Indonesia merupakan salah satu negara dengan berbagai kebudayaan yang beraneka ragam. Salah
satunya adalah cerita rakyat. Cerita rakyat Putri Kemarau adalah salah satu cerita rakyat yang ada
di Sumatra Selatan. Berikut adalah teks drama yang dibuat oleh penulis berdasarkan teks cerita
rakyat tersebut.
PUTRI KEMARAU
Narator : Dahulu di Sumatera Selatan, ada seorang putri raja bernama Putri Jelitani.
Namun, ia akrab dipanggil Putri Kemarau karena dilahirkan pada musim kemarau. Ia merupakan
putri sematawayang sang Raja. Ibunda sang putri baru saja wafat. Sebagai putri tunggal,
ia sangat disayangi oleh ayahnya. Negeri yang dipimpin ayahnya makmur dan tentram. Suatu ketika,
negeri itu dilanda kemarau yang sangat panjang.
Rakyat 1 : “Apakah kau melihat keadaan kerajaan beberapa bulan terakhir ini?”
Rakyat 2 : “Ya, negeri kita saat ini sangat menyedihkan. Banyak rakyat yang mengeluh
karena kekurangan air.”
Rakyat 1 : “Apa sebaiknya kita menghadap raja saja untuk menangani hal ini?”
Rakyat 2 : “Kami ingin meminta raja untuk menindaklanjuti kekeringan ini. Apa kau mau
ikut?”
Rakyat 3 : “Ya, sawahku sudah sangat kering akibat kemarau berkepanjangan ini.”
Rakyat 1 : “Baginda, maafkan kedatangan kami yang tiba-tiba. Maksud kedatangan kami ke
sini ingin meminta baginda untuk menindaklanjuti permasalahan yang ada di negeri kita tercinta
ini.”
Raja : “Ya, saya telah memikirkan hal tersebut. Siang ini para peramal akan berkumpul
di kerajaan ini untuk mencari jalan keluar dari permasalahan ini.”
Rakyat 2 : “Baiklah, kami akan menunggu kabar baik dari raja.” ( Berjalan keluar dari
singgasana )
( Para peramal datang ke kerajaan )
Raja : “Saya mengundang kalian ke sini untuk menyelesaikan kekeringan yang terjadi di
negeri ini.”
Peramal 2 : “Maaf Baginda, saya tidak bisa menemukan solusi dari masalah ini.”
Raja : “Bagaimana ini, tidak ada yang bisa mengatasi masalah ini! Aku merasa sangat
bersalah kepada rakyatku.”
Pengawal : “Mohon maaf Baginda, namun saya mendengar kabar bahwa ada seorang peramal
yang sangat sakti. Ia tinggal di sebuah desa yang sangat terpencil dan jauh dari kerajaan ini.”
Raja : “Benarkah? Cepat siapkan kereta! Aku akan berangkat ke desa itu.”
Raja : “Anakku, ayah akan pergi untuk menemui peramal di desa terpencil. Untuk
sementara, ayah percayakan kerajaan ini padamu.”
Peramal : ( Membuka pintu ) “Suatu kehormatan Baginda jauh-jauh datang ke rumah saya.
Silahkan masuk ke rumah saya yang sederhana ini.”
Raja : “Wahai peramal, negeriku sedang dalam kesulitan. Tolong katakan cara untuk
mengatasinya.”
Peramal : ( Meramal ) “Baginda, petunjuk mengenai jalan keluar dari kesulitan negeri
baginda akan muncul melalui mimpi putri baginda.”
Raja : “Baiklah. Hal ini akan kutanyakan kepada putriku. Terimakasih, wahai peramal.”
Raja : “Putriku, ayah telah bertemu dengan peramal tersebut. Katanya, petunjuk
mengenai jalan keluar dari kesulitan ini akan datang melalui mimpimu. Apakah dirimu sudah
bermimpi tentang hal itu?”
Putri : “Belum, ayah. Tapi, alangkah baiknya jika kita menyerahkan masalah kekeringan
ini kepada Tuhan.”
Raja : “Benar juga apa yang kau katakan, putriku. Perkataanmu itu membuat ayah sadar.
Maafkan ayah, putriku.”
Ibu : “Wahai putriku, kesulitan yang dialami negeri ini akan berakhir jika ada seorang
gadis yang mau berkorban dengan menceburkan diri ke laut.”
Putri : “Ayah, aku sudah mendapatkan mimpi yang ayah katakan. Aku bertemu ibu. Ibu
bilang kesulitan negeri kita ini akan berakhir bila ada seorang gadis yang mau berkorban dengan
menceburkan dirinya ke laut.’’
Raja : ’’Jika begitu, mari kita beritahu rakyat tentang hal ini, putri. Ayah akan
mengadakan sayembara untuk mencari orang yang bersedia mengorbankan dirinya untuk kerajaan
ini’’ (Mereka berjalan keluar)
( Keesokan harinya )
Raja : “Siapakah dari kalian yang mau mengajukan dirinya untuk menjalankan amanah
ini?” (berbicara pada rakyat)
( Suasana hening )
Putri : “Maaf bila saya lancang, tetapi saya rela mengorbankan jiwa saya dengan ikhlas
demi kemakmuran rakyat di negeri ini.” (sambil bangkit berdiri)
Raja : “Jangan putriku! Engkaulah satu-satunya yang aku miliki. Engkau yang akan
meneruskan tahta kerajaan ini.” ( Terkejut )
Putri : “Lebih baik saya saja yang menjadi korban daripada seluruh rakyat. Barangkali
ini sudah menjadi takdir saya.”
Raja : “Baiklah putri. Nanti malam kita akan pergi ke tepi laut.” (sedih)
Putri : “Saya sangat yakin ayah. Ikhlaskan kepergianku, maafkan semua kesalahanku.”
( Mulai berjalan ke tepi tebing )
Raja : “Baiklah rakyatku, mari kita kembali ke rumah kita masing-masing.” (Sedih)
Suara gaib : “Segeralah kembali ke tebing di dekat laut dan temuilah putrimu di sana.”
Raja : “Rakyatku, mari kita kembali ketebing. Ada suara yang mengatakan aku harus
kembali kesana untuk menemui putriku.” (berbicara pada rakyat)