Anda di halaman 1dari 10

Kisah "Telaga Warna " dalam Naskah Drama

Narator:
Dikisahkan pada zaman dahulu kala, di Jawa Barat terdapat sebuah kerajaan yang bernama
kerajaan Kutatanggeuhan yang dipimpin oleh raja yang arif dan bijaksana yaitu Prabu
Suwartalaya dan Ratu Purbamanah. Rakyatnya hidup tenang, makmur, tenteram, damai dan
sejahtera. Namun Sayangnya, Prabu Suwartalaya dan Ratu Purbamanah belum dikaruniai
seorang anak. Sehingga, ini menjadi kegelisahan sang Prabu Suwartalaya dan Ratu
Purbamanah.

Setiap hari, Ratu murung dan menangis. Sang raja merasa sedih melihat kondisi ratu. Lalu
penasehat memberi saran pada raja.

Adegan 1

Penasehat:
Paduka, janganlah bersedih. Bagaimana kalau mengangkat seorang anak saja baginda?
Barangkali bisa mengurangi kesedihan Ratu dan bisa membuat Raja senang juga.

Prabu Suwartalaya:
Tidak! Aku tidak mau punya anak angkat! Buat kami, anak kandung adalah lebih baik dari pada
anak angkat.

Narator:
Ratu Purbamanah masih terus bersedih. Raja yang sudah muak akhirnya memutuskan untuk
pergi bertapa agar dikarunia seorang anak. Raja pun meminta izin kepada ratu agar diberikan
izin untuk pergi bertapa di hutan.

Prabu Suwartalaya:
Sudahlah ratu jangan menangis terus. Aku akan berusaha lagi. Aku akan pergi ke hutan untuk
bertapa agar kita cepat dikaruniai seorang anak.
Ratu Purbamanah:
Baiklah kalau begitu. Jika memang yang mulia harus pergi ke hutan untuk bertapa, Baiklah yang
mulia. Saya juga turut berdo’a. Hati-hati yang mulia.

Narator:
Pergilah Prabu pergi ke hutan untuk bertapa. Di hutan, sang prabu terus menerus berdo’a agar
dikaruniai anak. Beberapa bulan kemudian, keinginan mereka terkabul. Ratu Purbamanah pun
mulai hamil. Seluruh rakyat senang sekali. Mereka membanjiri istana dengan hadiah.

Sembilan bulan kemudian, Ratu Purbamanah melahirkan seorang putri.

Adegan 2:

Ratu Purbamanah:
(menggendong seorang bayi)

Prabu Suwartalaya:
Putri kita cantik ya. Dan kelihatan sangat lucu.

Ratu Purbamanah:
Iya, yang mulia. Kita harus bersyukur akhirnya kita dikaruniai seorang anak.

Prabu Suwartalaya:
Iya. Putri kita ini juga manis, dan sangat menggemaskan!
Oleh karena itu, bagaimana kalau kita beri nama Gilang Rukmini?
Gimana ratu setuju tidak?
Ratu Purbamanah:
Saya setuju-setuju saja yang mulia.

Narator:
Sesaat raja dan ratu sedang berbahagia, datanglah penasehat kerajaan.....

Penasehat:
Ampun baginda. Ini dari rakyat, mengirimkan beraneka hadiah untuk putri baginda. Mereka
turut bersuka cita dan mengucapkan selamat atas kelahiran putri baginda.

Prabu Suwartalaya:
Terima kasih, Penasehat.

Narator:
Tak hanya keluarga istana yang berbahagia, rakyat turut berbahagia mendengar kabar
tersebut. Sayangnya, Gilang Rukmini tidak diasuh secara baik oleh Prabu Suwartalaya dan Ratu
Purbamanah. Gilang pun tumbuh menjadi gadis yang manja dengan sifat-sifat yang kurang baik.
Dia tak segan berkata kasar untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Walaupun begitu, baik
Prabu Suwartalaya, Ratu Purbamanah, dan rakyat sangat mencintainya.

Hari berlalu, Putri pun tumbuh menjadi gadis remaja tercantik di seluruh negeri. Dalam
beberapa hari, Putri akan berusia 17 tahun. Maka para penduduk di negeri itu pergi ke istana.
Mereka membawa aneka hadiah yang sangat indah. Prabu mengumpulkan hadiah-hadiah yang
sangat banyak itu, lalu menyimpannya dalam ruangan istana. Sewaktu-waktu, ia bisa
menggunakannya untuk kepentingan rakyat.

Prabu hanya mengambil sedikit emas dan permata. Lalu di pagi harinya, ia meminta Penasehat
untuk membawanya ke ahli perhiasan.
Adegan 3

Prabu Suwartalaya:
Penasehat! Kemarilah!

Penasehat:
Penasehat menghadap baginda Prabu Suwartalay! Ada apa yang mulia? Adakah yang bisa saya
lakukan?

Prabu Suwartalaya:
Bawalah permata ini ke pengrajin perhiasan terbaik di kerajaan ini, pastikan agar ia
membuatkan perhiasan yang terindah untuk putri ku tersayang! Dan ini uangnya. (sambil
memberikan sekantong penuh emas)

Penasehat:
Baik, yang mulia. Akan saya laksanakan! (sambil menerima permata dan sekantong emas)

Narator:
Lalu penasehat pergi ke pasar untuk menemui pengrajin perhiasan. Ia berkeliling pasar sambil
bertanya kepada para penduduk dimana ia dapat menemukan pengrajin perhiasan terbaik di
kerajaan ini. Setelah berkeliling selama beberapa saat, akhirnya ia menemukannya. Ia pun
memasuki toko perhiasan
Penasehat:
Hai, para pengrajin! Siapa pengrajin perhiasan di negeri ini?

Pengrajin perhiasan:
Akulah pengrajin perhiasan terbaik di negeri ini! Apakah ada yang bisa aku bantu, tuan?

Penasehat:
Ini, terimalah ini! (memberikan sebuah perhiasan kepada pengrajin perhiasan) Buatkan aku
sebuah perhiasan terindah dan terbaik di seluruh dunia dengan permata ini!

Pengrajin perhiasan:
Dengan senang hati, tuan. Apakah desain khusus atau warna yang anda inginkan?

Penasehat:
Hmmm, tidak ada. Aku serahkan padamu dan selesaikan ini sebelum hari berganti. Ini uangnya
(memberikan sekantong penuh uang)

Pengrajin perhiasan:
Waduh, kalau begitu sulit tuan. Anda ingin perhiasan terbaik dengan waktu yang cepat, itu agak
sulit.

Penasehat:
Apa yang kamu bicarakan? Bukankah sekantong emas ini sudah lebih daripada cukup?

Pengrajin perhiasan:
Kurasa anda salah paham tuan. Seperti yang anda tau, saya adalah pengrajin perhiasan terbaik
di negeri ini. Jadi, banyak orang yang juga meminta untuk dibuatkan perhiasan oleh saya.
Mungkin kalau bayarannya ditambah saya bisa mempertimbangkannya?

Penasehat:
Huuh, dasar pengrajin licik. Kamu kira untuk siapa perhiasan ini hah?! Ini adalah hadiah untuk
Yang Mulia Tuan Putri Gilang Rukmini, apa kamu ingin membuat Yang Mulia Prabu Suwartalaya
marah?

Pengrajin perhiasan:
Maafkan hamba, tuan. Baiklah akan saya selesaikan hari ini juga.
Narator:
Ahli perhiasan itu lalu bekerja dengan sebaik mungkin, dengan sepenuh hati. Ia ingin
menciptakan kalung yang paling indah di dunia, karena ia sangat menyayangi Putri Raja. Juga
agar nyawa nya selamat.

Hari ulang tahun pun tiba. Penduduk negeri berkumpul di alun-alun istana. Ketika Prabu dan
Ratu Purbamanah datang, orang menyambutnya dengan gembira. Sambutan hangat makin
terdengar, ketika Putri yang cantik jelita muncul di hadapan semua orang. Semua orang
mengagumi kecantikannya.

Adegan 4

Rakyat-rakyat :
(teriak dan bertepuk tangan)
Horeee!! horeeee!! Horeeee!!! Raja dan Ratu telah datang!

Rakyat 1:
Wuaaah itu tuan putri kita, putri Prabu Suwartalaya.

Rakyat 2:
Iya. Baru kali ini aku melihatnnya secara langsung.

Rakyat 3:
Kira-kira siapa yang akan menjadi suami dari tuan putri kita? Apakah seorang pangeran atau
seorang rakyat jelata seperti ku?

Rakyat 2:
Siapa pun itu yang jelas ia bukanlah kamu yang berasal dari rakyat jelata.
Rakyat 1:
Tapi, bukankah putri kita itu sangatlah cantik.

Rakyat 3:
Iya memang. Kenapa? Kamu mau mencoba melamarnya?

Rakyat 2:
Bangun, sadar, kamu cuma rakyat jelata.

Rakyat 3:
Berisik lah.

Narator:
Prabu lalu bangkit dari kursinya. Kalung yang indah sudah dipegangnya. Kemudian...

Prabu Suwartalaya:
Putriku tercinta Gilang Rukmini, hari ini hari ulang tahunmu. Aku berikan kalung ini untukmu.
Kalung ini pemberian orang-orang dari penjuru negeri. Mereka sangat mencintaimu. Mereka
mempersembahkan hadiah ini, karena mereka gembira melihatmu tumbuh jadi dewasa.
Pakailah kalung ini, Nak.

Narator:
Putri menerima kalung itu. Lalu ia melihat kalung itu sekilas. Kemudian...

Gilang Rukmini:
Aaahh!! Kalung apa ini?! Kalung ini jelek! Aku tak mau memakainya! (kalung dilempar)
Rakyat 1:
Haaahhhh??? Kalung indah terbuat dari emas permata itu di lempar begitu saja oleh putri.
Sungguh ku tak menyangka putri baginda berbuat seperti itu.

Rakyat 2:
Sikapnya sangatlah keterlaluan.

Rakyat 3:
Aku tak percaya, putri kita yang sangat kita cintai membuang kalung dari Prabu Suwartalaya.

Gilang Rukmini:
Ayah bercanda? Ini adalah ulang tahunku kenapa memberikan kalung seperti ini padaku! Huh!
Ibu juga, yang benar saja. Padahal ibu punya banyak perhiasan yang indah. Kenapa pelit sekali?

Narator:
Kalung yang indah pun rusak. Emas dan permatanya tersebar di lantai. Seluruh rakyat yang
hadir terkejut. Tak seorang pun bicara. Suasana hening. Tiba-tiba Ratu Purbamanah menangis
melihat perilaku putrinya. Rakyatnya pun ikut melihat Ratu Purbamanah menangis. Akhirnya,
semua pun meneteskan air mata, hingga istana basah oleh air mata mereka.

Ratu Purbamanah:
(menangis)

Gilang Rukmini:
Berhenti menangis Ibu! Dan cepat berikan aku hadiah perhiasan lainnya yang lebih bagus.
Kalian para rakyat juga, becus sikit napa?! Kalau mau kasih hadiah, kasih yang bagus! Arghh,
dasar rakyat bodoh.
Rakyat 1:
Wahhh, dasar gak tau diri.

Rakyat 2:
Ratu saja sampai menangis.

Rakyat 3:
Jahat sekali, kasihan Ratu dan Raja. Mereka harus bersabar dengan sikap putri yang seperti itu.s

Narator:
Tiba-tiba muncul mata air dari halaman istana. airnya keluar sangat deras yang makin lama
makin banyak.

Rakyat 1:
Haaahh?? Ada air! Air! Air!

Rakyat 2:
Hahhh? Tiba-tiba air ini membentuk kolam kecil!

Rakyat 3:
Bukan! Ini banjir! Banjir! Banjiir! Banjiiir! Banjiirr!

Narator:
Setelah kejadian tersebut, rakyat berteriak teriak kebingungan, panik, ketakutan dan......
Tiba-tiba Istana pun dipenuhi air bagai danau. Lalu danau itu makin besar dan
menenggelamkan istana. Kemudian........, terciptalah sebuah danau yang sangat indah.
Nama danau itu kini dikenal orang sebagai Telaga Warna. Warna itu berasal dari bayangan
hutan, tanaman, bunga-bunga, dan langit di sekitar telaga. Namun, orang mengatakan, warna-
warna itu berasal dari kalung Putri Gilang Rukmini yang tersebar di dasar telaga.

Anda mungkin juga menyukai