Anda di halaman 1dari 5

ASAL USUL DESA SUCEN

Pada suatu hari di sebuah hutan lebat di pinggir sungai yang sangat jernih. Ki Buyut Suci,
seorang pengembara dari Kerajaan Mataram tiba di tempat itu. Beliau berkeinginan untuk
membuka lahan itu supaya dapat ditempati untuk ia gunakan sebagai tempat peristirahatan
bersama istrinya yaitu Nyai Putih.
Ketika ki Buyut Suci sedang membuka lahan dengan membersihkan pepohonan dan semak
belukan di situ, tiba-tiba muncullah seekor hewan yang sangat besar dan memiliki corak warna
belang di tubuhnya. Ki Buyut Suci pun segera bertarung dengan hewan tersebut yang ternyata
adalah seekor kerbau liar yang cuku ganas. Kerbau liar bercorak belang itu adalah Kebo Rejeng.
“ Hiyaaa, wahai Kebo Rejeng, kemarilah, jika kau menggangguku, akan ku sudahi engkau!”
Dengan kesaktiannya, Ki Buyut Suci pun berhasil mengalahkan Kebo Rejeng tersebut. Setelah
berhasil membuka lahan tersebut ia menamai daerah itu dengan sebutan Gili Borejeng yang
artinya Rumah kerbau belang. Namun setelah beberapa saat ia merenung, ia merasa nama Gili
Borejeng tidak tepat untuk kampung itu.
“ Sepertinya, nama Borejeng ini tidak memiliki makna yang baik. Aku akan mengganti nama
kampung ini menjadi Sebibis yang artinya sedikit demi sedikit. Aku harap kampung ini akan
selalu menjadi lebih baik meskipun sedikit demi sedikit.”
Selang beberapa tahun ia menetap di daerah itu, ki Buyut Suci meninggalkan Kampung Sebibis
untuk meneruskan pengembaraannya. Ia menitipkan kampung itu pada anak cucunya.
“ Anakku, lindungilah tempat ini! Aku akan melanjutkan perjalanan untuk mengembara!”
“ Baiklah Ayah, aku akan berusaha melindungi tempat ini!”
Beberapa tahun setelah kepergian Ki Buyut Suci, datanglah seorang Demang dari Kerajaan
Mataram yang ditugaskan untuk memperluas wilayahnya hingga wilayah Kedu. Beliau adalah
Demang Kluwung. Suatu Ketika saat ia berjalan- jalan di Kampung Sebibis, ia bertemu dengan
seorang gadis cantik.
“ Siapakah gerangan gadis nan cantik itu?” Demang Kluwung bertanya kepada pengawalnya.
“ Hamba tidak tahu paduka!” jawab pengawal demang itu.
“ Segeralah cari tahu! Sepertinya aku jatu cinta kepadanya!” perintah Demang kepada seorang
pengawalnya.
Demang Kluwung pun akhirnya menikah dengan gadis cantik dari Kampung Sebibis itu. Ia
menetap di sana dan memiliki keturunan bernama Raden Surodongso.
“ Istriku, anak ini akan ku berikan nama Surodongso. Kelak dialah yang akan memjadi
pemimpin dari Kampung ini!”
Selang beberapa waktu, Demang Kluwung harus melakukan perjalanan untuk mengembara
karena tugasnya sebagai seorang demang kerajaan. Beliau meninggalkan anak istrinya di
kampung Sebibis.
“ Istriku, jagalah Surodongso anak kita. Aku harus melanjutkan tugasku sebagai seorang
Demang kerajaan Mataram.”
“ baik kakanda!” jawab istri demang Kluwung.
“ Surodongso anakku, jadilah ksatria yang melindungi kampung ini kelak Ketika engkau
dewasa. Belajarlah dengan sungguh-sunggh!” Pamit Demang Kluwung kepada anak dan
istrinya.
“ Baiklah ayah, aku akan menjadi pemimpin yang baik di kampung ini!” jawab Raden
Surodongso.
Raden Surodongso pun beranjak dewasa. Ia menjadi seorang pria yang gagah dan pemberani.
Benar saja apa yang diramalkan Demang Kluwung, ia didaulat menjadi pemimpin di Kampung
Sebibis. Ia menjadi pemimpin yang disegani oleh seluruh warga kampung Sebibis.
Selang beberapa waktu kemudian, datangah seorang wali dari Kerajaan Cirebon bernama
Alhuda Nurrohmat atau disebut juga Raden Kudonorowongso. Beliau adalah utusan dari
Keraton Cirebon untuk menyebarluaskan agama Islam. Pada saat itu, kampung sebibis masih
memeluk agama Hindu.
Raden Kudonorowongso pun menemui Raden Surodongso selaku pemimpin desa dan
menyampaikan maksud dan tujuannya.
“ Assalamu’alaikum Raden!” Sapa Raden Kudonorowongso.
“ ya, selamat datang di Kampung Sebibis. Sebelumnya, ada perlu apa Raden sampai datang
kemari?” tanya Raden Surodongso.
“ Begini Raden, saya Kudonorowongso, utusan dari Kerajaan Cirebon. Saya kemari bermaksud
untuk bersilaturahmi dengan raden. Saya akan membantu untuk memperbaiki kampung ini!”
jawab Raden Kudonorowongso.
“ Baiklah Raden. Begini, di desa kami saat ini banyak warga yang meninggal dengan tiba- tiba.
Kami tidak tahu wabah apa yang menimpa desa ini Raden!” Raden Surodongso mengeluh
kepada Raden Kudonorowongso.
“ Raden, mungkin ini adalah teguran dari yang Maha Kuasa. Aku akan berdoa kepada Tuhanku
supaya wabah ini dapat segera hilang!”
“ Apakah itu benar Raden? Jika memang bisa begitu, aku akan percaya kepada Tuhanmu!”
Raden Surodongso sedikit kurang percaya.
“ Semoga itu benar Raden. Semoga Allah memberikan kesembuhan kepada warga dan
memberikan petunjuk supaya beriman kepadaNya!” Jawab Raden Kudonorowongso dengan
yakin.
Benar saja, setelah desa itu didoakan oleh Raden Alhuda Nurrohmat atau Raden
Kudonorowongso, wabah di kampung Sebibis akhirnya hilang. Warga pun akhirnya mulai
percaya dan mengikuti kepercayaan yang dibawa oleh Raden Kudonorowongso yaitu Islam.
Penganut agama Islam membutuhkan air untuk berwudhu dan bersuci sebelum melakukan salat.
Raden Kudonorowongso merasa sedikit kesulitan menemukan air untuk bersuci. Ia memutuskan
untuk menyisir wilayah desa guna mencari sumber mata air. Tepat di sebelah timur desa di
bawah pepohonan rindang, beliau menemukan mata air itu. Kemudian ia mengajak masyarakat
untuk memanfaatkan mata air tersebut yang kemudian diberi nama Kali Suci yaitu kali yang
digunakan untuk bersuci.
Beberapa waktu berselang, Raden Surodongso dan Raden kudonorowongso sedang berjalan –
jalan di dekat Kalai Suci. Mereka berdiskusi mengenai kampung Sebibis. Raden
Kudonorowongso menanyakan kepada Raden Surodongso mengenai asal muasal dan pendiri
Desa tersebut.
“ Sebelumnya saya mohon maaf Raden, bolehkah saya menanyakan sesuatu?”
“ Tentu Raden, apakah gerangan yang membuat Raden resah?”
“ Sebenarnya, siapakah yang dulu membuka desa ini Raden?”
“ Oh, menurut cerita yang saya dengar dari ibu saya, orang yang pertama membuka desa ini
adalah Ki Buyut Suci.” Jawab Raden Surodongso.
“ Ki Buyut Suci ya? Hemmm. Begini Raden, saya rasa nama Kampung Sebibis kurang sesuai
dengan kampung ini. Bagaimana kalau sesuai dengan penemu tempat ini, kita namai desa ini
dengan nama Sucen. Selain itu sucen juga berarti suci kan Raden?”
“ Sepertinya nama itu memang tepat Raden. Dengan nama Sucen kita semua berharap desa ini
menjadi desa yang selalu suci.” Raden Surodongso pun setuju dengan pendapat Raden
Kudonorowongso.
“ Benar sekali Raden, kita berharap supaya tempat ini menjadi tempat yang suci. Terlebih
adanya kali Suci ini yang membuat saya yakin Desa Sucen ini akan selalu terjaga kesuciannya!”
Akhirnya sebuah wilayah yang tadinya bernama Kampung Sebibis tersebut berubah nama
hingga saat iti menjadi nama Desa Sucen. Kali Suci yang dulu ditemukan untuk tempat bersuci
juga masih digunakan oleh warga sekitar hingga saat ini. Warga Desa Sucen masih
mempercayai bahwa Kali Suci adalah tempat yang sakral. Kegiatan bersih kali masih
dilaksanakan setiap saat dan juga nyadran kali setiap Jumat Kliwon di Bulan Rajab setiap
tahunnya.
DUMADINE DESA SUCEN
Sawijining dina ing alas sing amba ing pinggir kali sing bening banget. Ki Buyut Suci,
pangembara saka Kerajaan Mataram teka ing papan kono. Dheweke pengin mbukak lemah
supaya bisa digunakake minangka papan palungguhan karo bojone yaiku Nyai Putih. Nalika Ki
Buyut Suci lagi mbabat wit-witan lan grumbul ing kono, dumadakan ana kewan sing gedhe
banget lan rupane welang. Ki Buyut Suci langsung ngunusake pedang marang kewan kang
pranyata kebo liar sing uga ganas. Kebo welang iku banjur diarani Kebo Rejeng amarga rupane
welang koyo jarit rejeng.
"Hiyaaa, Hee Kebo Rejeng, mreneo, yen kowe ngganggu aku, bakal tak rampungi
awakmu!"
Kanthi kesaktiane Ki Buyut Suci, dheweke bisa ngalahake Kebo Rejeng. Sawise kasil
ngresiki papan mau, dheweke menehi jeneng Gili Borejeng, sing tegese omah kebo rejeng.
Nanging, sawise sawetara wektu mikir, dheweke rumangsa yen jeneng Gili Borejeng ora cocog
kanggo desa kasebut.
“Koyone jeneng Borejeng ora nduweni teges sing apik. Aku bakal ngganti jeneng desa iki
dadi Sebibis, sing tegese sethithik. Muga-muga desa iki tansah tambah apik, sanajan sithik-
sithik”.
Sawise pirang-pirang taun manggon ing tlatah kasebut, Ki Buyut Suci ninggalake Desa
Sebibis kanggo nerusake laku lan perjuangane. Dheweke masrahake desa kasebut marang
katurunane.
“Duh ngger anakku, tak pasrahke Kampung Sebibis iki nang awakmu! Jaganen Kampung
Sebibis iki supaya dadi maju! Aku bakal nerusake ngumbara!”
"Sendika dhawuh Rama! Mugi Rama paring dedonga supados kula saged dadosaken
Kampung Sebibis menika langkung ngrembaka!"
Pirang-pirang taun sakwise Ki Buyut Suci lunga, ana Demang kang tumeka saka Kerajaan
Mataram sing ditugasi nggedhekake wilayahe. Salah sawijining Demang iku jenenge Demang
Kluwung. Ing sawijining dina, nalika mlaku-mlaku ing Kampung Sebibis, dheweke ketemu karo
bocah wadon sing ayu.
"Sapa ya cah wadon ayu iku?" Demang Kluwung takon marang pengawale.
"Ngapunten ndara, Kula mboten mangertosi!" wangsulane penjaga demang.
“Enggal golekana! Aku rumangsa duweni rasa tresna karo bocah wadon ayu iku!" Dhawuhe
Demang marang salah sijine pengawale.
Demang Kluwung akhire krama karo bocah wadon ayu saka Kampung Sebibis. Dhèwèké
manggon ing kono lan duwé turunan sing jenengé Raden Surodongso. Sawise sawetara wektu,
Demang Kluwung kudu ngumbara amarga tugase minangka demang kraton. Dheweke
ninggalake bojo lan anak-anake ing desa Sebibis.
“ Nduk cah ayu, tak titipke anakku Surodongso mring awakmu. Mugiya tansah pinaringan
bergas waras. Saktenane aku ora tega ninggalake awaknu, nanging aku kudu nerusake
jejibahanku saka Keraton Mataram."
"Sendika dhawuh kakang!" wangsulane garwane Demang Kluwung.
“Surodongso, anakku, dadi satriya sing bisa mimpin Kampung iki yen sira wis gedhe! Aku
pamit nyai!” Demang Kluwung pamit marang anak lan bojone.
Raden Surodongso uga wis gedhe. Dheweke dadi wong sing satriya. Pancen bener sing
diramalake Demang Kluwung, dheweke banjur dadi lurah ing Kampung Sebibis. Dheweke dadi
pemimpin sing diajeni dening kabeh warga Kampung Sebibis.
Sawetawa wektu, wali saka Kraton Cirebon ingkang asma Alhuda Nurrohmat utawi Raden
Kudonorowongso tumeka ing Kampung Sebibis. Dheweke minangka utusan Keraton Cirebon
kanggo nyebarake agama Islam. Nalika semana Kampung Sebibis pancen isih nganut agama
Hindu. Raden Kudonorowongso nemoni Raden Surodongso minangka lurah banjur ngaturake
ancase tumeka ing Kampung Sebibis. Wektu kuwi, pageblug teka ing kampung Sebibis. Akeh
wong kang ujug- ujug mati. Raden Kudonorowongso banjur donga marang Gusti Allah supaya
pageblug mau sirna.
Mesthi wae, sawise desa kasebut didongakake dening Raden Alhuda Nurrohmat pageblug
ing kampung Sebibis pungkasane ilang. Pungkasane, warga Kampung Sebibis percaya ndherek
iman marang agama Islam.
Warga kang wis Islam mbutuhake banyu kanggo wudhu lan sesuci sadurunge nindakake
ritual salat. Raden Kudonorowongso rada kangelan golek banyu kanggo sesuci. Dheweke
mutusake nyisir wilayah desa kanggo golek sumber. Ing sisih wetan desa sangisore wit gedhe,
dheweke nemokake sumber. Banjur dheweke ngajak masyarakat kanggo nggunakake sumber
mata air iku sing banjur diwenehi jeneng Kali Suci, yaiku kali sing digunakake kanggo sesuci.
Ora let suwe Raden Surodongso lan Raden Kudonorowongso lagi mlaku-mlaku ing cedhak
Kali Suci. Dheweke ngrembug babagan kampung Sebibis. Raden Kudonorowongso takon
marang Raden Surodongso babagan asal-usul lan pangadeg desa.
“Sepisan, kula nyuwun pangapunten Raden, keparenga kula nyuwun pirsa?”
“Temtu wae Raden, apa sing ndadekake Raden kuwatir?”
“Satemene sinten ingkang bubak kampung mriki, Raden?
“Oh, miturut crita, sing sepisanan bubak kampung iki yaiku Ki Buyut Suci.” Raden
Surodongso mangsuli.
“Ki Buyut Suci, ta? Hmmm. Raden, miturut panemu kula Sebibis kirang trep menawi dados
asmanipun kampung. Punapa malih ingkak bubak kampung niki inggih Ki Buyut Suci, desa niki
langkung sae dipun sebat desa Sucen. Sucen ugi ateges suci, nggih ta, Raden?"
“Bener kuwi Raden, muga- muga papan iki dadi papan kang suci. Kajaba iku, anane Kali
Suci iki ndadekake aku yakin yen Desa Sucen bakal tansah njaga kesuciane!”
Pungkasane crita, kampung sing sakdurunge jenenge Kampung Sebibis ganti jeneng dadi
Desa Sucen. Kali Suci sing nate ditemokake minangka papan panyucian, saiki isih digunakake
dening warga lokal. Warga Desa Sucen isih percaya yen Kali Suci minangka papan sing sakral.
Kagiyatan ngresiki kali isih ditindakake kapan wae lan uga Nyadran saben Jum'at Kliwon ing
sasi Rajab saben taun.

Anda mungkin juga menyukai