KEFARMASIAN DI PUSKESMAS (DISTANCE LEARNING) BBPK CILOTO 2023 BAB I PENDAHULUAN
1.Latar Belakang
Pelayanan kefarmasian merupakan bagian integral dari pelayanan
kesehatan dan merupakan wujud pelaksanaan Pekerjaan Kefarmasian berdasarkan Undang-Undang No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan. Saat ini paradigma pelayanan kefarmasian telah bergeser dari pelayanan yang berorientasi pada obat (drug oriented) menjadi pelayanan yang berorientasi pada pasien (patient oriented) yang mengacu pada azas Pharmaceutical Care. Kegiatan pelayanan yang semula hanya berfokus pada pengelolaan obat sebagai komoditi bertambah menjadi pelayanan yang komprehensif berbasis pasien dengan tujuan meningkatkan kualitas hidup pasien. Salah satu pelayanan kesehatan yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat tersebut adalah melalui pelayanan kefarmasian di rumah yaitu pelayanan kepada pasien yang dilakukan di rumah khususnya untuk kelompok pasien lanjut usia, pasien yang menggunakan obat dalam jangka waktu lama seperti penggunaan obat-obat kardiovaskuler, diabetes, TB, asma, Jiwa dan obat-obat untuk penyakit kronis lainnya. Pelayanan kefarmasian di rumah oleh apoteker diharapkan dapat memberikan pendidikan dan pemahaman tentang pengobatan dan memastikan bahwa pasien yang telah berada di rumah dapat menggunakan obat dengan benar. Konsekuensi dari perubahan paradigma tersebut maka apoteker dituntut untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan agar mampu berkomunikasi dengan tenaga kesehatan lain secara aktif, berinteraksi langsung dengan pasien di samping menerapkan keilmuan di bidang farmasi. Apoteker di sarana pelayanan kesehatan mempunyai tanggung jawab dalam memberikan informasi yang tepat tentang terapi obat kepada pasien. Apoteker berkewajiban menjamin bahwa pasien mengerti dan memahami serta patuh dalam penggunaan obat sehingga diharapkan dapat meningkatkan keberhasilan terapi khususnya dalam hal ini pasien kesehatan jiwa. Gangguan jiwa tidak bisa diremehkan, jumlahnya terus meningkat. Indonesia masih sangat terbatas dalam fasilitas dan pelayanan dimana jumlah tenaga kesehatan masalah kejiwaan ini masih sangat rendah. Perlu kita bedakan antara Kesehatan Jiwa, Orang Dengan Masalah Kejiwaan (ODMK) dan Orang dengan Gangguan Jiwa (ODGJ). ODMK adalah orang yang mempunyai masalah gangguan fisik, mental, sosial, pertumbuhan dan perkembangan, dan/atau kualitas hidup sehingga berisiko untuk mengalami gangguan jiwa, sedangkan ODGJ adalah orang yang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsinya sebagai manusia. Masalah kesehatan jiwa akan menimbulkan dampak sosial antara lain meningkatnya angka kekerasan di rumah tangga, kriminalitas, bunuh diri, penganiayaan anak, perceraian, kenakalan remaja, penyalahgunaan napsa (narkotika psikotropika dan zat adiktif lainnya ), masalah dalam pekerjaan, masalah di pendidikan dan mengurangi produktivitas secara signifikan. Oleh karena itu masalah kesehatan jiwa perlu ditangani secara serius. Stigma buruk masih menyelimuti isu kejiwaan di negara kita. Implementasi non diskriminasi pada UU no 18 tahun 2014 masih jauh dari harapan. Masih banyak yang menganggap gangguan jiwa itu masih identik dengan “ gila (psikotik), sementara kelompok gangguan jiwa lain seperti: depresi, cemas, dan gangguan jiwa yang tampil dalam berbagai keluhan fisik masih kurang dikenal. Mereka akan datang ke pelayanan kesehatan primer karena keluhan fisiknya, sementara petugas kesehatan yang belum terlatih sering terfokus hanya pada keluhan fisik dengan melakukan berbagai pemeriksaan dan memberikan obat-obatan untuk mengatasinya, sementara masalah kejiwaannya seringkali terabaikan, pengobatan menjadi tidak efektif. Data untuk penderita gangguan jiwa di Kabupaten Bogor sampai Triwulan pertama tahun 2018 adalah sebanyak 2974 kasus. Jika Kabupaten Bogor menggunakan angka estimasi Provinsi Jawa Barat dengan estimasi penderita gangguan jiwa berat 1,6‰ dari jumlah penduduk maka semestinya didapatkan angka sebanyak 5.440 kasus gangguan jiwa berat. Ini adalah merupakan tanggungjawab bersama untuk menemukan/ melaporkan kasus – kasus gangguan jiwa berat ini yang mungkin masih under reported sehingga kita belum mendapatkan data yang lebih akurat. Upaya pelayanan kesehatan jiwa di Kabupaten Bogor dilaksanakan secara berjenjang dan komprehensif terdiri dari pelayanan kesehatan dasar dan pelayanan kesehatan rujukan.Pelayanan kesehatan dasar dilaksanakan terintegrasi dengan pelayanan kesehatan umum di 101 Puskesmas, dan dikembangkan ke jejaring pelayanan kesehatan masyarakat sampai tingkat RT dan RW, rumah perawatan, serta fasilitas pelayanan di luar sektor kesehatan dan Panti rehabilitasi.Pelayanan kesehatan jiwa rujukan terdiri atas pelayanan kesehatan jiwa di Rumah Sakit Jiwa, pelayanan kesehatan jiwa yang terintegrasi dalam pelayanan kesehatan umum di Rumah Sakit, klinik utama dan praktek dokter Spesialis Jiwa (Psikiater). Dinas Kesehatan Kabupaten Bogor telah bekerja sama dengan RSUD yang memiliki fasilitas pelayanan spesialis jiwa, yakni RSUD Cibinong dan RSUD Ciawi dan RS, RSUD Leuwiliang dan RS Dr. H. Marzoeki Mahdi Bogor(RSMM). Program upaya kesehatan jiwa meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif dengan melibatkan Lintas Sektor dalam pencegahan, penanganan dan penanggulangan kesehatan jiwa di wilayah Kabupaten Bogor.Upaya upaya yang telah dilakukan antara lain penyebaran media cetak, siaran radio, penyuluhan perorangan, kelompok, keluarga dan masyarakat serta kelompok-kelompok rentan masalah kesehatan jiwa baik di institusi formal maupun non formal sebagai bentuk informasi dan promosi tentang kesehatan jiwa. Untuk itu dalam rangka membantu meningkatkan kepatuhan pasien khususnya pasien kesehatan jiwa maka apoteker di Puskesmas Cigombong dalam menerapkan pelayanan kefarmasian di rumah melakukan kolaborasi dengan petugas Program Jiwa. 2.Tujuan 1. Tujuan Umum Tercapainya keberhasilan terapi obat 2. Tujuan Khusus a. Terlaksananya pendampingan pasien oleh apoteker untuk mendukung efektifitas, keamanan dan kesinambungan pengobatan b. Terwujudnya komitmen, keterlibatan dan kemandirian pasien dan keluarga dalam penggunaan obat dan atau alat kesehatan yang tepat c. Terwujudnya kerjasama profesi kesehatan, pasien dan keluarga 3.Hasil Yang Diharapkan 1. Terjaminnya keamanan, efektifitas dan keterjangkauan biaya pengobatan 2. Meningkatkan pemahaman dalam pengelolaan dan penggunaan obat dan/atau alat kesehatan 3. Terhindarnya reaksi obat yang tidak diinginkan 4. Terselesaikannya masalah penggunaan obat dan/atau alat kesehatan dalam situasi tertentu 4.Sasaran Pasien penderita kejiwaan yang tidak terkontrol BAB II I. PELAKSANAAN KEGIATAN A. Waktu dan Tempat Pelaksanaan Kegiatan dilaksankan pada tanggal 9 Juni 2023 bertempat di rumah kediaman pasien beralamat di desa Wates jaya
B. Pihak yang Terlibat
Pemegang Program Keswa, pasien dan keluarga pasien, kader kesehatan jiwa
C. Sumber Dana Bersumber dari dana BOK untuk program home visit pada Keswa
D. Hasil yang diperoleh
1.Informasi Pasien; 1. Nama Heri Gunawan 2. Jenis Kelamin Laki-Laki 3. Alamat Lengkap Kp.Baru Rt.003 Rw 007 ds. Wates jaya 4. No. Telefon - 5. Umur 42 th 6. Berat Badan 75 Kg 7. Agama Islam 8. Pekerjaan - 9. Status Perkawinan Belum menikah 10. Jumlah Anak - 11. Pendidikan SD Terakhir 12. Golongan Darah - 13. Hasil diagnosa Skizofrenia paranoid
II. RIWAYAT PENYAKIT PASIEN
Asma Kanker Diabetes
Penyakit Jantung Hipertensi Sakit ginjal Lainnya (gangguan delusi) III. RIWAYAT ALERGI
Alergi Gejala, Efek yang terjadi, Reaksi
Antibiotik - Obat lain - Makanan - Cuaca (dingin,........) - Debu (lainnya….) -
IV. DATA SWAMEDIKASI
Tersedia Kotak Obat di Rumah : Ya Tidak
Jumlah Satuan (..... Golongan Tanggal Tempat Nama Obat tablet/kapsul Obat Kadaluarsa Penyimpanan /strip /box/botol/tube) Antibiotik - - - - Analgesik, Paracetamol 8 kapl/strip Februari Dalam Antipiretik, 500 mg 2024 kantong Antiinflamasi plastik Psikofarmaka Triheksifenidil - Resperidon - Klozapin - Vitamin Caviplex 6 tablet Desember Dalam 2025 kantong plastik Obat Herbal/ Suplemen Lainnya V. RIWAYAT PENGOBATAN
Saat ini sedang menggunakan obat tertentu : Ya Tidak
Data Penggunaan Obat Catata Bentuk Tgl Resep Instruksi n Nama Obat Rute Dosis Efek samping Tgl Mulai Sediaan Berhenti Dokter Khusus Kefar masian Triheksife tablet Oral 2x1 - 05-05- 14-6- nidil 2 mg 2019 2022 Clozapin tablet Oral 1x1 Mengantuk/ 05-05- 14-6- Diminu 25 mg sedasi, 2019 2022 m malam hari Haloperid tablet Oral 2x1 - 5-5-2019 14-6- ol 5 mg 2022
VI. ANALISIS MASALAH TERKAIT OBAT
Problem S/O Terkait Terapi Analisis Masalah
Medik Terkait Obat schizophrenia Mendengar - Resperidon Antipsikosis suara-suara - Triheksifenidil - Clozapin BAB III PENUTUP I. Kesimpulan Kegiatan Home Pharmacy Care merupakan salah satu kegiatan pelayanan kefarmasian yang dilakukan dirumah yang bertujuan agar tercapainya keberhasilan terapi obat. Home Pharmacy Care kali ini dilakukan di desa Wates jaya Kecamatan Cigombong Kabupaten Bogor. Kegiatan Home Pharmacy Care dilaksanakan dengan melakukan kunjungan langsung dan wawancara mengenai obat – obatan yang disimpan oleh anggota keluarga baik itu sedang digunakan, persediaan bila sakit atau merupakan obat sisa pengobatan sebelumnya. Kepatuhan pengobatan merupakan faktor penting yang berkonstribusi terhadap baik buruknya pengobatan pasien keswa. Ketidakpatuhan terhadap pengobatan dapat mengurangi keefektifan pengobatan. Sehingga pemberian konseling oleh apoteker melalui HPC merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan pasien akan minum obat. Sebagaimana laporan dalam beberapa penelitian sebelumnya, pemberian konseling oleh apoteker terbukti meningkatkan kepatuhan pasien terhadap pengobatannya. Berdasarkan hal tersebut, kegiatan HPC memudahkan apoteker dalam mengidentifikasi serta menyelesaikan masalah yang dihadapi pasien dan sangat mempengaruhi ketidakpatuhan pasien dalam pengobatan. Konseling apoteker yang efektif bisa memberikan pemahaman yang baik kepada pasien sehingga pasien lebih patuh. Oleh karena itu, melalui pemberian asuhan kefarmasian dalam hal ini pemberian konseling oleh apoteker melalui HPC merupakan salah satu upaya apoteker dalam meningkatkan kepatuhan pasien dalam pengobatannya.
Kendala berikutnya yang juga dominan di Puskesmas Cigombong
adalah keterbatasan waktu, karena HPC memerlukan waktu 1-2 jam per kunjungan, apoteker yang memiliki pengalaman HPC pada praktiknya rata-rata hanya mengalokasikan waktu 30 menit setiap kunjungan. Di Puskesmas Cigombong mempunyai keterbatas sumber daya tenaga kefarmasian, sehingga waktu kerja yang digunakan oleh apoteker lebih banyak untuk memberikan pelayanan di fasilitas pelayanan kesehatan daripada mengunjungi pasien di rumahnya.
II. RTL yang belum dilaksanakan
No Jenis kegiatan Pelaksanaan Kendala
Kegiatan Konseling On proses Terkendala
untuk pasien geriatri dengan waktu, 1 karena jumlah pasien yang banyak. 2. Kegiatan PIO untuk On proses Terkendala pasien Diabetes dengan waktu, Mellitus karena jumlah pasien yang banyak. 3 Kegiatan PIO untuk On proses Terkendala pasien Hipertensi dengan waktu, karena jumlah pasien yang banyak. 4. Kegiatan PIO On proses Kendala di dengan membuat anggaran leaflet/brosur Lampiran 1. Dokumentasi kegiatan 2. Paparan atau dokumen lain yang mendukung/Poster RTL
Pembedahan Skoliosis Lengkap Buku Panduan bagi Para Pasien: Melihat Secara Mendalam dan Tak Memihak ke dalam Apa yang Diharapkan Sebelum dan Selama Pembedahan Skoliosis