LABORATORIUM AGROHORTI
Oleh :
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
Segala puji kita panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan
karunia yang diberikan, sehingga Laporan Praktikum Teknik Dasar Laboratorium
ini bisa terselesaikan dengan baik. Adapun laporan ini saya susun sebagai bagian
dari tugas mata kuliah Teknik Dasar Laboratorium.
Penulis
i
DAFTAR ISI
i
i
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................vii
ACARA I PENGUKURAN VOLUME
I. PENDAHULUAN...........................................................................................1
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Tujuan........................................................................................................1
II. TINJAUAN PUSTAKA.................................................................................2
A. Gelas Ukur.................................................................................................2
B. Pipet Ukur..................................................................................................2
C. Mikropipet.................................................................................................3
III. METODE PRAKTIKUM..............................................................................5
A. Bahan dan Alat...........................................................................................5
B. Prosedur Kerja...........................................................................................5
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN.......................................................................5
A. Hasil...........................................................................................................6
B. Pembahasan...............................................................................................7
V. KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................11
A. Kesimpulan..............................................................................................11
B. Saran........................................................................................................11
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................12
LAMPIRAN..........................................................................................................14
ACARA II PRESISI, AKURASI, DAN KALIBRASI
ii
ACARA IV PENGUKURAN MIKROSKOP CAHAYA TERANG UNTUK
MENGHITUNG JUMLAH STOMATA DAN POLEN FERTIL
ACARA V PENGUKURAN MIKROSKOP STEREO UNTUK
MENGIDENTIFIKASI STRUKTUR ORGAN SERANGGA, HAMA,
PARASITOID, DAN PREDATOR
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran
iv
v
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM
Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
1
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam fisika terdapat dua jenis besaran fisika yaitu besaran pokok dan
besaran turunan, untuk menghitung besaran-besaran tersebut dibutuhkan alat ukur
yang valid dan benar dengan dibutuhkan cara pengukuran yang benar pula,
seringkali kita mendapatkan kesulitan untuk mengetahui panjang dari suatu benda
diantaranya pita, kayu, panjang tanag dan lain sebagainya, untuk memudahkan
untuk mengetahui panjang dari masing-masing benda tadi kita memerlukan alat
ukur panjang yaitu mistar ataupun meteran, kedua alat ini tepat digunakan untuk
mengukur panjang bukan untuk mengukur besaran yang lain. Lantas untuk
mengetahui lebih dalam tentang mistar dan meteran ini kita seharusnya mampu
menjelaskan definisi dan fungsi dari mistar dan meteran, untuk menjelaskan
prinsip kerja dan pemanfaatan dalam pembelajaran fisika, untuk mengetahui cara
2
pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, dan menuliskan hasil
pengukuran, Dapat melakukan kalibrasi alat ukur. Alat ukur merupakan alat yang
digunakan untuk mengetahui nilai dari suatu besaran, alat ukur tertentu digunakan
untuk menghitung besaran tertentu pula, tidak bisa digunakan secara acak untuk
semua alat ukur, terdapat berbagai alat ukur ada dalam kehidupan sehari-hari kita
misalnya mistar dan meteran untuk mengukur niali panjang, neraca untuk
menghitung berat, thermometer digunakan untuk menghitung suhu dan lain
sebagainya.
B. Tujuan
3
II. TINJAUAN PUSTAKA
Pengukuran merupakan suatu cara mendapatkan hasil atau data dalam sebuah
pengamatan. Morris menjelaskan bahwa dalam proses pengukuran, dibutuhkan
pengetahuan mengenai identifikasi, pengolahan, pengaturan, dan analisis.
Mengukur berarti membandingkan suatu nilai yang terukur dengan alat yang telah
distandarisasi (Junaidi 2013:59)
Dalam fisika terdapat dua jenis besaran fisika yaitu besaran pokok dan
besaran turunan, untuk menghitung besaran-besaran tersebut dibutuhkan alat ukur
yang valid dan benar dengan dibutuhkan cara pengukuran yang benar pula,
seringkali kita mendapatkan kesulitan untuk mengetahui panjang dari suatu benda
diantaranya pita, kayu, panjang tanag dan lain sebagainya, untuk memudahkan
untuk mengetahui panjang dari masing-masing benda tadi kita memerlukan alat
ukur panjang yaitu mistar ataupun meteran, kedua alat ini tepat digunakan untuk
mengukur panjang bukan untuk mengukur besaran yang lain.
Untuk mengetahui lebih dalam tentang mistar dan meteran ini kita seharusnya
mampu menjelaskan definisi dan fungsi dari mistar dan meteran, untuk
menjelaskan prinsip kerja dan pemanfaatan dalam pembelajaran fisika, untuk
mengetahui cara pengukuran sesuai prosedur, membaca hasil ukur, dan
menuliskan hasil pengukuran, Dapat melakukan kalibrasi alat ukur.
Alat ukur yang digunakan sesuai demgan besaran yang akan diukur, misalnya
panjang maka alat ukurnya adalah mistar, meteran, mikrometer sekrup, jangka
sorong dan lain lain. Setiap alat ukur diatas memiliki fungsi utama yang sama
yaitu mengukur panjang. Namun ada keistimewaan tersendiri pada setiap alat alat
ukur tersebut baik dari segi fisik maupun segi kegunaan.
4
Penggaris merupakan alat ukur panjang dan alat bantu gambar untuk
menggambar garis lurus. Alat ukur yang satu ini banyak sekali digunakan secara
universal, baik untuk keperluan pengukuran atau hal lainnya
Jangka sorong digital mempunyai dua bagian, yaitu: (1) Bagian bergerak;
(2) Bagian diam. Jangka sorong digital memiliki ketelitian sebesar 0,01 mm dan
jangka sorong digital hanya mampu mengukur sampai kedalaman15 cm. Jangka
sorong digital mempunyai empat pin keluaran, yaitu (1) +1,5 V DC; (2) Data; (3)
Clock; (4) Ground. Jangka sorong digital antarmuka dengan arduino untuk
menampilkan data jangka sorong ke LCD 16x2 untuk mempermudah pembacaan
dan interface komputer. Konverter tegangan yag digunakan jangka sorong digital
untuk antar muka dengan arduino adalah dengan memanfaatkan transistor BC548.
(Fanani, 2014)
5
diferensial statik. Hal tersebut dikarenakan data pengukuran yang didapatkan pada
suatu titik pengamatan lebih banyak apabila dibandingkan dengan metode
diferensial kinematic (Ramadhon, 2015).
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu 3 buah cabai, 3 buah
kedelai dan 1 buah drawing pen. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah
neraca ohaus, pensil, dan bolpoin.
B. Prosedur Kerja
6
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
Pen
Jangka Drawing 1 14,4 cm 14,1 cm 14,1 cm 14,3 cm 14,7 cm 14,3 cm
Sorong Pen
2 Lebar Penggaris Cabai 1 0,8 cm 0,8 cm 0,7 cm 1,3 cm 0,8 cm 0,8 cm
2 0,6 cm 1,3 cm 0,6 cm 0,9 cm 0,7 cm 0,8 cm
3 0,8 cm 1,0 cm 0,8 cm 0,8 cm 0,8 cm 0,8 cm
Jangka Cabai 1 1,8 cm 0,9 cm 0,7 cm 0,8 cm 1,4 cm 1,1 cm
2 1,1 cm 1,1, cm 0,6 cm 0,8 cm 1,3 cm 0,7 cm
Sorong
3 0,8 cm 0,8 cm 0,8 cm 0,9 cm 1,5 cm 1,1 cm
Penggaris Kedelai 1 0,4 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,7 cm 0,6 cm 0,5 cm
2 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,5 cm
3 0,7 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm 0,6 cm 0,5 cm
Jangka Kedelai 1 0,8 cm 0,8 cm 0,6 cm 0,6 cm 1,1 cm 0,6 cm
2 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,6 cm 1,1 cm 0,7 cm
Sorong
3 0,9 cm 0,6 cm 0,6 cm 0,7 cm 1,1 cm 0,7 cm
Penggaris Drawing 1 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,0 cm
Pen
Jangka Drawing 1 0,7 cm 0,9 cm 1,0 cm 1,0 cm 1,5 cm 1,0 cm
Sorong Pen
7
B. Pembahasan
1. Jangka Sorong
Jangka sorong berfungsi untuk mengukur panjang, ketebalan, diameter
dalam dan diameter luar suatu benda sekaligus dapat digunakan untuk mengukur
kedalaman suatu benda. Manfaat jangka sorong dibandingkan alat ukur panjang
lainnya adalah jangka sorong dapat mengukur (panjang, ketebalan, diameter
dalam, diameter luar dan kedalaman) benda yang berukuran kecil dengan
ketelitian yang cukup bagus. Namun, jangka sorong tidak dapat digunakan pada
benda yang lebih besar. Prinsip kerja jangka sorong adalah benda ukur ditahan
pada salah satu sisi/permukaannya oleh rahang ukur tetap, kemudian rahang geser
digeserkan sehingga rahang ukur gerak menempel pada sisi lainnya. Pada saat
benda ukur dijepit seperti ini pengukur dapat membaca posisi garis indeks pada
skala ukur, bila perlu dikunci, kemudian baru dibaca hasil pengukurannya.
Untuk mengukur diameter dalam suatu benda dapat dilakukan dengan langkah
berikut :
8
a. Menggeser rahang geser jangka sorong sedikit kekanan
b. Letakkan benda/cincin yang akan diukur sedemikian sehingga kedua
rahang jangka sorong masuk kedalam benda/cincin tersebut
c. Geser rahang geser kekanan sedemikian sehingga kedua rahang jangka
sorong menyentuh kedua dinding dalam benda/cincin.
4) Mengukur diameter luar benda
Untuk mengukur diameter luar benda dapat dilakukan dengan langkah berikut:
Untuk mengukur kedalaman suatu benda dapat dilakukan dengan langkah berikut
a. Letakkan benda atau tabung yang akan diukur dalam posisi tegak
b. Putar jangka sorong yang dalam keadaan tegak kemudian letakkan
ujung jangka sorong ke permukaan tabung yang akan diukur
dalamnya.
c. Geser rahang geser kebawah sehingga ujung batang pada jangka
sorong mengenai dasar tabung.
Hasil = skala utama + (skala nonius yg berhimpit x skala terkecil jangka sorong)
9
Jangka sorong dikalibrasi dengan cara mendorong rahang geser hingga
menyentuh rahang tetap. Apabila rahang geser berada pada posisi yang tepat di
angka nol, yaitu angka nol pada skala utama dengan angka nol pada skala nonius
saling berhimpit pada satu garis lurus, maka jangka sorong tersebut sudah
terkalibrasi dan siap digunakan.
Jika pembacaan kalibrasi kurang dari nilai seharusnya, dalam arti Strip 0 awal
pada Skala Geser belum mencapai Strip 0 pada Skala Utama, maka lakukanlah
pembacaan selisih pergeseran tersebut dengan mencari strip pada Skala Geser
yang segaris dengan strip pada Skala Utama. Bacalah selisih pergeseran tersebut
dengan hitungan mundur. Artinya jika strip pada Skala Geser yang segaris dengan
strip pada Skala Utama menunjukkan pada angka 0.85 mm, maka selisih
pergeseran tersebut adalah 0.15 mm dari Nilai 0 Skala Utama. Selanjutnya
apabilaalat tersebut digunakan untuk mengukur, maka hasil pengukuran harus
ditambah dengan 0,15 cm.
2. Penggaris
Penggaris merupakan alat ukur panjang dan alat bantu gambar untuk
menggambar garis lurus. Alat ukur yang satu ini banyak sekali digunakan secara
universal, baik untuk keperluan pengukuran atau hal lainnya, Pada umumnya,
mistar memiliki skala terkecil 1 mm atau 0,1 cm. Mistar mempunyai ketelitian
pengukuran 0,5 mm, yaitu sebesar setengah dari skala terkecil yang dimiliki oleh
mistar. Ada berbagai macam penggaris, dari mulai yang lurus sampai yang
berbentuk segitiga (biasanya segitiga siku-siku sama kaki dan segitiga siku-siku
30 ° -60 °). Penggaris bentuknya sejajar digunakan untuk menggaris baris, tetapi
biasanya penggaris juga berisi garis dikalibrasi untuk mengukur jarak. Unit
pengukuran pada alat ini adalah inch, milimeter, dan centimeter Didalam
penggaris terdapat bagian-bagian yang menunjang penggaris diantaranya adalah
Satuan millimeter, Satuan inci, dan Satuan centimeter.Setiap pengukuran pasti
memiliki kemungkinan atas kesalahan pengukuran. Kesalahan dalam pengukuran,
disebut measurement bias (measurement error), menghasilkan data yang tidak
10
valid, mengakibatkan hasil-hasil penelitian tidak valid, tidak benar. Kesalahan
dalam pengukuran merupakan kesalahan yang sangat serius, jauh lebih serius
daripada ukuran sampel (sample size) yang sering dipersoalkan oleh orang-orang
yang awam dalam metodologi riset, baik di dalam maupun di luar kampus. Ibarat
orang menembak ke sasaran tembak, laras senapan yang digunakan hendaknya
lurus, tidak lancung (bengkok). Senapan lancung (measurement error) tidak akan
mengenai sasaran dengan benar meski digunakan berkali-kali (Murti, 2011).
6.
11
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A.Kesimpulan
B.Saran
Untuk praktikum pada periode selanjutnya para peserta bisa lebih kondsif dan
dapat mengikuti praktikum dengan fokus.
12
DAFTAR PUSTAKA
Desita A Yaufa , Sukma Dewi, dan Syukur Muhammad. 2015. Horticulture Trait
Evaluation of IPB Ornamental Pepper Lines in Leuwikopo Experimental
Field. Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor, Bogor.
Rahma I Nur, dan Ratnawati. 2018. Red Pepper Productivity Effected By Various
Concentration Organic Fertilizer. Jurusan Pendidikan Biologi, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas negeri Yogyakarta,
Yogyakarta.
Suryatin, B. 2008. Fisika VIII untuk Sekolah Menengah Pertama dan MTs.
Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta
13
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM
PENGUKURAN BOBOT
Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
14
I. PENDAHULAN
A. Latar Belakang
15
Rhizobium dan fungi pelarut fosfat (Nusantara et al. 2009). Genotipe tersebut juga
memiliki mekanisme spesifik untuk beradaptasi dengan tanah mineral masam
kahat P (Bertham et al. 2009). Para peneliti telah berhasil membuktikan aplikasi
pupuk hayati dapat meningkatkan hasil kedelai jika diimbangi dengan pemberian
pupuk dengan dosis yang tepat (Saraswati et al. 1999; Simanungkalit 2001).
Sejauh ini belum pernah dilaksanakan pengujian dosis pupuk buatan yang tepat
dalam kaitannya dengan aplikasi pupuk hayati untuk peningkatan produktivitas
genotipe baru kedelai di tanah mineral masam di Indonesia maupun belahan bumi
lainnya
B. Tujuan
16
II. TINJAUAN PUSTAKA
Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman yang berdaya hasil tinggi dan
sesuai untuk lahan kering masam memiliki bobot biji 12 g/100 biji. Galur-galur
kedelai yang diuji memiliki bobot 100 biji yang lebih tinggi dari bobot tersebut
sehingga galur-galur kedelai yang diuji belum sesuai dengan tipe tanaman yang
berdaya hasil tinggi. Hidayat (1985) menambahkan bahwa ukuran biji ditentukan
oleh genetik, namun ukuran biji yang terbentuk dipengaruhi oleh lingkungan
selama proses pengisian biji, seperti kondisi kekeringan yang menyebabkan
ukuran biji lebih kecil. Sopandie et al. (2006) melaporkan bahwa ukuran biji
merupakan salah satu kriteria penting dalam perakitan varietas baru kedelai,
karena berkaitan dengan keinginan konsumen yang lebih menyukai biji ukuran
besar sehingga peningkatan ukuran biji melalui seleksi harus dilakukan bersamaan
dengan peningkatan daya hasil.
Bobot 100 butir merupakan karakter untuk mengetahui ukuran biji kedelai,
semakin besar bobot 100 butir biji kedelai maka ukuran biji kedelai juga semakin
besar. Tanaman kedelai yang tumbuh pada lingkungan ternaungi pada fase
generatif akan mengalami penurunan aktivitas fotosintesis sehingga alokasi
fotosintat ke organ reproduksi menjadi berkurang hal ini menyebabkan ukuran biji
menjadi lebih kecil dibandingkan pada kondisi terbuka (Kakiuchi dan Kobata
2004).
Varietas Wilis memberikan hasil bobot biji per tanaman dan bobot biji per
petak yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, namun tidak berbeda
nyata dengan varietas Anjasmoro dan Tanggamus. Jumlah polong berisi, jumlah
polong hampa dan jumlah polong total sangat berpengaruh terhadap bobot biji per
tanaman. Varietas Wilis memiliki nilai rata-rata tertinggi pada semua indikator
tersebut sehingga menyebabkan varietas Wilis memiliki nilai tertinggi terhadap
bobot biji pertanaman yang diikuti dengan meningkatnya bobot biji per petak dan
akan mempengaruhi hasil per ha nya.
17
Kesalahan dalam pengukuran, disebut measurement bias (measurement error),
menghasilkan data yang tidak valid, mengakibatkan hasil-hasil penelitian tidak
valid, tidak benar. Kesalahan dalam pengukuran merupakan kesalahan yang
sangat serius, jauh lebih serius daripada ukuran sampel (sample size) yang sering
dipersoalkan oleh orang-orang yang awam dalam metodologi riset, baik di dalam
maupun di luar kampus. Ibarat orang menembak ke sasaran tembak, laras senapan
yang digunakan hendaknya lurus, tidak lancung (Murti, 2011).
18
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu 100 butir kedelai yang
akan di ukur bebannya. Alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah neraca
ohaus, pensil, dan bolpoin.
B. Prosedur Kerja
19
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
1 2 3 4 5
A. Pembahasan
Tanaman kedelai dikenal dengan beberapa nama botani Glycine soja dan
Soja max. Kedelai termasuk dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, sub-
divisi Angiospermae, kelas Dicotyledoneae, ordo Rosales, famili Leguminosae,
sub-famili Papilionaceae, genus Glycine, spesies Glycine max (L.) Merr.
(Adisarwanto 2005).
20
varietas yang dikembangkan untuk produk edamame beku adalah Ryokkoh asal
Jepang dan R 75 asal Taiwan (Soewanto et al. 2007).
Sifat fisik dan kimia biji kedelai juga turut menentukan pemanfaatan kedelai
sebagai bahan pangan. Berdasarkan warna bijinya, kedelai dapat digolongkan
menjadi kedelai putih/kuning, hijau, dan hitam. Warna biji ini sangat
mempengaruhi penggunaan kedelai sebagai bahan makanan, misalnya untuk
produk kecap lebih disukai kedelai hitam, biji kuning sampai hijau untuk tahu,
dan biji kuning untuk tempe.
Menurut Susanto dan Saneto (1994), ukuran biji kedelai tergolong kecil
apabila memiliki bobot 8-10 g/100 biji, berukuran sedang jika bobotnya 10-13
g/100 biji, dan berukuran besar bila bobotnya > 13 g/100 biji. Ukuran biji juga
berpengaruh terhadap pemanfaatan kedelai.
Menurut Arsyad et al. (2007), tipe tanaman yang berdaya hasil tinggi dan
sesuai untuk lahan kering masam memiliki bobot biji 12 g/100 biji. Galur-galur
kedelai yang diuji memiliki bobot 100 biji yang lebih tinggi dari bobot tersebut
21
sehingga galur-galur kedelai yang diuji belum sesuai dengan tipe tanaman yang
berdaya hasil tinggi.
Sopandie et al. (2006) melaporkan bahwa ukuran biji merupakan salah satu
kriteria penting dalam perakitan varietas baru kedelai, karena berkaitan dengan
keinginan konsumen yang lebih menyukai biji ukuran besar sehingga peningkatan
ukuran biji melalui seleksi harus dilakukan bersamaan dengan peningkatan daya
hasil.
Bobot 100 butir merupakan karakter untuk mengetahui ukuran biji kedelai,
semakin besar bobot 100 butir biji kedelai maka ukuran biji kedelai juga semakin
besar. Tanaman kedelai yang tumbuh pada lingkungan ternaungi pada fase
generatif akan mengalami penurunan aktivitas fotosintesis sehingga alokasi
fotosintat ke organ reproduksi menjadi berkurang hal ini menyebabkan ukuran biji
menjadi lebih kecil dibandingkan pada kondisi terbuka (Kakiuchi dan Kobata
2004).
Varietas Wilis memberikan hasil bobot biji per tanaman dan bobot biji per
petak yang tertinggi dibandingkan dengan varietas lainnya, namun tidak berbeda
nyata dengan varietas Anjasmoro dan Tanggamus. Jumlah polong berisi, jumlah
polong hampa dan jumlah polong total sangat berpengaruh terhadap bobot biji per
tanaman.
22
Timbangan neraca atau secara umum disebut neraca ohaus adalah neraca
yang mkasih memanfaatkan gaya gravitasi dalam penggunaannya. Neraca ini
memiliki prinsip kerja membandingkan beban timbangan dengan beban benda
yang ditimbang. Neraca ini juga terdapat dalam beberapa jenis, diantaranya
memiliki dua lengan, tiga lengan bahkan hingga emppat lengan yang memiliki
ketepatan pengukuran masing-masing.
23
Ketelitian setiap peneliti juga diuji, terutama pada neraca yang belum digital,
karena memerlukan pengamatan yang detail. Perbedaan nilai dalam neraca digital
dan neraca ohaus sangat mungkin terjadi, seperti pada penghitumham kelompok 4
dan kelompok 4, dimana hasil pengukuran pertama 18,1 gram dan pengukuran ke
dua 17,8 gram berbeda 0,3 gram, sedangkan pada kelompok 5 pengukuran
pertama 18,8 gram dan pengukuran kedua 18,9 gram, berbeda 0,1 gram saja,
meskipun demikian tetap ada perbedaan agka yang menandakan perbedaan
ketelitian.
Ketelitian pengukuran merupakan cara pembacaan skala yang tepat pada alat
ukur volumetri (labu takar, pipet gondok, ataupun buret) memperhatikan angka
signifikan, toleransi pembacaan skala, dan ketelitian standar dari alat. Pembacaan
skala pada alat ukur volumetri (buret, pipet gondok, labu takar, labu ukur) harus
benar-benar diperhatikan, dalam hal melihat skala, kedudukan badan, jenis alat
maupun jenis larutan, dengan memperhatikan angka signifikan, toleransi
pembacaan skala, dan sifat ketelitian alat. Kalibrasi dilakukan agar hasil
pengukuran selalu sesuai dengan alat ukur standar/alat ukur yang sudah ditera
(Skoog, 1997).
Berdasarkan hasil yang didapat, ketelitian pada kelompok 1,2, dan 3 sudah
tepat, ketelitian itu ditandakan dari perbandingan dua hasil perhitungan. Dalam
penggunaannya, neraca juga harus dalam kondisi stabil, tidak miring di salah satu
sisinya, hal tersebut bias mempengaruhi ketapatan nilai yang didapatkan.
Setiap hasil kelompok yang berbeda meskipun jumlah kedelai yang didapat
sama menandakan ukuran kedelai yang berbeda. Meskipun secara kasat mata
hamper terlihat sama. Kandungan yang diterima kedelai selama pertumbuhannnya
juga mempengaruhi besar keecilnya kedelai, semakin baik kandungan tanah
semkain optimal pula hasil yang didapatkan.
24
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
25
DAFTAR PUSTAKA
Firmansyah, D. A., Suri, S. S., & Wiratma, I. G. S. 2019. Pemuatan Prototipe dan
Pembuatan Alat Ukur Volume Berbasis Mikrokontroler Untuk Penentuan
Densitas Anak Timbangan. Jurnal Seminar Nasional. Universitas Padjajaran,
Jatinangor. 1(2)
Suci R Puri, Nurheni Wijayanto, dan Arum Sekar Wulandari. 2016. DIMENSI POHON
SENTANG (Azadirachta Excelsa Jack) DAN PRODUKSI KEDELAI (Glycine
Max (L) Merril) DI DALAM SISTEM AGROFORESTRI. Departemen Silvikultur
Fakultas Kehutanan IPB, Vol. 07 No. 3 Hal 205-210.
Novianti., Febianti, A., Shoniah, P., & Nana. 2019. Eksperimen Perbandingan
Pengukuran Dengan Menggunakan Neraca Ohauss dan Neraca Digital.
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan. Universitas Siliwangi, Tasikmalaya.
1(1)
26
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM
Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
27
A. Latar Belakang
28
intervensi manual dan menghasilkan sistem hidroponik yang cerdas dengan
bantuan teknologi.
B. Tujuan
29
II. TINJAUAN PUSTAKA
30
termasuk asam, pH 7-14 termasuk kondisi basa, dan pH 7 adalah kondisi netral
(Susanti, 2018).
Tinggi rendahnya pH dipengaruhi oleh fluktuasi kandungan O 2 maupun
CO2. Tidak semua makhluk bias bertahan terhadap perubahan nilai pH, untuk
itu alam telah menyediakan mekanisme yang unik agar perubahan tidak terjadi
atau terjadi tapi tetap dengan cara perlahan. Tingkat pH lebih kecil dari 4,8 dan
lebih besar dari 9,2 sudah dapat dianggap tercemar (Nita, dkk, 2014).
Dalam praktikum ini selain mengukur pH air juga mengukur TDS (Total
Dissolve Solid). Harum Cahyani (2016) menjelaskan salah satu factor penting
dalam menentukan kelayakan air untuk dikonsumsi adalah kandungan total
dissolve solid (TDS) dalam air. TDS adalah jumlah material yang terlarut di
dalam air. Material ini dapat berupa karbonat, bikarbonat, klorida, sulfat,
fosfat, nitrat, kalsium, magnesium, natrium, ion-ion organik, senyawa koloid,
dan lain-lain. TDS dapat digunakan untuk memperkirakan kualitas air minum,
karena mewakili jumlah ion di dalam air. Nilai baku mutu air terhadap
parameter uji TDS yang diperbolehkan menurut standar nasional adalah 1000
mg/L (Harum Cahyani, dkk, 2016).
Menurut Susanti Oktavia Ningrum (2018) TDS merupakan padatan
terlarut yang mempunyai ukuran lebih kecil dibandingkan padatan tersuspensi.
TDS biasanya terdiri atas zat organic, garam organik, dan gas terlarut. Efek
TDS terhadap kesehatan tergantung pada spesies kimia penyebab masalah
tersebut. Benda padat di dalam air tersebut berasal dari banyak sumber, organic
seperti daun, lumpur, plankton, serta limbah industri dan kotoran. Sumber
lainnya bias berasal dari limbah rumah tangga, pestisida, dan banyak lainnya.
Sedangkan, sumber anorganik berasal dari batuan dan udara yang
mengandungkalsium bikarbonat, nitrogen, besi fosfor, sulfur, dan mineral lain.
Selain mengukur pH dan TDS air dalam praktikum ini juga mengukur
Electrical Conductivity (EC). Elektrokonduktivitas atau Electrical Conductivity
merupakan kepekatan unsur hara dalam larutan. Semakin pekat larutan maka
semakin besar pengantaran aliran listrik dari kation (-) dan anion (-) ke anode
dan katode EC meter sehingga EC semakin tinggi. Seberapa baik larutan
31
menghantarkan listrik tergantung pada beberapa factor yaitu konsentrasi,
mobilitas ion, valensi ion, dan suhu. Semua zat memiliki beberapa tingkat
konduktivitas. Dalam larutan air tingkat kekuatan ion bervariasi dan
konduktivitas rendah ultra air murni dengan konduktivitas yang tinggi dari
sampel kimia terkonsentrasi (Tri Yuningsih, 2017).
32
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum ini, yaitu Larutan Air . Alat yang
digunakan dalam praktikum ini adalah pH Meter, TDS, EC, Wadah, Kertas, dan
Pulpen
C. Prosedur Kerja
33
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
34
B. Pembahasan
Nilai pH media tanam dapat diukur dengan pH meter. dalam hal ini adalah air
menentukan kemampuan tanaman dalam menyerap elemen-elemen penting yang
dibutuhkan untuk pertumbuhan yang sehat. Nilai pH untuk tiap tanaman akan
berbeda-beda, tapi secara umum, tanaman membutuhkan lingkungan yang sedikit
asam (antara 5.5 – 6.0) walaupun sebagian besar tanaman dapat bertahan pada
level pH antara 5.0 – 7.5
Saat pH naik di atas 6.5 sebagian nutrisi dan mikro-nutrisi mulai mengendap
dari larutan dan menempel pada dinding reservoir. Sebagai contoh: pada pH 7.3,
material besi akan mengendap setengahnya dan pada pH 8.0 hampir tidak ada besi
sama sekali. Saat nutrisi sudah mengendap tanaman tidak akan dapat
35
menyerapnya kembali dan tanaman akan menderita karena kekurangan nutrisi.
Beberapa nutrisi juga mengendap pada pH yang rendah.
Inti sensor pH terdapat pada permukaan bulb kaca yang memiliki kemampuan
untuk bertukar ion positif (H+) dengan larutan terukur. Kaca tersusun atas
molekul silikon dioksida dengan sejumlah ikatan logam alkali. Pada saat bulb
kaca ini terekspos air, ikatan SiO akan terprotonasi membentuk membran tipis
HSiO+ sesuai dengan reaksi berikut:
Conductivity meter adalah alat untuk mengukur nilai konduktivitas listrik (electric
conductivity) suatu larutan atau cairan. Nilai konduktivitas listrik sebuah zat cair
menjadi referensi atas jumlah ion serta konsentrasi padatan (total dissolved Solid,
TDS) yang terlarut di dalamnya.
nilai EC proporsional dengan jumlah garam yang larut dalam larutan nutrisi.
Semakin tinggi nilai EC berarti semakin banyak garam yang larut dalam larutan
36
nutrisi. Maka, dengan mengukur EC, kita dapat mengetahui berapa banyak nutrisi
yang ada atau tersisa dalam larutan.
Nilai EC harus diukur pada saat pertama kali disiapkan dan tiga kali setelah itu
dalam satu hari. Jika nilai EC terlalu tinggi, bisa ditambahkan air untuk
menurunkannya, tapi jika nilainya terlalu rendah (di bawah 70% dari nilai awal),
larutan harus diganti dengan larutan nutrisi yang baru karena berarti nutrisi pada
larutan sebelumnya sudah terserap oleh tanaman.
Larutan dengan nilai EC terendah digunakan untuk mengatur output batas bawah
dari instrumentasi EC sedangkan larutan dengan nilai EC tertinggi untuk batas
atas dari output. Modul instrumentasi yang digunakan memberikan keluaran yang
linear dan proporsional terhadap nilai EC.
Data diambil dengan menggunakan air keran yang dicampur dengan nutrisi
hidroponik hingga didapat nilai EC dari 470 hingga 3000. Pengambilan data
dilakukan dengan mengambil 5 data dengan rentan antara 1000-5000 uSiemens.
Bila V adalah tegangan listrik rangkaian (Volt), I untuk arus listrik rangkaian
(Ampere), dan R untuk tahanan listrik rangkaian (Ω).
Tahanan listrik (R) berbanding lurus dengan jarak antara dua elektrode (L)
conductivity meter, dan berbanding terbalik dengan luas area elektrode (A; pada
gambar di atas S). dari formulasi didapat:
R = ( L/A ) x ρ
R=Cxρ
37
Dimana ρ adalah tahanan listrik spesifik (Ω.m) larutan. Atau bisa ditulis :
R = V/I = ( L/A ) x ρ= C x ρ
κ=¹/ρ
Besar tegangan listrik (V) ditentukan oleh sistem, besar arus listrik (I) adalah
parameter yang diukur, serta konstanta (C) didapatkan sebelumnya dari proses
kalibrasi conductivity meter dengan menggunakan larutan yang diketahui nilai
konduktivitas spesifiknya.
Padatan terlarut total atau Total Dissolved Solid (TDS) adalah bahan-bahan
terlarut (diameter 10-6 mm) dan koloid (diameter 10-6 mm – 10-3 mm) yang
berupa senyawa-senyawa kimia dan bahan-bahan lain yang tidak tersaring pada
kertas saring berdiameter 0,45 µm (Rao dalam Effendi, 2003). TDS biasanya
disebabkan oleh bahan-bahan anorganik yang berupa ionion yang biasa ditemukan
di perairan seperti air laut yang memiliki TDS tinggi. Hal ini terjadi karena
adanya senyawa kimia yang banyak terdapat pada air laut yang juga
mengakibatkan tingginya nilai salinitas dan konduktivitas atau Daya Hantar
Listrik (DHL). Kandungan TDS pada air irigasi menurut PP No. 82 Tahun 2001
maksimal adalah 2000 mg/l untuk air kelas IV.
TDS merupakan salah satu parameter yang penting dalam air irigasi, TDS sangat
mempengaruhi kualitas air irigasi karena mampu mempengaruhi tekstur,
permeabilitas serta kesuburan tanah yang dilaluinya (Kurniati, 2009).
Penelitian Desiandi dkk (2010) menyatakan hal yang serupa bahwa semakin
tinggi kadar TDS maka semakin tinggi pula nilai DHL pada perairan tersebut.
38
Menurut Effendi (2003), TDS biasanya disebabkan oleh bahan anorganik yang
berupa ion-ion yang biasa ditemukan di perairan dimana jumlah ion atau garam
yang terlarut dalam air akan sangat mempengaruhi kemampuan air sebagai
penghantar listrik. Oleh karena itu, semakin banyaknya.
39
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A,Kesimpulan
B.Saran
40
DAFTAR PUSTAKA
Arieyanti D Astuti. 2014. Kualitas Air Irigasi Ditinjau Dari Parameter Dhl, Tds, Ph
Pada Lahan Sawah Desa Bulumanis Kidul Kecamatan Margoyoso. Kantor
Penelitian dan Pengembangan Kabupaten Pati, Pati.
Lisa Nopilda. 2019. Pemanfaatan Arang Kayu Gelam Sebagai Adsorben Untuk
Meningkatkan Kualitas Air Limbah Zat Warna Kain Jumputan Di Sentra Industri
Kampung Kain Kelurahan Tuan Kentang Kecamatan Seberang Ulu 1 Kertapati
Kota Palembang. Universitas PGRI, Palembang.
Fara D Nasution , dan Afdal. 2016. Profil Pencemaran Air Sungai di Muara Batang Arau
Kota Padang dari Tinjauan Fisis dan Kimia. Jurusan Fisika FMIPA Universitas
Andalas Vol. 5
41
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM
Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
42
KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2020
43
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
44
perubahan pati menjadi glukosa. Tanpa adanya perubahan ini proses pematangan
tidak akan terjadi.
Pada saat buah sudah matang, antara buah satu dengan buah lainnya
memiliki jumlah kadar gula yang berbeda. Untuk itu dalam praktikum kali ini
yang dilaksanakan di laboratorium agronomi dan hortikultura kami akan
melakukan pengukuran terhadap kadar gula dari beberapa buah.
Teknologi dalam hal perkebunan adalah untuk menentuka kadar kemanisa,
karena buah-buahan yang manis memiliki nilai jual yang tinggi. Kemanisan pada
umumnya tidak dapat diukurkan dengan sebuah satuan, hanya berupa penilaian
semata, namun dengan kemauan teknologi kemanisan dapat diukur menggunakan
sebuah alat bernama refraktometer.
B. Tujuan
45
II. TINJAUAN PUSTAKA
Dalam suatu analisis, biasanya satu sampel dianalisis beberapa kali (minimal 3
kali ulangan atau lebih) untuk meningkatkan dan mengevaluasi ketepatan dan
ketelitian analisis tersebut. Dari beberapa ulangan yang dilakukan akan dihasilkan
sekumpulan data yang belum dapat diketahui data yang paling mendekati nilai
sebenarnya. Oleh karena itu biasanya dilakukan perhitungan nilai rata-rata
(mean/average) dari keseluruhan data yang diperoleh dan rata-rata inilah yang
dilaporkan sebagai data hasil analisis. Rata-rata dari sekumpulan data diberi
simbol x dan nilainya dapat. (Andarwulan et al, 2014)
Gula adalah suatu karbohidrat sederhana yang menjadi sumber energi dan
merupakan oligosakarida, polimer dengan derajat polimerisasi 2-10 dan biasanya
bersifat larut dalam air yang terdiri dari dua molekul yaitu glukosa dan fruktosa.
Gula memberikan flavor dan warna melalui reaksi browning secara non enzimatis
pada berbagai jenis makanan. Gula paling banyak diperdagangkan dalam bentuk
kristal sukrosa padat. Gula digunakan untuk mengubah rasa menjadi manis dan
keadaan makanan atau minuman. Dalam industri pangan, sukrosa diperoleh dari
bit atau tebu (Winarno 1997).
46
matematis semakin padat suatu benda maka akan semakin besar pula nilai
indeks biasnya.
47
Kadar asam pada buah juga dapat digunakan untuk menentukan kematangan
buah. Pematangan pada buah pada umunya menyebabkan kandungan asam pada
buah menjadi minimal (Rizky, 2015). Pengukuran kadar kemanisan buah menjadi
hal yang penting karena dengan kualitas buah untuk perdagangan dapat dilihat
dari kadar kemanisannya. Saat ini metode yang digunakan adalah metode
konvensional yang menggunakan alat ukur manual yaitu alat ukur refraktometer.
Alat ukur refraktometer merupakan sebuah alat ukur tingkat kadar gula dari buah-
buahan (Ranny, dkk, 2016).
Menurut Ayu Wida (2018) refraktometer adalah alat yang digunakan untuk
mengukur kadar atau konsentrasi bahan terlarut. Misalnya gula, garam, protein,
dan sebagainya. Prinsip kerja dari refraktometer sesuai dengan namanya adalah
memanfaatkan refraksi cahaya. Refraktometer ditemukan oleh Dr. Ernest Abbe
seorang ilmuan dari German pada permulaan abad 20.
Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix (%) yang
merupakan prosentasi dari bahan terlarut dalam sampel (larutan air). Kadar zat
terlarut merupakan total dari semua zat atau bahan dalam air, termasuk gula,
garam, protein,asam, dan sebagainya (Anonim, 2020). Pengukuran kadar
kemanisan pada buah ini menggunakan sari buah. Sari buah adalah cairan yang
diperoleh dari buah-buahan segar melalui proses mekanis, sehingga memiliki
warna, aroma dan sitra rasa yang sama dengan buah aslinya (Novestiana, 2015).
48
III. METODE PRAKYIKUM
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu gula pasir, buah naga,
jeruk, belimbing, nanas, dan semangka, aquades, dan air. Alat yang digunakan
dalam praktikum ini adalah refraktometer, mortal porselen, tissue, pipet tetes,
kertas hvs, penghapus, pensil, ballpoint, dan penggaris.
2. Prosedur Kerja
49
50
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
51
bias minyak, lemak, gelas optis, larutan gula, dan sebagainnya, indeks bias
antara 1,300 dan 1,700 dapat dibaca langsung dengan ketelitian sampai
0,001 dan dapat diperkirakan sampai dengan 0,0002 dari gelas skala di dalam
(Mulyono, 1997).
- Dari gambar dibawah ini terdapat 3 bagian yaitu : Sample, Prisma dan
Papan Skala. Refractive index prisma jauh lebih besar dibandingkan
dengan sample.
- Jika sample merupakan larutan dengan konsentrasi rendah, maka sudut
refraksi akan lebar dikarenakan perbedaan refraksi dari prisma dan sample
besar. Maka pada papan skala sinar “a” akan jatuh pada skala rendah.
52
- Jika sample merupakan larutan pekat / konsentrasi tinggi, maka sudut
refraksi akan kecil karena perbedaan refraksi prisma dan sample kecil.
Pada gambar terlihar sinar “b” jatuh pada skala besar.
- Dari penjelasan di atas jelas bahwa konsentrasi larutan akan berpengaruh
secara proporsional terhadap sudut refraksi. Pada prakteknya
Refractometer akan ditera pada skala sesuai dengan penggunaannya.
Sebagai contoh Refractometer yang dipakai untuk mengukur konsentrasi
larutan gula akan ditera pada skala gula. Begitu juga dengan refractometer
untuk larutan garam, protein dll.
- Konsentrasi bahan terlarut sering dinyatakan dalam satuan Brix(%) yaitu
merupakan pronsentasi dari bahan terlarut dalam sample (larutan air).
Kadar bahan terlarut merupakan total dari semua bahan dalam air,
termasuk gula, garam, protein, asam dsb. Pada dasarnya Brix(%)
dinyatakan sebagai jumlah gram dari cane sugar yang terdapat dalam
larutan 100g cane sugar. Jadi pada saat mengukur larutan gula, Brix(%)
harus benar-benar tepat sesuai dengan konsentrasinya.
53
biomaterial strip, bagian ini terletak dibagian dalam dan berfungsi untuk mengatur
suhu berkisar 18-28 derajat c.
Sama halnya dengan langkah kerja yang dilakukan pada penelitian, sebelum
dan sesudah digunakan, refraktometer harus selalu dibersihkan untuk menjaga
kualitas refraktometer. Pada penelitian untuk mendapatkan kandungan gula pada
buah, buah perlu ditumbuk untuk diambil hasil sarinagnnya saja, pada saat
penumbukan tidak perlu menambahkan air karena sudah terdapat kandungan air
didalam masing-masing buah.
Menurut Sukoyo et al (2014), semakin tinggi nilai brix maka semakin tinggi
kadar kemanisan pada suatu buah, dia juga menjelaskan jika semakin tinggi nilai
brix akan membuat warna buah semakin pudar. Hal ini menunjukan jika
kematangan buah terjadi saat buah mulai memudar warnanya tetapi tidak sampai
gelap karena jika gelap akan menandakan kebusukan.
54
kemanisan tertinggi pada penelitian kali ini adalah buah nanas dengan kadar
kemanisan 15 brix dimana dibawahnya aad buah naga dengan kemanisan 10 brix.
Kadar kemanisan dari setiap jenis buah berbeda, bahkan dalam satu jenis buah
namun berbeda varietas juga dapat memiliki kadar kemanisan yang berbeda, kadar
glukosa yang tinggi membuat rasa buah semakin manis, dan pada hasil penelitian
didapat jika nanas merupakan yang paling manis, hal ini juga didasari pada jenis
nanasnya yaitu nanas madu, dimana termasuk jenis nanas yang manis.
55
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
56
DAFTAR PUSTAKA
Radityo, D. R., Fadillah, M. R., Igwahyudi, Q., & Dewanto, S. 2012. Alat
Penyortir dan Pengecekan Kematangan Buah Menggunakan Sensor Warna.
2(20):88-89
Nur Ismawati, Nurwantoro,dan Yoyok B Pramono. 2016. Nilai pH, Total Padatan
Permen Karamel Susu Rendah Kalori dengan Proporsi Sukrosa dan Gula
Stevia (Stevia rebaudiana) yang Berbeda. Program Studi Teknologi
Pangan, Fakultas Peternakan dan Pertanian, Universitas Diponegoro,
Semarang,
Leny Destriyani , Tamrin dan M Z Kadir. 2014. Pengaruh Umur Simpan Air
Dian Yulianti, Bambang Susilo, dan Rini Yulianingsih. 2014. Pengaruh Lama
57
Microwave Assisted Extraction (Mae). Jurusan Keteknikan Pertanian
Fakultas Teknologi Pertanian Universitas Brawijaya, Malang.
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM
Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
58
PURWOKERTO
2020
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
59
dari matahari dan biasanya sengaja dibuat, sebagai contoh cahaya lampu kamera,
cahaya lampu penerang dan lain-lain.
Untuk mengukur tingkat iluminasi (kuat penerangan) ini akan dipergunakan
suatu alat yang disebut dengan luxmeter. Lux Meter yang biasanya digunakan
untuk mengukur pencahayaan(penerangan). The illumination is how level of
luminous flux is falling on a surface area.Yaitu bagaimana tingkat terang
ditingkatkan jatuh pada permukaan suatu daerah. The luminous flux is visible
component that is defined in radiant flux (light power) divided by relative
sensitivity of human eyes over the visible spectrum. Pengaliran yang terang
terlihat adalah komponen yang didefinisikan dalam seri pengaliran (daya cahaya)
dibagi dengan relatif kepekaan mata manusia melalui spektrum terlihat. This
means the Lux is well fit to light level from sense of human eyes. Ini berarti Lux
berguna pada acuan untuk tingkat cahaya dari rasa mata manusia. Satuan dari
pengukuran alat ini adalah LUX (dalam SI).
B. Tujuan
60
II. TINJAUAN PUSTAKA
61
tanaman yang mendapat cahaya matahari sebesar 25% memiliki tinggi tanaman
terbesar dibandingkan dengan tanaman lain (Arum, 2011).
62
lux. Di dalam perangkat luxmeter ini terdapat suatu penguat yang berfungsi
memperkuat arus yang masuk sehingga arus dapat terbaca. Tanpa penguat arus
yang dihasilkan oleh cahaya tidak mungkin terbaca karena arus yang dihasilkan
sangat kecil. Untuk luxmeter digital hasilnya akan ditampilkan pada layar panel
sedangkan untuk luxmeter analog arus akan menggerakkan jarum penunjuk skala.
Luxmeter pada umunya dapat bekerja pada range suhu 0-40º C, dengan
penggunaan daya ± 10 mW, dan memiliki akurasi ± (5%+1) dibawah 3000 lux
dan ±(7,5%+1) untuk 3000 lux ke atas (Veryanta, 2018)
63
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu. Alat yang digunakan dalam
praktikum ini adalah lux meter, bolpoin, dan kertas.
B. Prosedur Kerja
64
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
B. Pembahasan
65
1. Prinsip Kerja
Sensor yang digunakan pada alat ini adalah photo diode. Sensor ini
termasuk kedalam jenis sensor cahaya atau optic. Sensor cahaya atau optic adalah
sensor yang mendeteksi perubahan cahaya dari sumber cahaya, pantulan cahaya
ataupun bias cahaya yang mengenai suatu daerah tertentu. Kemudian dari hasil
dari pengukuran yang dilakukan akan ditampilkan pada layar panel.
Berbagai jenis cahaya yang masuk pada luxmeter baik itu cahaya alami
atapun buatan akan mendapatkan respon yang berbeda dari sensor. Berbagai
warna yang diukur akan menghasilkan suhu warna yang berbeda,dan panjang
gelombang yang berbeda pula. Oleh karena itu pembacaan yang ditampilkan hasil
yang ditampilkan oleh layar panel adalah kombinasi dari efek panjang gelombang
yang ditangkap oleh sensor photo diode.
Pembacaan hasil pada Luxmeter dibaca pada layar panel LCD (liquid
Crystal digital) yang format pembacaannya pun memakai format digital. Format
digital sendiri didalam penampilannya menyerupai angka 8 yang terputus-putus.
LCD pun mempunyai karakteristik yaitu Menggunakan molekul asimetrik dalam
cairan organic transparan dan orientasi molekul diatur dengan medan listrik
eksternal.
Hampir semua lux meter terdiri dari rangka sebuah sensor dengan sel foto,
dan layer panel. Sensor diletakkan pada sumber cahaya. Cahaya akan menyinari
66
sel foto sebagai energi yang diteruskan oleh sel foto menjadi arus listrik. Makin
banyak cahaya yang diserap oleh sel, arus yang dihasilkan lebih besar.
Hal ini menjadikan, beberapa cahaya terlihat lebih tajam atau lebih lembut
dari pada yang lain. Lux meter digunakan untuk mengukur tingkat iluminasi
(cahaya) di perkantoran, pabrik, markas kemanan dan lain sebagainya.
Aliran cahaya atau fluksi iluminasi (F) yang dipancarkan oleh sumber
diukur dalam Lumen. Satu Lumen adalah fluki cahaya yang dipancarkan dalam
sudut pejal satuan dari sebuah titik sumber sebesar satu lilin. Radian dapat
dipandang sebagai sudut yang dilingkupi oleh suatu busur yang sama dengan
radius satuan r , sedangkan sebuah sudut pejal menutupi suatu daerah pada bola
pejal yang sama dengan kuadarat jari-jarinya.
F = I W Lumen
Dimana :
F = Fluksi cahaya
I = Intensitas Cahaya
Iluminassi (E) adalah cahaya yang jatuh pada sebuah permukaan. Hali ini
diukur terhadap fluksi penerangan yang diterima pada luas satuan, misalnya
Lumen setiap m2, satuannya adalah Lux. Penerangan cahaya (Iuminasi) mengikuti
67
hokum kuadrat terbalik sehingga jika permukaan yang diterangi berpindah dari
harga semula untuk iluminasi hubungannya dapat dituliskan
E = I / h2 Lux
Dimana :
E = Iluminasi (Lux)
Hal- hal yang harus diperhatikan dalam perawatan alat ini adalah sensor
cahaya yang bersifat amat sensitif. Dalam perawatannya sensor ini harus
diamankan pada temapat yang aman sehingga sensor ini dapat terus berfungsi
dengan baik karena sensor ini merupakan komponen paling vital pada alat ini.
68
Selain dari sensor, yang harus diperhatikan pada alat ini pun adalah baterainya.
Jikalau pada layar panel menunjukan kata ” LO BAT” berarti baterai yang
digunakan harus diganti dengan yang baru. Untuk mengganti baterai dapat
dilakukan dengan membuka bagian belakang alat ini (lux meer) kemudian
mencopot baterai yang habis ini, lalu menggantinya dengan yang dapat
digunakan. Baterai yang digunakan pada alat ini adalah baterai dengan tegangan 9
volt, tetapi untuk tegangan beterai ini tergantung pada spesifikasi alatnya.
3. Cara Pembacaan
Luxmeter merupakan alat yang dapat digunakan untuk mengukur kuat atau
lemahnya cahaya yang terdapat pada suatu ruangan atau tempat tertentu. Apabila
kita telah mengetahui intensitas cahaya pada suatu ruangan, kita dapat
69
menentukan lampu yang tepat untuk dipasang pada setiap ruangan. Sehingga,
dihasilkan tingkat pencahayaan yang sesuai standar. agar tingkat pencahayaan
ruangan sesuai dengan fungsi ruangan. Fungsi ruangan yang dimaksud adalah
jenis aktifitas yang dilakukan di dalam ruangan tersebut. Biasanya alat ini banyak
digunakan pada arsitektur, penelitian, fotografi,. Dalam aplikasi penggunaannya
dilapangan alat ini lebih sering digunakan pada bidang arsitektur, industri, dan
lain-lain. Sedangkan penggunaan lainnya adalah dalam alat pengukur kuat cahaya
(Lux-Meter), dimana dalam keadaan gelap resistansi dioda cahaya ini tinggi
sedangkan jika disinari cahaya akan berubah rendah. Selain itu banyak juga dioda
cahaya ini digunakan sebagai sensor sistem pengaman (security) misal dalam
penggunaan alarm.
Prisip kerja alat ini pun banyak digunakan pada alat yang biasa digunakan
pada fotografi, sebagai contoh pada alat available light, reflected lightmeter, dan
incident lightmeter. Selain itu didalam penelitian-penelitian mengenai tingkat
keanekaragaman dan lain- lain yang senantiasa diperlukan data mengenai tingkat
pencahayaan alat ini pun dapat digunaka.
70
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
71
DAFTAR PUSTAKA
Eddi Kurniawan, Cucu Suhery, dan Dedi Triyanto. 2013. Sistem Penerangan
Rumah Otomatis Dengan Sensor Cahaya Berbasis Mikrokontroler.
Jurusan Sistem Komputer, Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura.
72
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM
Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
73
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Daun adalah salah satu organ yang terdapat dalam tumbuhan. Daun
merupakan organ penting dalam melakukan kelangsungan hidup suatu tumbuhan
karena tumbuhan adaah organisme autotroph obligat, daun memiliki ciri berwarna
hijau yang mana fungsi dari daun tersebut digunakan sebagai tempat
berlangsungnya proses fotosintesis melalui bantuan sinar matahari.pada proses
fotosintesisi tersebut suatu tumbuhan membutuhkan bahan dassar yaitu klorofil.
Klorofil merupakan zat hijau pada tumbuhan dan berperan utama dalam
proses fotosintesis yang dibantu oleh cahaya matahari. Klorofil dan fotosintesis
adalah sesuatu yang sangat berhubungan sebab klorofil amat penting untuk proses
fotosintesis itu sendiri. Fotosintesis menghasilkan energi yang nantinya akan
digunakan untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Klorofil ini
mengubah cahaya matahari tersebut menjadi energi dengan cara menyerapnya dan
meneruskannya serta mengolah ke tempat terjadinya fotosintesis (mesofil)
bersama dengan bahan lainnya yaitu karbondioksida dan air.
Kandungan klorofil dalam suatu tumbuhan dapat menjadi suatu indicator
keadaan suatu tanaman sehat atau tidak, sebab klorofil memantulkan pigmen hijau
yang menjadikan apabila sesorang melihatnya akan menyimpulkan bahwa
tanaman tersebut sehat. Akan tetapi apabila kandungan klorofil dalam tumbuhan
sedikit akan menghambat proses fotosintesis dan menjadikan warna daun tersebut
kekuningan sehingga dapat disimpulkan bahwa tumbuhan tersebut tidak sehat.
Terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi kandungan klorofil di dalam
daun yaitu unsur hara yang terdapat di media serta gen dan air yang dibutuhkan.
Untuk itu dalam praktikum ini kami akan melakukan pengukuran terhadap
kandungan klorofil dari berbagai daun tumbuhan. Pengukuran ini dilakukan untuk
74
mengetahui kandungan klorofil dalam daun. SPAD (Soil Plant Analysis
Development) adalah alat ukur untuk mengukur kandungan klorofil pada daun.
Pengukuran kandungan klorofil dilakukan dengan menggunakan alat
SPAD yang memiliki satuan unit. Setiap daun dalam satu tangkai tanaman
memiliki jumlah klorofil yang berbeda. Perlunya penggunaan SPAD bagi
mahasiswa pertanian adalah untuk membantu mengenali teknologi pertanian yang
lebih maju dan membantu untuk meneliti kandungan klorofil di setiap tanaman
bidan pertanian itu sendiri. Oleh karena itu, alat ini sangat penting untuk
dikenalkan melalui pengenalan alat laboraorium agrohorti khususnya.
Pengetahuan untuk menggunakannya diperlukan untuk memudahkan praktikan
dan membantu menjaga alat agar tetap dalam keadaan baik.
B. Tujuan
75
I. TINJAUAN PUSTAKA
76
ketersediaan oksigen, karbohidrat, dan unsur N, Mg, Fe, dan Mn (Nurhaini, 2007).
Klorofil menyerap cahaya berupa radiasi elektromagnetik pada spektrum kasat
mata (visible). Misalnya, cahaya mengandung semua warna spektrum kasat mata
dari merah sampai violet, tetapi seluruh panjang gelombang unsurnya tidak
diserap dengan baik secara merata oleh klorofil. Klorofil a memiliki serapan pada
panjang gelombang 662 nm dan klorofil b pada panjang gelombang 642 nm.
Klorofil dapat menampung energi cahaya yang diserap oleh pigmen cahaya atau
pigmen lainnya melalui fotosintesis, sehingga klorofil disebut sebagai pigmen
pusat reaksi fotosintesis. Dalam proses fotosintesis, tumbuhan hanya dapat
memanfaatkan sinar dengan panjang gelombang antara 400-700 nm (Ari Arfandi,
dkk, 2013).
SPAD (Soil Plant Analysis Development) adalah alat ukur untuk mengukur
klorofil daun secara relative yang dinyatakan dalam satuan unit. Kandungan
klorofil daun yang ditetapkan dengan SPAD berkolerasi positif dengan sangat
nyata dengan kandungan klorofil yang ditetapkan secara destruktif. Begitu pula
tingkat warna daun dengan nilai klorofil daun (SPAD) menunjukkan hubungan
positif nyata linier, dimana semakin besar nilai klorofil SPAD semakin besar pula
tingkat warna daunnya. Pengukuran klorofil daun secara destruktif berkolerasi
positif nyata dengan kadar nitrogen daun. Namun pengukuran ini hanya bisa di
laboratorium dan cara pengukurannya rumit. Sedangkan dengan SPAD sangat
mudah mengukur kandungan klorofil daun. Karena alat tersebut bisa langsung
mengukur klorofil daun di lapangan maupun walaupun melibatkan sampel banyak
sangat cocok menggunakan SPAD. Nilai SPAD cukup akurat untuk mengukur
tingkat kecukupan hara N pada tanaman padi, gandum, jagung, sorgum, dan kapas
Nilai SPAD juga cukup akurat untuk mengukur tingkat kecukupan hara N pada
tanaman padi, gandum, jagung, sorgum, dan kapas. Untuk menghindari dosis N
berlebihan dan meningkatkan efisiensi,pemberian pupuk N dilakukan berdasarkan
kandungan klorofil daun yang diukur menggunakan klorofil meter (SPAD meter).
Cara SPAD dapat menghindari terjadinya kelebihan pupuk dan diharapkan juga
akan menekan polutan. Pemberian pupuk urea dengan cara SPAD meningkatkan
efisiensi dan menghemat pupuk urea hingga 40% (Tri Dimas, 2014).
77
II. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu daun lada, daun kembang
sepatu, daun pucuk merah, dan daun jambu air. Alat yang digunakan pada
praktikum ini yaitu SPAD.
B. Prosedur Kerja
78
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
79
B. Pembahasan
80
jumlahnya berbeda untuk tiap spesies. Sintesis klorofil dipengaruhi oleh berbagai
faktor seperti cahaya, gula atau karbohidrat, air, temperatur, faktor genetik, unsur-
unsur hara seperti N, Mg, Fe, Mn, Cu, Zn, S dan O (Hendriyani dan Setiari,
2009).
81
merupakan pigmen alami yang memberikan warna kuning, jingga atau merah.
Karotenoid dikenal sebagai prekursor vitamin A (beta karoten), dikembangkan
sebagai efek protektif melawan sel kanker, penyakit jantung, mengurangi penyakit
mata, antioksidan, dan regulator dalam sistem imun tubuh (Kurniawan, Izzati &
Nurchayati, 2010).
Kandungan klorofil pada daun bervariasi dari satu jenis tanaman dengan
tanaman lainnya. Kandungan klorofil bahkan bervariasi antara berbagai varietas
tanaman dalam satu spesies. Misalnya pada tanaman puring kandungan klorofil
antara varietas tanaman puring bor merah, puring cobra, dan puring lokal
memiliki perbedaan kandungan klorofil. Umur daun juga mempengaruhi adanya
variasi kandungan klorofil pada tanaman (Gogahu et al., 2016)
Selain umur dan varietas daun, kandungan klorofil juga bervariasi dilihat
dari posisi daun dalam satu tanaman. Analisis kandungan klorofil pada tanaman
kelapa sawit menunjukkan bahwa selain umur daun, ternyata posisi daun yang
berbeda pada umur daun yang sama, juga menunjukkan adanya variasi jumlah
kandungan klorofil pada daun tersebut ( Mustafa et al., 2015)
82
daun pada suatu pohon juga memiliki kandungan klorofil yang sedikit, karena itu
adalah daun muda.
83
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
84
DAFTAR PUSTAKA
Agustamia, C., Widiastuti, A., & Sumardiyono, C. 2016. Pengaruh Stomata dan
Klorofil pada Ketahanan Beberapa Varietas Jagung Terhadap Penyakit
Bulai. 20(2):93.
Ai, N. S. 2011. Biomasa dan Kandungan Klorofil Total Daun Jahe yang
Mengalami Cekaman Kekeringan. 11(1)
Erus Rustami, dan Aisyah Rahmayanti. 2017. Rancang Bangun Alat Ukur
Klorofil Daun dengan Metode Fluoresensi Berbasis Mikrokontroler.
Departemen Fisika, Institut Pertanian Bogor Kampus IPB Dramaga,
Bogor.
Nio S Ai dan Yunia Banyo. 2015. Konsentrasi Klorofil Daun Sebagai Indikator
Kekurangan Air Pada Tanaman. Program Studi Biologi FMIPA
Universitas SamRatulangi, Manado.
Dwi Iriyani dan Pangesti Nugrahani. 2014. Kandungan Klorofil, Karotenoid, Dan
Vitamin C Beberapa Jenis Sayuran Daun Pada Pertanian Periurban Di
Kota Surabaya. Fakultas Pertanian-UPN veteran, Surabaya.
Sumenda, L., Rampe, H. L., & Mantiri, F. R. 2011. Analisis Kandungan Klorofil
Daun Mangga (Mangifera indica L.) pada Tingkat Perkembangan Daun
yang Berbeda. Fakultas MIPA. Universitas Sam Ratulangi Manado 1(1).
85
LAPORAN PRAKTIKUM
TEKNIK DASAR LABORATORIUM
Oleh:
Najela Edelweis Alveondaru
A1D019012
Rombongan 1
86
A. Latar Belakang
Aksi dari cahaya hijau dan kuning yang menyebabkan fotosistem pada
tumbuhan tingkat tinggi dan penyerapan panjang gelombang ini oleh daun
sebenarnya relatif tinggi, lebih tinggi dari yang ditampakkan pada spektrum
serapan klorofil dan karotenoid. Tetapi, bukan berarti bahwaada pigmen lain yang
berperan menyerap cahaya tersebut. Alasan utama mengapa spektrum aksi lebih
tinggi dari spektrum serapan adalah karena cahaya hijau dan kuning yang tidak
segera diserap akan dipantulkan berulang-ulang di dalam sel fotosintetik sampai
akhirnya diserap oleh klorofil dan menyumbangkan energi untuk fotosintesis.
(Lakitan, 2007)
87
yang tumbuh pada lingkungan yang kaya sumberdaya mempunyai kapasitas
fotosintesis yang jauh lebih tinggi daripada spesies yang tumbuh pada lingkungan
dengan persediaan air, hara, dan cahaya yang terbatas. (Salisbury dan Ross, 1995).
B. Tujuan
88
II. TINJAUAN PUSTAKA
Batas radiasi aktif fotosintesa terbatas pada panjang gelombang sekitar 400–
700 nm, meskipun ada beberapa jenis tumbuhan yang dapat menyerap energi
dengan panjang gelombang sekitar 300 nm dan 750 nm (Lobban et.al., 1985).
Sistem penyerapan cahaya, transfer energi eksitasi dan reaksi fotokimia pada
proses fotosintesa dapat diamati dengan menggunakan metode klorofil
fluorosensi.
Klorofil merupakan pigmen utama yang efektif sebagai fotosintiser pada
proses fotosintesis dari tumbuhan hijau. Klorofil memiliki absorbsi maksimum
pada 670 nm, sehingga klorofil merupakan komponen yang menarik sebagai
bagian yang visibel dari fotosintiser. Ada beberapa klorofil yang dijumpai
berfungsi sebagai pigmen fotosintetik, tetapi jenis yang umum dijumpai pada
tanaman tingkat tinggi adalah klorofil a dan b. Kedua jenis klorofil ini, memiliki
serapan cahaya pada dua daerah panjang gelombang (Gambar 3), yaitu pada
panjang gelombang 400 nm - 490 nm dan pada rentang gelombang 620 nm
sampai 680 nm (Sumaryanti et.al., 2011)
Pertumbuhan lamun dapat dilihat dari pertambahan panjang bagianbagian
tertentu seperti daun dan rhizomanya, namun pengamatan pertumbuhan dan
89
pengukuran rhizoma lebih sulit dilakukan karena berada di bawah permukaan
substrat. Penelitian lamun relatif lebih mengacu pada pertumbuhan daun karena
daun lamun berada di atas permukaan substrat sehingga lebih mudah untuk
diamati. Umumnya penelitian menunjukkan bahwa pertumbuhan daun muda lebih
cepat dibanding pertumbuhan daun tua (Brouns, 1985; Azkab, 1999).
Pertumbuhan lamun berbeda-beda antara lokasi satu dengan yang lainnya, karena
laju pertumbuhan dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti fisiologi, metabolisme
dan faktor eksternal seperti nutrien (Kiswara, 1993).
Ketersediaan nutrien di perairan padang lamun merupakan faktor pembatas
pada pertumbuhan lamun. Nutrien dapat ditemukan pada kolom perairan maupun
dalam sedimen. Penelitian yang dilakukan oleh McRoy et.al., (1970) dalam
Kiswara (1995) menunjukkan bahwa lamun memperoleh nutrien melalui dua
jaringan tubuhnya yaitu akar dan daun.
Ketinggian tempat juga berpengaruh terhadap laju fotosintesis suatu jenis
pohon, hal ini berkaitan erat dengan kandungan CO2 di udara, Oleh karena itu
CO2 merupakan faktor pembatas di daerah tropik1). Dalam persamaan kimia
proses fotosintesis di dalam tanaman digambarkan seperti berikut di bawah ini:
Pada umumnya daun tua memiliki kemampuan fotosistesis lebih tinggi dari
pada daun muda. Hal ini disebabkan karena daun tua memiliki jumlah klorofil
lebih tinggi dari pada daun muda. Demikian pula dengan laju transpirasi, bahwa
daun tua umumnya memiliki laju lebih tinggi dari pada daun muda
Pertumbuhan akan optimal apabila semua komponen tersedia dalam
jumlah yang seharusnya. Suhu ,ketersediaan CO2, dan cahaya merupakan unsur
dalam kegiatan fotosintesis. Pada umumnya tumbuhan daerah tropis tidak mampu
melakukan fotosintesis pada suhu 5 oC, maka meskipun sinar ada, CO2 terpenuhi
kegiatan fotosintesis akan terhambat dalam hal ini dapat dikatakan bahwa
temperatur merupakan faktor penghambat (limiting factor). Demikian pula CO2
terpenuhi, suhu optimum (antara 10-35 oC) tetapi sinar kurang banyak maka
fotosintesis juga akan menjadi terhambat, hal ini dikatakan bahwa sinar juga
90
menjadi faktor penghambat proses fotosintesis, Ketinggian tempat juga
berpengaruh terhadap laju fotosintesis suatu jenis pohon, hal ini berkaitan erat
dengan kandungan CO2 di udara, Oleh karena itu CO2 merupakan faktor
pembatas di daerah tropik1). (Dwijoseputro, 1990 dalam Khoiri, 2010).
Ada sekitar setengah juta kloroplas/mm2 permukaan daun. Di dalam
kloroplas tersimpan klorofil, yaitu pigmen warna hijau yang berfungsi sebagai
penyerap cahaya. Karbondioksida memasuki daun dan oksigen keluar melalui
stomata. Pada saat klorofil menyerap cahaya, klorofil akan mengalami eksitasi.
Energi hasil eksitasi ini akan dimanfaatkan untuk membentuk ATP dan NADPH
dan digunakan untuk mereduksi CO2 menjadi glukosa (Lambers et al. 1998;
Campbell et al. 2010). Glukosa dalam jaringan tanaman akan dimanfaatkan untuk
pembentukan akar, batang, daun, bunga dan buah (Ahmad et al, 2013)
91
III. METODE PRAKTIKUM
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu data laju fotosinntesis. Alat
yang digunakan pada praktikum ini yaitu kertas, alat hitung, dan alat tulis.
B. Prosedur Kerja
92
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil
93
Tabel Perhitungan Laju Fotosintesis untuk LAB
94
B. Pembahasan
Pada proses fotosintesis, reaksi suhu dan jumlah energy yang terserap sangat
ditentukan oleh intensitas radiasi PAR (photosynthetically active radiation),
sehingga pada daun di puncak tajuk, yang memperoleh radiasi langsung, pengaruh
suhu udara terhadap fotosintesis tidak terlalu besar. Fotosintesis hanya
berlangsung siang hari, sedangkan respirasi daun sepenuhnya sepenuhnya
95
dipengaruhi oleh suhu dan berlangsung teru menerus pada siang hari, dan malam
hari sepanjang periode pertumbuhan tanaman (Rusmayadi, 2019).
1. Cahaya
Komponen-komponen cahaya yang mempengaruhi kecepatan laju
fotosintesis adalah intensitas, kualitas dan lama penyinaran. Intensitas
adalah banyaknya cahaya matahari yang diterima sedangkan kualitas
adalah panjang gelombang cahaya yang efektif untuk terjadinya
fotosintesis. Makin banyak intensitas, kualitas dan lamanya sinar matahari
yang diterima tumbuhan hijau maka makin cepat tumbuhan hijau
melakukan fotosintesis.
2. Konsentrasi karbondioksida
Semakin banyak karbondioksida di udara, makin banyak jumlah bahan
yang dapat digunakan tumbuhan untuk melangsungkan fotosintesis.
3. Suhu
Enzim-enzim yang bekerja dalam proses fotosintesis hanya dapat bekerja
pada suhu optimalnya. Umumnya laju fotosintensis meningkat seiring
dengan meningkatnya suhu hingga batas toleransi enzim.
4. Kadar air
Kekurangan air atau kekeringan menyebabkan stomata menutup,
menghambat penyerapan karbon dioksida sehingga mengurangi laju
fotosintesis.
96
Fotosintesis seperti inilah yang membuat pertumbuhan dan perkembangan
tanaman semakin optimum, yang diikuti pengisian lubuk energy karbohidrat
semakin besar, yakni di akar, batang, daun, buah, iji, serta umbi (Rusmayadi,
2019).
Laju hasil fotosintesis dapat didekati dengan menghitung jumlah daun serta
mengukur laju penyerapan CO2 per satuan luas daun. Jumlah daun lazimnya
dinyatakan dengan ILD(Indeks Luas Daun), yaitu besaran yang menyatakn nisbah
antara jumlah luas semua daun dengan luas tanah yang ternaungi (Wahyudi et al,
2008).
97
tumbuhan. Zat tersebut itu nantinya akan menjadi makanan untuk hewan
dan manusia.
Fungsi yang lain dari fotosintesis ialah dapat membersihkan udara dari
pencemaran udara dengan cara mengurangi kadar karbondioksida di udara karena
karbondioksida merupakan bahan yang dibutuhkan oleh tumbuhan hijau untuk
melakukan fotosintesis. lalu sebagai hasilnya selain zat makanan dapat dihasilkan
juga Oksigen yang sangat diperlukan sekali untuk kelangsungan hidup hewan dan
manusia di muka bumi.
98
V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
B. Saran
99
DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Mansur, Nuril Hidayati dan Titi Juhaeti. 2011. Struktur Dan
Komposisi Vegetasi Pohon Serta Estimasi Biomassa, Kandungan Karbon
Dan Laju Fotosintesis Di Taman Nasional Gunung Halimun-Salak.
Bidang Botani, Puslit Biologi-LIPI Cibinong Science Center, Bogor.
100
LAMPIRAN
101
Lampiran I.3. Daftar Pustaka Acara I
102
Lampiran II.1. ACC Acara II
103
104
Lampiran III.1. ACC Acara III
105
Lampiran IV. 1. ACC Acara IV
106
Lampiran V.1. ACC Acara V
107
Lampiran VI.1. ACC Acara VI
108
Lampiran VI.3. Daftar Pustaka Acara VI
109
Lampiran VII.2. Dokumentasi Kegiatan Acara VII
110