Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

TN.S DENGAN HEMAPTOE DI RUANG 413/RPU4


RUMAH SAKIT AN-NISA TANGERANG

Disusun Oleh :

Ismi Laelatul Awalia


231030230609

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES WIDYA DHARMA HUSADA TANGERANG
Tahun 2023
BAB I
PENDAHULUAN

A. Pengertian Hemaptoe
Hemoptisis adalah merupakan keadaan batuk dengan pengeluaran sputum bercak
darah atau pengeluaran darah yang tampak jelas dari dalam traktus respiratorius
dibawah laring. Batuk darah lebih sering merupakan tanda atau gejala dari
penyakit yang mendasari sehingga etiologinya harus dicari melalui pemeriksaan
yang seksama

B. Etiologi
Penyebab batuk berdarah sangat beragam antara lain :
1. Batuk darah idiopatik, yaitu batuk darah yang tidak diketahui penyebabnya,
dengan insiden 0,5 sampai 58% dimana perbandingan antara pria dan wanita
adalah 2:1. Biasanya terjadi pada umur 30-50 tahun kebanyakan 40-60 tahun
yang berhenti spontan dengan terapi suportif
2. Batuk darah sekunder, yaitu batuk darah yang diketahui penyebabnya
a. Oleh karena peradangan
1) TB : batuk sedikit-sedikit, massif perdarahannya, bergumpal
2) Bronkiestasis : campur purulent
3) Abses paru : campur purulent
4) Pneumonia : warna merah bata encer berbuih
5) Bronchitis : sedikit-sedikit campur darah atau lendir
b. Neoplasma
1) Karsinoma paru
2) Adenoma
c. Lain-lain
1) Trombo emboli paru-infark paru
2) Mitral stenosis dan aneurisma aorta
3) Trauma dada
4) Gangguan pada pembekuan darah (sistemik)
5) Benda asing di saluran pernapasan.

C. Manifestasi Klinis
Gejala klinis harus dipastikan bahwa perdarahan dari nasofaring, dengan cara
membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tanda-tanda batuk darah:
a. Batuk kronis
b. Perubahan pola napas
c. Pasien biasanya mengeluh nyeri dada
d. Dispnea
e. Demam
f. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
g. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di
dalam saluran napas
h. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
i. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa hari
kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
j. pH alkalis
k. Bisa berlangsung beberapa hari
l. Penyebabnya : kelainan paru
2. Tanda-tanda muntah darah:
a. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah
b. Suara napas tidak ada gangguan
c. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium
d. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa
makanan
e. pH asam
f. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe
g. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis
Kriteria batuk darah:
1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam)
2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam)
3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan darah
sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).
Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif:
1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan dalam
pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, sedangkan
batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan tetapi
lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%, tetapi selama
pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan konservatif batuk darah
tersebut tidak berhenti.
D. Patofisiologi

1. Hipervaskularisasi cabang-cabang arteri bronkialis


2. Radang mukosa dan Infark paru
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
4. Kelainan membran alveolokapiler
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
6. Invasi tumor ganas dan Cedera kepala

Resiko komplikasi Hemaptoe


anemia

Penumpukan darah Psikologi Demam Nyeri dada


pada jalan napas

Kecemasan Peningkatan Gangguan


Bersihan jalan suhu tubuh rasa nyaman
napas tidak efektif
Peningkatan
epineprin Diaphoresis Gangguan rasa
Resiko terjadinya nyaman pada
aspirasi saat istirahat
Peningkatan tidur
Defist volume
nadi cairan

Payah
jantung
E. Klasifikasi
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi atas:
1. Hemoptisis massif. Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24
jam
2. Kriteria :
a. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
b. Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam, akan
tetapi Hb kurang dari 10 g%.
c. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%,
tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe
selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,
sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan
yang terjadi.

Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga


mempunyai kelemahan oleh karena :
a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan
kadangkadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan
jumlah darah yang hilang sesungguhnya.
b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan tinja,
sehingga tidak ikut terhitung
c. Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :
a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan
hipovolemik (hypovolemik shock).
b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat
dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan
aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral.

Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa asfiksia,
sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:


a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.
b. Lamanya perdarahan.
c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat
kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel:


a. + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam
sputum
b. ++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
c. +++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml
d. ++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

F. Diagnosis
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar bukan dari
muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung.
Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada
hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam. Darah
dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan yang disadari
penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung. Untuk menegakkan
diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu dilakukan urutan-urutan dari
anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik maupun penunjang sehingga
penanganannya dapat disesuaikan.

1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya diusahakan
untuk mendapatkan data-data :
a. Jumlah dan warna darah
b. Lamanya perdarahan
c. Batuknya produktif atau tidak
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
e. Sakit dada, substernal atau pleuritik
f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi badan
dan batuk
g. Wheezing
h. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
i. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
j. Perokok berat dan telah berlangsung lama
k. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
l. Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang dapat
mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising sistolik dan
opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum nasalis,
teleangiektasi.

3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap penderita
hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan tempat
perdarahannya.

4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan demikian
sumber perdarahan dapat diketahui. Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk
darah adalah :
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang – ulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
d. Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan diagnosis,
lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu yang tepat
untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih kontroversial,
mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi akan
menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat memperhebat
perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan. Lavase dengan
bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi merupakan hal yang
mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan.

Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop serat


optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat bermanfaat
dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta mengambil benda
asing, disamping itu dapat melakukan penamponan dengan balon khusus di
tempat terjadinya perdarahan.

G. Komplikasi
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu ditentukan
oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan ke
dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi

H. Prognosis
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita mengalami
hemoptoe yang rekuren.Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada beberapa faktor
yang menentukan prognosis :
1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan untuk
menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan penderita
I. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktivitas /Istirahat
1) Kelemahan umum dan kelelahan.
2) Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
3) Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
4) Mimpi buruk.
5) Takikardia, takipnea/dispnea.
6) Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
b. Integritas ego
1) Perasaan tak berdaya/putus asa
2) Faktor stress
3) Perasaan butuh pertolongan
4) Denial
5) Cemas, iritable
c. Makanan/cairan
1) Kehilangan napsu makan
2) Ketidaksanggupan menerna
3) Kehilangan BB
4) Turgor kulit buruk, kering, kelemahan otot, lemak subkutan tipis
d. Nyaman/nyeri
1) Nyeri dada saat batuk
2) Memegang area yang sakit
3) Perilaku distraksi
e. Pernapasan
1) Batuk (produktif/non produktif)
2) Napas pendek
3) Riwayat tuberculosis
4) Peningkatan jumlah pernapasan
5) Gerakan pernapasan asimetri
6) Perkusi : dullness, penuru nan fremitus pleura terisi cairan)
7) Suara napas : ronkhi
8) Sputum : hijau/purulent, kekuningan, pink
f. Keamanan/keselamatan
1) Adanya kondisi imunosupresi : kanker : AIDS, HIV positif
2) Demam pada kondisi akut
g. Interaksi sosial
1) Perasaan terisolasi/ditolak
2. Diagnosa Keperawatan
a. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
b. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolar-kapiler.
c. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
d. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
e. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan
berhubungan dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
3. Intervensi
- Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
a. Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
b. Kriteria hasil :
1) Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan
pertukaran udara.
2) Mendemontrasikan batuk efektif.
3) Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan sekresi.
c. Rencana Tindakan :
1) Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di saluran pernapasan
2) Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
3) Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
4) Lakukan pernapasan diafragma
5) Tahan napas selama 3-5 detik kemudian secara perlahan-lahan,
keluarkan sebanyak mungkin melalui mulut. Lakukan napas kedua,
tahan dan batukkan dari dada dengan melakukan 2 batuk pendek dan
kuat
6) Auskultasi paru sebelum dan sesudah klien batuk
7) Ajarkan klien tindakan untuk menurunkan viskositas sekresi :
mempertahankan hidrasi yang adekuat, meningkatkan masukan
cairan 1000 sampai 1500 cc/hari bila tidak ada kontraindikasi
8) Dorong atau berikan perawatan mulut yang baik setelah batuk
9) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain
- Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membrane
alveolar-kapiler
a. Tujuan : pertukaran gas efektif
b. Kriteria hasil :
1) Memperlihatkan frekuensi pernapasan yang efektif
2) Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru
3) Adaptif mengatasi faktor-faktor penyebab
c. Rencana tndakan
1) Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur (semi fowler). Balik ke sisi yang sakit, dorong klien
untuk duduk sebanyak mungkin
2) Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dyspnea
atau perubahan tanda-tanda vital
3) Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan
4) Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
5) Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dengan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
6) Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi, Pemberian antibiotika, Pemeriksaan sputum dan kultur
sputum, Konsul photo toraks.
- Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
a. Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
b. Kriteria hasil :
1) Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
2) Menu makanan yang disajikan habis
3) Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
c. Rencana tindakan
1) Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
2) Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
3) Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus
tambahan).
4) Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam
sebelum dan sesudah makan.
5) Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada
waktu klien merasa paling suka untuk memakannya.
6) Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen
berikut:
a) Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
b) Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
c) Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
d) Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang
segar).
e) Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi
nutrient yang cukup

Anda mungkin juga menyukai