Anda di halaman 1dari 5

TUGAS MAKALAH INDIVIDU

MATA KULIAH “PENGANTAR HUKUM INDONESIA”

“MEMBUAT RANGKUMAN ALIRAN-ALIRAN PEMIKIRAN


HUKUM INDONESIA”

Dosen Pengampu : Bpk Benny Akbar, SH, MH, MIP, CLA

Disusun Oleh :
Raihan Dwi Farhandi
(230201031)

FAKULTAS ILMU HUKUM


UNIVERSITAS DUMAI
Semester Ganjil-2023
1. Teori Hukum Pembangunan (Mochtar Kusumaatmaja)
Pada dasarnya, Teori Hukum Pembangunan ialah hukum sebagai sarana pembaharuan
masyarakat. Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. tidak kemudian menyarankan
Indonesia untuk menjadi Case Law atau mengubah sistem menjadi Common Law. Tapi dalam
teorinya beliau hendak memandang bagaimana hukum tertulis bisa terus mengakselerasi
pembangunan. Indonesia merupakan Negara Hukum sebagaimana tertuang dalam pasal 1
ayat (3) UUD Tahun 1945. Sebagai Negara Hukum, segala aspek kehidupan berbangsa dan
bernegara di Republik Indonesia dilandasi peraturan perudang-undangan. Berkenan dengan
itu, Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. memiliki pandangan akan
dominannya peran peraturan perundang-undangan di Indonesia yang mana hal tersebut
merupakan salah satu kondisi obyektif dalam Teori Hukum Pembangunan.

Dalam Sejarah perkembangan hukum di Indonesia maka salah satu teori hukum yang
banyak mengandung etensi dari para pakar dan masyarakat adalah mengenai Teori Hukum
Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL.M. Ada beberapa
argumentasi krusial mengapa Teori Hukum Pembangunan tersebut banyak mengundang
atensi, yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut:

➢ Pertama, Teori hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang eksis
di Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan
kulltur masyarakat Indonesia.
➢ Kedua, Secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka
acuan pada pandangan hidup masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas
Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma, asas, lembaga dan
kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif sudah
merupakan dimensi yang meliputi struktur.
➢ Ketiga, Pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum
sebagai “Sarana Pembaharuan Masyarakat” dan hukum sebagai suatu sistem sangat
diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.

Dikaji dari prespektif sejarahnya maka sekitar tahun 70-an lahir Teori Hukum
Pembangunan dan elaborasinya bukanlah dimaksudkan penggasannya sebagai sebuah
“Teori” melainkan “Konsep” pembinaan hukum yang dimodifikasi dan di adaptasi dari
Teori Roscoe Pound yang berkembang di Amerika Serikat. Teori Hukum Pembangunan
dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. memperagakan pola kerja sama
dengan melibatkan keseluruhan yang ada dalam komunitas sosial tersebut. Dalam proses
tersebut maka Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. menambahkan adanya
tujuan pragmatis sebagaimana masukan dari Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich dimana
terlihat kolerasi antara pernyataan Laswell dan Mc Dougal bahwa kerja sama anatara
penstudi hukum dan pengembang hukum praktis itu idealnya mampu melahirkan teori
hukum, Teori yang mempunyai dimensi pragamatis atau kegunaaan praktis. Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. mengubah pengertian hukum sebagai alat
menjadi hukum sebagai sarana untuk membangun masyarakat. Ada 2 macam dimensi
sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. yaitu :

➢ Ketertiban atau keteraturan dalam rangka pembaharuan atau Pembangunan


merupakan sesuatu yang diinginkan, bahkan dipandang mutlak adanya.
➢ Hukum dalam arti kaidah atau peraturan hukum memang dapat berfungsi sebagai
alat pengatur atau sarana Pembangunan dalam arti penyalur arah kegian manusia
yang dikehendaki ke arah pembaharuan.

2. Teori Hukum Progresif (Satjipo Rahardjo)


Prof. Satjipto Rahardjo (1930-2010) merupakan salah satu dari sedikit pemikir Hukum
Indonesia yang konsisten membangun Teori Hukum Progresif sebagai lentera berhukum bagi
bangsa Indonesia. Gagasan Hukum Progresif yang beliau pelopori masuk ke ruang public dan
mempengaruhi kalangan penegak hukum.

Teori Hukum Progresif merupakan pemikiran perkembangan hukum yang digagaskan


oleh Prof. Satjipto Rahardjo, berpandangan bahwa hukum dibentuk untuk manusia bukan
manusia untuk hukum. Dasar pemikiran beliau bahwa kajian hukum saat ini telah mencapai
ekologi dalam yang yang mendasar pada pemikiran Antroposentrisme. Suatu paham yang
berpusat pada manusia sehingga manusia dianggap memiliki kemampuan cipta, rasa, bahasa,
karya dan karsa sebatas diizinkan oleh Sang Kholiq. Sehingga hukum tidak memutus mau
nya sendiri tanpa belajar dari lingkungan hidup. Teori Hukum Progresif memahami konsep
keadilan sebagai hukum yang benar-benar memperhatikan sumber-sunber hukum yang baru
untuk tercapainya keadilan. Sehingga tidak lagi mendasar bahwa wanita dan anak adalah
subjektif hukum paling lemah.
Pendidikan hukum mempengaruhi perubahan mindset setiap penegak hukum, yang
dijadikan suatu diskursi khusus dalam konsep pendidikan hukum. Bahwa pembelajaran
hukum saat ini mengkerucut pada aspek teknologis yang lebih menekankan pada pembinaan
ketrampilan profesi daripada bahasan keadilan dan kemanusiaan. Sehingga berkutat pada
penekanan pengetahuan hukum dan cara menggunakan hukum dalam penegakannya. Hukum
dijadikan sebagai teknologi/mesin penyelesaian perkara. Pada aliran Teori hukum progresif
yang dijadikan pilar pendidikan hukum adalah pendidikan hukum sebagai pendidikan
manusia.

Teori Hukum progresif mengarah pada aspek moral, sehingga dalam pembentukan hukum
berinkorporasi dengan nilai dasar/prinsip moral. Maka dari itu sering kali dianggap sebagai
langkah progresif sebagai kewajiban pemerintah melindungi segenap bangsa dalam
merengkuh keadilan di hadapan hukum. Membaca hukum adalah menafsirkan hukum,
karenanya penafsiran hukum merupakan jantung hukum. Sehingga hukum yang sudah
berwujud lex scripta harus menjaga kepastian hukum,Bagi para penegak hukum harus
berpandangan bahwa hukum bukan sebatas gugusan norma dan logika. Tapi memandang hati
nurani melalui empati, kejujuran, dan keberanian. Sehingga prophetic Intelegence merupakan
pilar progresif dengan kemampuan manusia mentransformasikan diri dalam interaksi,
sosialisasi, dan adaptasi.

3. Teori Hukum Integrative(Romli Atmasasmitra)


Teori Hukum Integratif menurut Romli Atmasasmita merupakan perpaduan antara Teori
Hukum Pembangunan dan Teori Hukum Progresif dalam konteks Indonesia yang terinspirasi
oleh konsep hukum menurut H.L.A Hart. Hal ini karena Hart menekankan pentingnya rule of
recognation dalam konsep hukum dibandingkan dengan primary rules yang menekankan
pada kewajiban anggota masyarakat untuk mematuhi undang-undang. Teori Hukum Integratif
menjelaskan bahwa rekayasa birokrasi dan rekayasa masyarakat harus dilandaskan pada
sistem norma, sistem perilaku dan sistem nilai yang bersumber pada Pancasila sebagai
ideologi bangsa Indonesia.

Teori ini disusun berangkat dari sikap skeptis masyarakat terhadap penanganan perkara
hukum di Indonesia, dengan kesimpulan bahwa kaum praktisi hukum telah melupakan dan
mengabaikan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa dan terjebak pada kontrak
normatif yang telah diwariskan oleh aliran kesenian. Teori hukum integratif ini terinspirasi
oleh Posner dalam bukunya Frontiers of Legal Theory yang menyatakan bahwa teori hukum
ini menggunakan perspektif eksternal disiplin hukum. Romli Atmasasmita menyebut
teorinya ini sebagai Teori Pembangunan Jilid II. Oleh karenanya, teori hukum integratif ini
bertitik tolak dari teori hukum pembangunan jilid I yang mempunyai butir-butir pemikiran
yang sama.Dari pemikiran yang dibangun oleh teori hukum pembangunan ini menelaah pada
upaya penyeimbangan antara hukum positif (law in the books) dan hukum yang hidup (living
law).

Fungsi hukum dengan demikian mengarah pada sarana sosial order (sebagai fungsi paling
konservatif dari hukum) sekaligus sebagai sarana sosial engineering. Ini berarti, pada tahap
yang paling awal, hukum wajib mengarah pada pencapaian ketertiban sebagai syarat ,menuju
keadaan kepastian dan keadilan. Teori ini menempatkan keadilan sebagai tujuan paling ideal,
sekalipun makna keadilan bisa sangat beragam, semua diarahkan pada keberhasilan
pembangunan nasional dalam konteks (sosial) keindonesiaan. Teori Hukum Integratif ini
menyatakan bahwa hukum pada hakikatnya terdiri dari tiga unsur yaitu sistem norma, prilaku
dan nilai yang disebut dengan “tripartite character of indonesian legal theory of social and
bureaucratic engineering”.

Mengacu pendapat Mochtar bahwa pembentukan hukum (perundang-undangan) adalah


Hukum Ransendental Pengembangan dan Penegakan Hukum di Indonesia cara yang paling
rasional dan cepat dibanding dengan metode pengembangan hukum lain seperti yurisprudensi
dan hukum kebiasaan. Artinya, bahwa pembentuk undang- undang memiliki posisi sebagai
“motor”. Namun demikian Mochtar juga melihat arti penting yurisprudensi dan hukum
kebiasaan sebagai sumber hukum formal, tetapi tidak pernah memposisikan yurisprudensi
dan hukum kebiasan sebagai suatu kriteria sebagai peraturan perundang-undangan.

Anda mungkin juga menyukai