Seri : 12/2012
MEMBANGUN
JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
ISBN. 978-602-7878-04-4
Catatan : Tulisan ini sebagian bukan hasil karya sendiri, melainkan diambil dari berbagai
tulisan dan hasil pengamatan lapangan, selanjutnya diperuntukkan bagi
Penyuluh Kehutanan
ii
KATA PENGANTAR
iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii
V
K. DAFTAR GAMBAR
Perencanaan Selanjutnya .......................................................... 19
L. Pola Kemitraan .........................................................................
Halaman Halaman 20
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Hutan Rakyat di Gorontalo (Hasil Kemitraam Antara Penyuluh
Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan) .................................. 9
Gambar 2 Rehabilitasi Lahan di Gorontalo (Hasil Kemitraan Antara
Penyuluh Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan) ..................... 12
VI
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Secara konseptual, kemitraan adalah suatu kerja sama formal
antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-
organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu
(Notoatmodjo, 2003). Kemitraan secara umum akan terjalin bilamana
terdapat pihak yang merasakan adanya kelemahan implementasi bila
sebuah pembangunan hanya menjadi focus of interest satu pihak saja.
Dengan kata lain bahwa kemitraan sejatinya merupakan solusi yang
tepat bagi pihak yang mencita-citakan adanya percepatan progres
pembangunan. Bagi penulis, percepatan progres pembangunan
sangatlah esensial bila dikaitkan dengan pencapaian sasaran
pembangunan yang berdimensi pada pemenuhan kebutuhan umum
(public needs).
Kemitraan merupakan model pengelolaan sumber daya yang tepat
bila terkait dengan barang publik (public goods) misalnya dalam hal
pengelolaan hutan dimana baik masyarakat maupun pemerintah
memiliki kepentingan dengan keberadaannya. Masyarakat sekitar
hutan baik secara ekonomi maupun sosial sangat menggantungkan
hidupnya pada hutan karena memang terkait dengan mata
pencaharian. Umumnya mereka memanfaatkan hasil hutan yang
berupa kayu sebagai andalan komoditas ekonomi. Di samping itu,
mereka juga sudah terbiasa secara turun temurun memanfaatkan
areal hutan sebagai lahan bercocok tanam tanpa kemudian
memperhatikan aspek kepemilikan dan kelestariannya. Sementara, di
sisi yang lain pemerintah memiliki kepentingan yang lebih besar
terhadap hutan, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dari sisi
ekologi.
Dalam kemitraan, seluruh elemen mendapatkan apa yang menjadi
kebutuhannya. Sinergi antar elemen menjadi kunci dalam memainkan
perannya masing-masing. Bangunan kemitraan harus didasarkan pada
hal-hal berikut: kesamaan perhatian (common interest) atau
kepentingan, adanya sikap saling mempercayai dan saling
1
menghormati, tujuan yang jelas dan terukur, dan kesediaan untuk
berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain.
Secara umum, prinsip-prinsip kemitraan adalah persamaan atau
equality, keterbukaan atau transparancy dan saling menguntungkan
atau mutual benefit.
Membangun kemitraan juga perlu dilakukan oleh penyuluh
kehutanan. Tujuan utama pembentukan kemitraan ini adalah untuk
semakin memperkuat strategi penyuluhan kehutanan utamanya dalam
upaya untuk mestimulus peningkatan penghasilan dan kesejahteraan
masyarakat. Dalam membangun kemitraan belum banyak buku dari
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan yang dapat
menjadi acuan. Padahal sejatinya membangun kemitraan sangatlah
penting untuk membuka akses menuju kemandirian masyarakat
terutama dalam memasarkan hasil produksinya atau bermitra dalam
pembangunan kehutanan. Disamping itu, membangun kemitraan
merupakan salah satu mata uji kompetensi bagian umum bagi
penyuluh kehutanan selain komunikasi dialogis dan mengorganisasikan
masyarakat.
2
a. Standar Kompetensi
Penyuluh kehutanan mampu membangun jejaring kerja dan
kemitraan dengan pihak-pihak terkait sesuai karakteristik dan
kondisi pelaku utama dan pelaku usaha.
b. Kompetensi Dasar
1) Memahami hakikat jejaring kerja dan kemitraan
2) Memiliki kesadaran akan pentingnya membangun jejaring
kerja dan kemitraan.
3) Mengidentifikasi/memetakan posisi jejaring kerja dan
kemitraan
4) Memahami tujuan membangun jejaring kerja dan
kemitraan.
5) Memahani prinsip dalam membangun jejaring kerja dan
kemitraan.
6) Menerapkan Strategi dalam membangun jejaring kerja
dan kemitraan.
7) Menguasai pola-pola jejaring kerja dan kemitraan.
C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan buku ini adalah terbatas untuk kalangan
sendiri bagi Penyuluh Kehutanan dalam melakukan penyuluhan
membangun Jejaring kerja dan kemitraan dengan sasaran utama
(pelaku utama dan pelaku usaha) dan sasaran antara dalam kegiatan
pembangunan kehutanan.
3
II. MEMAHAMI JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
A. Pengertian
Jejaring kerja dan kemitraan pada lazimnya juga dikenal dengan
istilah “partnership”. Secara etimologis, istilah “partnership” berasal
dari kata “partner” yang berarti pasangan, jodoh, sekutu atau
kompanyon. Sedangkan “partnership” diterjemahkan sebagai
persekutuan atau perkongsian. Dengan demikian, kemitraan dapat
dimaknai sebagai suatu bentuk persekutuan antar dua pihak atau lebih
yang membentuk satu ikatan kerjasama di suatu bidang usaha
tertentu atau tujuan tertentu sehingga dapat memperoleh manfaat
hasil yang lebih baik.
Agung Sudjatmoko (2009) dalam bukunya yang berjudul “Cara
Cerdas Menjadi Pengusaha Hebat” mengatakan bahwa kemitraan
merupakan kerjasama terpadu antara dua belah pihak atau lebih yang
serasi, sinergi, sistematis, terpadu dan memiliki tujuan untuk
menyatukan potensi bisnis dalam menghasilkan keuntungan yang
optimal. Pengertian tersebut diungkapkan juga oleh Dr. Frank Minirth
dalam bukunya yang berjudul “You Can”. Menurutnya jejaring kerja
adalah seni berkomunikasi antar orang yang satu dengan yang lain,
berbagi ide, informasi dan sumber daya untuk meraih kesuksesan
individu atau kelompok (networking is a process of getting together to
get ahead. It is the bulding of mutually beneficial relationship).
Networking adalah proses kebersamaan. Selain itu, networking juga
diartikan sebagai jalinan hubungan yang bermanfaat dan saling
menguntungkan. Dalam arti kata lain, membangun networking
haruslah berlandaskan prinsip saling menguntungkan dan komunikasi
dua arah (dialogis).
Pada kenyataannya di lapangan, jejaring kerja dan kemitraan
dapat dimaknai menjadi dua: pertama, bahwa walaupun pada tataran
konseptual terdapat sentuhan kesamaan, namun pada praktiknya
antara membangun jejaring kerja dengan kemitraan terdapat
perbedaan. Jejaring kerja merupakan bentuk kerja sama yang masih
belum konkret wujudnya karena peran para pihak belum bisa
4
dimainkan. Sementara di sisi yang lain, kemitraan merupakan wujud
yang lebih konkret dari jalinan kerjasama karena semua pihak yang
terlibat dalam kemitraan mengetahui dan mampu memainkan
perannya masing-masing sesuai dengan aturan ataupun batasan yang
telah disepakati bersama. Kedua, bahwa jejaring kerja merupakan
awal dari jalinan kemitraan atau dengan kata lain bahwa tindak lanjut
dari jejaring kerja adalah kemitraan. Pada titik ini, antara jejaring kerja
dengan kemitraan dapat diibaratkan sebagai sebuah mata uang
dimana masing-masing sisinya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.
5
Membangun jejaring kerja pada hakikatnya adalah sebuah proses
membangun komunikasi atau hubungan, berbagi ide, informasi dan
sumber daya atas dasar saling percaya (trust) dan saling
menguntungkan di antara pihak-pihak yang bermitra, yang dituangkan
dalam bentuk nota kesepahaman atau nota kesepakatan (MoU) guna
mencapai kesuksesan bersama yang lebih besar. Dari definisi tersebut
dapat dijelaskan bahwa membangun jejaring kerja dan kemitraan
pada dasarnya dapat dilakukan jika pihak-pihak yang bermitra
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Ada dua pihak atau lebih organisasi;
b. Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan organisasi;
c. Ada kesepahaman atau kesepakatan;
d. Saling percaya dan membutuhkan;
e. Komitmen bersama untuk mencapai tujuan yang lebih besar.
6
III. MEMBANGUN JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
7
swadaya masyarakat yang dikelola oleh Penyuluh Kehutanan
Swadaya Masyarakat (PKSM).
4. Kebutuhan pasar kerja menuntut SDM penyuluh kehutanan yang
profesional dan kompeten di bidangnya. Dengan demikian,
diperlukan sertifikasi kompetensi kinerja nasional setiap tahun
secara bertahap agar penyuluh kehutanan yang ada mampu
menjawab tantangan pasar tenaga kerja penyuluh kehutanan.
5. Adanya kecenderungan kebutuhan masyarakat dalam
pembangunan aneka usaha kehutanan seperti: HTI (Hutan
Tanaman Industri), HTR (Hutan Tanaman Rakyat), HR (Hutan
Rakyat), HKm (Hutan Kemasyarakatan), dan Agroforestry yang
membutuhkan tenaga pendampingan dari penyuluh kehutanan.
6. Rekruitmen tenaga penyuluh kehutanan tidak seimbang dengan
kebutuhannya karena sangat sedikit formasinya. Pada akhirnya,
untuk memecahkan masalah tersebut dibutuhkan penyuluh-
penyuluh kehutanan swadaya dari masyarakat (PKSM). Dari sini
penyuluh kehutanan yang ada perlu membangun jejaring kerja
dengan PKSM.
7. Masih terbatasnya lembaga pendidikan penyuluhan kehutanan
yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh
kehutanan dan masyarakat guna meningkatkan ilmu dan
pengetahuannya. Untuk itu, diperlukan jalinan kemitraan dengan
lembaga atau instansi baik swasta maupun swadaya untuk
mencetak penyuluh kehutanan yang profesional.
8
Gambar 1 : Hutan Rakyat di Gorontalo (Hasil Kemitraan Antara
Penyuluh Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan)
9
3. Mensinergikan Program
Terdapat berbagai program dari berbagai pihak yang sebetulnya
bisa disinergikan dengan program kerja penyuluh kehutanan
dengan syarat bila terbangun komunikasi dua arah (komunikasi
dialogis) yang baik antara satu pihak dengan pihak yang lain.
Berikut adalah program-program yang berpotensi disinergikan
dengan penyuluhan kehutanan:
a. Setiap perusahaan besar baik milik pemerintah maupun
swasta pasti memiliki program Corporate Social Responsibility
(CSR) yang bisa disinergikan. Penyuluh kehutanan dapat
berperan dalam menjembatani kepentingan pihak swasta
(pemilik/penyandang dana) dengan pihak masyarakat
(penerima dana) terutama agar dana yang ada tidak lagi
hanya bermisi karitas tetapi juga bermisi pemberdayaan.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, potensi dana
CSR di Indonesia sangatlah besar, Rp 10 trilyun/tahun.
Namun, menurutnya dana CSR ini belum dimanfaatkan
secara optimal oleh berbagai pihak terutama pemerintah
dalam program-program pembangunan nasional. Perhatikan
petikan berita berikut :
10
Menteri Hatta: Potensi Dana CSR Sebesar Rp 10 Triliun
Sumber: www.jaringnews.com
11
b. Gerakan penghijauan yang dilakukan oleh berbagai pihak baik
oleh instansi pemerintah, swasta, sekolah, perguruan tinggi,
perbankan maupun industri. Penyuluh kehutanan dapat
memfasilitasi pengadaan bibit dan teknik penanaman yang
baik agar gerakan penghijauan dapat dijaga aspek
keberlanjutannya.
c. Anggaran yang telah diprogramkan untuk rehabilitasi dan
konservasi lahan dan tanah kritis bisa disinergikan dalam
programa penyuluhan kehutanan.
12
2. Kepercayaan (trust)
Setelah adanya kesamaan visi dan misi maka prinsip berikutnya
yang tidak kalah penting adalah adanya rasa saling percaya
antarpihak yang bermitra. Kepercayaan adalah modal dasar dalam
membangun kemitraan yang sinergis dan mutualis. Untuk dapat
dipercaya, maka komunikasi yang dibangun harus dilandasi oleh
itikad (niat) yang baik dan menjunjung tinggi kejujuran.
3. Saling Menguntungkan
Asas saling menguntungkan merupakan pondasi yang kuat dalam
membangun kemitraan. Jika dalam bermitra ada salah satu pihak
yang merasa dirugikan ataupun merasa tidak mendapat manfaat
lebih, maka akan mengganggu keharmonisan dalam bekerja
sama. Antara pihak yang bermitra harus saling memberi kontribusi
sesuai peran masing-masing dan harus saling merasa diuntungkan
dengan adanya jalinan kemitraan.
4. Efisiensi dan Efektifitas
Dengan mensinergikan beberapa sumber untuk mencapai tujuan
yang sama diharapkan mampu meningkatkan efisiensi waktu,
biaya dan tenaga. Efisiensi tersebut tentu saja tidak mengurangi
kualitas proses dan hasil, justru sebaliknya malah dapat
meningkatkan kualitas proses dan poduk yang dicapai. Tingkat
efektifitas pencapaian tujuan menjadi lebih tinggi jika proses kerja
kita melibatkan mitra kerja. Dengan kemitraaan dapat dicapai
kesepakatan-kesepakatan dari pihak yang bermitra tentang siapa
melakukan apa sehingga pencapaian tujuan diharapkan akan
menjadi lebih efektif.
5. Komunikasi Dialogis
Komunikasi timbal balik dilaksanakan secara dialogis atas dasar
saling menghargai satu sama lainnya. Komunikasi dialogis
merupakan pondasi dalam membangun kerjasama. Tanpa
komunikasi dialogis akan terjadi dominasi pihak yang satu
terhadap pihak yang lainnya yang pada akhirnya dapat merusak
hubungan yang sudah dibangun.
13
6. Komitmen yang Kuat
Kemitraan akan terbangun dengan kuat dan permanen jika ada
komitmen satu sama lain terhadap kesepakatan-kesepakatan yang
dibuat bersama.
D. Strategi Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan
Strategi membangun jejaring kerja dan kemitraan merupakan
upaya untuk mengantisipasi agar kemitraan tersebut tidak menemui
kebuntuan atau kegagalan karena hal-hal yang tidak prinsip atau
kesalah- pahaman bisa terjadi. Dalam membangun strategi kemitraan
dapat dilakukan dengan panduan berikut :
1. Membangun kemitraan bukan sekedar bertukar kartu nama dan
berkenalan
Jika sebagian besar orang merasa kurang berhasil membangun
jejaring kerja (networking) karena mereka hanya berkenalan atau
bertukar kartu nama. Setelah tiba di rumah kartu nama itu hanya
disimpan dalam laci, maka akan sulit bisa mengingat siapa
mereka. Sedangkan untuk membangun kekuatan networking
hanya bisa dikerjakan dengan cara yang terorganisasi dengan
baik.
2. Jadilah pendengar yang baik
Pada umumnya, para penyuluh kehutanan senang membicarakan
tentang diri mereka sendiri. Mereka akan selalu berpikir: ”apa
yang bisa saya peroleh?” atau “apa keuntungan percakapan ini
untuk penyuluhan sendiri?” Bila kita mampu menunjukkan
keterkaitan terhadap apa yang pelaku utama dan pelaku usaha
pikirkan secara tulus atau tidak dibuat-buat, maka kita akan
mendapatkan banyak keuntungan. Berikut adalah keuntungan
menjadi pendengar yang baik:
a. Kita akan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dalam
kesempatan pertemuan singkat tersebut
Misalnya mendapatkan informasi tentang keluarga, kelompok
mereka, masalah usaha dan kemajuannya serta pribadi
mereka jalankan saat ini. Hal ini sangat penting guna
14
memberikan perlakuan yang paling tepat dan di sisi lain
mereka juga terkesan pada diri kita sebagai penyuluh.
b. Fokus pada tujuan
Dengan menjadi pendengar yang baik kita akan mampu
memvisualisasikan siapa saja yang harus kita dekati.
Sehingga tidak perlu membuang waktu dengan mengikuti
perkumpulan yang tidak berhubungan dengan target yang
ingin kita capai. Karena kekuatan networking terletak pada
kualitas dibandingkan dengan kuantitas atau jumlahnya.
15
6. Kesinambungan komunikasi
Penyuluh kehutanan harus selalu meluangkan waktu melakukan
komunikasi guna mengembangkan dan mempertahankan
hubungan yang sudah terbangun. Hanya melalui komunikasi,
penyuluh kehutanan dapat menjalin hubungan dengan para
pelaku utama dan pelaku usaha.
7. Menjadi anggota komunitas
Menjadi anggota komunitas tertentu seperti Ikatan Penyuluh
Kehutanan Indonesia (IPKINDO), HPHA, LMDH atau forum-forum
pemuda masjid atau gereja atau karang taruna, komunitas
entrepreneur dan sebagainya untuk menambah relasi dan
memperluas wawasan dan pengetahuan.
8. Peduli lingkungan
Penyuluh Kehutanan harus memiliki rasa kepedulian terhadap
lingkungan dan kehidupan masyarakat disekitarnya. Banyak cara
untuk mewujudkannya seperti ikut berpartisipasi dalam kegiatan
di masyarakat, seperti: donor darah, menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan melalui kerja bakti dan penghijauan.
9. Membangun citra diri sebagai wirausaha
Membangun citra sebagai wirausaha dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan kemampuan berkomunikasi, komitmen atas prinsip
dan janji, professional, peduli terhadap pelaku utama dan pelaku
usaha dan yang tidak kalah penting adalah menjaga penampilan
sebagai penyuluh kehutanan.
16
IV. LANGKAH-LANGKAH DALAM MEMBANGUN JEJARING KERJA
DAN KEMITRAAN
17
memanfaatkan posisi atau peran seseorang dalam sebuah lembaga.
Dalam beberapa kasus, pendekatan personal dan informal akan lebih
efektif bila dibandingkan dengan pendekatan formal.
C. Menganalisis Informasi
Berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selanjutnya
dianalisis dan menetapkan mana pihak-pihak yang relevan dengan
permasalahan dan kebutuhan yang diperlukan utuk dihadapi.
D. Penjajagan Kerjasama
Dari hasil analisi data dan informasi, perlu dilakukan penjajagan
lebih mendalam dan intensif dengan pihak-pihak yang memungkinkan
diajak kerjasama. Penjajagan dapat dilakukan dengan cara melakukan
audensi atau presentasi tentang profil penyuluhan dan penawaran
program-program yang bisa dikerjasamakan baik secara formal
maupun nonformal.
E. Penyusunan Rencana Kerja
Apabila beberapa pihak telah sepakat untuk bekerja sama, maka
langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana kerja sama. Dalam
perencanaannya harus melibatkan pihak-pihak yang akan bermitra
sehingga semua aspirasi dan kepentingan setiap pihak dapat terwakili.
F. Membuat Kesepakatan
Para pihak yang ingin bermitra perlu untuk merumuskan peran
dan tanggung jawab masing-masing pihak pada kegiatan yang akan
dilakukan bersama yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau
Memorandum of Understanding (MoU).
G. Penandatanganan Akad Kerjasama (M oU)
Nota Kesepakatan yang sudah dirumuskan selanjutnya
ditandatangani oleh pihak-pihak yang bermitra.
18
H. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan merupakan tahapan implementasi dari
rencana kerjasama yang sudah disusun bersama dalam rangka
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan tanggungjawab dan peran masing-masing pihak yang
bermitra.
I. Monitoring dan Evaluasi
Selama pelaksanaan kerjasama perlu dilakukan monitoring dan
evaluasi. Tujuan monitoring adalah memantau perkembangan
pelaksanaan kegiatan sehingga dapat dicegah terjadinya
penyimpangan (deviasi) dari tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga
segala permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dapat
dicarikan solusinya. Hasil monitoring dapat dijadikan dasar untuk
melakukan evaluasi. Perlu dilakukan evaluasi bersama antar pihak
yang bermitra untuk mengetahui kegiatan yang belum berjalan sesuai
rencana dan mana yang sudah, tujuan mana yang sudah tercapai dan
mana yang belum, masalah atau kelemahan apa yang menghambat
pencapaian tujuan dan penyebabnya.
J. Perbaikan
Hasil evaluasi oleh pihak-pihak yang bermitra akan dipakai sebagai
dasar dalam melakukan perbaikan dan pengambilan keputusan
selanjutnya apakah kerjasama akan dilanjutkan pada tahun berikutnya
atau tidak.
K. Perencanaan Selanjutnya
Apabila pihak-pihak yang bermitra memandang penting untuk
melanjutkan kerjasama, maka mereka perlu merencanakan kembali
kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Dalam
Perencanaan selanjutnya perlu mempertimbangkan hasil evaluasi dan
refleksi sebelumya. Disamping itu, mungkin dipandang perlu untuk
memperpanjang akad kerjasama dengan atau tanpa perubahan nota
kesepakatan.
19
L. Pola Kemitraan
Pihak mana saja yang berpotensi menjadi mitra kerja penyuluh
kehutanan dan bagaimana pola kemitraan serta pesan masing-masing
mitra kerja dapat dituangkan dalam perjanjian kerja. Pola kemitraan
yang sudah berjalan perlu disempurnakan dengan melibatkan pihak-
pihak yang bermitra. Tujuannya adalah untuk menemukan pola
kemitraan yang lebih tepat dimana pihak-pihak yang bermitra dapat
memainkan perannya masing-masing dengan lebih baik.
20
V. PENUTUP
21
DAFTAR PUSTAKA
Direktorat
Direktorat Pembinaan
Pembinaan KursusKursus
dan dan Kelembagaan.
Kelembagaan. 2010.
2010. Membangun
Membangun Jejaring
Jejaring
KerjaKerja (Kemitraan)
(Kemitraan). Jakarta: Kementerian
. Jakarta: Pendidikan
Kementerian Nasional.
Pendidikan Nasional.
Hatanto, Achmad Adito. 2012. Menteri Hatta:
Hatanto, Achmad Adito. 2012. Menteri Hatta:
Potensi Dana CSR Sebesar Rp. 10 Triliun. Diakses dari
Potensi Dana CSR Sebesar Rp. 10 Triliun. Diakses dari
www.jaringnews.com/ekonomi/13731/menteri-hatta-potensi-dana-
www.jaringnews.com/ekonomi/13731/menteri-hatta-potensi-dana-
www.jaringnews.com/ekonomi/13731/menteri-hatta-potensi-dana-csr-
csr-sebesar-rp-triliun tanggal 10 Oktober 2012.
sebesar-rp-triliun tanggal 10 Oktober 2012.
22