Anda di halaman 1dari 7

PEMERINTAH KABUPATEN PEKALONGAN

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS SRAGI II
Jl. Raya Kalijambe No. 728 Kec. Sragi Kab. Pekalongan Kode Pos 51155
Telp. 0285-5750045 Email : puskesmas.sragi2@gmail.com

KEPUTUSAN
KEPALA PUSKESMAS SRAGI II
NOMOR : 800/040/SK/I/2023

TENTANG
IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PASIEN DENGAN RESIKO,
KENDALA DAN KEBUTUHAN KHUSUS PUSKESMAS SRAGI II

KEPALA PUSKESMAS SRAGI II;

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin tercapainya hasil mutu pelayanan yang


sesuai harapan pasien, diperlukan komunikasi yang baik antara
petugas pemberi layanan dengan pasien maupun keluarganya;
b. bahwa agar komunikasi antara petugas pemberi layanan dengan
pasien dapat berjalan optimal, dipandang perlu untuk melakukan
identifikasi hambatan budaya, bahasa, kebiasaan dan hambatan lain
dalam pelayanan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b, perlu
menetapkan Keputusan Kepala Puskesmas Sragi II tentang
Identifikasi dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan resiko,
kendala dan kebutuhan khusus Puskesmas Sragi II;

Mengingat : 1. UU Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan (Lembaran Negara


Republik Indonesia Tahun 2009 Nomor 144, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 5063);
2. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 11 Tahun
2017 Tentang Keselamatan Pasien (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2017 Nomor 308);
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No 43 tahun 2019
tentang Pusat Kesehatan Masyarakat (Berita Negara Republik
Indonesia Tahun 2019 Nomor 1335);
4. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun
2022 Tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik,
Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat Praktik
Mandiri Dokter, Dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi (Berita
Negara Republik Indonesia Tahun 2022 Nomor 1207);
5. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/165/2023 tentang Standar Akreditasi Pusat
Kesehatan Masyarakat ;

MEMUTUSKAN
Menetapkan :
KESATU : IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PASIEN DENGAN
RESIKO KENDALA DAN KEBUTUHAN KHUSUS PUSKESMAS
SRAGI II;
KEDUA : Identifikasi dan Pemenuhan Kebutuhan Pasien dengan Resiko Kendala dan
Kebutuhan Khusus Puskesmas Sragi II sebagaimana terlampir dalam
lampiran surat keputusan ini;
KETIGA : Kewajiban identifikasi dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan resiko,
kendala dan kebutuhan khusus dalam pelayanan menjadi kewajiban
bersama baik Kepala Puskesmas, petugas pendaftaran maupun petugas
pemberi layanan klinis;
KEEMPAT : Identifikasi dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan resiko, kendala dan
kebutuhan khusus dalam pelayanan sebagaimana Diktum KESATU
dilaksanakan sekali dalam setahun dalam sebuah rapat koordinasi antara
Kepala Puskesmas dengan petugas pendaftaran dan petugas pemberi
layanan klinis;
KELIMA : Segala kebutuhan pasien dengan resiko, kendala dan kebutuhan khusus
dalam pelayanan yang diidentifikasi dan dipenuhi pada saat rapat
koordinasi, dilakukan tindak lanjut untuk meminimalkan resiko dan
kendala sehingga proses pelayanan berjalan lancar;
KEENAM : Surat Keputusan ini berlaku sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan
apabila dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini akan
diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Sragi
Pada Tanggal : 2 Januari 2023
Kepala Puskesmas Sragi II,

Jumian, SKM
Lampiran
Keputusan Kepala Puskesmas Sragi II
Nomor : 800/040/SK/I/2023
Tanggal : 2 Januari 2023

IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PASIEN DENGAN RISIKO,


KENDALA DAN KEBUTUHAN KHUSUS

A. IDENTIFIKASI DIFABEL
Difabel dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi beberapa kategori, yaitu :
1. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netra apabila mereka kehilangan daya lihatnya
sedemikian rupa sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada umumnya. Menurut
Kaufman dan Hallahan, tuna netra adalah individu yang memiliki lemah penglihatan
atau akurasi penglihatan kurang dari 6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan.
Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :
a. Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan kurang awas bila masih memiliki
sisa penglihatan sedemikian rupa sehingga masih sedikit melihat atau masih bisa
membedakan gelap dan terang.
b. Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila ia sudah tidak memiliki sisa
penglihatan sehingga tidak dapat membedakan gelap dan terang.
Ciri-ciri fisik :
a. memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga dengan cepat, pesan-pesan melalui
pendengaran dapat dikirim ke otak.
b. Memiliki daya perabaan yang sensitive sehingga apa yang dirasakan dapat
dikirim langsung ke otak.
c. Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakannya.
d. Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang sedap bila dilihat oleh
orang normal pada umumnya atau dengan sebutan blindsm(misalnya: mengkerut-
keritkan kening, menggeleng-gelengkan kepala secara berulang-ulang dengan
tanpa disadarinya).
2. Tuna Daksa
Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan apabila terdapat kelainan
anggota tubuh sebagai akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang salah bentuk
sehingga mengakibatkan turunnya kemampuan normal untuk melakukan gerakan-
gerakan tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan potensi kemampuannya diperlukan
layanan khusus.
Tuna daksa ada dua kriteria, yaitu :
a. Tuna daksa orthopedic (Orthopedically handicapped), yaitu mereka yang
mengalami kelainan, kecacatan tertentu sehingga menyebabkan terganggunya
fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian tulang-tulang, otot-otot
tubuh maupun pada daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir maupun yang
diperolehnya kemudian, contoh: anak polio.
b. Tuna daksa syaraf (Neurological handicapped), yaitu kelainan yang terjadi pada
anggota tubuh yang disebabkan gangguan pada urat syaraf. Salah satu kategori
penderita tuna daksa syaraf dapat dilihat pada anak cerebral palsy.
Ciri-ciri fisik :
a. Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat cerdas
b. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam disertai dengan kedengkian dan
permusuhan. Orang tersebut begitu susah dan frustasi atas cacat yang dialami.
c. Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan emosi yang mencerminkan
suatu pergumulan yang diakhiri dengan penyerahan. Ada saat-saat dimana
individu tersebut menolak untuk mengakui realita cacat yang telah terjadi
meskipun lambat laun ia akan menerimanya.
d. Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama. Ini adalah fase dimana seseorang
akan mencoba menyesuaikan diri untuk dapat hidup dengan kondisinya yang
sekarang. Ada saat-saat ia ingin tidak bergantung, ada saat-saat ia betul
membutuhkan bantuan sesamanya. Keseimbangan ini kadang-kadang sulit dicapai.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas karena keterbatasan
aktifitas geraknya. Dan kadang-kadang menampakkan sikap marah-marah (emosi) yang
berlebihan tanpa sebab yang jelas.
3. Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka kehilangan daya dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
a. Ringan (20-30dB)
Umumnya mereka masih bisa berkomunikasi dengan baik, hanya kata- kata tertentu
saja yang tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga pemahaman mereka menjadi
sedikit terhambat.
b. Sedang (40- 60dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat memahami pembicaraan orang lain,
suara yang mampu terdengar adalah suara radio dengan volume maksimal.
c. Berat/parah (diatas 60dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti pembicaraan orang lain, suara yang
mampu terdengar adalah suara yang sama kerasnya dengan jalan pada jam-jam sibuk.
Biasanya jika masuk kategori sudah menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan
pada kemampuanmembaca gerak bibir atau bahasa isyarat untuk berkomunikasi.
Ciri-ciri fisik :
a. Berbicara keras dan tidak jelas
b. Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
c. Telinga mengeluarkan cairan
d. Menggunakan alat Bantu dengar
e. Bibir sumbing
f. Suka melakukan gerak tubuh
g. Cenderung pendiam
h. Suara sengau
i. Cadel
Ciri-ciri mental :
Pada umumnya sering menaruh curiga terhadap orang-orang yang ada disekitarnya.
4. Tuna Wicara
Seseorang dikatakan tuna wicara apabila mereka mengalami kesulitan
berbicara. Hal ini disebabkan kurang atau tidak berfungsinya alat-alat bicara seperti
rongga mulut, lidah, langit-langit dan pita suara. Selain itu kurang atau tidak
berfungsinya organ pendengaran, keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan
pada sistem syaraf dan struktur otot serta ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga
dapat mengakibatkan keterbatasan dalam bicara. Diantara individu yang mengalami
kesulitan berbicara, ada yang sama sekali tidak dapat berbicara, dapat mengeluarkan
bunyi tetapi tidak mengucapkan kata-kata dan ada yang dapat berbicara tetapi tidak
jelas.
Masalah yang utama pada diri seorang tuna wicara adalah mengalami
kehilangan/terganggunya fungsi pendengaran (tuna rungu) dan atau fungsi bicara (tuna
wicara), yang disebabkan oleh bawaan lahir, kecelakaan maupun penyakit. Umumnya
seseorang dengan gangguan dengar/wicara yang disebabkan oleh faktor bawaan
(keturunan/genetik) akan berdampak pada kemampuan bicara. Sebaliknya seseorang
yang tidak/kurang dapat berbicara umumnya masih dapat menggunakan fungsi
pendengarannya walaupun tidak selalu.

B. PENANGANAN DIFABEL
Untuk dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan dalam memberikan pelayanan bagi
pasien difabel, Puskesmas Sragi II memiliki sarana dan prasarana yang mendukung,
seperti :
1. Kursi Roda
Kursi roda merupakan alat yang di gunakan oleh orang yang mengalamikesulitan berjalan
menggunakan kaki, baik dikarenakan penyakit, cedera maupun cacat
2. Brankard
Brankard merupakan tempat tidur pasien yang dapat di dorong
3. Ramp
Ramp merupakan jalan alternatif untuk pasien yang tidak bisa menggunakan
tangga/pasien difabel yang menggunakan kursi roda.
Setiap pasien yang masuk ke Puskesmas akan diskrining terlebih dahulu oleh customer
service. Customer service akan memberikan tanda berupa pita terhadap pasien dengan
hambatan dan kebutuhan khusus:
1. Pita Kuning : pasien dengan difabel (tuna netra, tuna rungu, tuna wicara,
pasien pengguna kursi roda, tongkat, dan pasien dengan
nyeri tinggi)
2. Pita Biru : pasien hambatan bahasa dan budaya

Pelayanan umum yang diberikan oleh Puskesmas Sragi II untuk pasien dengan hambatan
fisik atau difabel:
1. Pasien yang masih mampu berjalan
Pada saat masuk puskesmas, petugas menggandeng/ memapah/ mengarahkan pasien
difabel ke registrasi rawat jalan sesuai dengan kebutuhannya. Setelah selesai proses
pendaftaran, petugas akan mengantarkan pasien ke poklinik/ruang rawat jalan.
2. Pasien dengan kondisi tubuh lemah atau nyeri tinggi
Pada saat masuk puskesmas, petugas mengantarkan pasien dengan menggunakan kursi
roda. Untuk kondisi yang darurat, maka pasien akan langsung diantarkan ke ruang
tindakan dengan menggunakan brankard.
Komunikasi dengan pasien difabel:
1. Tuan Netra
Tuna netra memiliki keterbatasan dalam indera penglihatan sehingga untuk
melakukan kegiatan sehari-harinya menekankan pada alat indera yang lain yaitu
indera peraba dan indera pendengaran. Untuk mempermudah dan melancarkan
penanganan pasien difabel maka petugas Puskesmas Sragi II melakukan komunikasi
dengan pasien difabel dengan menggunakan:
a. Benda model
b. Benda nyata
c. Melakukan komunikasi efektif secara normal
d. Penyandang tuna netra memiliki daya dengar yang sangat kuat, pesan- pesan yang
diterima melalui pendengaran dapat dengan cepat dikirim keotak sehingga petugas
dan tenaga medis di Puskesmas Sragi II dapat berkomunikasi secara verbal dengan
pasien difabel (tuna netra)
e. Membicarakan dan menjelaskan kepada keluarga pasien (bila didampingi)
mengenai data pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindak lanjut yang harus
dilakukan.
2. Tuna Rungu dan Tuna Wicara
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran, tuna rungu memiliki hambatan
dalam berbicara sehingga mereka biasa disebut tuna wicara.
Cara berkomunikasi dengan pasien tuna rungu dan tuna wicara:
a. Berbicara harus jelas dengan ucapan yang benar
b. Menggunakan kalimat sederhana dan singkat
c. Menggunakan komunikasi non verbal seperti gerak bibir atau gerakan tangan
d. Menggunakan pulpen dan kertas untuk menyampaikan pesan
e. Berbicara sambil berhadapan muka
f. Memberikan leaflet dan brosur untuk menambah informasi
g. Memberikan dan menjelaskan kepada keluarga pasien (bila didampingi) mengenai
data pasein, hasil pemeriksaan pasien dan tindak lanjut yang harus dilakukan.

C. GANGGUAN BAHASA DAN BUDAYA


Bahasa adalah sistem komunikasi yang ada pada manusia untuk menyampaikan
ide, pesan, maksud dan perasaan kepada orang lain. Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi.
Pada tatanan puskesmas banyak di temukan juga pasien yang datang menggunakan
bahasa asing atau bahasa daerah maupun masih menganut budaya dari daerah masing-
masing, yang kadangkala bertentangan dengan pengobatan yang diberikan.
Ada beberapa pasien yang datang ke puskesmas membawa penerjemah, ada pula
yang tidak. Yang harus dilakukan petugas adalah mengidentifikasi pasien apakah pasien
tersebut menggunakan bahasa asing/daerah maupun mempunyai budaya yang
bertentangan dengan pengobatan. Lakukan komunikasi efektif dengan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien dengan kata-kata yang umum dan gunakan
bahasa nonverbal/gesture untuk membantu berkomunikasi.

Ditetapkan di : Sragi
Pada tanggal : 2 Januari 2023
Kepala Puskesmas Sragi II,

Jumian, SKM

Anda mungkin juga menyukai