Anda di halaman 1dari 28

Materi Penyuluhan Kehutanan

Seri : 12/2012

MEMBANGUN
JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN
ISBN. 978-602-7878-04-4

Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan

Pengarah : Kepala Pusat Penyuluhan Kehutanan


Penanggung Jawab : Kepala Bidang Pengembangan Penyuluhan Kehutanan
Penyusun : Ir. Bambang Sigit S, MM
Nizar, S.Sos
Design Cover : Jaya Suhendi

Catatan : Tulisan ini sebagian bukan hasil karya sendiri, melainkan diambil dari berbagai
tulisan dan hasil pengamatan lapangan, selanjutnya diperuntukkan bagi
Penyuluh Kehutanan

ii
KATA PENGANTAR

Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan - RI Nomor :


P.40/Menhut-II/2010 Tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian
Kehutanan, tercantum bahwa Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM
Kehutanan (BP2SDMK) berkedudukan sebagai unsur pendukung dengan
tugas melaksanakan penyuluhan dan pengembangan SDM kehutanan dan
salah satu fungsinya adalah penyiapan bahan materi penyuluhan
kehutanan.
Penyiapan materi penyuluhan dilakukan dalam rangka membekali
Penyuluh Kehutanan dengan berbagai informasi kebijakan, program dan
kegiatan pembangunan kehutanan serta meningkatkan kompetensi yang
bersangkutan.
Salah satu Materi Penyuluhan Kehutanan yang disusun dalam tahun
2012 adalah kemitraan jejaring kerja. Buku ini disusun dengan mengambil
bahan dari berbagai sumber, serta pengalaman di beberapa tempat.
Diharapkan buku ini dapat menjadi acuan dan referensi sehingga
pelaksanaan penyuluhan dapat dilaksanakan secara berdaya guna dan
berhasil guna.
Pada kesempatan kali ini, kami mengucapkan terima kasih kepada
para pihak sehingga buku ini dapat tersusun.
Semoga bermanfaat.

iii
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman
KATA PENGANTAR ....................................................................................... i
DAFTAR ISI ................................................................................................ ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ iii

BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1


BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ...............................................................................
......................................................................... 1
A. Latar Belakang .........................................................................
B. Maksud Dan Tujuan .................................................................. 1
2
B.
C. Maksud Dan Tujuan
Ruang Lingkup ..................................................................
......................................................................... 2
3
C. Ruang Lingkup ......................................................................... 3
BAB II MEMAHAMI JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN ................................. 4
A. Pengertian ............................................................................... 4
BAB II MEMAHAMI
B. HakikatJEJARING
Membangun KERJA DAN Kerja
Jejaring KEMITRAAN .................................
dan Kemitraan ...................... 4
5
A. Pengertian ............................................................................... 4
BAB III MEMBANGUN
B. JEJARING KERJA
Hakikat Membangun Jejaring DAN KEMITRAAN
Kerja dan Kemitraan .............................
...................... 7
5
A. Pentingnya Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan ................. 7
B. Tujuan Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan ....................... 9
BAB III MEMBANGUN
C. JEJARING Jejaring
Prinsip Membangun KERJA DAN KerjaKEMITRAAN
dan Kemitraan .............................
....................... 7
12
A. Pentingnya Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan
D. Strategi Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan ...................... ................. 7
14
B. Tujuan Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan ....................... 9
BAB IV LANGKAH-LANGKAH
C. Prinsip Membangun DALAM MEMBANGUN
Jejaring Kerja dan JEJARING
KemitraanKERJA DAN
....................... 12
KEMITRAAN ................................................................................... 17
D. Strategi Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan ...................... 14
A. Identifikasi atau Pemetaan Objek Mitra ...................................... 17
B. Menggali dan Mengumpulkan Informasi ...................................... 17
BAB IV LANGKAH-LANGKAH DALAM MEMBANGUN JEJARING KERJA DAN
C. Menganalisis
KEMITRAAN Informasi ..............................................................
................................................................................... 18
17
D. Identifikasi
A. Penjagaan Kerjasama
atau Pemetaan ...............................................................
Objek Mitra ...................................... 18
17
B. Menggali dan Mengumpulkan.......................................................
E. Penyusunan Rencana Kerja Informasi ...................................... 18
17
F. Menganalisis
C. Membuat Kesepakatan ..............................................................
Informasi .............................................................. 18
18
G. Penandatanganan Akad Kerjasama (MoU) .................................. 18
D. Penjagaan Kerjasama ............................................................... 18
H. Penyusunan
E. Pelaksanaan Rencana
Kegiatan Kerja...............................................................
....................................................... 19
18
I. Monitoring dan Evaluasi ............................................................
F. Membuat Kesepakatan .............................................................. 19
18
J. Penandatanganan
G. Perbaikan ................................................................................
Akad Kerjasama (MoU) .................................. 19
18
K. Perencanaan Selanjutnya .......................................................... 19
H. Pelaksanaan Kegiatan ............................................................... 19
L. Pola Kemitraan ......................................................................... 20
I. Monitoring dan Evaluasi ............................................................ 19
BAB V J. Perbaikan
PENUTUP ................................................................................
....................................................................................... 19
21
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 22

V
K. DAFTAR GAMBAR
Perencanaan Selanjutnya .......................................................... 19
L. Pola Kemitraan .........................................................................
Halaman Halaman 20

Gambar 1 Hutan Rakyat di Gorontalo (Hasil Kemitraam Antara Penyuluh


dengan
BAB V PENUTUP Kelompok Tani Hutan) ...................................................
....................................................................................... 9
21
Gambar 2PUSTAKA
DAFTAR Rehabilitasi Lahan di Gorontalo (Hasil Kemitraan Antara Penyuluh
....................................................................................... 22
Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan) ................................... 12

DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1 Hutan Rakyat di Gorontalo (Hasil Kemitraam Antara Penyuluh
Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan) .................................. 9
Gambar 2 Rehabilitasi Lahan di Gorontalo (Hasil Kemitraan Antara
Penyuluh Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan) ..................... 12

VI
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Secara konseptual, kemitraan adalah suatu kerja sama formal
antara individu-individu, kelompok-kelompok atau organisasi-
organisasi untuk mencapai suatu tugas atau tujuan tertentu
(Notoatmodjo, 2003). Kemitraan secara umum akan terjalin bilamana
terdapat pihak yang merasakan adanya kelemahan implementasi bila
sebuah pembangunan hanya menjadi focus of interest satu pihak saja.
Dengan kata lain bahwa kemitraan sejatinya merupakan solusi yang
tepat bagi pihak yang mencita-citakan adanya percepatan progres
pembangunan. Bagi penulis, percepatan progres pembangunan
sangatlah esensial bila dikaitkan dengan pencapaian sasaran
pembangunan yang berdimensi pada pemenuhan kebutuhan umum
(public needs).
Kemitraan merupakan model pengelolaan sumber daya yang tepat
bila terkait dengan barang publik (public goods) misalnya dalam hal
pengelolaan hutan dimana baik masyarakat maupun pemerintah
memiliki kepentingan dengan keberadaannya. Masyarakat sekitar
hutan baik secara ekonomi maupun sosial sangat menggantungkan
hidupnya pada hutan karena memang terkait dengan mata
pencaharian. Umumnya mereka memanfaatkan hasil hutan yang
berupa kayu sebagai andalan komoditas ekonomi. Di samping itu,
mereka juga sudah terbiasa secara turun temurun memanfaatkan
areal hutan sebagai lahan bercocok tanam tanpa kemudian
memperhatikan aspek kepemilikan dan kelestariannya. Sementara, di
sisi yang lain pemerintah memiliki kepentingan yang lebih besar
terhadap hutan, tidak hanya dari sisi ekonomi tetapi juga dari sisi
ekologi.
Dalam kemitraan, seluruh elemen mendapatkan apa yang menjadi
kebutuhannya. Sinergi antar elemen menjadi kunci dalam memainkan
perannya masing-masing. Bangunan kemitraan harus didasarkan pada
hal-hal berikut: kesamaan perhatian (common interest) atau
kepentingan, adanya sikap saling mempercayai dan saling

1
menghormati, tujuan yang jelas dan terukur, dan kesediaan untuk
berkorban baik, waktu, tenaga, maupun sumber daya yang lain.
Secara umum, prinsip-prinsip kemitraan adalah persamaan atau
equality, keterbukaan atau transparancy dan saling menguntungkan
atau mutual benefit.
Membangun kemitraan juga perlu dilakukan oleh penyuluh
kehutanan. Tujuan utama pembentukan kemitraan ini adalah untuk
semakin memperkuat strategi penyuluhan kehutanan utamanya dalam
upaya untuk mestimulus peningkatan penghasilan dan kesejahteraan
masyarakat. Dalam membangun kemitraan belum banyak buku dari
Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Kehutanan yang dapat
menjadi acuan. Padahal sejatinya membangun kemitraan sangatlah
penting untuk membuka akses menuju kemandirian masyarakat
terutama dalam memasarkan hasil produksinya atau bermitra dalam
pembangunan kehutanan. Disamping itu, membangun kemitraan
merupakan salah satu mata uji kompetensi bagian umum bagi
penyuluh kehutanan selain komunikasi dialogis dan mengorganisasikan
masyarakat.

B. Maksud dan Tujuan


1. Maksud
Maksud dari penyusunan buku ini adalah untuk menambah
wawasan para penyuluh kehutanan di lapangan dalam
membangun jejaring kerja dan kemitraan. Dengan demikian buku
ini dapat digunakan sebagai acuan/pegangan kepada penyuluh
kehutanan dalam melaksanakan penyuluhan kehutanan terutama
dalam membangun kemitraan. Selain itu, buku ini sekaligus dapat
dijadikan pedoman latihan materi uji kompetensi dalam Sertifikasi
Kompetensi Kerja Nasional (SKKNI) bagi Penyuluh Kehutanan
khususnya dalam Uji Kompetensi Umum.
2. Tujuan
Penyuluh Kehutanan setelah membaca dan mempelajari buku ini
diharapkan akan memperoleh manfaat dan dapat memahami
dalam hal:

2
a. Standar Kompetensi
Penyuluh kehutanan mampu membangun jejaring kerja dan
kemitraan dengan pihak-pihak terkait sesuai karakteristik dan
kondisi pelaku utama dan pelaku usaha.
b. Kompetensi Dasar
1) Memahami hakikat jejaring kerja dan kemitraan
2) Memiliki kesadaran akan pentingnya membangun jejaring
kerja dan kemitraan.
3) Mengidentifikasi/memetakan posisi jejaring kerja dan
kemitraan
4) Memahami tujuan membangun jejaring kerja dan
kemitraan.
5) Memahani prinsip dalam membangun jejaring kerja dan
kemitraan.
6) Menerapkan Strategi dalam membangun jejaring kerja
dan kemitraan.
7) Menguasai pola-pola jejaring kerja dan kemitraan.

C. Ruang Lingkup
Ruang lingkup penulisan buku ini adalah terbatas untuk kalangan
sendiri bagi Penyuluh Kehutanan dalam melakukan penyuluhan
membangun Jejaring kerja dan kemitraan dengan sasaran utama
(pelaku utama dan pelaku usaha) dan sasaran antara dalam kegiatan
pembangunan kehutanan.

3
II. MEMAHAMI JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN

A. Pengertian
Jejaring kerja dan kemitraan pada lazimnya juga dikenal dengan
istilah “partnership”. Secara etimologis, istilah “partnership” berasal
dari kata “partner” yang berarti pasangan, jodoh, sekutu atau
kompanyon. Sedangkan “partnership” diterjemahkan sebagai
persekutuan atau perkongsian. Dengan demikian, kemitraan dapat
dimaknai sebagai suatu bentuk persekutuan antar dua pihak atau lebih
yang membentuk satu ikatan kerjasama di suatu bidang usaha
tertentu atau tujuan tertentu sehingga dapat memperoleh manfaat
hasil yang lebih baik.
Agung Sudjatmoko (2009) dalam bukunya yang berjudul “Cara
Cerdas Menjadi Pengusaha Hebat” mengatakan bahwa kemitraan
merupakan kerjasama terpadu antara dua belah pihak atau lebih yang
serasi, sinergi, sistematis, terpadu dan memiliki tujuan untuk
menyatukan potensi bisnis dalam menghasilkan keuntungan yang
optimal. Pengertian tersebut diungkapkan juga oleh Dr. Frank Minirth
dalam bukunya yang berjudul “You Can”. Menurutnya jejaring kerja
adalah seni berkomunikasi antar orang yang satu dengan yang lain,
berbagi ide, informasi dan sumber daya untuk meraih kesuksesan
individu atau kelompok (networking is a process of getting together to
get ahead. It is the bulding of mutually beneficial relationship).
Networking adalah proses kebersamaan. Selain itu, networking juga
diartikan sebagai jalinan hubungan yang bermanfaat dan saling
menguntungkan. Dalam arti kata lain, membangun networking
haruslah berlandaskan prinsip saling menguntungkan dan komunikasi
dua arah (dialogis).
Pada kenyataannya di lapangan, jejaring kerja dan kemitraan
dapat dimaknai menjadi dua: pertama, bahwa walaupun pada tataran
konseptual terdapat sentuhan kesamaan, namun pada praktiknya
antara membangun jejaring kerja dengan kemitraan terdapat
perbedaan. Jejaring kerja merupakan bentuk kerja sama yang masih
belum konkret wujudnya karena peran para pihak belum bisa

4
dimainkan. Sementara di sisi yang lain, kemitraan merupakan wujud
yang lebih konkret dari jalinan kerjasama karena semua pihak yang
terlibat dalam kemitraan mengetahui dan mampu memainkan
perannya masing-masing sesuai dengan aturan ataupun batasan yang
telah disepakati bersama. Kedua, bahwa jejaring kerja merupakan
awal dari jalinan kemitraan atau dengan kata lain bahwa tindak lanjut
dari jejaring kerja adalah kemitraan. Pada titik ini, antara jejaring kerja
dengan kemitraan dapat diibaratkan sebagai sebuah mata uang
dimana masing-masing sisinya tidak dapat dipisahkan satu sama lain.

B. Hakikat Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan


Dalam era modern saat ini dimana segala sesuatunya dapat
dikendalikan dengan teknologi mutakhir, kesuksesan lembaga atau
organisasi masih tetaplah sangat tergantung pada keberhasilan
menciptakan kemitraan. Secara garis besar, kita sangat membutuhkan
kemitraan untuk menjadikan kehidupan kita lebih sukses. Demikian
pula bagi penyuluh kehutanan, jika mau dikatakan profesional dan
kompeten di bidangnya maka sudah barang tentu dalam
melaksanakan penyuluhan kehutanan semua program seharusnya
sudah terkoneksi dengan berbagai sumber dalam suatu kemitraan.
Harus disadari bahwa menjalin hubungan sosial dengan siapapun
merupakan bagian penting dalam menjalankan segala aktivitas
kehidupan. Bagi penyuluh kehutanan, membangun kemitraan
merupakan hal yang esensial mengingat peran yang harus dimainkan
sebagai garda terdepan pihak yang melakukan pendampingan
pemberdayaaan masyarakat. Sementara aktivitas pemberdayaan
masyarakat itu sendiri memiliki misi jangka panjang sebagai pemantik
agar masyarakat tahu dan mau serta mampu menolong dirinya sendiri
dalam menyelesaikan setiap permasalahan yang dihadapi. Semua itu
ditempuh agar masyarakat mampu bertransformasi menjadi komunitas
mandiri yang berbasis usaha di bidang kehutanan.
Pertanyaannya adalah mengapa membangun kemitraan menjadi
mendesak untuk direalisasikan? Dan mengapa jejaring kerja
berdampak besar terhadap kesuksesan penyuluhan kehutanan? Untuk
menjawab itu perlu kita tahu lebih dulu tentang beberapa hal berikut:

5
Membangun jejaring kerja pada hakikatnya adalah sebuah proses
membangun komunikasi atau hubungan, berbagi ide, informasi dan
sumber daya atas dasar saling percaya (trust) dan saling
menguntungkan di antara pihak-pihak yang bermitra, yang dituangkan
dalam bentuk nota kesepahaman atau nota kesepakatan (MoU) guna
mencapai kesuksesan bersama yang lebih besar. Dari definisi tersebut
dapat dijelaskan bahwa membangun jejaring kerja dan kemitraan
pada dasarnya dapat dilakukan jika pihak-pihak yang bermitra
memenuhi persyaratan sebagai berikut:
a. Ada dua pihak atau lebih organisasi;
b. Memiliki kesamaan visi dalam mencapai tujuan organisasi;
c. Ada kesepahaman atau kesepakatan;
d. Saling percaya dan membutuhkan;
e. Komitmen bersama untuk mencapai tujuan yang lebih besar.

Dalam hal ini Penyuluh Kehutanan harus mampu membangun


pendekatan dengan para calon mitra dengan melakukan komunikasi
dialogis secara intensif, mampu menawarkan dan meyakinkan bahwa
ide dan informasi pembangunan kehutanan yang akan dimitrakan
sejalan dengan pikiran dan kehendak mitra. Dengan demikian, mitra
dapat menerima dan menyetujui untuk membentuk kerja sama yang
baik dalam penyelenggaraan penyuluhan kehutanan terutama dalam
meningkatkan kapasitas pelaku utama dan pelaku usaha untuk
meningkatkan kesejahteraanya melalui pembangunan kehutanan.
Untuk mengikat kemitraan yang telah disepakati dan disetujui tersebut
seyogyanya tidak hanya berhenti dalam kesepakatan saja tetapi
ditingkatkan melalui penuangan dalam bentuk nota kesepakatan
(MoU) guna mencapai apa yang di cita-citakan bersama.

6
III. MEMBANGUN JEJARING KERJA DAN KEMITRAAN

A. Pentingnya Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan


Membangun jejaring kerja dan kemitraan dalam penyelenggaraan
penyuluhan kehutanan menjadi sangat penting baik secara individu
atau organisasi. Kemitraan tersebut digalang dengan maksud untuk
memfasilitasi atau membuka akses masyarakat kepada sumber
informasi, teknologi dan sumber daya lainnya yang dibutuhkan. Hal ini
diperlukan karena dilandasi oleh beberapa hal sebagai berikut:
1. Sumber daya manusia penyuluh kehutanan masih kurang
memadai baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya, seperti
dalam hal: jumlah, kualifikasi, kompetensi, fasilitas, sarana dan
prasarana serta permodalan. Keterbatasan ini mengakibatkan
rendahnya mutu pelayanan penyuluhan kehutanan. Untuk itu,
penyuluh kehutanan perlu menjalin kemitraan (partnership)
sumber daya dengan berbagai pihak untuk meningkatkan mutu
pelayanan penyuluhan kehutanan.
2. Potensi sumber daya yang tersedia di masyarakat belum
disinergikan dengan program penyuluhan kehutanan. Di
masyarakat tersedia berbagai sumber daya yang cukup potensial
tetapi belum diberdayakan secara optimal oleh penyuluh
kehutanan. Penyuluh kehutanan dalam melaksanakan penyuluhan
tidak bisa hanya mengandalkan campur tangan pemerintah
semata, tetapi juga harus mampu mengakses semua sumber daya
yang ada sesuai dengan semangat dan jiwa penyuluhan
kehutanan itu sendiri, yaitu membangun kemandirian masyarakat
pelaku utama dan pelaku usaha.
3. Penyelenggaraan penyuluhan kehutanan bisa memiliki tingkat
kemandirian (independency) yang tinggi apabila mampu
memberdayakan segenap sumber daya di masyarakat melalui pola
kemitraan. Penyuluhan kehutanan ke depan diarahkan untuk
menjadi sebuah lembaga dengan tingkat kemandirian yang tinggi
dan dikelola secara profesional dan berorientasi pada
keswadayaan. Seperti nantinya akan banyak lembaga-lembaga

7
swadaya masyarakat yang dikelola oleh Penyuluh Kehutanan
Swadaya Masyarakat (PKSM).
4. Kebutuhan pasar kerja menuntut SDM penyuluh kehutanan yang
profesional dan kompeten di bidangnya. Dengan demikian,
diperlukan sertifikasi kompetensi kinerja nasional setiap tahun
secara bertahap agar penyuluh kehutanan yang ada mampu
menjawab tantangan pasar tenaga kerja penyuluh kehutanan.
5. Adanya kecenderungan kebutuhan masyarakat dalam
pembangunan aneka usaha kehutanan seperti: HTI (Hutan
Tanaman Industri), HTR (Hutan Tanaman Rakyat), HR (Hutan
Rakyat), HKm (Hutan Kemasyarakatan), dan Agroforestry yang
membutuhkan tenaga pendampingan dari penyuluh kehutanan.
6. Rekruitmen tenaga penyuluh kehutanan tidak seimbang dengan
kebutuhannya karena sangat sedikit formasinya. Pada akhirnya,
untuk memecahkan masalah tersebut dibutuhkan penyuluh-
penyuluh kehutanan swadaya dari masyarakat (PKSM). Dari sini
penyuluh kehutanan yang ada perlu membangun jejaring kerja
dengan PKSM.
7. Masih terbatasnya lembaga pendidikan penyuluhan kehutanan
yang menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan bagi penyuluh
kehutanan dan masyarakat guna meningkatkan ilmu dan
pengetahuannya. Untuk itu, diperlukan jalinan kemitraan dengan
lembaga atau instansi baik swasta maupun swadaya untuk
mencetak penyuluh kehutanan yang profesional.

8
Gambar 1 : Hutan Rakyat di Gorontalo (Hasil Kemitraan Antara
Penyuluh Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan)

B. Tujuan Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan


Ada beberapa tujuan yang ingin dicapai membangun jejaring
kerja dan kemitraan, yaitu sebagai berikut :
1. Meningkatkan Partisipasi Masyarakat
Salah satu tujuan membangun jejaring kerja dan kemitraan
adalah membangun kesadaran masyarakat pelaku utama dan
pelaku usaha terhadap penyuluhan kehutanan dalam
pembangunan kehutanan. Dalam jangka panjang, kemitraan yang
terjalin antara penyuluh kehutanan dengan masyarakat memiliki
nilai strategis dalam Menumbuhkan minat dan meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam pengembangan penyuluhan
kehutanan dalam membangun hutan lestari masyarakat sejahtera.

2. Peningkatan Mutu dan Kompetensi


Dinamika perkembangan kemajuan masyarakat pelaku utama dan
pelaku usaha sangat cepat. Untuk itu penyuluh kehutanan
dituntut untuk terus melakukan inovasi teknologi baru,
meningkatkan mutu pelayanan dan relevansi program-program
kehutanan.

9
3. Mensinergikan Program
Terdapat berbagai program dari berbagai pihak yang sebetulnya
bisa disinergikan dengan program kerja penyuluh kehutanan
dengan syarat bila terbangun komunikasi dua arah (komunikasi
dialogis) yang baik antara satu pihak dengan pihak yang lain.
Berikut adalah program-program yang berpotensi disinergikan
dengan penyuluhan kehutanan:
a. Setiap perusahaan besar baik milik pemerintah maupun
swasta pasti memiliki program Corporate Social Responsibility
(CSR) yang bisa disinergikan. Penyuluh kehutanan dapat
berperan dalam menjembatani kepentingan pihak swasta
(pemilik/penyandang dana) dengan pihak masyarakat
(penerima dana) terutama agar dana yang ada tidak lagi
hanya bermisi karitas tetapi juga bermisi pemberdayaan.
Menurut Menteri Koordinator Perekonomian, potensi dana
CSR di Indonesia sangatlah besar, Rp 10 trilyun/tahun.
Namun, menurutnya dana CSR ini belum dimanfaatkan
secara optimal oleh berbagai pihak terutama pemerintah
dalam program-program pembangunan nasional. Perhatikan
petikan berita berikut :

10
Menteri Hatta: Potensi Dana CSR Sebesar Rp 10 Triliun

I a pun m engajak sem ua pihak bersinergi m engatasi m asalah


k em isk inan.
JAKARTA, Jaringnews.com - Menteri Koordinator Perekonomian RI, Hatta
Rajasa, mengajak semua pihak untuk bersinergi menuntaskan penyelesaian
masalah kemiskinan. Sebab, pemerintah tidak akan berhasil bila sendirian dalam
upaya tersebut. “Diperlukan sinergi antara pemerintah pusat, perusahaan
swasta, dan BUMN (badan usaha milik negara) dengan mengoptimalkan dana
CSR (corporate social responsibility). Juga dana PKBL (Program Kemitraan Bina
Lingkungan). Sehingga masalah kemiskinan bisa teratasi,” kata dia kemarin di
Jakarta.
Hadir dalam acara penandatanganan nota kesepahaman antara Kementerian
Perumahan Rakyat RI dengan sejumlah lembaga (Pemerintah Kabupaten Lahat,
Pemerintah Kabupaten Muara Enim, Pemerintah Kabupaten Sumbawa Barat, PT
Bukit Asam, PT Newmont Nusa Tenggara, dan PT Freeport Indonesia), Menteri
Hatta mengatakan bahwa sinergi tersebut berpotensi menghimpun dana besar.
“Pengatasan masalah kemiskinan melalui dana CSR berpotensi mengumpulkan
dana Rp 10 triliun. Itu dapat memercepat penanggulangan kemiskinan,” kata dia
dalam keterangan resmi dari Kementerian Perumahan.
Adapun Menteri Perumahan Rakyat RI Djan Faridz dalam acara
penandatanganan nota kesepahama terkait kerja sama penanganan/
pengadaan rumah untuk warga miskin itu, mengatakan bahwa hal tersebut
diharapkan dapat memenuhi target program bedah rumah. “Bahkan, bila
perusahaan yang terlibat banyak, target bisa terlewati,” kata dia.
Direktur Utama PT. Bukit Asam, Milawarma, yang hadir dalam kesempatan
tersebut mengatakan: bantuan yang diberikan oleh PT. Bukit Asam di dua
kabupaten, berupa pemanfaatan dana CSR. “Bantuan yang akan diberikan ini
merupakan CSR dalam bentuk baru dan akan diberikan untuk bedah rumah di
Kabupaten Lahat sebanyak 117 unit, dan di Muara Enim sebanyak 200 unit
dengan menghabiskan dana sekitar Rp. 2 miliar," kata Milawarma. (Dhi/Dhi).

Sumber: www.jaringnews.com

11
b. Gerakan penghijauan yang dilakukan oleh berbagai pihak baik
oleh instansi pemerintah, swasta, sekolah, perguruan tinggi,
perbankan maupun industri. Penyuluh kehutanan dapat
memfasilitasi pengadaan bibit dan teknik penanaman yang
baik agar gerakan penghijauan dapat dijaga aspek
keberlanjutannya.
c. Anggaran yang telah diprogramkan untuk rehabilitasi dan
konservasi lahan dan tanah kritis bisa disinergikan dalam
programa penyuluhan kehutanan.

Gambar 2 : Rehabilitasi Lahan di Gorontalo (Hasil Kemitraan Antara


Penyuluh Kehutanan dengan Kelompok Tani Hutan)

C. Prinsip Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan


Dalam membangun jejaring kerja dan kemitraan diperlukan adaya
prinsip-prinsip yang harus disepakati bersama agar terjalin kuat dan
berkelanjutan. Prinsip-prinsip tersebut di antaranya adalah:
1. Kesamaan Visi-Misi
Kemitraan hendaknya dibangun atas dasar kesamaam visi dan
misi, serta tujuan organisasi. Kesamaan visi dan misi menjadi
motivasi dan perekat pola kemitraan tersebut. Penyuluh
kehutanan dengan kelompok wanatani atau lembaga dapat
bersinergi untuk mencapai tujuan yang sama.

12
2. Kepercayaan (trust)
Setelah adanya kesamaan visi dan misi maka prinsip berikutnya
yang tidak kalah penting adalah adanya rasa saling percaya
antarpihak yang bermitra. Kepercayaan adalah modal dasar dalam
membangun kemitraan yang sinergis dan mutualis. Untuk dapat
dipercaya, maka komunikasi yang dibangun harus dilandasi oleh
itikad (niat) yang baik dan menjunjung tinggi kejujuran.
3. Saling Menguntungkan
Asas saling menguntungkan merupakan pondasi yang kuat dalam
membangun kemitraan. Jika dalam bermitra ada salah satu pihak
yang merasa dirugikan ataupun merasa tidak mendapat manfaat
lebih, maka akan mengganggu keharmonisan dalam bekerja
sama. Antara pihak yang bermitra harus saling memberi kontribusi
sesuai peran masing-masing dan harus saling merasa diuntungkan
dengan adanya jalinan kemitraan.
4. Efisiensi dan Efektifitas
Dengan mensinergikan beberapa sumber untuk mencapai tujuan
yang sama diharapkan mampu meningkatkan efisiensi waktu,
biaya dan tenaga. Efisiensi tersebut tentu saja tidak mengurangi
kualitas proses dan hasil, justru sebaliknya malah dapat
meningkatkan kualitas proses dan poduk yang dicapai. Tingkat
efektifitas pencapaian tujuan menjadi lebih tinggi jika proses kerja
kita melibatkan mitra kerja. Dengan kemitraaan dapat dicapai
kesepakatan-kesepakatan dari pihak yang bermitra tentang siapa
melakukan apa sehingga pencapaian tujuan diharapkan akan
menjadi lebih efektif.
5. Komunikasi Dialogis
Komunikasi timbal balik dilaksanakan secara dialogis atas dasar
saling menghargai satu sama lainnya. Komunikasi dialogis
merupakan pondasi dalam membangun kerjasama. Tanpa
komunikasi dialogis akan terjadi dominasi pihak yang satu
terhadap pihak yang lainnya yang pada akhirnya dapat merusak
hubungan yang sudah dibangun.

13
6. Komitmen yang Kuat
Kemitraan akan terbangun dengan kuat dan permanen jika ada
komitmen satu sama lain terhadap kesepakatan-kesepakatan yang
dibuat bersama.
D. Strategi Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan
Strategi membangun jejaring kerja dan kemitraan merupakan
upaya untuk mengantisipasi agar kemitraan tersebut tidak menemui
kebuntuan atau kegagalan karena hal-hal yang tidak prinsip atau
kesalah- pahaman bisa terjadi. Dalam membangun strategi kemitraan
dapat dilakukan dengan panduan berikut :
1. Membangun kemitraan bukan sekedar bertukar kartu nama dan
berkenalan
Jika sebagian besar orang merasa kurang berhasil membangun
jejaring kerja (networking) karena mereka hanya berkenalan atau
bertukar kartu nama. Setelah tiba di rumah kartu nama itu hanya
disimpan dalam laci, maka akan sulit bisa mengingat siapa
mereka. Sedangkan untuk membangun kekuatan networking
hanya bisa dikerjakan dengan cara yang terorganisasi dengan
baik.
2. Jadilah pendengar yang baik
Pada umumnya, para penyuluh kehutanan senang membicarakan
tentang diri mereka sendiri. Mereka akan selalu berpikir: ”apa
yang bisa saya peroleh?” atau “apa keuntungan percakapan ini
untuk penyuluhan sendiri?” Bila kita mampu menunjukkan
keterkaitan terhadap apa yang pelaku utama dan pelaku usaha
pikirkan secara tulus atau tidak dibuat-buat, maka kita akan
mendapatkan banyak keuntungan. Berikut adalah keuntungan
menjadi pendengar yang baik:
a. Kita akan mendapatkan informasi sebanyak-banyaknya dalam
kesempatan pertemuan singkat tersebut
Misalnya mendapatkan informasi tentang keluarga, kelompok
mereka, masalah usaha dan kemajuannya serta pribadi
mereka jalankan saat ini. Hal ini sangat penting guna

14
memberikan perlakuan yang paling tepat dan di sisi lain
mereka juga terkesan pada diri kita sebagai penyuluh.
b. Fokus pada tujuan
Dengan menjadi pendengar yang baik kita akan mampu
memvisualisasikan siapa saja yang harus kita dekati.
Sehingga tidak perlu membuang waktu dengan mengikuti
perkumpulan yang tidak berhubungan dengan target yang
ingin kita capai. Karena kekuatan networking terletak pada
kualitas dibandingkan dengan kuantitas atau jumlahnya.

3. Upayakan dalam 3 hari atau 72 jam kita harus berusaha terus


menjalin komunikasi dengan mereka agar mereka tidak
melupakan kita begitu saja
Langkah yang bisa kita lakukan adalah mengirimkan sms, telepon,
e-mail, kartu pos, ataupun surat. Caranya dengan
mengungkapkan kebahagiaan kita mendapatkan kesempatan
bertemu mereka atau menanyakan kabar baik tentang keluarga,
hobi dan usaha mereka yang sedang mereka kerjakan. Ciptakan
berbagai langkah melalui jalinan komunikasi karena hal ini akan
membuat mereka lebih mengingat kita. Sehingga apabila suatu
hari kita menghubungi atau bertemu mereka akan dengan mudah
mengingat dan menjalin keakraban dengan kita.
4. Bersikap sabar tetapi aktif dan proaktif dalam anggota
Memberi bisa dilakukan dalam berbagai cara entah dalam bentuk
pelayanan atau kontribusi kepada perorangan maupun group.
Milikilah nilai tersendiri bagi orang lain dengan menciptakan
kerjasama yang memberikan kemudahan dan berbagai nilai yang
menguntungkan mereka.
5. Bersikap lebih cerdas dan selalu menyampaiakan informasi yang
akurat dan apa adanya
Caranya adalah dengan terus belajar banyak hal setiap ada
kesempatan (banyak membaca, mengikuti seminar, workshop,
kompetisi, expo dan lain-lain) sehingga kita akan lebih dikenal
dibandingkan orang lain karena kelebihan ilmu pengetahuan yang
kita miliki.

15
6. Kesinambungan komunikasi
Penyuluh kehutanan harus selalu meluangkan waktu melakukan
komunikasi guna mengembangkan dan mempertahankan
hubungan yang sudah terbangun. Hanya melalui komunikasi,
penyuluh kehutanan dapat menjalin hubungan dengan para
pelaku utama dan pelaku usaha.
7. Menjadi anggota komunitas
Menjadi anggota komunitas tertentu seperti Ikatan Penyuluh
Kehutanan Indonesia (IPKINDO), HPHA, LMDH atau forum-forum
pemuda masjid atau gereja atau karang taruna, komunitas
entrepreneur dan sebagainya untuk menambah relasi dan
memperluas wawasan dan pengetahuan.
8. Peduli lingkungan
Penyuluh Kehutanan harus memiliki rasa kepedulian terhadap
lingkungan dan kehidupan masyarakat disekitarnya. Banyak cara
untuk mewujudkannya seperti ikut berpartisipasi dalam kegiatan
di masyarakat, seperti: donor darah, menjaga kebersihan dan
kesehatan lingkungan melalui kerja bakti dan penghijauan.
9. Membangun citra diri sebagai wirausaha
Membangun citra sebagai wirausaha dapat dilakukan dengan cara
meningkatkan kemampuan berkomunikasi, komitmen atas prinsip
dan janji, professional, peduli terhadap pelaku utama dan pelaku
usaha dan yang tidak kalah penting adalah menjaga penampilan
sebagai penyuluh kehutanan.

16
IV. LANGKAH-LANGKAH DALAM MEMBANGUN JEJARING KERJA
DAN KEMITRAAN

Langkah-langkah yang perlu dilakukan oleh penyuluh kehutanan dalam


membangun kemitraan adalah sebagai berikut:
A. Identifikasi atau Pemetaan Objek Mitra
Penyuluh kehutanan perlu melakukan identifikasi atau memetakan
pelaku utama dan pelaku usaha serta lembaga atau organisasi yang
sekiranya bisa diajak bermitra baik di wilayah kerjanya maupun
wilayah yang lebih luas. Identifikasi didasarkan pada karakteristik dan
kebutuhan bermitra. Pemetaan dilakukan secara berhadap mulai dari
scope yang lebih kecil kepada scope yang lebih besar. Berikut adalah
contoh identifikasi atau pemetaan objek penyuluhan kehutanan yang
berpotensi dijadikan mitra kerja:
1. Kelompok Wanatani yang sudah maju;
2. Tokoh-tokoh masyarakat yang berpengaruh;
3. Dunia Usaha dan Industri;
4. Koperasi/KUD;
5. Lembaga Pemerintah (Dinas-dinas terkait, UPT);
6. Lembaga Perbankan (BRI, BNI, BPD, dan lain-lain).

B. Menggali dan Mengumpulkan Informasi


Langkah selanjutnya setelah melakukan identifikasi dan pemetaan
kebutuhan adalah menggali informasi tentang tujuan organisasi, ruang
lingkup pekerjaan atau bidang garapan, visi misi dan sebagainya.
Informasi-informasi tersebut berguna untuk menjajagi kemungkinan
membangun jaringan dan kemitraan. Pengumpulan informasi dapat
dilakukan dengan pendekatan personal, informal dan formal.
Pendekatan personal lebih menekankan pada pendekatan secara
pribadi/intim tanpa memperhatikan sisi-sisi kelembagaan formal.
Pendekatan personal dapat dilakukan dengan mendatangi rumahnya
dengan tujuan untuk ngobrol tentang informasi yang ingin didapatkan.
Pendekatan informal dilakukan dengan memanfaatkan hubungan baik
yang sudah terjalin. Pendekatan formal dilakukan dengan

17
memanfaatkan posisi atau peran seseorang dalam sebuah lembaga.
Dalam beberapa kasus, pendekatan personal dan informal akan lebih
efektif bila dibandingkan dengan pendekatan formal.
C. Menganalisis Informasi
Berdasarkan data dan informasi yang terkumpul selanjutnya
dianalisis dan menetapkan mana pihak-pihak yang relevan dengan
permasalahan dan kebutuhan yang diperlukan utuk dihadapi.
D. Penjajagan Kerjasama
Dari hasil analisi data dan informasi, perlu dilakukan penjajagan
lebih mendalam dan intensif dengan pihak-pihak yang memungkinkan
diajak kerjasama. Penjajagan dapat dilakukan dengan cara melakukan
audensi atau presentasi tentang profil penyuluhan dan penawaran
program-program yang bisa dikerjasamakan baik secara formal
maupun nonformal.
E. Penyusunan Rencana Kerja
Apabila beberapa pihak telah sepakat untuk bekerja sama, maka
langkah selanjutnya adalah penyusunan rencana kerja sama. Dalam
perencanaannya harus melibatkan pihak-pihak yang akan bermitra
sehingga semua aspirasi dan kepentingan setiap pihak dapat terwakili.
F. Membuat Kesepakatan
Para pihak yang ingin bermitra perlu untuk merumuskan peran
dan tanggung jawab masing-masing pihak pada kegiatan yang akan
dilakukan bersama yang dituangkan dalam Nota Kesepahaman atau
Memorandum of Understanding (MoU).
G. Penandatanganan Akad Kerjasama (M oU)
Nota Kesepakatan yang sudah dirumuskan selanjutnya
ditandatangani oleh pihak-pihak yang bermitra.

18
H. Pelaksanaan Kegiatan
Pelaksanaan kegiatan merupakan tahapan implementasi dari
rencana kerjasama yang sudah disusun bersama dalam rangka
mencapai tujuan yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan kegiatan sesuai
dengan tanggungjawab dan peran masing-masing pihak yang
bermitra.
I. Monitoring dan Evaluasi
Selama pelaksanaan kerjasama perlu dilakukan monitoring dan
evaluasi. Tujuan monitoring adalah memantau perkembangan
pelaksanaan kegiatan sehingga dapat dicegah terjadinya
penyimpangan (deviasi) dari tujuan yang ingin dicapai. Selain itu juga
segala permasalahan yang muncul dalam pelaksanaan kegiatan dapat
dicarikan solusinya. Hasil monitoring dapat dijadikan dasar untuk
melakukan evaluasi. Perlu dilakukan evaluasi bersama antar pihak
yang bermitra untuk mengetahui kegiatan yang belum berjalan sesuai
rencana dan mana yang sudah, tujuan mana yang sudah tercapai dan
mana yang belum, masalah atau kelemahan apa yang menghambat
pencapaian tujuan dan penyebabnya.
J. Perbaikan
Hasil evaluasi oleh pihak-pihak yang bermitra akan dipakai sebagai
dasar dalam melakukan perbaikan dan pengambilan keputusan
selanjutnya apakah kerjasama akan dilanjutkan pada tahun berikutnya
atau tidak.
K. Perencanaan Selanjutnya
Apabila pihak-pihak yang bermitra memandang penting untuk
melanjutkan kerjasama, maka mereka perlu merencanakan kembali
kegiatan yang akan dilaksanakan pada tahun berikutnya. Dalam
Perencanaan selanjutnya perlu mempertimbangkan hasil evaluasi dan
refleksi sebelumya. Disamping itu, mungkin dipandang perlu untuk
memperpanjang akad kerjasama dengan atau tanpa perubahan nota
kesepakatan.

19
L. Pola Kemitraan
Pihak mana saja yang berpotensi menjadi mitra kerja penyuluh
kehutanan dan bagaimana pola kemitraan serta pesan masing-masing
mitra kerja dapat dituangkan dalam perjanjian kerja. Pola kemitraan
yang sudah berjalan perlu disempurnakan dengan melibatkan pihak-
pihak yang bermitra. Tujuannya adalah untuk menemukan pola
kemitraan yang lebih tepat dimana pihak-pihak yang bermitra dapat
memainkan perannya masing-masing dengan lebih baik.

20
V. PENUTUP

Membangun Jejaring Kerja dan Kemitraan merupakan hal yang sangat


strategis bagi penyuluh kehutanan. Hal ini dikarenakan adanya fakta
kompleksitas pembangunan kehutanan di lapangan yang terlihat dari
munculnya berbagai kepentingan dari berbagai pihak. Setidaknya
kepentingan ekonomi yang selama ini menjadi arus utama pembangunan
kehutanan harus disejajarkan dengan kepentingan sosial dan ekologi
dengan tujuan agar keberlanjutan atau kelestarian hutan dapat dijaga pada
masa yang akan datang. Pada titik ini, penyuluh kehutanan beserta dengan
aktor-aktor pembangunan kehutanan yang lain perlu bersinergi dalam
sebuah wadah kemitraan yang kuat agar visi pembangunan kehutanan
nasional tercapai.
Melalui buku ini diharapkan penyuluh kehutanan dapat menciptakan
jejaring kerja yang berujung pada terwujudnya kemitraan strategis yang
kuat dengan pemangku kepentingan pembangunan kehutanan yang lain
baik itu dengan sesama instansi pemerintah, Lembaga Swadaya
Masyarakat (LSM), Kelompok Tani Hutan (KTH), maupun dengan instansi
swasta. Penulis memberikan beberapa acuan poin-poin penting yang dapat
digunakan sebagai acuan dalam penguasaan materi membangun jejaring
kerja dan kemitraan, sebagai berikut:
1. Apa yang anda ketahui tentang jejaring kerja dan kemitraan?
2. Jelaskan mengapa perlu membangun jejaring kerja dan kemitraan
dengan berbagai pihak?
3. Jelaskan tujuan membangun jejaring kerja dan kemitraan?
4. Jelaskan prinsip-prinsip membangun jejaring kerja dan kemitraan?
5. Jelaskan strategi atau pendekatan dalam membangun jejaring kerja
dan kemitraan menurut pendapat anda?
6. Jelaskan jejaring kerja dan kemitraan yang telah di lakukan?
7. Jelaskan bagaimana langkah-langkah yang sudah anda lakukan dalam
membangun jejaring kerja dan kemitraan?

21
DAFTAR PUSTAKA

Direktorat
Direktorat Pembinaan
Pembinaan KursusKursus
dan dan Kelembagaan.
Kelembagaan. 2010.
2010. Membangun
Membangun Jejaring
Jejaring
KerjaKerja (Kemitraan)
(Kemitraan). Jakarta: Kementerian
. Jakarta: Pendidikan
Kementerian Nasional.
Pendidikan Nasional.
Hatanto, Achmad Adito. 2012. Menteri Hatta:
Hatanto, Achmad Adito. 2012. Menteri Hatta:
Potensi Dana CSR Sebesar Rp. 10 Triliun. Diakses dari
Potensi Dana CSR Sebesar Rp. 10 Triliun. Diakses dari
www.jaringnews.com/ekonomi/13731/menteri-hatta-potensi-dana-
www.jaringnews.com/ekonomi/13731/menteri-hatta-potensi-dana-
www.jaringnews.com/ekonomi/13731/menteri-hatta-potensi-dana-csr-
csr-sebesar-rp-triliun tanggal 10 Oktober 2012.
sebesar-rp-triliun tanggal 10 Oktober 2012.

22

Anda mungkin juga menyukai