C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis harus dipastikan bahwa perdarahan dari nasofaring, dengan
cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tanda-tanda batuk darah:
a. Batuk kronis
b. Perubahan pola napas
c. Pasien biasanya mengeluh nyeri dada
d. Dispnea
e. Demam
f. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
g. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di
dalam saluran napas
h. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
i. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa
hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
j. pH alkalis
k. Bisa berlangsung beberapa hari
l. Penyebabnya : kelainan paru
Resiko kompliksi
HEMOPTOE
Penumpukan
darah pada
jalan nafas
psikologi Demam Nyeri dada
Bersihan jalan
nafas tidak efektif kecemasan Peningkatan suhu Gangguan rasa
tubuh nyaman
Resiko terjadinya
aspirasi Peningkatan
epineprin Diaporesis
Gangguan rasa
nyaman pada
istirahat tidur
Payah
jantung
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi
atas:
1. Hemoptisis masif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
a. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
b. Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam,
akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
c. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%,
tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe
selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,
sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan
yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga
mempunyai kelemahan oleh karena :
a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-
kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah
darah yang hilang sesungguhnya.
b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan
tinja, sehingga tidak ikut terhitung
c. Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.
Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :
a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan
hipovolemik (hypovolemik shock).
b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat
dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan
aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral.
Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.
Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.
F. DAGNOSIS
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung.
Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada
hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam.
Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan
yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya
diusahakan untuk mendapatkan data-data :
a. Jumlah dan warna darah
b. Lamanya perdarahan
c. Batuknya produktif atau tidak
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
e. Sakit dada, substernal atau pleuritik
f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi
badan dan batuk
g. Wheezing
h. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
i. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
j. Perokok berat dan telah berlangsung lama
k. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
l. Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang
dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising
sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum
nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan
tempat perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan
demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang – ulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik
H. PROGNOSIS
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita
mengalami hemoptoe yang rekuren.Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada
beberapa faktor yang menentukan prognosis :
1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan
untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan
penderita
I. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Aktivitas /Istirahat
a. Kelemahan umum dan kelelahan.
b. Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
c. Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
d. Mimpi buruk.
e. Takikardia, takipnea/dispnea.
f. Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan infornmasi kurang / tidak akurat.
Intervensi
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
a. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan
pertukaran udara.
b. Mendemontrasikan batuk efektif.
c. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi. Rencana Tindakan :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di sal. Pernapasan
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.
segar).
5/27/2018 LpHemaptoe-slidepdf?com
DAFTAR PUSTAKA
http://slidepdf?com/reader/full/lp-hemaptoe-5622a863294a9 15/15