Disusun Oleh :
Raihan Dwi Farhandi
(230201031)
Dalam Sejarah perkembangan hukum di Indonesia maka salah satu teori hukum yang
banyak mengandung etensi dari para pakar dan masyarakat adalah mengenai Teori Hukum
Pembangunan dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., LL.M. Ada beberapa
argumentasi krusial mengapa Teori Hukum Pembangunan tersebut banyak mengundang
atensi, yang apabila dijabarkan aspek tersebut secara global adalah sebagai berikut:
➢ Pertama, Teori hukum Pembangunan sampai saat ini adalah teori hukum yang eksis
di Indonesia karena diciptakan oleh orang Indonesia dengan melihat dimensi dan
kulltur masyarakat Indonesia.
➢ Kedua, Secara dimensional maka Teori Hukum Pembangunan memakai kerangka
acuan pada pandangan hidup masyarakat serta bangsa Indonesia berdasarkan asas
Pancasila yang bersifat kekeluargaan maka terhadap norma, asas, lembaga dan
kaidah yang terdapat dalam Teori Hukum Pembangunan tersebut relatif sudah
merupakan dimensi yang meliputi struktur.
➢ Ketiga, Pada dasarnya Teori Hukum Pembangunan memberikan dasar fungsi hukum
sebagai “Sarana Pembaharuan Masyarakat” dan hukum sebagai suatu sistem sangat
diperlukan bagi bangsa Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang.
Dikaji dari prespektif sejarahnya maka sekitar tahun 70-an lahir Teori Hukum
Pembangunan dan elaborasinya bukanlah dimaksudkan penggasannya sebagai sebuah
“Teori” melainkan “Konsep” pembinaan hukum yang dimodifikasi dan di adaptasi dari
Teori Roscoe Pound yang berkembang di Amerika Serikat. Teori Hukum Pembangunan
dari Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. memperagakan pola kerja sama
dengan melibatkan keseluruhan yang ada dalam komunitas sosial tersebut. Dalam proses
tersebut maka Prof. Dr. Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. menambahkan adanya
tujuan pragmatis sebagaimana masukan dari Roescoe Pound dan Eugen Ehrlich dimana
terlihat kolerasi antara pernyataan Laswell dan Mc Dougal bahwa kerja sama anatara
penstudi hukum dan pengembang hukum praktis itu idealnya mampu melahirkan teori
hukum, Teori yang mempunyai dimensi pragamatis atau kegunaaan praktis. Prof. Dr.
Mochtar Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. mengubah pengertian hukum sebagai alat
menjadi hukum sebagai sarana untuk membangun masyarakat. Ada 2 macam dimensi
sebagai inti Teori Hukum Pembangunan yang diciptakan oleh Prof. Dr. Mochtar
Kusumaatmaja, S.H., L.L.M. yaitu :
Teori Hukum progresif mengarah pada aspek moral, sehingga dalam pembentukan hukum
berinkorporasi dengan nilai dasar/prinsip moral. Maka dari itu sering kali dianggap sebagai
langkah progresif sebagai kewajiban pemerintah melindungi segenap bangsa dalam
merengkuh keadilan di hadapan hukum. Membaca hukum adalah menafsirkan hukum,
karenanya penafsiran hukum merupakan jantung hukum. Sehingga hukum yang sudah
berwujud lex scripta harus menjaga kepastian hukum,Bagi para penegak hukum harus
berpandangan bahwa hukum bukan sebatas gugusan norma dan logika. Tapi memandang hati
nurani melalui empati, kejujuran, dan keberanian. Sehingga prophetic Intelegence merupakan
pilar progresif dengan kemampuan manusia mentransformasikan diri dalam interaksi,
sosialisasi, dan adaptasi.
Teori ini disusun berangkat dari sikap skeptis masyarakat terhadap penanganan perkara
hukum di Indonesia, dengan kesimpulan bahwa kaum praktisi hukum telah melupakan dan
mengabaikan nilai-nilai luhur Pancasila sebagai ideologi bangsa dan terjebak pada kontrak
normatif yang telah diwariskan oleh aliran kesenian. Teori hukum integratif ini terinspirasi
oleh Posner dalam bukunya Frontiers of Legal Theory yang menyatakan bahwa teori hukum
ini menggunakan perspektif eksternal disiplin hukum. Romli Atmasasmita menyebut
teorinya ini sebagai Teori Pembangunan Jilid II. Oleh karenanya, teori hukum integratif ini
bertitik tolak dari teori hukum pembangunan jilid I yang mempunyai butir-butir pemikiran
yang sama.Dari pemikiran yang dibangun oleh teori hukum pembangunan ini menelaah pada
upaya penyeimbangan antara hukum positif (law in the books) dan hukum yang hidup (living
law).
Fungsi hukum dengan demikian mengarah pada sarana sosial order (sebagai fungsi paling
konservatif dari hukum) sekaligus sebagai sarana sosial engineering. Ini berarti, pada tahap
yang paling awal, hukum wajib mengarah pada pencapaian ketertiban sebagai syarat ,menuju
keadaan kepastian dan keadilan. Teori ini menempatkan keadilan sebagai tujuan paling ideal,
sekalipun makna keadilan bisa sangat beragam, semua diarahkan pada keberhasilan
pembangunan nasional dalam konteks (sosial) keindonesiaan. Teori Hukum Integratif ini
menyatakan bahwa hukum pada hakikatnya terdiri dari tiga unsur yaitu sistem norma, prilaku
dan nilai yang disebut dengan “tripartite character of indonesian legal theory of social and
bureaucratic engineering”.