Anda di halaman 1dari 15

4) Gangguan pada pembekuan darah (sistemik).

5) Benda asing di saluran pernapasan.

C. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis harus dipastikan bahwa perdarahan dari nasofaring, dengan
cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Tanda-tanda batuk darah:
a. Batuk kronis
b. Perubahan pola napas
c. Pasien biasanya mengeluh nyeri dada
d. Dispnea
e. Demam
f. Didahului batuk keras yang tidak tertahankan
g. Terdengar adanya gelembung-gelembung udara bercampur darah di
dalam saluran napas
h. Terasa asin / darah dan gatal di tenggorokan
i. Warna darah yang dibatukkan merah segar bercampur buih, beberapa
hari kemudian warna menjadi lebih tua atau kehitaman
j. pH alkalis
k. Bisa berlangsung beberapa hari
l. Penyebabnya : kelainan paru

2. Tanda-tanda muntah darah:


a. Tanpa batuk, tetapi keluar darah waktu muntah
b. Suara napas tidak ada gangguan
c. Didahului rasa mual / tidak enak di epigastrium
d. Darah berwarna merah kehitaman, bergumpal-gumpal bercampur sisa
makanan
e. pH asam
f. Frekuensi muntah darah tidak sekerap hemoptoe

g. Penyebabnya : sirosis hati, gastritis


Kriteria batuk darah:
1. Batuk darah ringan (<25cc/24 jam)
2. Batuk darah berat (25-250cc/ 24 jam)
3. Batuk darah masif (batuk darah masif adalah batuk yang mengeluarkan
darah sedikitnya 600 ml dalam 24 jam).

Kriteria yang paling banyak dipakai untuk hemoptisis masif:


1. Apabila pasien mengalami batuk darah lebih dari 600 cc / 24 jam dan
dalam pengamatannya perdarahan tidak berhenti.
2. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
sedangkan batuk darahnya masih terus berlangsung.
3. Apabila pasien mengalami batuk darah kurang dari 600 cc / 24 jam dan
tetapi lebih dari 250 cc / 24 jam dengan kadar Hb kurang dari 10 g%,
tetapi selama pengamatan 48 jam yang disertai dengan perawatan
konservatif batuk darah tersebut tidak berhenti.
D. PATOFISIOLOGI

1. Hipervaskularisasi cabang-cabang arteri


bronkialis
2. Radang mukosa dan Infark paru
3. Pecahnya pembuluh darah vena atau kapiler
4. Kelainan membran alveolokapiler
5. Perdarahan kavitas tuberkulosa
6. Invasi tumor ganas dan Cedera kepala

Resiko kompliksi
HEMOPTOE

Penumpukan
darah pada
jalan nafas
psikologi Demam Nyeri dada

Bersihan jalan
nafas tidak efektif kecemasan Peningkatan suhu Gangguan rasa
tubuh nyaman

Resiko terjadinya
aspirasi Peningkatan
epineprin Diaporesis
Gangguan rasa
nyaman pada
istirahat tidur

Peningkatan Defisit volume


nadi ciran

Payah
jantung
E. KLASIFIKASI
Berdasarkan jumlah darah yang dikeluarkan maka hemoptisis dapat dibagi
atas:
1. Hemoptisis masif
Bila darah yang dikeluarkan adalah 100-160 cc dalam 24 jam.
2. Kriteria yang digunakan di rumah sakit Persahabatan Jakarta :
a. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam
b. Bila perdarahan kurang dari 600 cc dan lebih dari 250 cc / 24 jam,
akan tetapi Hb kurang dari 10 g%.
c. Bila perdarahan lebih dari 600 cc / 24 jam dan Hb kurang dari 10 g%,
tetapi dalam pengamatan 48 jam ternyata darah tidak berhenti.
Kesulitan dalam menegakkan diagnosis ini adalah karena pada hemoptoe
selain terjadi vasokonstriksi perifer, juga terjadi mobilisasi dari depot darah,
sehingga kadar Hb tidak selalu memberikan gambaran besarnya perdarahan
yang terjadi.
Kriteria dari jumlah darah yang dikeluarkan selama hemoptoe juga
mempunyai kelemahan oleh karena :
a. Jumlah darah yang dikeluarkan bercampur dengan sputum dan kadang-
kadang dengan cairan lambung, sehinga sukar untuk menentukan jumlah
darah yang hilang sesungguhnya.
b. Sebagian dari darah tertelan dan dikeluarkan bersama-sama dengan
tinja, sehingga tidak ikut terhitung
c. Sebagian dari darah masuk ke paru-paru akibat aspirasi.

Oleh karena itu suatu nilai kegawatan dari hemoptoe ditentukan oleh :
a. Apakah terjadi tanda-tanda hipotensi yang mengarah pada renjatan
hipovolemik (hypovolemik shock).
b. Apakah terjadi obstruksi total maupun parsial dari bronkus yang dapat
dinilai dengan adanya iskemik miokardium, baik berupa gangguan
aritmia, gangguan mekanik pada jantung, maupun aliran darah serebral.

Dalam hal kedua ini dilakukan pemantauan terhadap gas darah, disamping
menentukan fungsi-fungsi vital. Oleh karena itu suatu tingkat kegawatan
hemoptoe dapat terjadi dalam dua bentuk, yaitu bentuk akut berupa
asfiksia, sedangkan bentuk yang lain berupa renjatan hipovolemik.

Bila terjadi hemoptoe, maka harus dilakukan penilaian terhadap:

a. Warna darah untuk membedakannya dengan hematemesis.


b. Lamanya perdarahan.
c. Terjadinya mengi (wheezing) untuk menilai besarnya obstruksi.
d. Keadaan umum pasien, tekanan darah, nadi, respirasi dan tingkat
kesadaran.

Klasifikasi menurut Pusel:

a. + : batuk dengan perdarahan yang hanya dalam bentuk garis-garis dalam


sputum
b. ++ : batuk dengan perdarahan 1 – 30 ml
c. +++ : batuk dengan perdarahan 30 – 150 ml
d. ++++ : batuk dengan perdarahan > 150 ml

Positif satu dan dua dikatakan masih ringan, positif tiga hemoptisis
sedang, positif empat termasuk di dalam kriteria hemoptisis masif.

F. DAGNOSIS
Hal utama yang penting adalah memastikan apakah darah benar- benar
bukan dari muntahan dan tidak berlangsung saat perdarahan hidung.
Hemoptisis sering mudah dilacak dari riwayat. Dapat ditemukan bahwa pada
hematemesis darah berwarna kecoklatan atau kehitaman dan sifatnya asam.
Darah dari epistaksis dapat tertelan kembali melalui faring dan terbatukkan
yang disadari penderita serta adanya darah yang memancar dari hidung.
Untuk menegakkan diagnosis, seperti halnya pada penyakit lain perlu
dilakukan urutan-urutan dari anamnesis yang teliti hingga pemeriksaan fisik
maupun penunjang sehingga penanganannya dapat disesuaikan.
1. Anamnesis
Untuk mendapatkan riwayat penyakit yang lengkap sebaiknya
diusahakan untuk mendapatkan data-data :
a. Jumlah dan warna darah
b. Lamanya perdarahan
c. Batuknya produktif atau tidak
d. Batuk terjadi sebelum atau sesudah perdarahan
e. Sakit dada, substernal atau pleuritik
f. Hubungannya perdarahan dengan : istirahat, gerakan fisik, posisi
badan dan batuk
g. Wheezing
h. Riwayat penyakit paru atau jantung terdahulu.
i. Perdarahan di tempat lain serempak dengan batuk darah
j. Perokok berat dan telah berlangsung lama
k. Sakit pada tungkai atau adanya pembengkakan serta sakit dada
l. Hematuria yang disertai dengan batuk darah.
2. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik dicari gejala/tanda lain di luar paru yang
dapat mendasari terjadinya batuk darah, antara lain : jari tabuh, bising
sistolik dan opening snap, pembesaran kelenjar limfe, ulserasi septum
nasalis, teleangiektasi.
3. Pemeriksaan penunjang
Foto toraks dalam posisi AP dan lateral hendaklah dibuat pada setiap
penderita hemoptisis masif. Gambaran opasitas dapat menunjukkan
tempat perdarahannya.
4. Pemeriksaan bronkoskopi
Sebaiknya dilakukan sebelum perdarahan berhenti, karena dengan
demikian sumber perdarahan dapat diketahui.
Adapun indikasi bronkoskopi pada batuk darah adalah :
a. Bila radiologik tidak didapatkan kelainan
b. Batuk darah yang berulang – ulang
c. Batuk darah masif : sebagai tindakan terapeutik

Tindakan bronkoskopi merupakan sarana untuk menentukan


diagnosis, lokasi perdarahan, maupun persiapan operasi, namun waktu
yang tepat untuk melakukannya merupakan pendapat yang masih
kontroversial, mengingat bahwa selama masa perdarahan, bronkoskopi
akan menimbulkan batuk yang lebih impulsif, sehingga dapat
memperhebat perdarahan disamping memperburuk fungsi pernapasan.
Lavase dengan bronkoskop fiberoptic dapat menilai bronkoskopi
merupakan hal yang mutlak untuk menentukan lokasi perdarahan.
Dalam mencari sumber perdarahan pada lobus superior, bronkoskop
serat optik jauh lebih unggul, sedangkan bronkoskop metal sangat
bermanfaat dalam membersihkan jalan napas dari bekuan darah serta
mengambil benda asing, disamping itu dapat melakukan penamponan
dengan balon khusus di tempat terjadinya perdarahan.
G. KOMPLIKASI
Komplikasi yang terjadi merupakan kegawatan dari hemoptoe, yaitu
ditentukan oleh tiga faktor :
1. Terjadinya asfiksia oleh karena terdapatnya bekuan darah dalam saluran
pernapasan.
2. Jumlah darah yang dikeluarkan selama terjadinya hemoptoe dapat
menimbulkan renjatan hipovolemik.
3. Aspirasi, yaitu keadaan masuknya bekuan darah maupun sisa makanan
ke dalam jaringan paru yang sehat bersama inspirasi.

H. PROGNOSIS
Pada hemoptoe idiopatik prognosisnya baik kecuali bila penderita
mengalami hemoptoe yang rekuren.Sedangkan pada hemoptoe sekunder ada
beberapa faktor yang menentukan prognosis :
1. Tingkatan hemoptoe : hemoptoe yang terjadi pertama kali mempunyai
prognosis yang lebih baik.
2. Macam penyakit dasar yang menyebabkan hemoptoe.
3. Cepatnya kita bertindak, misalnya bronkoskopi yang segera dilakukan
untuk menghisap darah yang beku di bronkus dapat menyelamatkan
penderita

I. ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Aktivitas /Istirahat
a. Kelemahan umum dan kelelahan.
b. Napas pendek dgn. Pengerahan tenaga.
c. Sulit tidur dgn. Demam/kerungat malam.
d. Mimpi buruk.
e. Takikardia, takipnea/dispnea.
f. Kelemahan otot, nyeri dan kaku.
Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan kerusakan membran
alveolar-kapiler.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
4. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan tidak adekuatnya
pertahanan primer, penurunan geraan silia, stasis dari sekresi.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, terapi dan pencegahan berhubungan
dengan infornmasi kurang / tidak akurat.

Intervensi
1. Bersihan jalan napas tak efektif berhubungan dengan sekresi yang
kental/darah.
Tujuan : Kebersihan jalan napas efektif.
Kriteria hasil :
a. Mencari posisi yang nyaman yang memudahkan peningkatan
pertukaran udara.
b. Mendemontrasikan batuk efektif.
c. Menyatakan strategi untuk menurunkan kekentalan
sekresi. Rencana Tindakan :
a. Jelaskan klien tentang kegunaan batuk yang efektif dan mengapa
terdapat penumpukan sekret di sal. Pernapasan
R/ Pengetahuan yang diharapkan akan membantu mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
b. Ajarkan klien tentang metode yang tepat pengontrolan batuk.
R/ Batuk yang tidak terkontrol adalah melelahkan dan tidak efektif,
menyebabkan frustasi.
c. Napas dalam dan perlahan saat duduk setegak mungkin.

R/ Memungkinkan ekspansi paru lebih luas.


b. Mengalami perbaikan pertukaran gas-gas pada paru.
c. Adaptive mengatasi faktor-faktor penyebab.
Rencana tindakan :
a. Berikan posisi yang nyaman, biasanya dengan peninggian kepala
tempat tidur. Balik ke sisi yang sakit. Dorong klien untuk duduk
sebanyak mungkin.
R/ Meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan ekpsnsi paru
dan ventilasi pada sisi yang tidak sakit.
b. Observasi fungsi pernapasan, catat frekuensi pernapasan, dispnea
atau perubahan tanda-tanda vital.
R/ Distress pernapasan dan perubahan pada tanda vital dapat terjadi
sebagai akibat stress fisiologi dan nyeri atau dapat menunjukkan
terjadinya syock sehubungan dengan hipoksia.
c. Jelaskan pada klien bahwa tindakan tersebut dilakukan untuk
menjamin keamanan.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengurangi ansietas dan
mengembangkan kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
d. Jelaskan pada klien tentang etiologi/faktor pencetus adanya sesak
atau kolaps paru-paru.
R/ Pengetahuan apa yang diharapkan dapat mengembangkan
kepatuhan klien terhadap rencana teraupetik.
e. Pertahankan perilaku tenang, bantu pasien untuk kontrol diri dnegan
menggunakan pernapasan lebih lambat dan dalam.
R/ Membantu klien mengalami efek fisiologi hipoksia, yang dapat
dimanifestasikan sebagai ketakutan/ansietas.
f. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain :Dengan dokter, radiologi dan
fisioterapi, Pemberian antibiotika, Pemeriksaan sputum dan kultur
sputum, Konsul photo toraks.
R/Mengevaluasi perbaikan kondisi klien atas pengembangan parunya.
3. Perubahan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan produksi spuntum/batuk, dyspnea atau anoreksia
Tujuan : Kebutuhan nutrisi adekuat
Kriteria hasil :
a. Menyebutkan makanan mana yang tinggi protein dan kalori
b. Menu makanan yang disajikan habis
c. Peningkatan berat badan tanpa peningkatan edema
Rencana tindakan
a. Diskusikan penyebab anoreksia, dispnea dan mual.
R/ Dengan membantu klien memahami kondisi dapat menurunkan
ansietas dan dapat membantu memperbaiki kepatuhan teraupetik.
b. Ajarkan dan bantu klien untuk istirahat sebelum makan.
R/ Keletihan berlanjut menurunkan keinginan untuk makan.
c. Tawarkan makan sedikit tapi sering (enam kali sehari plus tambahan).
R/ Peningkatan tekanan intra abdomen dapat menurunkan/menekan
saluran GI dan menurunkan kapasitas.
d. Pembatasan cairan pada makanan dan menghindari cairan 1 jam
sebelum dan sesudah makan.
R/ cairan dapat lebih pada lambung, menurunkan napsu makan dan
masukan.
e. Atur makanan dengan protein/kalori tinggi yang disajikan pada waktu
klien merasa paling suka untuk memakannya.
R/ Ini meningkatkan kemungkinan klien mengkonsumsi jumlah
protein dan kalori adekuat.
f. Jelaskan kebutuhan peningkatan masukan makanan tinggi elemen
berikut:
1) Vitamin B12 (telur, daging ayam, kerang).
2) Asam folat (sayur berdaun hijau, kacang-kacangan, daging).
3) Thiamine (kacang-kacang, buncis, oranges).
4) Zat besi (jeroan, buah yang dikeringkan, sayuran hijau, kacang

segar).
5/27/2018 LpHemaptoe-slidepdf?com

R/ Masukan vitamin harus ditingkatkan untuk mengkompensasi


penurunan metabolisme dan penyimpanan vitamin karena kerusakan
jarinagn hepar.
g. Konsul dengan dokter/shli gizi bila klien tidak mengkonsumsi
nutrien yang cukup
R/ Kemungkinan diperlukan suplemen tinggi protein, nutrisi
parenteral,total, atau makanan per sonde.

DAFTAR PUSTAKA

Nugroho, A. 2012. Hemoptisis masif. . Kesehatan Milik Semua : Pusat Informasi


Penyakit dan Kesehatan . Penyakit Paru dan Saluran Pernafasan.
www.infopenyakit.com
Arief,Nirwan. 2012. Kegawatdaruratan paru. Jakarta: Departemen Pulmonologi
dan Ilmu Kedokteran Respirasi FK UI.
http://repository.ui.ac.id/contents/koleksi/11/27bdd48b1f564a5010f814f
09f2373c0d805736c.pdf. Diakses pada tanggal 7 Maret 2014.
Pitoyo CW. Hemoptisis. Dalam: Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata
M, Setiati S, penyunting. Buku ajar ilmu penyakit dalam, jilid II, edisi
IV. Jakarta: Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia;2006

http://slidepdf?com/reader/full/lp-hemaptoe-5622a863294a9 15/15

Anda mungkin juga menyukai