lebih dipersiapkan


dengan matang sehingga praktikum dalam berjalan dengan baik.

40
DAFTAR PUSTAKA

Arieyanti D Astuti. 2014. Kualitas Air Irigasi Ditinjau Dari Parameter Dhl, Tds, Ph
Pada Lahan Sawah Desa Bulumanis Kidul Kecamatan Margoyoso. Kantor
Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati, Pati.

Anwar Mujadi, Dwi Astharini, dan Octarina N Samijayani. 2017. Prototipe


Pengendalian
pH dan Elektro Konduktivitas Pada Cairan Nutrisi Tanaman Hidroponik. Al-
Azhar Indonesia Seri Sains Dan Teknologi, Vol. 4, No.1, Maret 2017

Lisa Nopilda. 2019. Pemanfaatan Arang Kayu Gelam Sebagai Adsorben Untuk
Meningkatkan Kualitas Air Limbah Zat Warna Kain Jumputan Di Sentra Industri
Kampung Kain Kelurahan Tuan Kentang Kecamatan Seberang Ulu 1 Kertapati
Kota Palembang. Universitas PGRI, Palembang.

Fara D Nasution , dan Afdal. 2016. Profil Pencemaran Air Sungai di Muara Batang Arau
Kota Padang dari Tinjauan Fisis dan Kimia. Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Andalas Vol. 5

41
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENGUKURAN KADAR KEMANISAN DENGAN REFRAKTOMETER

Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

42
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020

43
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Buah-buahan merupakan sumber berbagai vitamin (vitamin A, B, B1, B6,


C), mineral, dan serat pangan. Sebagai vitamin, mineral yang terkandung dalam
buah-buahan berperan sebagai antioksidan. Buah-buahan juga merupakan salah
satu bahan pangan yang memiliki banyak kandungan gizi yang baik bagi tubuh
terutama vitamin. Selain sebagai sumber vitamin, buah-buahan juga mengandung
mineral dan pada jenis buah-buahan tertentu juga menghasilkan cukup banyak
energi. Banyaknya vitamin dan mineral yang terkandung di dalam buah-buahan
ini membuat buah-buahan memiliki banyak manfaat bagi tubuh.
Manfaat yang dihasilkan oleh buah-buahan ini dikarenakan adanya zat
yang terkandung di dalamnya. Setiap buah-buahan mengandung jumlah serta
kadar zat yang berbeda-beda. Tiap buah tersebut memiliki karakteristik dan
tingkat kematangan yang bervariasi sehingga membuat kandungan zat yang
terdapat di dalamnya juga berbeda.
Proses pematangan pada buah dipengaruhi oleh hormon yang dihasilkan dari
metabolism tumbuhan itu sendiri. Hormon yang bekerja pada proses pematangan
buah ini adalah hormone etilen. Hormon etilen ini merupakan hormon yang
berbentuk gas sehingga sering disebut juga dengan gas etilen. Terjadi banyak
perubahan pada buah saat proses pematangan berlangsung. Seperti misalnya
perubahan warna yang terjadi pada buah pisang, pada saat mentah buah pisang
tersebut berwarna hijau dan pada saat matang warna buah pisang tersebut berubah
menjadi kuning. Selain itu juga terdapat perubahan pada rasa buah, misalnya saat
mentah terasa kecut dan pada saat matang buah tersebut berubah menjadi rasa
manis. Buah yang sudah matang memiliki kadar gula yang lebih tinggi atau
kandungan gula yang maksimal. Kandungan asam pada buah yang sudah matang
sangat sedikit. Rasa manis pada buah yang sudah matang diperoleh dari

44
perubahan pati menjadi glukosa. Tanpa adanya perubahan ini proses pematangan
tidak akan terjadi.
Pada saat buah sudah matang, antara buah satu dengan buah lainnya
memiliki jumlah kadar gula yang berbeda. Untuk itu dalam praktikum kali ini
yang dilaksanakan di laboratorium agronomi dan hortikultura kami akan
melakukan pengukuran terhadap kadar gula dari beberapa buah.
Teknologi dalam hal perkebunan adalah untuk menentuka kadar kemanisa,
karena buah-buahan yang manis memiliki nilai jual yang tinggi. Kemanisan pada
umumnya tidak dapat diukurkan dengan sebuah satuan, hanya berupa penilaian
semata, namun dengan kemauan teknologi kemanisan dapat diukur menggunakan
sebuah alat bernama refraktometer.

B. Tujuan

1. dapat menggunakan refraktometer untuk mengukur kemanisan berbagai


macam bahan

45
II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam suatu analisis, biasanya satu sampel dianalisis beberapa kali (minimal 3
kali ulangan atau lebih) untuk meningkatkan dan mengevaluasi ketepatan dan
ketelitian analisis tersebut. Dari beberapa ulangan yang dilakukan akan dihasilkan
sekumpulan data yang belum dapat diketahui data yang paling mendekati nilai
sebenarnya. Oleh karena itu biasanya dilakukan perhitungan nilai rata-rata
(mean/average) dari keseluruhan data yang diperoleh dan rata-rata inilah yang
dilaporkan sebagai data hasil analisis. Rata-rata dari sekumpulan data diberi
simbol x dan nilainya dapat. (Andarwulan et al, 2014)

Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya
bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa.
Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis
pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan
keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari
bit atau tebu (Winarno 1997).

Pengukurannya didasarkan pada prinsip bahwa cahaya yang masuk


melewati prisma-cahaya hanya bisa melewati bidang batas antara
cairan dan prisma kerja dengan suatu sudut yang terletak dalam batas-batas
tertentu yang ditentukan oleh sudut batas antara cairan dan alas (Green et al.,
2007).
Indeks bias merupakan perbandingan laju cahaya dalam ruang hampa c
terhadap laju cahaya tersebut dalam medium v, maka besarnya indeks bias
dalam medium apapun selain udara, besarnya selalu lebih besar dari satu.
Menurut Parmitasari dan Hidayanto (2013), menyebutkan bahwa secara

46
matematis semakin padat suatu benda maka akan semakin besar pula nilai
indeks biasnya.

Buah-buahan memiliki arti penting sebagai sumber vitamin, mineral, dan


zat-zat lain dalam menunjang kecukupan gizi, selain itu juga merupakan
komoditas hortikultura yang mempunyai nilai ekonomi yang tinggi. Buah-buahan
dapat dimakan baik pada keadaan mentah maupun setelah mencapai
kematangannya. Sebagian besar buah yang dimakan adalah buah yang telah
mencapai tingkat kematangan. Buah-uahan juga dikenal sebagai hasil pertanian
yang mudah rusak (busuk). Hal ini disebabkan karena komoditi hortikultura
tersebut setelah dipanen masih terus melangsungkan respirasi dan metabolisme.
Aktivasi respirasi dan transpirasi ini menggunakan dan merombak zat-zat nutrisi
yang ada pada buah, sehingga dalam jangka waktu tertentu akibat penggunaan dan
perombakan zat nutrisi tersebut, buah mengalami kemunduran mutu dan
kerusakan fisiologis (Muniron Riyana, 2012).

Pada saat mencapai tingkat kematangannya buah tersebut mengandung


kadar gula yang tinggi. Pada saat matang kadar asam pada buah berkurang dan
digantikan oleh kadar gula yang tinggi. Ayu (2018) menjelaskan gula adalah suatu
karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan merupakan polisakarida,
polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya bersifat larut dalam air
yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa. Gula memberikan flavor
dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis pada berbagai jenis
makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk Kristal sukrosa
padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dalam keadaan
makanan atau minuman. Glukosa memiliki tingkat rasa manis hanya 0,74 kali
tingkat manis sukrosa. Glukosa juga dikenal sebagai D-glukosa, Dextrosa,
Glucolin, Dextrosol, Dextropur, gula darah, gula anggur, dan gula sirup jagung.
Terdapat luas dalam keadaan tak terikat dengan senyawa lain dalam buah dan
bagian tanaman lain. Dapat terikat daam senyawa glukosida dan dalam disakarida
dan oligisakarida, dalam selulosa dan pati (Polisakarida) dan dalam glikogen.

47
Kadar asam pada buah juga dapat digunakan untuk menentukan kematangan
buah. Pematangan pada buah pada umunya menyebabkan kandungan asam pada
buah menjadi minimal (Rizky, 2015). Pengukuran kadar kemanisan buah menjadi
hal yang penting karena dengan kualitas buah untuk perdagangan dapat dilihat
dari kadar kemanisannya. Saat ini metode yang digunakan adalah metode
konvensional yang menggunakan alat ukur manual yaitu alat ukur refraktometer.
Alat ukur refraktometer merupakan sebuah alat ukur tingkat kadar gula dari buah-
buahan (Ranny, dkk, 2016).

Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau


konsentrasi bahan terlarut. Misalnya, gula, garam, protein, dan sebagainya.
Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah memanfaatkan
refraksi cahaya. Refraktometer Abbe adalah refraktometer untuk mengukur indeks
bias cairan, padatan dalam cairan atau serbuk dengan indeks bias dari 1.300
sampai 1.700 dan presentase padatan 0 sampai 95%, alat untuk menentukan
indeks bias minyak, lemak, gelas optis, larutan gula, dan sebagainya. Indeks bias
antara 1.300 dan 1.700 dapat dibaca langsung dengan ketelitian sampai 0,001 dan
dapat dibaca langsung sampai 0,0002 dari gelas skala dalam (Mulyono 1997).

Menurut Ayu Wida (2018) refraktometer adalah alat yang digunakan untuk
mengukur kadar atau konsentrasi bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein,
dan sebagainya. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah
memanfaatkan refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe
seorang ilmuan dari German pada permulaan abad 20.

Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix (%) yang
merupakan prosentasi dari bahan terlarut dalam sampel (larutan air). Kadar zat
terlarut merupakan total dari semua zat atau bahan dalam air, termasuk gula,
garam, protein,asam, dan sebagainya (Anonim, 2020). Pengukuran kadar
kemanisan pada buah ini menggunakan sari buah. Sari buah adalah cairan yang
diperoleh dari buah-buahan segar melalui proses mekanis, sehingga memiliki
warna, aroma dan sitra rasa yang sama dengan buah aslinya (Novestiana, 2015).

48
III. METODE PRAKYIKUM

1. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu gula pasir, buah naga,
jeruk, belimbing, nanas, dan semangka, aquades, dan air. Alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah refraktometer, mortal porselen, tissue, pipet tetes,
kertas hvs, penghapus, pensil, ballpoint, dan penggaris.

2. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:


1. Semua alat dan bahan yang akan digunakan dipersiapkan.
2. Semua bahan berupa buah ditumbuk untuk diambil larutannya.
3. Sebelum refraktometer digunakan, refraktometer dibersih dengan
menggunakan aquades, dan dikeringkan dengan menggunakan tissue dengan
dipel pel.
4. Larutan buah diambil dengan menggunakan pipet tetes dan diletakan pada
permukaan refraktometer.
5. Permukaan refraktometer ditutup dengan bagian penutupnya.
6. Larutan buah diukur satu persatu dan hasil pengukuran tersebut ditulis dalam
tabel pengukuran kadar kemanisan.
7. Semua alat yang sudah digunakan dibersihkan dan dikembalikan pada
tempatny.

49
50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel 4. Pengukuran Kadar Kemanisan dengan Refraktometer

No Alat Ukur Objek Kelompok


Ukur 1 2 3 4 5
1 Refraktomoter Gula Pasir 6 Brix 6 Brix 6 Brix 6 Brix 6 Brix
Buah Naga 12 Brix 12 Brix 12 Brix 12 Brix 12 Brix
Jambu 4 Brix 4 Brix 4 Brix 4 Brix 4 Brix
Belimbing 6 Brix 6 Brix 6 Brix 6 Brix 6 Brix
Nanas 14,5 14,5 14,5 14,5 14,5
Brix Brix Brix Brix Brix
Semangka 8,5 8,5 8,5 8,5 8,5
Brix Brix Brix Brix Brix

B. Pembahasan

Buah-Buahan adalah jenis nabati alami yang mengandung zat-zat yan


dibutukan oleh tubuh dengan tingkat urgensi yang sangat tinggi, baik untuk
kesehatan maupun untuk pengobatan penyakit. (Muhammad, 2007). Kandunga
yang dibutuhkan oleh tubuh selain vitamin salah satunya adalah glukosa, karena
glukosa mampu membentuk energy dalam tubuh manuisa, dimana gila sederhana
akan menghasilkan ATP.

Penilaian terhadap kadar kemanisan biasanya tidak dapat ditentukan nilainya,


habta secara penilaian tiap individu. Seiring berkembangnya zaman kemajuan
teknologi membuat Dr. Ernest Abbe berpikir untuk membuat alat bernama
refraktometer.

Refraktometer Abbe adalah refraktometer untuk mengukur indeks


biascairan, padatan dalam cairan dengan indeks bias dari 1,300 sampai
1,700 dan persentase padatan 0 sampai 95%, alat untuk menentukan indeks

51
bias minyak, lemak, gelas optis, larutan gula, dan sebagainnya, indeks bias
antara 1,300 dan 1,700 dapat dibaca langsung dengan ketelitian sampai
0,001 dan dapat diperkirakan sampai dengan 0,0002 dari gelas skala di dalam
(Mulyono, 1997).

Pengukurannya didasarkan pada prinsip bahwa cahaya yang masuk


melewati prisma-cahaya hanya bisa melewati bidang batas antara
cairan dan prisma kerja dengan suatu sudut yang terletak dalam batas-batas
tertentu yang ditentukan oleh sudut batas antara cairan dan alas (Green et al.,
2007).

Refractometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar /


konsentrasi bahan terlarut misalnya : Gula, Garam, Protein dsb. Prinsip kerja dari
refractometer sesuai dengan namanya adalah dengan memanfaatkan refraksi
cahaya. Seperti terlihat pada Gambar di bawah ini sebuah sedotan yang
dicelupkan ke dalam gelas yang berisi air akan terlihat terbengkok. Pada Gambar
kedua sebuah sedotan dicelupkan ke dalam sebuah gelas yang berisi lauran gula.
Terlihat sedotan terbengkok lebih tajam. Fenomena ini terjadi karena adanya
refraksi cahaya. Semakin tinggi konsentrasi bahan terlarut (Rapat Jenis Larutan),
maka sedotan akan semakin terlihat bengkok secara proporsional. Besarnya sudut
pembengkokan ini disebut Refractive Index (nD). Refractometer ditemukan oleh
Dr. Ernst Abbe seorang ilmuwan dari German pada permulaan abad 20.

Adapun prinsip kerja dari refractometer dapat digambarkan sebagai berikut :

- Dari gambar dibawah ini terdapat 3 bagian yaitu : Sample, Prisma dan
Papan Skala. Refractive index prisma jauh lebih besar dibandingkan
dengan sample.
- Jika sample merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut
refraksi akan lebar dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan sample
besar. Maka pada papan skala sinar “a” akan jatuh pada skala rendah.

52
- Jika sample merupakan larutan pekat / konsentrasi tinggi, maka sudut
refraksi akan kecil karena perbedaan refraksi prisma dan sample kecil.
Pada gambar terlihar sinar “b” jatuh pada skala besar.
- Dari penjelasan di atas jelas bahwa konsentrasi larutan akan berpengaruh
secara proporsional terhadap sudut refraksi. Pada prakteknya
Refractometer akan ditera pada skala sesuai dengan penggunaannya.
Sebagai contoh Refractometer yang dipakai untuk mengukur konsentrasi
larutan gula akan ditera pada skala gula. Begitu juga dengan refractometer
untuk larutan garam, protein dll.
- Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yaitu
merupakan pronsentasi dari bahan terlarut dalam sample (larutan air).
Kadar bahan terlarut merupakan total dari semua bahan dalam air,
termasuk gula, garam, protein, asam dsb. Pada dasarnya Brix(%)
dinyatakan sebagai jumlah gram dari cane sugar yang terdapat dalam
larutan 100g cane sugar. Jadi pada saat mengukur larutan gula, Brix(%)
harus benar-benar tepat sesuai dengan konsentrasinya.

Refraktometer diukur menggubakan satua brix, dimana zat padat kering


terlarut dalam suatu larutan (Gram per 100 gram larutan) yang dihitung sebagai
sukrosa. Konsentrasi bahan boasanya dinyatakan dalam persen yaitu dimana
prosentasi dalam bahan terlarut dalam sampel (larutan air)

Refraktometer sendiri, untuk dapat menyampaikan kadar glukosa dengan tepat


dibantu pleh beberapa item yan terdapat dalam bagian tubuh refraktometer,
menurut Sembiring et al (2019), bagian-bagian refraktometer yaitu pertama Day
light plate atau kaca pada refraktometer, kaca ini berfungsi untuk melindungi
prisma dari goresa akibat debu, benda asing, atau mencegah agar sampel yang
diteteskan pada prisma tidak menetes atau jatuh. Kedua adalah prisma biru, bagian
ini adalah bagian yang paling sensitif terhadap goresan yang berfungsi untuk
pembacaan sekala dari xat terlarut dan mengubah cahaya polikromatis menjadi
monokromatis.bagian ketiga adalah knop pengatu sekala, yang berfungsi untuk
mengkalibrasi menggunakan aquades dan bagian penting ke empat adalah

53
biomaterial strip, bagian ini terletak dibagian dalam dan berfungsi untuk mengatur
suhu berkisar 18-28 derajat c.

Bagian bagian lain dalam refraktometer juga mempunyai peranan yang


penting untuk mempermudah pembacaan yaitu, lensa yang berfungsi untuk
memfokuskan cahaya, handel yang berfungsi sebagai pegangan, lensa pembesar
yang berfungsi untuk memperbesar sekala eye piece, dan eye piece yang berfungsi
untuk melihat sekala.

Menurut sembiring et al (2019), cara penggunaan refraktometer sesuai SOP


yaitu, pertama refraktometer dibersihkan dengan tissue kea rah bawah, lalu
refraktometer ditetesi aquades atau larutan NaCl, setelah itu refraktometer
dibersihkan dengan kertas tissue, lalu sampel cairan ditetskan pada prisma 1-3
tetes, setelah itu dilihat dan dibaca pada tempat yang bercahaya, setelah selesai
refraktometer kembali dibersihkan dengan aquadest dan dikeringkan.

Sama halnya dengan langkah kerja yang dilakukan pada penelitian, sebelum
dan sesudah digunakan, refraktometer harus selalu dibersihkan untuk menjaga
kualitas refraktometer. Pada penelitian untuk mendapatkan kandungan gula pada
buah, buah perlu ditumbuk untuk diambil hasil sarinagnnya saja, pada saat
penumbukan tidak perlu menambahkan air karena sudah terdapat kandungan air
didalam masing-masing buah.

Menurut Sukoyo et al (2014), semakin tinggi nilai brix maka semakin tinggi
kadar kemanisan pada suatu buah, dia juga menjelaskan jika semakin tinggi nilai
brix akan membuat warna buah semakin pudar. Hal ini menunjukan jika
kematangan buah terjadi saat buah mulai memudar warnanya tetapi tidak sampai
gelap karena jika gelap akan menandakan kebusukan.

Hasil penelitian didapatkan bahwa pada gula apsir didapatkan kadar


kemanisan sebesar 6brix saja dan sama dengan kadar kemanisan pada buah
belimbing yang kemudian disusul oleh buah semangka dengan kadar kemanisan 7
brix, lalu berikutnya ada pada buah jeruk dengan kadar kemanisan 8 brix. Kadar

54
kemanisan tertinggi pada penelitian kali ini adalah buah nanas dengan kadar
kemanisan 15 brix dimana dibawahnya aad buah naga dengan kemanisan 10 brix.

Kadar kemanisan dari setiap jenis buah berbeda, bahkan dalam satu jenis buah
namun berbeda varietas juga dapat memiliki kadar kemanisan yang berbeda, kadar
glukosa yang tinggi membuat rasa buah semakin manis, dan pada hasil penelitian
didapat jika nanas merupakan yang paling manis, hal ini juga didasari pada jenis
nanasnya yaitu nanas madu, dimana termasuk jenis nanas yang manis.

55
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara 9 ini, yaitu


1. Refraktometer adalah alat yang digunakan untuk mengukur kadar atau
konsentrasi bahan terlarut. Misalnya, gula, garam, protein, dan
sebagainya.
2. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah
memanfaatkan refraksi cahaya.

B. Saran

Praktikum selanjutnya peserta dapat menjalankan praktikum lebih baik dan


mengikuti arahan dengan baik. lakukan dengan lebih hati-hati, teliti, dan tidak
terlalu banyak bercanda sehingga dapat menghasilkan hasil yang baik dan sesuai
dengan tujuan dari praktikum tersebut.

56
DAFTAR PUSTAKA

Radityo, D. R., Fadillah, M. R., Igwahyudi, Q., & Dewanto, S. 2012. Alat
Penyortir dan Pengecekan Kematangan Buah Menggunakan Sensor Warna.
2(20):88-89

Ranny, Yustinus E Soelistio, dan Ni M Satvika. 2016. Metode Pencocokan Bunyi


Ketuk Buah dengan Kadar Kemanisan Menggunakan k-Nearest
Neighbour. Fakultas Teknik dan Informatika, Universitas Multimedia
Nusantara, Tangerang.

Muhammad Ichwan, Irma A Dewi, Zeni M S. 2018. Klasifikasi Support Vector

Machine (SVM) Untuk Menentukan Tingkat Kemanisan Mangga


Berdasarkan Fitur Warna. Institut Teknologi Nasional, Indonesia.

Nur Ismawati, Nurwantoro,dan Yoyok B Pramono. 2016. Nilai pH, Total Padatan

Terlarut, dan Sifat Sensoris Yoghurt dengan Penambahan Ekstrak Bit


(Beta vulgaris L.). Program Studi Teknologi Pangan, Fakultas Peternakan
dan Pertanian, Universitas Diponegoro, Semarang.

Nida Faradillah, Antonius Hintono, dan Yoyok B Pramono. 2017. Karakteristik

Permen Karamel Susu Rendah Kalori dengan Proporsi Sukrosa dan Gula
Stevia (Stevia rebaudiana) yang Berbeda. Program Studi Teknologi
Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang,

Leny Destriyani , Tamrin dan M Z Kadir. 2014. Pengaruh Umur Simpan Air

Tebu Terhadap Tingkat Kemanisan Tebu (Saccharum Ofiicinarum) .


Jurusan Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Lampung,
Lampung.

Dian Yulianti, Bambang Susilo, dan Rini Yulianingsih. 2014. Pengaruh Lama

Ekstraksi Dan Konsentrasi Pelarut Etanol Terhadap Sifat Fisika-Kimia


Ekstrak Daun Stevia (Stevia Rebaudiana Bertoni M.) Dengan Metode

57
Microwave Assisted Extraction (Mae). Jurusan Keteknikan Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.

LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENGUKURAN INTENSITAS CAHAYA

Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN

58
PURWOKERTO
2020

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Cahaya merupakan faktor esensial untuk pertumbuhan dan perkembangan


tanaman. Cahaya berperan penting dalam proses fisiologi tanaman, terutama
fotosintesis, respirasi, dan transpirasi. Unsur radiasi matahari yang penting bagi
tanaman ialah intensitas cahaya, kualitas cahaya, dan lamanya penyinaran. Bila
intensitas cahaya yang diterima rendah, maka jumlah cahaya yang diterima oleh
satuan luas permukaan daun dalam jangka waktu tertentu rendah (Gardner et al.
1991).
Sebelumnya perlu diketahui terlebih dahulu definisi tentang cahaya sebelum
berbicara mengenai iluminasi (penerangan). Cahaya merupakan sejenis energi
berbentuk gelombang elekromagnetik yang bisa dilihat dengan mata. Cahaya
diperlukan dalam kehidupan sehari-hari. Matahari adalah sumber cahaya utama di
bumi. Tumbuhan hijau memerlukan cahaya untuk membuat makanan. Sinar dari
matahari yang datang dapat disebut sebagai sinar alami. Sifat-sifat cahaya ialah,
cahaya bergerak lurus ke semua arah. Buktinya adalah kita dapat melihat sebuah
lampu yang menyala dari segala penjuru dalam sebuah ruang gelap.
Berbicara masalah pencahayaan berarti kita membagi dua sumber
pencahayaan menjadi dua bagian cahaya alami dengan cahaya buatan.Cahaya
alami adalah cahaya yang bersumber pada matahari sebagai sumbernya. Cahaya
alami ini kemudian dibagi menjadi dua macam yaitu cahaya matahari dan cahaya
pantulan. Cahaya matahari adalah cahaya yang langsung bersumber dari matahari
tanpa ada perantara ataupun penghantar yang mempengaruhi. Sedangkan cahaya
pantulan adalah cahaya yang telah terkena pengaruh dari luar baik itu dipantulkan
ataupun perlakuan lainnya. Cahaya buatan adalah cahaya yang bersumber selain

59
dari matahari dan biasanya sengaja dibuat, sebagai contoh cahaya lampu kamera,
cahaya lampu penerang dan lain-lain.
Untuk mengukur tingkat iluminasi (kuat penerangan) ini akan dipergunakan
suatu alat yang disebut dengan luxmeter. Lux Meter yang biasanya digunakan
untuk mengukur pencahayaan(penerangan). The illumination is how level of
luminous flux is falling on a surface area.Yaitu bagaimana tingkat terang
ditingkatkan jatuh pada permukaan suatu daerah. The luminous flux is visible
component that is defined in radiant flux (light power) divided by relative
sensitivity of human eyes over the visible spectrum. Pengaliran yang terang
terlihat adalah komponen yang didefinisikan dalam seri pengaliran (daya cahaya)
dibagi dengan relatif kepekaan mata manusia melalui spektrum terlihat. This
means the Lux is well fit to light level from sense of human eyes. Ini berarti Lux
berguna pada acuan untuk tingkat cahaya dari rasa mata manusia. Satuan dari
pengukuran alat ini adalah LUX (dalam SI).

B. Tujuan

1. Dapat menggunakan alat pengukur intensitas cahaya (luxmeter)


2. Dapat mengetahui perbedaan intensitas cahaya pada berbagai tempat

60
II. TINJAUAN PUSTAKA

Cahaya sangat besar artinya bagi tumbuhan, terutama karena perannya


dalam kegiatan fisiologis seperti fotosintesis, respirasi, pertumbuhan serta
pembungaan, pembukaan dan penutupan stomata, perkecambahan dan
pertumbuhan tanaman. Penyinaran matahari mempengaruhi pertumbuhan,
reproduksi dan hasil tanaman melalui proses fotosintesis. Penyerapan cahaya oleh
pigmen-pigmen akan mempengaruhi pembagian fotosintat ke bagian-bagian lain
dari tanaman melalui proses fotomorgenesis (Nurshanti, 2011).
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi proses
pertumbuhan tanaman melalui tiga sifatnya yaitu intensitas cahaya, kualitas
cahaya (panjang gelombang) dan lamanya penyinaran (panjang hari). Pengaruh
ketiga sifat cahaya tersebut terhadap pertumbuhan adalah melalui pembentukan
klorofil, pembukaan stomata, pembentukan antosianin (pigmen warna merah),
perubahan suhu daun dan batang, penyerapan hara, permeabilitas dinding sel,
transpirasi dan gerakkan protoplasma (Susilawati, dkk, 2016).
Cahaya matahari merupakan salah satu faktor yang berperan penting dalam
laju fotosintesis. Cahaya matahari berasal dari cahaya putih yang dapat diuraikan
menjadi komponen-komponen warna karena panjang gelombang cahaya yang
berbeda untuk setiap warna berbeda. Komponen-komponen warna tersebut adalah
merah, jingga, kuning, hijau, biru, nila, dan ungu (Papib Handoko dan Yunie
fajariyanti, 2015). Menurut Loveless (1991), cahaya matahari memiliki sifat
polikromatik bila dibiaskan akan menghasilkan cahaya-cahaya monokromatik.
Cahaya-cahaya monokromatik inilah yang ditangkap oleh klorofil dan digunakan
dalam proses fotosintesis.
Di tempat yang rendah cahaya, tanaman akan mengalami etiolasi. Etiolasi
dipengaruhi oleh hormon yang ada di dalam tanaman yaitu auksin. Di tempat
rendah cahaya, auksin akan memacu pertumbuhan batang lebih tinggi namun
tanaman menjadi lemah, batang tidak kokoh, daun kecil, dan tumbuhan tampak
pucat. Gejala etiolasi terjadi karena ketiadaan cahaya matahari. Pada penilitan ini,

61
tanaman yang mendapat cahaya matahari sebesar 25% memiliki tinggi tanaman
terbesar dibandingkan dengan tanaman lain (Arum, 2011).

Intensitas cahaya adalah banyaknya energi yang diterima oleh suatu


tanaman per satuan luas dan per satuan waktu (kal/cm/hari). Pada dasarnya
intensitas cahaya matahari akan berpengaruh nyata terhadap sifat morfologi
tanaman. Hal ini dikarenakan intensitas cahaya matahari dibutuhkan untuk
berlangsungnya penyatuan CO2 dan air untuk membentuk karbohidrat. Menurut
Bey dan las, mekanisme pengaruh radiasi surya pada tanaman terdiri atas
fotoenergi (fotosintesis) dan foto stimuls yang terdiri atas proses pergerakkan dan
proses pembentukkan (klorofil, pigmen, perluasan daun, pertunasan, dan
pembuangan). Setiap tanaman atau jenis pohon mempunyai toleransi yang
berlainan terhadap cahaya matahari (Citra Wulan Suci dan Suwasono, 2018).
Keberadaan naungan mengakibatkan matahari yang diterima tanaman lebih
rendahsehingga mendorong pertumbuhan vegetative yang lebih besar
dibandingkan tanpa naungan (Wijayanto dan Azis, 2013).
Alat ukur untuk mengukur pencahayaan adalah luxmeter. Luxmeter ini
disefinisiksn sebagai satuan metrik ukuran cahaya pada suatu permukaan.
Luxmeter memiliki range intensiitas antara 1-100.000 Lux. Luxmeter disusun
oleh tiga komponen utama yaitu rangka, LED, dan photodiede. Prinsip kerja
luxmeter adalah dengan mengubah energy cahaya menjadi arus listrik yang
kemudian ditampilkan di LED. Alat ukur intensitas cahaya ini hasilnya dapat
langsung dibaca. Alat ini mengubah energ cahaya menjadi energy listrik,
kemudian energi listrik dalam bentuk arus digunakan untuk menggerakkan jarum
skala. Untuk alat digital, energi listrik diubah menjadi angka yang dapat dibaca
pada layar monitor (Parera Lory Marcus, dkk, 2018).
Prinsip kerja dari luxmeter ini adalah mengubah energi foton menjadi
elektron. Idealnya satu foton dapat membangkitkan satu elektron. Cahaya akan
menyinari sel foto yang kemudian akan ditangkap oleh sensor sebagai energi yang
diteruskan oleh sel fotomenjadi arus listrik. Kemudian alat ini mengkonversi
cahaya menjadi arus listrik, mengukur arusnya dan mengubahnya menjadi satuan

62
lux. Di dalam perangkat luxmeter ini terdapat suatu penguat yang berfungsi
memperkuat arus yang masuk sehingga arus dapat terbaca. Tanpa penguat arus
yang dihasilkan oleh cahaya tidak mungkin terbaca karena arus yang dihasilkan
sangat kecil. Untuk luxmeter digital hasilnya akan ditampilkan pada layar panel
sedangkan untuk luxmeter analog arus akan menggerakkan jarum penunjuk skala.
Luxmeter pada umunya dapat bekerja pada range suhu 0-40º C, dengan
penggunaan daya ± 10 mW, dan memiliki akurasi ± (5%+1) dibawah 3000 lux
dan ±(7,5%+1) untuk 3000 lux ke atas (Veryanta, 2018)

63
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu. Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah lux meter, bolpoin, dan kertas.

B. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut :


1. Alat dan bahan disiapkan.
2. Tentukan tempat yang akan diukur intensitas cahayanya (Di dalam lab,
serambi gedung, taman bawah pohon gedung B, dan di taman tanpa
naungan).
3. Tempat yang akan diukur didatangi;
4. Lux meter dinyalakan;
5. Kisaran range yang akan diukur diatur (2.000 lux, 20.000 lux, atau 50.000)
lux pada tombol range.
6. Sensor cahaya diarahkan dengan tangan pada permukaan daerah yang diukur
kuat peneranganya
7. Hasil dilihat pada screen lux meter.

64
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

No Alat Objek Kelompok Rata-


Ukur Ukur rata
1 2 3 4 5
1 Lux Di dalam 41 22 71 2 24 42
Meter Lab
Di 46 37,2 160 9982 562 2224.4
Serambi
Gedung
Di Taman 50,31 1811 6837 6837 8017 4719.962
Bawah
pohon
Di taman 30,44 1982 1187 1887 2750 1329.688
tanpa
naungan

B. Pembahasan

Kebutuhan pencahayaan setiap ruangan terkadang berbeda, dimana semuanya


bergantung kepada kegiatan yang dilakukan. Beberapa penyelidikaan mengenai
hubungan antara produktivitas dengan pencahayaan menyebutkan bahwa
pencahayaan yang cukup pada jenis pekerjaan dapat menghasilkan produksi
maksimal dan penekanan biaya. Pencahayaan yang baik yaitu pencahayaan yang
memungkinkan kita dapat melihat obyek yang dikerjakan secara jelas
(Pamungkas, 2015). Mata manusia memerlukan cahaya untuk dapat memantulkan
bayangan benda kepada retina mata dan diterukan ke otak. Secara sederhana, kita
tidak akan dapat melihat tanpa adanya cahaya, seperti lampu, lilin dan cahaya
matahari, membantu kita untuk melihat setiap benda yang ada.

65
1. Prinsip Kerja

Luxmeter merupakan alat ukur yang digunakan untuk mengukur kuat


penerangan (tingkat penerangan) pada suatu area atau daerah tertentu. Alat ini
didalam memperlihatkan hasil pengukurannya menggunakan format digital. Alat
ini terdiri dari rangka, sebuah sensor dengan sel foto dan layar panel. Sensor
tersebut diletakan pada sumber cahaya yang akan diukur intenstasnya. Cahaya
akan menyinari sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus
listrik. Makin banyak cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan pun
semakin besar.

Sensor yang digunakan pada alat ini adalah photo diode. Sensor ini
termasuk kedalam jenis sensor cahaya atau optic. Sensor cahaya atau optic adalah
sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya
ataupun bias cahaya yang mengenai suatu daerah tertentu. Kemudian dari hasil
dari pengukuran yang dilakukan akan ditampilkan pada layar panel.

Berbagai jenis cahaya yang masuk pada luxmeter baik itu cahaya alami
atapun buatan akan mendapatkan respon yang berbeda dari sensor. Berbagai
warna yang diukur akan menghasilkan suhu warna yang berbeda,dan panjang
gelombang yang berbeda pula. Oleh karena itu pembacaan yang ditampilkan hasil
yang ditampilkan oleh layar panel adalah kombinasi dari efek panjang gelombang
yang ditangkap oleh sensor photo diode.

Pembacaan hasil pada Luxmeter dibaca pada layar panel LCD (liquid
Crystal digital) yang format pembacaannya pun memakai format digital. Format
digital sendiri didalam penampilannya menyerupai angka 8 yang terputus-putus.
LCD pun mempunyai karakteristik yaitu Menggunakan molekul asimetrik dalam
cairan organic transparan dan orientasi molekul diatur dengan medan listrik
eksternal.

Hampir semua lux meter terdiri dari rangka sebuah sensor dengan sel foto,
dan layer panel. Sensor diletakkan pada sumber cahaya. Cahaya akan menyinari

66
sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin
banyak cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan lebih besar.

Cahaya selalu membuat beberapa jenis perbedaan warna pada panjang


gelombang yang berbeda. Oleh karena itu, pembacaan merupakan kombinasi efek
dari semua panjang gelombang. Standar warna dapat dijadikan referensi sebagai
suhu warna dan dinyatakan dalam derajat Kelvin. Standar suhu warna untuk
kalibrasi dari hampir semua jenis cahaya adalah 2856 derajat Kelvin, yang lebih
kuning dari pada warna putih. Berbagai jenis dari cahaya lampu menyala pada
suhu warna yang berbeda. Pembacaan lux meter akan berbeda, tergantung variasi
sumber cahaya yang berbeda dari intensitas yang sama.

Hal ini menjadikan, beberapa cahaya terlihat lebih tajam atau lebih lembut
dari pada yang lain. Lux meter digunakan untuk mengukur tingkat iluminasi
(cahaya) di perkantoran, pabrik, markas kemanan dan lain sebagainya.

Aliran cahaya atau fluksi iluminasi (F) yang dipancarkan oleh sumber
diukur dalam Lumen. Satu Lumen adalah fluki cahaya yang dipancarkan dalam
sudut pejal satuan dari sebuah titik sumber sebesar satu lilin. Radian dapat
dipandang sebagai sudut yang dilingkupi oleh suatu busur yang sama dengan
radius satuan r , sedangkan sebuah sudut pejal menutupi suatu daerah pada bola
pejal yang sama dengan kuadarat jari-jarinya.

F = I W Lumen

Dimana :

F = Fluksi cahaya

I = Intensitas Cahaya

Iluminassi (E) adalah cahaya yang jatuh pada sebuah permukaan. Hali ini
diukur terhadap fluksi penerangan yang diterima pada luas satuan, misalnya
Lumen setiap m2, satuannya adalah Lux. Penerangan cahaya (Iuminasi) mengikuti

67
hokum kuadrat terbalik sehingga jika permukaan yang diterangi berpindah dari
harga semula untuk iluminasi hubungannya dapat dituliskan

E = I / h2 Lux

Dimana :

E = Iluminasi (Lux)

I = Intensitas Cahaya (Candela)

h = Jarak antara luxmeter dengan sumber cahaya (meter)

2. Prosedur Penggunanaan Alat

Dalam mengoperasikan atau menjalankan lux meter amat sederhana. Tidak


serumit alat ukur lainnya, dalam penggunaannya yang harus benar- benar
diperhatikan adalah alat sensornya,karena sensornyalah yang kan mengukur
kekuatan penerangan suatu cahaya. Oleh karena itu sensor harus ditempatkan pada
daerah yang akan diukur tingkat kekuatan cahayanya (iluminasi) secara tepat agar
hasil yang ditampilkan pun akuarat. Adapun prosedur penggunaan alat ini adalah
sebagai berikut :

a) Geser tombol ”off/on” kearah On.


b) Pilih kisaran range yang akan diukur ( 2.000 lux, 20.000 lux atau 50.000
lux) pada tombol Range.
c) Arahkan sensor cahaya dengan menggunakan tangan pada permukaan
daerah yang akan diukur kuat penerangannya.
d) Lihat hasil pengukuran pada layar panel.

Hal- hal yang harus diperhatikan dalam perawatan alat ini adalah sensor
cahaya yang bersifat amat sensitif. Dalam perawatannya sensor ini harus
diamankan pada temapat yang aman sehingga sensor ini dapat terus berfungsi
dengan baik karena sensor ini merupakan komponen paling vital pada alat ini.

68
Selain dari sensor, yang harus diperhatikan pada alat ini pun adalah baterainya.
Jikalau pada layar panel menunjukan kata ” LO BAT” berarti baterai yang
digunakan harus diganti dengan yang baru. Untuk mengganti baterai dapat
dilakukan dengan membuka bagian belakang alat ini (lux meer) kemudian
mencopot baterai yang habis ini, lalu menggantinya dengan yang dapat
digunakan. Baterai yang digunakan pada alat ini adalah baterai dengan tegangan 9
volt, tetapi untuk tegangan beterai ini tergantung pada spesifikasi alatnya.

Apabila hasil pengukuran tidak seharusnya terjadi, sebagai contoh


diruangan yang dengan kekuatan cahaya normal setelah dilakukan pengukuran
ternyata hasilnya tidak normal maka dapat dilakukan pengkalibrasian ulang
dengan menggunakan tombol ”Zero Adjust”.

3. Cara Pembacaan

Pada tombol range ada yang dinamakan kisaran pengukuran. Terdapat 3


kisaran pengukauran yaitu 2000, 20.000, 50.000 (lux). Hal tersebut menunjukan
kisaran angka (batasan pengukuran) yang digunakan pada pengukuran. Memilih
2000 lux, hanya dapat dilakukan pengukuran pada kisaran cahaya kurang dari
2000 lux. Memilih 20.000 lux, berarti pengukuran hanya dapat dilakukan pada
kisaran 2000 sampai 19990 (lux). Memilih 50.000 lux, berarti pengukuran dapat
dilakukan pada kisaran 20.000 sampai dengan 50.000 lux. Jika Ingin mengukur
tingkat kekuatan cahaya alami lebih baik baik menggunakan pilihan 2000 lux agar
hasil pengukuran yang terbaca lebih akurat. Spesifikasi ini, tergantung kecangihan
alat. Apabila dalam pengukuran menggunakan range 0-1999 maka dalam
pembacaan pada layar panel di kalikan 1 lux. Bila menggunakan range 2000-
19990 dalam membaca hasil pada layar panel dikalikan 10 lux. Bila menggunakan
range 20.000 sampai 50.000 dalam membaca hasil dikalikan 100 lux.

4. Kegunaan Lux Meter

Luxmeter merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur kuat atau
lemahnya cahaya yang terdapat pada suatu ruangan atau tempat tertentu. Apabila
kita telah mengetahui intensitas cahaya pada suatu ruangan, kita dapat

69
menentukan lampu yang tepat untuk dipasang pada setiap ruangan. Sehingga,
dihasilkan tingkat pencahayaan yang sesuai standar. agar tingkat pencahayaan
ruangan sesuai dengan fungsi ruangan. Fungsi ruangan yang dimaksud adalah
jenis aktifitas yang dilakukan di dalam ruangan tersebut. Biasanya alat ini banyak
digunakan pada arsitektur, penelitian, fotografi,. Dalam aplikasi penggunaannya
dilapangan alat ini lebih sering digunakan pada bidang arsitektur, industri, dan
lain-lain. Sedangkan penggunaan lainnya adalah dalam alat pengukur kuat cahaya
(Lux-Meter), dimana dalam keadaan gelap resistansi dioda cahaya ini tinggi
sedangkan jika disinari cahaya akan berubah rendah. Selain itu banyak juga dioda
cahaya ini digunakan sebagai sensor sistem pengaman (security) misal dalam
penggunaan alarm.

Prisip kerja alat ini pun banyak digunakan pada alat yang biasa digunakan
pada fotografi, sebagai contoh pada alat available light, reflected lightmeter, dan
incident lightmeter. Selain itu didalam penelitian-penelitian mengenai tingkat
keanekaragaman dan lain- lain yang senantiasa diperlukan data mengenai tingkat
pencahayaan alat ini pun dapat digunaka.

70
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara 10 ini, yaitu


1. Lux meter adalah alat yang digunakan untuk mengukur kuat
penerangan (tingkat iluminitas).
2. Alat ini bagian- bagiannya terdiri dari sebuah sensor dengan sel foto
(photo diode), dan layar panel.
3. Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan alat ini adalah sebagai
berikut:
a. Sensor harus diletakan pada tempat yang tepat (saat
melakukan pengukuran) untuk menghasilkan pembacaan yang
akurat.
b. Berkenaan dengan sensitifitas sensor yang tinggi, sensor harus
ditempatkan pada tempat yang aman.
c. Bila pada layar panel tertera ”LO BAT”, sebaiknya baterai
harus diganti.
4. Alat ini biasa digunakan pada bidang arsitektur, industri, fotografi,
biologi dan lain-lain

B. Saran

Praktikum selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan lebih hati-hati, teliti, dan


tidak terlalu banyak bercanda sehingga dapat menghasilkan hasil yang baik dan
sesuai dengan tujuan dari praktikum tersebut.

71
DAFTAR PUSTAKA

Lisa Indried Pantilu, dkk. 2012. (Morphological and Anatomical Responses of


The Soybean (Glycine max (L.) Merill) Sprouts to The Different Light
Intensity). Jurusan Biologi Fakultas MIPA Universitas Sam Ratulangi
Manado, Manado.

Muchamad Pamungkas, Hafiddudin, Yuyun Siti Rohmah. 2015. Perancangan


dan
Realisasi Alat Pengukur Intensitas Cahaya. Fakultas Ilmu Terapan,
Universitas Telkom, Bandung.

Rifqi, Firmansyah. 2018. Penerapan Modul RF 433 dalam Pengukuran Intensitas


Cahaya Menggunakan Sensor LDR Berbasis Arduino. Jurusan Teknik
Elektro, Fakultas Teknik Universitas Negeri Surabaya, Surabaya.

Nisa U Istiqomah. 2017. Pengaruh Medan Magnet Terhadap Kemudahan


Intensitas Cahaya Melewati Medium Air. Jurusan Pendidikan Biologi,
Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.

Ferdi Setiawan , Sri R Sulistiyanti ,dan Ageng Sadnowo. 2015. Analisis


Pengaruh Medium Perambatan terhadap Intensitas Cahaya Lacuba
(Lampu Celup Bawah Air). Jurusan Teknik Elektro Universitas Lampung,
Bandar Lampung.

Eddi Kurniawan, Cucu Suhery, dan Dedi Triyanto. 2013. Sistem Penerangan
Rumah Otomatis Dengan Sensor Cahaya Berbasis Mikrokontroler.
Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura.

Budhi, Priyanto. 2013. Peningkatan Daya Keluaran Sel Surya Dengan


Penambahan Intensitas Berkas Cahaya Matahari. Fakultas Teknik
Universitas Muhammadiyah Malang, Malang.

72
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENGUKURAN KANDUNGAN KLOROFIL

Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020

73
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Daun adalah salah satu organ yang terdapat dalam tumbuhan. Daun
merupakan organ penting dalam melakukan kelangsungan hidup suatu tumbuhan
karena tumbuhan adaah organisme autotroph obligat, daun memiliki ciri berwarna
hijau yang mana fungsi dari daun tersebut digunakan sebagai tempat
berlangsungnya proses fotosintesis melalui bantuan sinar matahari.pada proses
fotosintesisi tersebut suatu tumbuhan membutuhkan bahan dassar yaitu klorofil.
Klorofil merupakan zat hijau pada tumbuhan dan berperan utama dalam
proses fotosintesis yang dibantu oleh cahaya matahari. Klorofil dan fotosintesis
adalah sesuatu yang sangat berhubungan sebab klorofil amat penting untuk proses
fotosintesis itu sendiri. Fotosintesis menghasilkan energi yang nantinya akan
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Klorofil ini
mengubah cahaya matahari tersebut menjadi energi dengan cara menyerapnya dan
meneruskannya serta mengolah ke tempat terjadinya fotosintesis (mesofil)
bersama dengan bahan lainnya yaitu karbondioksida dan air.
Kandungan klorofil dalam suatu tumbuhan dapat menjadi suatu indicator
keadaan suatu tanaman sehat atau tidak, sebab klorofil memantulkan pigmen hijau
yang menjadikan apabila sesorang melihatnya akan menyimpulkan bahwa
tanaman tersebut sehat. Akan tetapi apabila kandungan klorofil dalam tumbuhan
sedikit akan menghambat proses fotosintesis dan menjadikan warna daun tersebut
kekuningan sehingga dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tersebut tidak sehat.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan klorofil di dalam
daun yaitu unsur hara yang terdapat di media serta gen dan air yang dibutuhkan.
Untuk itu dalam praktikum ini kami akan melakukan pengukuran terhadap
kandungan klorofil dari berbagai daun tumbuhan. Pengukuran ini dilakukan untuk

74
mengetahui kandungan klorofil dalam daun. SPAD (Soil Plant Analysis
Development) adalah alat ukur untuk mengukur kandungan klorofil pada daun.
Pengukuran kandungan klorofil dilakukan dengan menggunakan alat
SPAD yang memiliki satuan unit. Setiap daun dalam satu tangkai tanaman
memiliki jumlah klorofil yang berbeda. Perlunya penggunaan SPAD bagi
mahasiswa pertanian adalah untuk membantu mengenali teknologi pertanian yang
lebih maju dan membantu untuk meneliti kandungan klorofil di setiap tanaman
bidan pertanian itu sendiri. Oleh karena itu, alat ini sangat penting untuk
dikenalkan melalui pengenalan alat laboraorium agrohorti khususnya.
Pengetahuan untuk menggunakannya diperlukan untuk memudahkan praktikan
dan membantu menjaga alat agar tetap dalam keadaan baik.

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk :

1. Dapat menggunakan alat pengukur kandungan klorofil


2. Dapat mengetahui kandungan klorofil pada berbagai jenis daun

75
I. TINJAUAN PUSTAKA

Fotosintesis yang terjadi di daun membutuhkan dua bahan utama yaitu CO 2


dan H2O2. Reaksi utama fotosintesis terjadi di kloroplas dengan agen utamanya
yakni klorofil. Pembentukan klorofil pada daun paling banyak dipengaruhi oleh
cahaya matahari. Namun umur daun juga mempengaruhi kadar klorofil yang
terdapat pda suatu daun. Padahal pada awal perkembangan daun, aktivitas
meristem daun menyebabkan terjadinya perpanjangan daun. Perpanjangan daun
berikutnya terjadi sebagai akibat aktivitas meristem interkalar (Pratama dan Laily,
2015).
Klorofil berasal dari bahasa Yunani yaitu chloros artinya hijau dan phyllos
artinya daun. Klorofil adalah pigmen pemberi warna hijau pada tumbuhan, alga,
dan bakteri fotosintetik. Pigmen ini berperan dalam proses fotosintesis tumbuhan
dengan menyerap dan mengubah energi cahaya menjadi energi kimia.
Klorofilmemiliki rantai finil (C20H39O) yang akan berubah menjadi fitol
(C20H39OH) jika terkena air dengan katalisator klorofilase. Klorofil merupakan
factor utama yang mempengaruhi fotosintesis (Grivina, dkk, 2016).
Klorofil merupakan sebagian besar pigmen yang ditemukan dalam
membrane tilakoid kloroplas. Pigmen hijau pada daun berperan untuk
mengabsorpsi cahaya dalam fotosintesis fase I, yaitu reaksi fotolisis. Pigmen
klorofil tidak hanya berperan sebagai pigmen fotosintesis, tetapi juga dapat
bermanfaat sebagai disinfektan, antibiotik dan sebagai makanan tambahan.
Klorofil dapat digunakan sebgaia makanan tambahan karena mengandung nutrisi
yang dibutuhkan untuk tubuh manusia. Sumber klorofil di Indonesia sebetulnya
sangat melimpah namun pemanfaatannya masih sangat sedikit (Ajiningrum,
2018).
Klorofil atau butir-butir hijau daun terdapat dalam kloroplas, terdapat dua
jenis klorofil yaitu klorofil a berwarna hijau tua dan klorofil b berwarna hijau
muda. Klorofil dibedakan menurut daa absorpsi sinar pada panjang gelombang
400 nm-700 nm. Pembentukan klorofil dipengaruhi oleh faktor genetik, cahaya,

76
ketersediaan oksigen, karbohidrat, dan unsur N, Mg, Fe, dan Mn (Nurhaini, 2007).
Klorofil menyerap cahaya berupa radiasi elektromagnetik pada spektrum kasat
mata (visible). Misalnya, cahaya mengandung semua warna spektrum kasat mata
dari merah sampai violet, tetapi seluruh panjang gelombang unsurnya tidak
diserap dengan baik secara merata oleh klorofil. Klorofil a memiliki serapan pada
panjang gelombang 662 nm dan klorofil b pada panjang gelombang 642 nm.
Klorofil dapat menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya atau
pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga klorofil disebut sebagai pigmen
pusat reaksi fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, tumbuhan hanya dapat
memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm (Ari Arfandi,
dkk, 2013).
SPAD (Soil Plant Analysis Development) adalah alat ukur untuk mengukur
klorofil daun secara relative yang dinyatakan dalam satuan unit. Kandungan
klorofil daun yang ditetapkan dengan SPAD berkolerasi positif dengan sangat
nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif. Begitu pula
tingkat warna daun dengan nilai klorofil daun (SPAD) menunjukkan hubungan
positif nyata linier, dimana semakin besar nilai klorofil SPAD semakin besar pula
tingkat warna daunnya. Pengukuran klorofil daun secara destruktif berkolerasi
positif nyata dengan kadar nitrogen daun. Namun pengukuran ini hanya bisa di
laboratorium dan cara pengukurannya rumit. Sedangkan dengan SPAD sangat
mudah mengukur kandungan klorofil daun. Karena alat tersebut bisa langsung
mengukur klorofil daun di lapangan maupun walaupun melibatkan sampel banyak
sangat cocok menggunakan SPAD. Nilai SPAD cukup akurat untuk mengukur
tingkat kecukupan hara N pada tanaman padi, gandum, jagung, sorgum, dan kapas
Nilai SPAD juga cukup akurat untuk mengukur tingkat kecukupan hara N pada
tanaman padi, gandum, jagung, sorgum, dan kapas. Untuk menghindari dosis N
berlebihan dan meningkatkan efisiensi,pemberian pupuk N dilakukan berdasarkan
kandungan klorofil daun yang diukur menggunakan klorofil meter (SPAD meter).
Cara SPAD dapat menghindari terjadinya kelebihan pupuk dan diharapkan juga
akan menekan polutan. Pemberian pupuk urea dengan cara SPAD meningkatkan
efisiensi dan menghemat pupuk urea hingga 40% (Tri Dimas, 2014).

77
II. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu daun lada, daun kembang
sepatu, daun pucuk merah, dan daun jambu air. Alat yang digunakan pada
praktikum ini yaitu SPAD.

B. Prosedur Kerja

1. Alat dan bahan disiapkan.


2. Alat dihidupkan dengan memutar tombol "on off " ke arah ON.
3. Alat dikalibrasi sebelum digunakan.
4. Untuk melakukan kalibrasi saat alat menyala maka di layar alat akan
muncul " CAL ", saat itu kepala bawah pengukur ditekan tanpa sampel.
Alat akan berbunyi saat kalibrasi selesai.
5. Sampel daun Ditempelkan pada slot kepala klorofil meter kemudian
ditekan ke bawah, hingga SPAD berbunyi.
6. Apabila hasil pembacaan tidak sesuai maka hasil pembacaan dapat dihapus
dengan tombol " DATA DELETE ".
7. Untuk menghapus semua data maka tombol " ALL CLEAR DATA "
ditekan.
8. Untuk memeriksa semua pengukuran data dan memindai hasil pengukuran
yang sudah diambil maka tombol " DATA RECALL " ditekan, setiap kali
tombol ditekan meterannya akan melalui siklus bacaan.
9. Untuk rata-rata hasil pengukuran tombol" AVERAGE DATA " ditekan.
10. Setelah selesai alat dimatikan dan baterai dilepas.

78
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

No Alat Objek Ulanga Kelompok Rata-


Ukur Ukur n rata
1 2 3 4 5

1 SPAD Daun 1 13 11,7 12,3 14,2 14,2 13,08


Lada Unit Unit Unit Unit Unit Unit

2 44,9 51,4 44,1 40,5 48,4 45,86


Unit Unit Unit Unit Unit Unit

3 47,6 63,7 54,2 53 58 55,3


Unit Unit Unit Unit Unit Unit

Daun 1 44,4 43,1 37,8 37,6 34,7 39,52


Kembang Unit Unit Unit Unit Unit Unit
Sepatu
2 47 54,3 52,2 45,3 50,2 49,8
Unit Unit Unit Unit Unit Unit

3 54,8 57 57,1 56,6 55,5 56,2


Unit Unit Unit Unit Unit Unit

Daun 1 11 12,3 12,1 1,9 10,6 9,58


Pucuk Unit Unit Unit Unit Unit Unit
Merah
2 36,6 31,1 36,4 27,1 36,4 33,52
Unit Unit Unit Unit Unit Unit

3 42 42,7 41,8 43,7 46 43,24


Unit Unit Unit Unit Unit Unit

Daun 1 2,8 13,4 12,4 14 13,2 13,16


Jambu Unit Unit Unit Unit Unit Unit
Air
2 4,8 39 43,6 40 40,7 41,82
Unit Unit Unit Unit Unit Unit

3 4,9 61,4 56,7 51,3 60,3 56,92


Unit Unit Unit Unit Unit Unit

79
B. Pembahasan

Pengukuran kadar klorofil pada daun sangat diperlukan untuk mengetahui


kondisi tanaman. Teknik pengukuran kadar klorofil yang biasa digunakan adalah
metode ekstraksi yang dilanjutkan dengan pengukuran menggunakan
spektrofotometer, ataupun fluorometer. Pengukuran menggunakan metode
ekstraksi memiliki beberapa kekurangan, diantaranya tidak praktis, melibatkan
reaksi kimia, membutuhkan waktu lebih lama. Saat ini, alat ukur kadar klorofil
secara digital dan tidak melibatkan reaksi kimia sudah tersedia seperti SPAD (Soil
Plant Analysis Development) 502 Clorophyll Meter. Namun secara umum harga
SPAD 502 masih belum terjangkau bagi para petani.
Klorofil merupakan salah satu parameter yang sangat menentukan
produktivitas primer di laut. Sebaran dan tinggi rendahnya konsentrasi klorofil-a
sangat terkait dengan kondisi oseanografi suatu perairan. Beberapa parameter
fisika kimia yang mempengaruhi sebaran klorofil-a adalah intensitas cahaya dan
nutrien. Perbedaan parameter tersebut menjadi penyebab bervariasinya
produktivitas primer di beberapa tempat di laut (Samawi, 2007).
Tiga fungsi utama klorofil dalam proses fotosintesis adalah memanfaatkan
energi matahari, memicu fiksasi CO2 untuk menghasilkan karbohidrat dan
menyediakan energi bagi ekosistem secara keseluruhan. Karbohidrat yang
dihasilkan dalam fotosintesis diubah menjadi protein, lemak, asam nukleat dan
molekul organik lainnya. Klorofil menyerap cahaya yang berupa radiasi
elektromagnetik pada spektrum kasat mata (visible). Cahaya matahari
mengandung semua warna spektrum kasat mata dari merah sampai violet, tetapi
tidak semua panjang gelombang diserap dengan baik oleh klorofil. Klorofil dapat
menampung cahaya yang diserap oleh pigmen lainnya melalui fotosintesis,
sehingga klorofil disebut sebagai pigmen pusat reaksi fotosintesis (Bahri, 2010).

Klorofil merupakan komponen kloroplas yang utama dan kandungan


klorofil relatif berkorelasi positif dengan laju fotosintesis (Li et al., 2006). Klorofil
disintesis di daun dan berperan untuk menangkap cahaya matahari yang

80
jumlahnya berbeda untuk tiap spesies. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik, unsur-
unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani dan Setiari,
2009).

Kompleks proteinklorofil merupakan komponen fotosintesis yang penting


(van der Mescht et al., 1999). Radiasi cahaya yang diterima oleh tanaman dalam
fotosintesis diabsorbsi oleh klorofil dan pigmen tambahan yang merupakan
kompleks proteinklorofil. Selanjutnya energi radiasi akan ditransfer ke pusat
reaksi fotosistem I dan II yang merupakan tempat terjadinya perubahan energi
cahaya menjadi energi kimia (Li et al., 2006). Dua mekanisme yang terlibat dalam
pembentukan kompleks proteinklorofil adalah distribusi klorofil yang baru
disintesis dan redistribusi klorofil yang sudah ada. Klorofil b adalah hasil
biosintesis dari klorofil a dan berperan penting dalam reorganisasi fotosistem
selama adaptasi terhadap kualitas dan intensitas cahaya. Oleh sebab itu hilangnya
klorofil a dan b berpengaruh negatif terhadap efisiensi fotosintesis (van der
Mescht et al., 1999).

Penurunan kandungan klorofil pada saat tanaman kekurangan air berkaitan


dengan akitivitas perangkat fotosintesis dan menurunkan laju fotosintesis
tanaman. Pembentukan klorofil dihambat (Salisbury dan Ross 1992) dan
penurunan enzim rubisco (Pangaribuan 2001) terjadi pada saat tanaman
kekurangan. Kekurangan air akan mempengaruuhi kandungan dan organisasi
klorofil dalam kloroplas pada jaringan (Harjadi dan Yahya 1988 dalam Syafi
2008). Di samping itu penyerapan unsur hara dari tanah oleh akar terhambat,
sehingga mempengaruhi ketersediaan unsur N dan Mg yang berperan penting
dalam sintesis klorofil (Syafi 2008). Kandungan klorofil dapat dipakai sebagai
indikator yang terpercaya untuk mengevaluasi ketidakseimbangan metabolisme
antara fotosintesis dan hasil produksi pada saat kekurangan air (Li et al., 2006)

Klorofil mampu berfungsi sebagai pembersih alamiah (mendorong terjadinya


detoksifikasi); antioksidan, antipenuaan dan antikanker. Karotenoid juga

81
merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah.
Karotenoid dikenal sebagai prekursor vitamin A (beta karoten), dikembangkan
sebagai efek protektif melawan sel kanker, penyakit jantung, mengurangi penyakit
mata, antioksidan, dan regulator dalam sistem imun tubuh (Kurniawan, Izzati &
Nurchayati, 2010).

Kandungan klorofil pada daun bervariasi dari satu jenis tanaman dengan
tanaman lainnya. Kandungan klorofil bahkan bervariasi antara berbagai varietas
tanaman dalam satu spesies. Misalnya pada tanaman puring kandungan klorofil
antara varietas tanaman puring bor merah, puring cobra, dan puring lokal
memiliki perbedaan kandungan klorofil. Umur daun juga mempengaruhi adanya
variasi kandungan klorofil pada tanaman (Gogahu et al., 2016)

Selain umur dan varietas daun, kandungan klorofil juga bervariasi dilihat
dari posisi daun dalam satu tanaman. Analisis kandungan klorofil pada tanaman
kelapa sawit menunjukkan bahwa selain umur daun, ternyata posisi daun yang
berbeda pada umur daun yang sama, juga menunjukkan adanya variasi jumlah
kandungan klorofil pada daun tersebut ( Mustafa et al., 2015)

Analisisis kandungan klorofil pada umumnya dilakukan dengan


mengekstrak daun menggunakan pelarut kemudian kandungan klorofil ditentukan
dengan spektrofotometer UV-Vis. Salah satu contoh pelarut yang digunakan
untuk analisis kandungan klorofil yaitu metanol (Sumanta et al., 2014).

Hasil praktikum menghasilkan kandungan klorofil yang berbeda di setiap


daunnya. Kandungan klorofil atau yang biasa disebut zat hijau daun semakin
banyak pada daun yang berwarna hijau tua. Sesuai dengan namanya yaitu zat
hijau daun, kandungan pada daun pucuk merah paling sediki karena berwarna
merah tidak berarna hijau. Kandungan klorofil paling tinggi ada pada daun lada,
warna daun yang hijau pekat menandakan kandungan yang banyak. Dalam satu
pohon, kandungan klorofil selalu berbeda, bahkan dalam satu daun, semakin
ujung daun warnanya kandungannya akan semakin kecil. Semakin ujung tempt

82
daun pada suatu pohon juga memiliki kandungan klorofil yang sedikit, karena itu
adalah daun muda.

Penggunaan SPAD sebagai ala bantu mengukur klorofil cukup mudah,


pertama alat harus dihubungkan dengan daya melalui batu baterai sebangak 2
buah. Kalibrasi alat dilakukan dengan menyatukan slot kepala klorofil hingga
berbunyi sebanyak satuu kali, jika masih berbunyi dua kali tandanya kalibrasi
belum berhasil. Terdapat beberapa tombol dalam SPAD yaitu “Data delete”
berfungsi untuk menghapus pembacaan akhir, “All clear data” untuk menghapus
semua data, “Data recall” untuk memeriksa semua pengukuran data dan
memindai hasil yang sudah diambil dan terakhir tombol “Average data” untuk
rata-rata hasil pengukruan.

83
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara 11 ini, yaitu


1. SPAD (Soil Plant Analysis Development) adalah alat ukur untuk
mengukur klorofil daun secara relative yang dinyatakan dalam satuan unit.
Kandungan klorofil daun yang ditetapkan dengan SPAD berkolerasi
positif dengan sangat nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan
secara destruktif.
2. Semakin besar nilai klorofil SPAD semakin besar pula tingkat warna
daunnya. Pengukuran klorofil daun secara destruktif berkolerasi positif
nyata dengan kadar nitrogen daun.
3. Peran klorofil untuk menangkap energi dari cahaya matahari dan
melanjutkan ke pusat reaksi fotosintesis sangatlah penting. Klorofil
merupakan senyawa siklik tetrapirol yang mampu menyerap foton karena
ikatan konjugasi dalam satu struktur. Oleh karena itu, jumlah klorofil akan
sangat menentukan produksi gula dari fotosintesis.

B. Saran

Praktikum selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan lebih hati-hati, teliti, dan


tidak terlalu banyak bercanda sehingga dapat menghasilkan hasil yang baik dan
sesuai dengan tujuan dari praktikum tersebut.

84
DAFTAR PUSTAKA

Agustamia, C., Widiastuti, A., & Sumardiyono, C. 2016. Pengaruh Stomata dan
Klorofil pada Ketahanan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Penyakit
Bulai. 20(2):93.

Ai, N. S. 2011. Biomasa dan Kandungan Klorofil Total Daun Jahe yang
Mengalami Cekaman Kekeringan. 11(1)

Erus Rustami, dan Aisyah Rahmayanti. 2017. Rancang Bangun Alat Ukur
Klorofil Daun dengan Metode Fluoresensi Berbasis Mikrokontroler.
Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Dramaga,
Bogor.

Rina F Sihombing, Riris Aryawati dan Hartoni. 2012. Kandungan Klorofil-a


Fitoplankton di Sekitar Perairan Desa Sungsang Kabupaten Banyuasin
Provinsi Sumatera Selatan. Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA
Universitas Sriwijaya, Inderalaya.

Nio S Ai dan Yunia Banyo. 2015. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator
Kekurangan Air Pada Tanaman. Program Studi Biologi FMIPA
Universitas SamRatulangi, Manado.

Dwi Iriyani dan Pangesti Nugrahani. 2014. Kandungan Klorofil, Karotenoid, Dan
Vitamin C Beberapa Jenis Sayuran Daun Pada Pertanian Periurban Di
Kota Surabaya. Fakultas Pertanian-UPN veteran, Surabaya.

Lydia Kamagia, Julius Pontoha ,dan Lidya I. Momuata. 2017. Analisis


Kandungan Klorofil Pada Beberapa Posisi Anak Daun Aren (Arenga
pinnata) dengan Spektrofotometer UVVis Lydia. Jurusan Kimia FMIPA
UNSRAT, Jl. Kampus Unsrat, Manado.

Sumenda, L., Rampe, H. L., & Mantiri, F. R. 2011. Analisis Kandungan Klorofil
Daun Mangga (Mangifera indica L.) pada Tingkat Perkembangan Daun
yang Berbeda. Fakultas MIPA. Universitas Sam Ratulangi Manado 1(1).

85
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM

PENGUKURAN LAJU FOTOSINTESIS

Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULAN

86
A. Latar Belakang

Tumbuhan merupakan salah satu produsen energy, karena pada umumnya


tumbuhan bersifat outotrof, yaitu suatu organisme yang dapat membuat bahan
organik sendiri dengan bantuan cahaya matahari, dan unsur-unsur lainnya. Pada
rantai makanan tumbuhan menepati struktur tropic paling dasar dan paling
berpengaruh. Proses pembuatan bahan organik dengan bantuan bahan anorganik
disebut fotosintesis. Fotosintesis telah lama dipelajari, dari mulai sekolah dasar
sampai tingkat perkuliahan, namun dalam perkembangannya proses fotosintesis
telah menciptakan sesuatu yang bemanfaat. Laju fotosintesis ialah banyaknya
karbohidrat dan O2 yang dihasilkan fotosintesis per satuan waktu. Laju
fotosintasis diantaranya dipengaruhi oleh intensitas (banyaknya) cahaya matahari
dan kadar CO2. Dengan mengukur banyaknya gelombang udara (O2) Yang
dihasilkan oleh tanaman air (hidrilla sp) pada praktukum ini, dapat diperkirakan
laju fotosintesis tanaman tersebut akibat pengaruh intensitas cahaya.

Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosistem pada
tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh daun
sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum
serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwaada pigmen lain yang
berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih
tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak
segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai
akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis.
(Lakitan, 2007)

Laju fotosintesis berbagai spesies tumbuhan yang tumbuh pada berbagai


daerah yang berbeda seperti gurun kering, puncak gunung, dan hutan hujan
tropika, sangat berbeda. Perbedaan ini sebagian disebabkan oleh adanya
keragaman cahaya, suhu, dan ketersediaan air, tapi tiap spesies menunjukkan
perbedaan yang besar pada kondisi khusus yang optimum bagi mereka. Spesies

87
yang tumbuh pada lingkungan yang kaya sumberdaya mempunyai kapasitas
fotosintesis yang jauh lebih tinggi daripada spesies yang tumbuh pada lingkungan
dengan persediaan air, hara, dan cahaya yang terbatas. (Salisbury dan Ross, 1995).

B. Tujuan

Praktikum ini bertujuan untuk:


5. Dapat menghitung laju fotosintesis untuk LTR (Laju Tumbuh Relatif)
6. Dapat menghitung laju fotosintesis untuk LAB (Laju Asimilasi Bersih)

88
II. TINJAUAN PUSTAKA

Fotosintesis merupakan proses yang dilakukan oleh organisme autrotrof,


dengan menggunakan energi dari cahaya matahari yang diserap oleh klorofil
untuk membuat makanan dari molekul sederhana menjadi molekul yang lebih
kompleks. Klorofil menyerap dan menggunakan energi sinar matahari untuk
sintesa oksigen dan karbohidrat dari CO2 dan air (Jumin, 1992). Klorofil dalam
tumbuhan terdapat dalam kloroplas, tempat terjadinya reaksi-reaksi penting untuk
pembentukan karbohidrat atau gula, atau cadangan makanan lainnya (Basmi,
1995). Hasil fotosintesa yang berupa karbohidrat dan oksigen akan digunakan
oleh tumbuhan tersebut untuk tumbuh dan berkembang.

Batas radiasi aktif fotosintesa terbatas pada panjang gelombang sekitar 400–
700 nm, meskipun ada beberapa jenis tumbuhan yang dapat menyerap energi
dengan panjang gelombang sekitar 300 nm dan 750 nm (Lobban et.al., 1985).
Sistem penyerapan cahaya, transfer energi eksitasi dan reaksi fotokimia pada
proses fotosintesa dapat diamati dengan menggunakan metode klorofil
fluorosensi.
Klorofil merupakan pigmen utama yang efektif sebagai fotosintiser pada
proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Klorofil memiliki absorbsi maksimum
pada 670 nm, sehingga klorofil merupakan komponen yang menarik sebagai
bagian yang visibel dari fotosintiser. Ada beberapa klorofil yang dijumpai
berfungsi sebagai pigmen fotosintetik, tetapi jenis yang umum dijumpai pada
tanaman tingkat tinggi adalah klorofil a dan b. Kedua jenis klorofil ini, memiliki
serapan cahaya pada dua daerah panjang gelombang (Gambar 3), yaitu pada
panjang gelombang 400 nm - 490 nm dan pada rentang gelombang 620 nm
sampai 680 nm (Sumaryanti et.al., 2011)
Pertumbuhan lamun dapat dilihat dari pertambahan panjang bagianbagian
tertentu seperti daun dan rhizomanya, namun pengamatan pertumbuhan dan

89
pengukuran rhizoma lebih sulit dilakukan karena berada di bawah permukaan
substrat. Penelitian lamun relatif lebih mengacu pada pertumbuhan daun karena
daun lamun berada di atas permukaan substrat sehingga lebih mudah untuk
diamati. Umumnya penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan daun muda lebih
cepat dibanding pertumbuhan daun tua (Brouns, 1985; Azkab, 1999).
Pertumbuhan lamun berbeda-beda antara lokasi satu dengan yang lainnya, karena
laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti fisiologi, metabolisme
dan faktor eksternal seperti nutrien (Kiswara, 1993).
Ketersediaan nutrien di perairan padang lamun merupakan faktor pembatas
pada pertumbuhan lamun. Nutrien dapat ditemukan pada kolom perairan maupun
dalam sedimen. Penelitian yang dilakukan oleh McRoy et.al., (1970) dalam
Kiswara (1995) menunjukkan bahwa lamun memperoleh nutrien melalui dua
jaringan tubuhnya yaitu akar dan daun.
Ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap laju fotosintesis suatu jenis
pohon, hal ini berkaitan erat dengan kandungan CO2 di udara, Oleh karena itu
CO2 merupakan faktor pembatas di daerah tropik1). Dalam persamaan kimia
proses fotosintesis di dalam tanaman digambarkan seperti berikut di bawah ini:

Pada umumnya daun tua memiliki kemampuan fotosistesis lebih tinggi dari
pada daun muda. Hal ini disebabkan karena daun tua memiliki jumlah klorofil
lebih tinggi dari pada daun muda. Demikian pula dengan laju transpirasi, bahwa
daun tua umumnya memiliki laju lebih tinggi dari pada daun muda
Pertumbuhan akan optimal apabila semua komponen tersedia dalam
jumlah yang seharusnya. Suhu ,ketersediaan CO2, dan cahaya merupakan unsur
dalam kegiatan fotosintesis. Pada umumnya tumbuhan daerah tropis tidak mampu
melakukan fotosintesis pada suhu 5 oC, maka meskipun sinar ada, CO2 terpenuhi
kegiatan fotosintesis akan terhambat dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
temperatur merupakan faktor penghambat (limiting factor). Demikian pula CO2
terpenuhi, suhu optimum (antara 10-35 oC) tetapi sinar kurang banyak maka
fotosintesis juga akan menjadi terhambat, hal ini dikatakan bahwa sinar juga

90
menjadi faktor penghambat proses fotosintesis, Ketinggian tempat juga
berpengaruh terhadap laju fotosintesis suatu jenis pohon, hal ini berkaitan erat
dengan kandungan CO2 di udara, Oleh karena itu CO2 merupakan faktor
pembatas di daerah tropik1). (Dwijoseputro, 1990 dalam Khoiri, 2010).
Ada sekitar setengah juta kloroplas/mm2 permukaan daun. Di dalam
kloroplas tersimpan klorofil, yaitu pigmen warna hijau yang berfungsi sebagai
penyerap cahaya. Karbondioksida memasuki daun dan oksigen keluar melalui
stomata. Pada saat klorofil menyerap cahaya, klorofil akan mengalami eksitasi.
Energi hasil eksitasi ini akan dimanfaatkan untuk membentuk ATP dan NADPH
dan digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi glukosa (Lambers et al. 1998;
Campbell et al. 2010). Glukosa dalam jaringan tanaman akan dimanfaatkan untuk
pembentukan akar, batang, daun, bunga dan buah (Ahmad et al, 2013)

Klorofil merupakan pigmen utama yang efektif sebagai fotosintiser pada


proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Klorofil memiliki absorbsi maksimum
pada 670 nm, sehingga klorofil merupakan komponen yang menarik sebagai
bagian yang visibel dari fotosintiser. Ada beberapa klorofil yang dijumpai
berfungsi sebagai pigmen fotosintetik, tetapi jenis yang umum dijumpai pada
tanaman tingkat tinggi adalah klorofil a dan b. Kedua jenis klorofil ini, memiliki
serapan cahaya pada dua daerah panjang gelombang (Gambar 3), yaitu pada
panjang gelombang 400 nm - 490 nm dan pada rentang gelombang 620 nm
sampai 680 nm (Sumaryanti et.al., 2011)

91
III. METODE PRAKTIKUM

A. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu data laju fotosinntesis. Alat
yang digunakan pada praktikum ini yaitu kertas, alat hitung, dan alat tulis.

B. Prosedur Kerja

Praktikum ini dilakukan dengan prosedur, sebagai berikut:


1. Alat tuis disiapkan
2. Siapkan data yang akan dihitung LAB dan LTR nya.
3. Lakukan perhitungan LAB dan LTR.

92
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Tabel Perhitungan Laju Fotosintesis untuk LTR,.

Bobot Kering Bobot Kering


Perlakua Kelomp
Tanaman Dekstruksi Bobot Kering Tanaman
n ok
1 Tanaman Dekstruksi 2 Dekstruksi 3
NPK 1 0,03 0,05 0,09
NPK 2 0,07 0,09 0,12
NPK 3 0,04 0,06 0,15
NPK 4 0,02 0,04 0,08
NPK 5 0,09 0,11 0,16
NK 1 0,01 0,03 0,09
NK 2 0,03 0,05 0,11
NK 3 0,06 0,08 0,12
NK 4 0,05 0,07 0,13
NK 5 0,03 0,05 0,18
PK 1 0,04 0,06 0,20
PK 2 0,03 0,05 0,14
PK 3 0,02 0,04 0,11
PK 4 0,06 0,08 0,12
PK 5 0,09 0,10 0,16
NP 1 0,06 0,08 0,15
NP 2 0,05 0,07 0,13
NP 3 0,07 0,09 0,18
NP 4 0,10 0,12 0,16
NP 5 0,12 0,14 0,15
Kontrol 1 0,02 0,04 0,12
Kontrol 2 0,05 0,07 0,11
Kontrol 3 0,04 0,06 0,17
Kontrol 4 0,01 0,03 0,10
Kontrol 5 0,03 0,05 0,13

93
Tabel Perhitungan Laju Fotosintesis untuk LAB

Perlakuan Kelompok Luas Daun


NPK 1 4,55
NPK 2 6,2
NPK 3 4,85
NPK 4 4,12
NPK 5 4,35
NK 1 4,7
NK 2 4,25
NK 3 4,17
NK 4 4,25
NK 5 4,37
PK 1 2,8
PK 2 3,25
PK 3 3,67
PK 4 2,5
PK 5 2,76
NP 1 5,2
NP 2 8
NP 3 7,08
NP 4 7,12
NP 5 6,89
Kontrol 1 6
Kontrol 2 7,31
Kontrol 3 11,23
Kontrol 4 10,05
Kontrol 5 10,8

94
B. Pembahasan

Sepanjang siang tanaman melakukan fotosintesis dengan bantuan sinar


matahari. Proses ini menghasilkan energi untuk membangun tubuh tanaman,
memperbaiki bagian-bagian tanaman yang rusak, dan untuk menyimpan makanan.
Tanpa cahaya matahari, tanaman tidak sanggup hidup. Namun setiap tumbuhan
membutuhkan intensitas cahata matahari yang berbeda (Sarwono, 2002).

Fotosintesis terjadi di kloroplas. Kloroplas merupakan organel plastid yang


mengandung pigmen daun (klorofil). Sel yang mengandung kloroplas terdapat
pada mesofil daun, yaitu sel-sel jaringan tiang (palisade) dan sel-sel jaringan
bunga karang (spons).

Secara sederhana, reaksi yang terjadi dalam proses fotosintesis ialahsebagai


berikut : 6H2O + 6CO2+ cahaya → C6H12O6 + 6O2. Karbohidrat
(C6H12O6) digunakan dalam pembentukan senyawa organik yang lainseperti selu
losa dan bisa juga digunakan sebagai bahan bakar. Fotosintesisini terjadi pada
daun. Daun menangkap cahaya menggunakan klorofil yang merupakan pigmen
hijau pada tumbuhan. Klorofil berada dalam kloroplas, dimana proses fotosintesis
terjadi, tepatnya pada bagian stroma. (Pertamawati,2010).

Pengaruh iklim terhadap tanaman diawali oleh pengaruh langsung cuaca,


terutama pengaruh radiasi dan suhu terhadap fotosintesis, respirasi, transpirasi,
dan beberapa metabolism di dalam sel organ tanaman. Fotonsintesis dan respirasi
adalah proses biokimia, sehingga memerlukan pengkatalisa sebagaimana proses
fisika, kcepatan proses tergantung pada keaktifan pengkatallisa yang diatur ole
suhu (Rusmayadi, 2019)

Pada proses fotosintesis, reaksi suhu dan jumlah energy yang terserap sangat
ditentukan oleh intensitas radiasi PAR (photosynthetically active radiation),
sehingga pada daun di puncak tajuk, yang memperoleh radiasi langsung, pengaruh
suhu udara terhadap fotosintesis tidak terlalu besar. Fotosintesis hanya
berlangsung siang hari, sedangkan respirasi daun sepenuhnya sepenuhnya

95
dipengaruhi oleh suhu dan berlangsung teru menerus pada siang hari, dan malam
hari sepanjang periode pertumbuhan tanaman (Rusmayadi, 2019).

Keberhasilan dan kecepatan tumbuhan hijau dalam melakukan fotosintesis


dipengaruhi oleh  beberapa faktor  yaitu :

1. Cahaya
Komponen-komponen cahaya yang mempengaruhi kecepatan laju
fotosintesis adalah intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Intensitas
adalah banyaknya cahaya matahari yang diterima sedangkan kualitas
adalah panjang gelombang cahaya yang efektif untuk terjadinya
fotosintesis. Makin banyak intensitas, kualitas dan lamanya sinar matahari
yang diterima tumbuhan hijau maka makin cepat tumbuhan hijau
melakukan fotosintesis.
2. Konsentrasi karbondioksida
Semakin banyak karbondioksida di udara, makin banyak jumlah bahan
yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja
pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4. Kadar air
Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup,
menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju
fotosintesis.

Intensitas cahaya matahari juga bisa berpengaruh pada sebuah proses


fotosintesis, karena energi cahaya matahari begitu sangat dibutuhkan oleh
tumbuhan dalam melakukan proses fotosintesis ini. semakin tinggi intensistas
cahaya matahari maka akan semakin banyak pula energi yang dibentuk dan dapat
mempercepat proses fotosintesis. Tapi jikalau intensitas dari cahaya terlalu tinggi
dapat menyebabkan rusaknya klorofil.

96
Fotosintesis seperti inilah yang membuat pertumbuhan dan perkembangan
tanaman semakin optimum, yang diikuti pengisian lubuk energy karbohidrat
semakin besar, yakni di akar, batang, daun, buah, iji, serta umbi (Rusmayadi,
2019).

Apabila dilihat dari reaksi kimia yang berlangsung, maka fotosintesis


berlangsung melalui dua reaksi, yaitu reaksi terang dan gelap. Reaksi terang
adalah reaksi fotosintesis yang memerlukan cahaya. Dalam reaksi tersebut
berlangsung pengubahan energy sinar menjadi kimia, yaitu pemecahan molekul
air mejadi hydrogen, oksigen dan energi. Energi yang terbentuk kemudian
dimanfaatkan untuk berlangsungnya reaksi gelap (Kadaryanto et al,2007).

Reaksi gelap merupakan serangkaian reaksi pembentuk glukosa yang


menggunakan karbondioksida dan hydrogen dari air. Rekasi gelap ini sering
disebut dengan reaksi calvin. Selama siklus berlangsung, tmbuhan molekul
karbohidrat terutama glukosa, amilum dan selulosa, beberapa dari molekul
tersebut dimanfaatkan sebagai sumber energy bagi tumbuan dan organisme
pemakan tumbuhan tersebut (Kadaryanto et al,2007).

Laju hasil fotosintesis dapat didekati dengan menghitung jumlah daun serta
mengukur laju penyerapan CO2 per satuan luas daun. Jumlah daun lazimnya
dinyatakan dengan ILD(Indeks Luas Daun), yaitu besaran yang menyatakn nisbah
antara jumlah luas semua daun dengan luas tanah yang ternaungi (Wahyudi et al,
2008).

Keberlangsungan fotosintesis berkolerasi positif dengan keberadaan stomata.


Jika intensitas cahaya meningkat, jumlah stomata pun cemderung meningkat,
tetapi peningkatan tersebut lebih dikarnakan semakin kecilnya ukuran sel-sel
epidermis seingga jarak antar stomata menjadi lebih dekat (Wahyudi et al, 2008).

Fungsi yang paling utama dari fotosintesis ialah untuk menproduksi zat


makanan yang berupa gula atau glukosa. Karena gulkosa atau gula menjadi bahan
yang utama dalam pembuatan zat makanan lainnya seperti protein dan lemak pada

97
tumbuhan. Zat tersebut itu nantinya akan menjadi makanan untuk hewan
dan manusia.

Fungsi yang lain dari fotosintesis ialah dapat membersihkan udara dari
pencemaran udara dengan cara mengurangi kadar karbondioksida di udara karena
karbondioksida merupakan bahan yang dibutuhkan oleh tumbuhan hijau untuk
melakukan fotosintesis. lalu sebagai hasilnya selain zat makanan dapat dihasilkan
juga Oksigen yang sangat diperlukan sekali untuk kelangsungan hidup hewan dan
manusia di muka bumi.

98
V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diperoleh dari praktikum acara 12 ini, yaitu


1. Fotosintesis merupakan proses yang dilakukan oleh organisme autrotrof,
dengan menggunakan energi dari cahaya matahari yang diserap oleh klorofil
untuk membuat makanan dari molekul sederhana menjadi molekul yang lebih
kompleks.

B. Saran

Praktikum selanjutnya sebaiknya dilakukan dengan lebih hati-hati, teliti, dan


tidak terlalu banyak bercanda sehingga dapat menghasilkan hasil yang baik dan
sesuai dengan tujuan dari praktikum tersebut.

99
DAFTAR PUSTAKA

Muhammad Afrisal. 2016. Hubungan Antara Laju Fotosintesis Dengan Laju


Pertumbuhan Lamun Enhalus Acoroides Dan Thalassia Hemprichii
Sepanjang Paparan Pulau Di Kepulauan Spermonde. Jurusan Ilmu
Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan Dan Perikanan Universitas Hasanuddin
Makassar

Muhammad Mansur. 2012. Laju Penyerapan Co2 Pada Kantong Semar


(Nepenthes Gymnamphora Nees) Di Taman Nasional Gunung Halimun-
Salak, Jawa Barat. Peneliti Di Bidang Botani, Puslit Biologi-Lipi, Jawa
Barat

Mansur, M. 2011. Keanekaragaman Jenis Tumbuhan Pemakan Serangga dan


Laju Fotosintesisnya di Pulau Natuna. Laporan Perjalanan. Bidang
Botani, Pusat Penelitian Biologi-LIPI, Cibinong.

Mansur, M. 2011. Laju Fotosintesis Jenis-Jenis Pohon Pionir Hutan Sekunder


Di Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Jawa Barat. Jurnal
Teknologi Lingkungan, BPPT. 12(1): 35-42.

Sudin Panjaitan , Reni S. Wahyuningtyas dan Dewi Ambarwati. 2011. Pengaruh


Naungan Terhadap Proses Ekofisiologi Dan Pertumbuhan Semai Shorea
Selanica (Dc.) Blume Di Persemaian. Balai Penelitian Kehutanan
Banjarbaru, Kalimantan Selatan.

Mochamad Arief Soleh. 2017. Overestimation measurement of gas exchange by


using Portable Photosynthesis Analyzer LI-6400. Department of Crop
Science, Padjadjaran University Jurnal Kultivasi, Bandung.

Muhammad Mansur, Nuril Hidayati dan Titi Juhaeti. 2011. Struktur Dan
Komposisi Vegetasi Pohon Serta Estimasi Biomassa, Kandungan Karbon
Dan Laju Fotosintesis Di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI Cibinong Science Center, Bogor.

100
LAMPIRAN

Lampiran I.1. ACC Acara I

Lampiran I.2. Dokumentasi Kegiatan Acara I

101
Lampiran I.3. Daftar Pustaka Acara I

102
Lampiran II.1. ACC Acara II

Lampiran II.2. Dokumentasi Kegiatan Acara II

Lampiran II.3. Daftar Pustaka Acara II

103
104
Lampiran III.1. ACC Acara III

Lampiran III.2. Dokumentasi Kegiatan Acara III

Lampiran II.3. Daftar Pustaka Acara II

105
Lampiran IV. 1. ACC Acara IV

Lampiran II.2. Dokumentasi Kegiatan Acara II

Lampiran IV.3. Daftar Pustaka Acara IV

106
Lampiran V.1. ACC Acara V

Lampiran V.2. Dokumentasi Kegiatan Acara V

Lampiran V.3. Daftar Pustaka Acara V

107
Lampiran VI.1. ACC Acara VI

Lampiran VI.2. Dokumentasi Kegiatan Acara VI

108
Lampiran VI.3. Daftar Pustaka Acara VI

Lampiran VII.1. ACC Acara VII

109
Lampiran VII.2. Dokumentasi Kegiatan Acara VII

Lampiran II.3. Daftar Pustaka Acara II

110

Anda mungkin juga menyukai