Anda di halaman 1dari 19

PEMERINTAH KABUPATEN SUMBA TIMUR

DINAS KESEHATAN
PUSKESMAS KANATANG
Jln.Waingapu-Rambangaru, Desa Kuta-Kecamatan Kanatang
Kode Pos: 87154, E-Mail: pkmkanatang@gmail.com

KEPUTUSAN KEPALA PUSKESMAS KANATANG

Nomor : : 078/HC-KNTG/SK/II/2023

TENTANG

KEBIJAKAN IDENTIFIKASI PASIEN DAN PEMENUHAN


KEBUTUHAN PASIEN DENGAN RESIKO, KENDALA,DAN
KEBUTUHAN KHUSUS PUSKESMAS KANATANG

DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA,

KEPALA PUSKESMAS KANATANG,

Menimbang : a. bahwa untuk menjamin tercapainya hasil


mutu pelayanan yang sesuai harapan pasien, diperlukan
komunikasi yang baik antara petugas pemberi layanan
dengan pasien maupun keluarganya;

b. bahwa agar komunikasi antara petugas pemberi layanan


dengan pasien dapat berjalan optimal, dipandang perlu
untuk melakukan identifikasi hambatan budaya, bahasa,
kebiasaan dan hambatan lain dalam pelayanan;
c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b,
perlu menetapkan Keputusan Kepala PLT KEPALA
PUSKESMAS KANATANG tentang tentang Identifikasi
dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan resiko,
kendala dan kebutuhan khusus Kepala Puskesmas
Kanatang.
Mengingat:1. UU Nomor 29 Tahun 2004, tentang
Praktik Kedokteran;

2. UU Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan;


3. UU Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan
No.290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan
No.1691/MENKES/PER/VIII/2011 tentang Keselamatan
Pasien Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 tentang
Pusat Kesehatan Masyarakat. Peraturan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor 34 Tahun 2022
tentang Akreditasi Pusat Kesehatan Masyarakat, Klinik,
Laboratorium Kesehatan, Unit Transfusi Darah, Tempat
Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
128/Men.Kes/SK/II/ 2004 tentang Kebijakan Dasar
Puskesmas;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/165/2023 tentang Standar Akreditasi
Pusat Kesehatan Masyarakat.

MEMUTUSKAN :

Menetapkan :

KESATU : Keputusan PLT KEPALA PUSKESMAS


KANATANG tentang Identifikasi dan Pemenuhan Kebutuhan
Pasien dengan Resiko Kendala dan Kebutuhan Khusus
Puskesmas Kanatang.
KEDUA : Menentukan kewajiban
identifikasi dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan
resiko, kendala dan kebutuhan khusus dalam pelayanan
menjadi kewajiban bersama baik Kepala Puskesmas,
petugas pendaftaran maupun petugas pemberi layanan
klinis.
KETIGA : Identifikasi dan pemenuhan
kebutuhan pasien dengan resiko, kendala dan kebutuhan
khusus dalam pelayanan sebagaimana Diktum KEDUA
dilaksanakan sekali dalam setahun dalam sebuah rapat
koordinasi antara Kepala Puskesmas dengan petugas
pendaftaran dan petugas pemberi layanan klinis.
KEEMPAT : Segala kebutuhan pasien dengan resiko,
kendala dan kebutuhan khusus dalam pelayanan yang
diidentifikasi dan dipenuhi pada saat rapat koordinasi,
dilakukan tindak lanjut untuk meminimalkan resiko dan
kendala sehingga proses pelayanan berjalan lancar.
KELIMA : Surat Keputusan ini berlaku
sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.

Ditetapkan di : Kanatang
Pada Tanggal : 8 Februari 2023
Plt. Kepala Puskesmas Kanatang,

Frankie Miliara Amd.Kep


SALINAN, disampaikan kepada Yth. :

1. Kepala Tata Usaha


2. Seluruh pegawai Puskesmas
3. Arsip
LAMPIRAN I

KEPUTUSAN PLT KEPALA PUSKESMAS KANATANG


TENTANG IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
PASIEN DENGAN RESIKO, KENDALA DAN KEBUTUHAN
KHUSUS PUSKESMAS KANATANG
NOMOR:
TANGGAL:

IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PASIEN


DENGAN RISIKO, KENDALA DAN KEBUTUHAN KHUSUS
A. DIFABEL
Difabel dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi
menjadi beberapa kategori, yaitu :
1. Tuna Netra
Seseorang dikatakan tuna netraapabila mereka
kehilangan daya lihatnya sedemikian rupa
sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada
umumnya. Menurut Kaufman dan Hallahan, tuna
netra adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari
6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan. Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu
:’
A. Kurang awas (low vision), yaitu
seseorang dikatakan kurang awas bila
masih memiliki sisa penglihatan
sedemikian rupa sehingga masih
sedikit melihat atau masih bisa
membedakan gelap dan terang.
B. Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan
buta apabila ia sudah tidak memiliki
sisa penglihatan sehingga tidak dapat
membedakan gelap dan terang.
Ciri-ciri fisik :

a. memiliki daya dengar yang sangat


kuat sehingga dengan cepat, pesan-
pesan melalui pendengaran dapat
dikirim ke otak.
b. Memiliki daya perabaan yang
sensitive sehingga apa yang dirasakan
dapat dikirim langsung ke otak.
c. Kadang-kadang mereka suka
mengusap-usap mata dan berusaha
membelalakannya.
d. Kadang-kadang mereka memiliki
perilaku yang kurang sedap bila dilihat
oleh orang normal pada umumnya atau
dengan sebutan blindsm (misalnya:
mengkerut-keritkan kening
menggeleng-gelengkan kepala secara
berulang-ulang dengan tanpa
disadarinya).
2. Tuna Daksa
Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan
apabila terdapat kelainan anggota tubuh sebagai
akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang
salah bentuk sehingga mengakibatkan turunnya
kemampuan normal untuk melakukan gerakan-
gerakan tubuh tertentu dan untuk mengoptimalkan
potensi kemampuannya diperlukan layanan
khusus.
Tuna daksa ada dua kriteria, yaitu :
A. Tuna daksa orthopedic (Orthopedically
handicapped), yaitu mereka yang mengalami
kelainan, kecacatan tertentu sehingga
menyebabkan terganggunya fungsi tubuh.
Kelainan tersebut dapat terjadi pada bagian
tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada
daerah persendian, baik yang dibawa sejak
lahir maupun yang diperolehnya kemudian,
contoh: anak polio.
b. Tuna daksa syaraf (Neurological
handicapped), yaitu kelainan yang terjadi pada
anggota tubuh yang disebabkan gangguan
pada urat syaraf. Salah satu kategori penderita
tuna daksa syaraf dapat dilihat pada anak
cerebral palsy.
Ciri-ciri fisik :
a. Memiliki kecerdasan normal bahkan
ada yang sangat cerdas
b. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa
yang mendalam disertai dengan
kedengkian dan permusuhan. Orang
tersebut begitu susah dan frustasi atas
cacat yang dialami.
c. Penyangkalan dan penerimaan atau
suatu keadaan emosi yang
mencerminkan suatu pergumulan yang
diakhiri dengan penyerahan. Ada saat-
saat dimana individu tersebut menolak
untuk mengakui realita cacat yang
telah terjadi meskipun lambat laun ia
akan menerimanya.
d. Meminta dan menolak belas kasihan
dari sesama. Ini adalah fase dimana
seseorang akan mencoba menyesuaikan
diri untuk dapat hidup dengan
kondisinya yang sekarang. Ada saat-saat
ia ingin tidak bergantung, ada saat-saat
ia betul membutuhkan bantuan
sesamanya. Keseimbangan ini kadang-
kadang sulit dicapai.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan
yang luas karena keterbatasan aktifitas geraknya.
Dan kadang-kadang menampakkan sikap marah-
marah (emosi) yang berlebihan tanpa sebab yang
jelas.

3. Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila mereka
kehilangan daya dengarnya.
Menimbang : a. bahwa untuk menjamin tercapainya hasil
mutu pelayanan yang sesuai harapan pasien, diperlukan
komunikasi yang baik antara petugas pemberi layanan
dengan pasien maupun keluarganya;

b. bahwa agar komunikasi antara petugas pemberi layanan


dengan pasien dapat berjalan optimal, dipandang perlu
untuk melakukan identifikasi hambatan budaya, bahasa,
kebiasaan dan hambatan lain dalam pelayanan;

c. bahwa berdasarkan pertimbangan pada huruf a dan b,


perlu menetapkan Keputusan Kepala PLT KEPALA
PUSKESMAS KANATANG tentang tentang Identifikasi dan
pemenuhan kebutuhan pasien dengan resiko, kendala dan
kebutuhan khusus Kepala Puskesmas Kanatang.

Mengingat : 1. UU Nomor 29 Tahun 2004, tentang


Praktik Kedokteran;
2. UU Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan;
3. UU Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit;
4. Peraturan Menteri Kesehatan
No.290/MENKES/PER/III/2008tentang Persetujuan Tindakan
Kedokteran;
5. Peraturan Menteri Kesehatan No.1691/MENKES/PER/VIII/2011
tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit;
6. Peraturan Menteri Kesehatan No. 43 Tahun 2019 tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat. Peraturan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor 34 Tahun 2022 tentang Akreditasi Pusat
Kesehatan Masyarakat, Klinik, Laboratorium Kesehatan, Unit
Transfusi Darah, Tempat Praktik Mandiri Dokter, dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter Gigi
7. Keputusan Menteri Kesehatan RI No. 128/Men.Kes/SK/II/ 2004
tentang Kebijakan Dasar Puskesmas;
8. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.01.07/MENKES/165/2023 tentang Standar Akreditasi Pusat
Kesehatan Masyarakat.
MEMUTUSKAN:

Menetapkan :

KESATU : Keputusan PLT KEPALA PUSKESMAS


KANATANG tentang Identifikasi dan Pemenuhan Kebutuhan
Pasien dengan Resiko Kendala dan Kebutuhan Khusus
Puskesmas Kanatang.
KEDUA : Menentukan kewajiban
identifikasi dan pemenuhan kebutuhan pasien dengan
resiko, kendala dan kebutuhan khusus dalam pelayanan
menjadi kewajiban bersama baik Kepala Puskesmas,
petugas pendaftaran maupun petugas pemberi layanan
klinis.
KETIGA : Identifikasi dan pemenuhan
kebutuhan pasien dengan resiko, kendala dan kebutuhan
khusus dalam pelayanan sebagaimana Diktum KEDUA
dilaksanakan sekali dalam setahun dalam sebuah rapat
koordinasi antara Kepala Puskesmas dengan petugas
pendaftaran dan petugas pemberi layanan klinis.
KEEMPAT : Segala kebutuhan pasien dengan resiko,
kendala dan kebutuhan khusus dalam pelayanan yang
diidentifikasi dan dipenuhi pada saat rapat koordinasi,
dilakukan tindak lanjut untuk meminimalkan resiko dan
kendala sehingga proses pelayanan berjalan lancar.
KELIMA : Surat Keputusan ini berlaku
sejak tanggal ditetapkan dengan ketentuan apabila
dikemudian hari terdapat kekeliruan dalam penetapan ini
akan diadakan perbaikan sebagaimana mestinya.
Ditetapkan di : Kanatang
Pada Tanggal : 8 Februari 2023
Plt. Kepala Puskesmas Kanatang,

Frankie Miliara Amd.Kep


SALINAN, disampaikan kepada Yth. :

4. Kepala Tata Usaha


5. Seluruh pegawai Puskesmas
6. Arsip
LAMPIRAN I

KEPUTUSAN PLT KEPALA PUSKESMAS KANATANG


TENTANG IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN
PASIEN DENGAN RESIKO, KENDALA DAN KEBUTUHAN
KHUSUS PUSKESMAS KANATANG
NOMOR:
TANGGAL:

IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN KEBUTUHAN PASIEN


DENGAN RISIKO, KENDALA DAN KEBUTUHAN KHUSUS
B. DIFABEL

Difabel dilihat dari aspek fisiknya dapat dibagi menjadi


beberapa kategori, yaitu :

1. Tuna Netra

Seseorang dikatakan tuna netraapabila mereka


kehilangan daya lihatnya sedemikian rupa
sehingga tidak dapat menggunakan fasilitas pada
umumnya. Menurut Kaufman dan Hallahan, tuna
netra adalah individu yang memiliki lemah
penglihatan atau akurasi penglihatan kurang dari
6/60 setelah dikoreksi atau tidak lagi memiliki
penglihatan. Tuna netra dibagi menjadi dua, yaitu :

a. Kurang awas (low vision), yaitu seseorang dikatakan


kurang awas bila masih memiliki sisa penglihatan
sedemikian rupa sehingga masih sedikit melihat atau
masih bisa membedakan gelap dan terang.
b. Buta (blind), yaitu seseorang dikatakan buta apabila
ia sudah tidak memiliki sisa penglihatan sehingga
tidak dapat membedakan gelap dan terang.

Ciri-ciri fisik :

a. memiliki daya dengar yang sangat kuat sehingga


dengan cepat, pesan-pesan melalui pendengaran dapat
dikirim ke otak.
b. Memiliki daya perabaan yang sensitive sehingga apa
yang dirasakan dapat dikirim langsung ke otak.
c. Kadang-kadang mereka suka mengusap-usap mata
dan berusaha membelalakannya.
d. Kadang-kadang mereka memiliki perilaku yang kurang
sedap bila dilihat oleh orang normal pada umumnya
atau dengan sebutan blindsm (misalnya: mengkerut-
keritkan kening menggeleng-gelengkan kepala secara
berulang-ulang dengan tanpa disadarinya).

a. Tuna Daksa

Seseorang dikatakan mengalami ketunadaksaan


apabila terdapat kelainan anggota tubuh sebagai
akibat dari luka, penyakit, pertumbuhan yang
salah bentuk sehingga mengakibatkan
turunnya kemampuan normal untuk melakukan
gerakan-gerakan tubuh tertentu dan untuk
mengoptimalkan potensi kemampuannya
diperlukan layanan khusus.
Tuna daksa ada dua kriteria, yaitu :
a. Tuna daksa orthopedic (Orthopedically handicapped),
yaitu mereka yang mengalami kelainan, kecacatan
tertentu sehingga menyebabkan terganggunya
fungsi tubuh. Kelainan tersebut dapat terjadi pada
bagian tulang-tulang, otot-otot tubuh maupun pada
daerah persendian, baik yang dibawa sejak lahir
maupun yang diperolehnya kemudian, contoh: anak
polio.
b. Tuna daksa syaraf (Neurological
handicapped), yaitu kelainan yang terjadi
pada anggota tubuh yang disebabkan
gangguan pada urat syaraf. Salah satu
kategori penderita tuna daksa syaraf dapat
dilihat pada anak cerebral palsy.
Ciri-ciri fisik :

a. Memiliki kecerdasan normal bahkan ada yang sangat


cerdas
b. Depresi, kemarahan dan rasa kecewa yang mendalam
disertai dengan kedengkian dan permusuhan. Orang
tersebut begitu susah dan frustasi atas cacat yang
dialami
c. Penyangkalan dan penerimaan atau suatu keadaan
emosi yang mencerminkan suatu pergumulan yang
diakhiri dengan penyerahan. Ada saat-saat dimana
individu tersebut menolak untuk mengakui realita
cacat yang telah terjadi meskipun lambat laun ia
akan menerimanya.
d. Meminta dan menolak belas kasihan dari sesama. Ini
adalah fase dimana seseorang akan mencoba
menyesuaikan diri untuk dapat hidup dengan
kondisinya yang sekarang. Ada saat-saat ia ingin tidak
bergantung, ada saat-saat ia betul membutuhkan
bantuan sesamanya. Keseimbangan ini kadang-
kadang sulit dicapai.
Ciri-ciri sosial :
Kelompok ini kurang memiliki akses pergaulan yang luas
karena keterbatasan aktifitas geraknya. Dan kadang-kadang
menampakkan sikap marah-marah (emosi) yang berlebihan tanpa
sebab yang jelas.

b. Tuna Rungu
Seseorang dikatakan tuna rungu apabila
mereka kehilangan daya dengarnya.
Tuna rungu dikelompokkan menjadi :
a. Ringan (20-30dB)
Umumnya mereka masih bisa berkomunikasi
dengan baik, hanya kata-kata tertentu saja yang
tidak dapat mereka dengar langsung, sehingga
pemahaman mereka menjadi sedikit terhambat.
b. Sedang (40- 60dB)
Mereka mulai mengalami kesulitan untuk dapat
memahami pembicaraan orang lain, suara yang
mampu terdengar adalah suara radio dengan
volume maksimal.
c. Berat/parah (diatas 60dB)
Kelompok ini sudah mulai sulit untuk mengikuti
pembicaraan orang lain, suara yang mampu terdengar
adalah suara yang sama kerasnya dengan jalan pada
jam-jam sibuk. Biasanya jika masuk kategori sudah
menggunakan alat bantu dengar, mengandalkan pada
kemampuan membaca gerak bibir atau bahasa
isyarat untuk berkomunikasi.
Ciri-ciri fisik :
a. Berbicara keras dan tidak jelas
b. Suka melihat gerak bibir atau gerak tubuh teman bicaranya
c. Telinga mengeluarkan cairan
d. Menggunakan alat bantu dengar
e. Bibir sumbing
f. Suka melakukan gerak tubuh
g. Cenderung pendiam
h. Suara sengau
i. Cadel

c. Tuna Wicara

Seseoarang dikatakan tuna wicara apabila mereka


mengalami kesulitan berbicara. Hal ini
disebabkan kurang atau tidak berfungsinya alat-
alat bicara seperti rongga mulut, lidah, langit-
langit dan pita suara. Selain itu kurang atau
tidak berfungsinya organ pendengaran,
keterlambatan perkembangan bahasa, kerusakan
pada sistem syaraf dan struktur otot serta
ketidakmampuan dalam kontrol gerak juga
dapat mengakibatkan keterbatasan dalam bicara.
Diantara individu yang mengalami kesulitan
berbicara, ada yang sama sekali tidak dapat
berbicara, dapat mengeluarkan bunyi tetapi tidak
mengucapkan kata-kata dan ada yang dapat
berbicara tetapi tidak jelas.

Masalah yang utama pada diri seorang tuna


wicara adalah mengalami
kehilangan/terganggunya fungsi pendengaran
(tuna rungu) dan atau fungsi bicara (tuna
wicara), yang disebabkan oleh bawaan lahir,
kecelakaan maupun penyakit. Umumnya
seseorang dengan gangguan dengar/wicara yang
disebabkan oleh faktor bawaan
(keturunan/genetik) akan berdampak pada
kemampuan bicara. Sebaliknya seseorang yang
tidak/kurang dapat berbicara umumnya masih
dapat menggunakan fungsi pendengarannya
walaupun tidak selalu.

e. GANGGUAN BAHASA DAN BUDAYA

Bahasa adalah sistem komunikasi yang ada pada


manusia untuk menyampaikan ide, pesan,
maksud dan perasaan kepada orang lain.
Budaya adalah suatu cara hidup yang
berkembang dan dimiliki oleh sebuah
kelompok orang dan diwariskan dari
generasi ke generasi.
Pada tatanan Puskesmas banyak ditemukan
juga pasien yang datang menggunakan
bahasa asing atau bahasa daerah maupun
masih manganut budaya dari daerah masing-
masing, yang kadangkala bertentangan
dengan pengobatan yang diberikan.
Ada beberapa pasien yang datang ke Puskesmas
membawa penerjemah, ada pula yang tidak.
Yang harus dilakukan petugas adalah
mengidentifikasi pasien apakah pasien
tersebut menggunakan bahasa asing/daerah
maupun mempunyai budaya yang
bertentangan dengan pengobatan. Lakukan
komunikasi efektif dengan menggunakan
bahasa yang mudah dimengerti oleh pasien
dengan kata-kata yang umum dan gunakan
bahasa nonverbal/gesture untuk membantu
berkomunikasi.
LAMPIRAN II

KEPUTUSAN PLT KEPALA PUSKESMAS KANATANG


TENTANG IDENTIFIKASI DAN PEMENUHAN
KEBUTUHAN PASIEN DENGAN RESIKO, KENDALA
DAN KEBUTUHAN KHUSUS PUSKESMAS KANATANG
NOMOR:
TANGGAL:

PENANGANAN PASIEN DIFABEL

Untuk dapat memberikan kenyamanan dan kemudahan


dalam memberikan pelayanan bagi pasien difabel,
Puskesmas Candilama Kuta memiliki sarana dan prasarana
yang mendukung, seperti :
a. Kursi Roda
Kursi roda merupakan alat yang digunakan oleh orang
yang mengalami kesulitan berjalan menggunakan kaki,
baik dikarenakan penyakit, cedera maupun cacat
b. Brankard
Brankard merupakan tempat tidur pasien yang dapat
didorong
c. Ramp
Ramp merupakan jalan alternatif untuk pasien yang
tidak bisa menggunakan tangga/pasien difabel yang
menggunakan kursi roda.
Setiap pasien yang masuk ke Puskesmas akan diskrining
terlebih dahulu oleh customer service. Customer service
akan memberikan tanda berupa stiker terhadap pasien
dengan hambatan dan kebutuhan khusus :
● Hambatan bahasa (tidak bisa berbahasa Indonesia) dan hambatan budaya.
Petugas akan yang mengerti akan mendampingi pasien sebagai penerjemah.

● Hambatan fisik (dilihat dari cara berjalan pakai tongkat atau alat bantu yang
lain, dituntun, menggunakan kursi roda atau lansia). Petugas akan membantu
pasien dalam mobilisasi selama berada di lingkungan puskesmas.

● Hambatan fisik pasien dengan difabel (tuna netra, tuna rungu, tuna wicara).
Petugas akan memberikan tanda berupa label pada pasien.
Pelayanan umum yang diberikan oleh Puskesmas Kanatang
untuk pasien dengan hambatan fisik atau difabel:
1. Pasien yang masih mampu berjalan
Pada saat masuk Puskesmas, petugas
menggandeng/memapah/mengarahkan pasien difabel
ke registrasi rawat jalan/admission rawat jalan sesuai
dengan kebutuhannya. Setelah selesai proses
pendaftaran, petugas akan mengantarkan kembali
pasien ke poliklinik/ruang rawat jalan.
2. Pasien dengan kondisi tubuh lemah atau nyeri tinggi
Pada saat masuk Puskesmas, petugas mengantarkan
pasien dengan menggunakan kursi roda. Untuk
kondisi yang darurat, maka pasien akan langsung
diantarkan ke ruang tindakan dengan menggunakan
brankard.
Komunikasi dengan pasien difabel:
1. Tuna Netra
Tuna netra memiliki keterbatasan dalam indera penglihatan
sehingga untuk melakukan kegiatan sehari-harinya
menekankan pada alat indera yang lain yaitu indera peraba
dan indera pendengaran. Untuk mempermudah dan
melancarkan penanganan pasien difabel maka petugas
Puskesmas Candilama melakukan komunikasi dengan pasien
difabel dengan menggunakan:
a. Benda model
b. Benda nyata
c. Melakukan komunikasi efektif secara normal
Penyandang tuna netra memiliki daya dengar yang sangat
kuat, pesan-pesan yang diterima melalui pendengaran dapat
dengan cepat dikirim ke otak sehingga petugas dan tenaga
medis di Puskesmas Kanatang dapat berkomunikasi secara
verbal dengan pasien difabel (tuna netra). Membicarakan dan
menjelaskan kepada keluarga pasien (bila didampingi)
mengenai data pasien, hasil pemeriksaan pasien dan tindak
lanjut yang harus dilakukan.
2. Tuna Rungu dan Tuna Wicara
Karena memiliki hambatan dalam pendengaran, tuna rungu
memiliki hambatan dalam berbicara sehingga mereka biasa
disebut tuna wicara.
Cara berkomunikasi dengan pasien tuna rungu dan tuna
wicara:
a. Berbicara harus jelas dengan ucapan yang benar
b. Menggunakan kalimat sederhana dan singkat
c. Menggunakan komunikasi non verbal seperti
gerak bibir atau gerakan tangan
d. Menggunakan pulpen dan kertas untuk
menyampaikan pesan
e. Berbicara sambil berhadapan muka
f. Memberikan leaflet dan brosur untuk menambah
informasi
g. Memberikan dan menjelaskan kepada keluarga
pasien (bila didampingi) mengenai data pasien,
hasil pemeriksaan pasien dan tindak lanjut yang
harus dilakukan.

Anda mungkin juga menyukai