Anda di halaman 1dari 6

Penggolongan Limbah B3 adalah :

A. Limbah benda tajam .


Limbah benda tajam adalah limbah yang memiliki sudut tajam, sisi, ujung atau bagian menonjol yang dapat
memotong atau menusuk kulit..
Contoh: Jarum hipodermik, Perlengkapan intravena, pipet Pasteur, pecahan gelas, pisau bedah, dll
Limbah benda tajam mempunyai potensi dan dapat menyebabkan cidera melalui sobekan atau tusukan.
Limbah benda tajam mungkin terkontaminasi oleh darah, cairan tubuh, bahan mikrobiologi dan beracun, bahan
citotoksik atau radioaktif.
Secara umum jarum disposible tidak dipisahkan dari syringe atau perlengkapan lain setelah digunakan.
Cliping, bending atau breaking jarumjarum untuk membuatnya tidak biasa digunakan sangat disarankan karana
menyebabkan accidental inoculation. Prosedur tersebut dalam beberapa hal perlu diperhatikan kemungkinan
dihasilkan aerosol. Menutup jarum dengan kap dalam keadaan tertentu barangkali bisa diterima, misalnya
dalam penggunaan bahan radioaktif dan untuk pengumpulkan gas darah. Limbah golongan ini ditempatkan
dalam kontainer yang tahan tusukan dan diberi label dengan benar untuk meghindari kemungkinkan cidera saat
proses pengumpulan dan pengangkatan limbah tersebut. Dan pada proses akhir dimusnahkan dengan
incenerator.
B. Limbah infeksius
Limbah infeksius memiliki pengertian:
 Limbah yang berkaitan dengan pasien yang memerlukan isolasi penyakit menular (perawat intensive)
 Limbah labotarium yang berkaitan dengan pemeriksaan mikrobiologi dari poliklinik dan ruang
perawatan / isolasi penyakit menular. Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada
proses akhir dimusnahkan dengan incenerator (bekerja sama dengan pihak ketiga)
C. Limbah [artngan Tubuh berupa Cairan Tubuh
Cairan tubuh, terutama darah dan cairan yang terkontaminasi berat oleh darah, bila dalam jumlah kecil, dan
bila mungkin diencerkan sehingga dapat dibuang ke dalam sistem pengolahan air limbah.
D. Limbah Citotoksik.
Limbah citotoksik adalah bahan yang terkontaminasi atau mungkin terkontaminasi dengan obat citotoksik
selama peracikan, pengangkutan atau tindakan terapi citotoksik. Untuk menghapus tumpahan yang tidak
sengaja, perlu disediakan absorben yang tepat. Bahan pembersih hendaknya selalu tersedia dalam ruang
peracikan terapi citotoksik, bahan yang cocok untuk itu, antara lain: sawdust, granula absorpsi, atau pembersih
lainnya. Limbah golongan ini ditempatkan dalam kantong kuning dan pada proses akhir dimusnahkan dengan
incenerator. Sedangkan limbah dengan kandungan obat citotoksik rendah, seperti : tinja, urine, dan muntahan,
bisa dibuang secara aman kedalam saluran air kotor. Namun harus hati-hati dalam menangani limbah tersebut
dan harus diencerkan dengan benar
E. Limbah Farmasi
Limbah farmasi berasal dari: Obat-obatan kadaluarsa, Obat-obatan yang terbuang karena batch yang tidak
memenuhi spesifikasi atau kemasan yang terkontaminasi, Obat-obatan yang dikembalikan oleh pasien atau
dibuang oleh masyarakat , Obat-obatan yang tidak diperlukan oleh institusi yang bersangkutan, Limbah yang
dihasilkan selama produksi obat –obatan
Metode pembuangan tergantung pada komposisi kimia limbah. Namun, prinsip-prinsip berikut hendaknya
dapat dijadikan pertimbangan. Limbah farmasi hendaknya diwadahi kontainer non reaktif. Bilamana
memungkinkan, cairan yang tidak mudah terbakar (larutan antibiotik) hendaknya diserap dengan sawdust
dikemas dengan kantong plastik dan di bakar dengan incenerator. Bila proses penguapan dilakukan untuk
membuang limbah farmasi hendaknya dilakukan ditempat terbuka jauh dari api, motor elektrik, atau intake
conditioner.
Proses penguapan dilakukan dapat menimbulkan pecemaran udara karena itu , " metode ini hendaknya
hanya digunakan untuk limbah farmasi dengan sifat racun rendah. Bahan ditempatkan dalam wadah non-reaktif
yang mempunyai bidang permukaan luas.
Umumnya limbah farmasi harus dibuang melalui incenerator. secara umum, tidak disarankan untuk
membuangnya ke dalam saluran air kotor. Limbah dihasilkan dari penggunaan kimia dalam tindakan medis,
veterinary, laboratorium, proses sterilisasi dan riset. Pembuangan limbah kimia kedalam saluran air kotor dapat
menimbulkan korosi atau berupa ledakan. Reklamasi dan daur ulang bahan kimia berbahaya dan beracun (B3)
dapat diupayakan bila secara tehnis dan ekonomis memungkinkan. Disarankan untuk berkonsultasi dengan
instansi berwenang untuk dapat petunjuk lebih lanjut.
Mercuri banyak digunakan dalam penyerapan restorasi amalgam. Limbah mercuri amalgam tidak boleh
dibakar dengan incenerator karena akan menghasilkan emisi yang beracun. Terlepas dari produksi limbah
kimia, prosedur pengamanan yang terpenting (9oodhousekeeping). Disarankan untuk berkonsultasi dengan
instansi berwenang untuk mendapat petunjuk lebih lanjut.
F. Limbah Plastik
Masalah yang ditimbulkan oleh limbah plastik adalah terutama karena jumlah ' penggunaan yang meningkat
secara cepat sering dengan menggunakan barang medis disposible seperti syiring dan selang. Penggunaan
plastik lain seperti pada tempat makanan, kantong obat, peralatan, dll, juga memberi kontribusi meningkatnya
jumlah limbah plastik. Terhadap limbah ini barangkali perlu dilakukan tindakan tertentu sesuai dengan salah
satu golongan limbah diatas jika terkontaminasi bahan berbahaya.
Apabila pemisahan dilakukan dengan baik, bahan plastik terkontaminasi dapat dibuang melalui
pengangkutan sampah kota / umum. Dalam pembuangan limbah plastik hendaknya memperhatikan aspek
sebagai berikut :
1. Pembakaran beberapa jenis plastik akan menghasilkan emisi udara yang berbahaya misalnya
pembakaran plastik yang mengandung PVC(Poly Vynil Chlorida) akan menghasilkan hydrogen clorida,
sementara itu pembakaran plastik yang mengandung nitrogen seperti oksida nitrogen.
2. Keseimbangan campuran antara limbah plastik dan non plastik untuk pembakaran dengan incenerator
akan membantu pencapaian pembakaran sempurna mengurangi biaya operasi incenerator.
3. Pembakaran terbuka sejumlah besar plastik tidak diperbolehkan karena akan menghasilkan pemaparan
pada operator dan masyarakat umum.
4. Komposisi kimia limbah beracun sesuai dengan kemajuan tehnologi sehingga prod uk racun potensial
dari pembakaran mungkin juga berubah. Karena itu perlu dilakukan updating dan peninjauan kembali
strategi " penanganan limbah plastik ini.
5. Tampaknya limbah plastik yang dihasilkan dari unit pelayanan kesehatan akan meningkat. Volume yang
begitu besar memerlukan pertimbangan dalam pemisahan sampah plastik setelah aman sebaiknya
diupayakan daur ulang.
Dengan penggolongan tersebut bertujuan :
a. Memudahkan bagi penghasil untuk pembuangan sampah sesuai jenis kantong.
b. Mencegah terkontaminasi limbah padat non medis dan limbah padat medis.
c. Memudahkan pengelolaan sampah dalam mengenali sampah didalamnya
d. tergolong medis atau bukan. e. Memperkecil biaya operasional pengelolaan limbah padat

Identifikasi Resiko Baban dan Limbab Berbabaya

Resiko yang ditimbulkan akibat pengunaan bahan berbahaya dan beracun antara lain pada:

a. Kulit: Pada hakikatnya tidak meradang. Kontak yang lama dan berulang dapat mengeringkan kulit dan
menyebabkan iritasi. Gejala-gejala pemaparan· mungkin mencakup: kulit menjadi kering, pecah-pecah atau
meradang.
b. Mata: Pemaparan pad a uap-uap dan cairan menyebabkan iritasi mata. Gejalagejala pemaparan mungkin
mencakup: iritasi mata, rasa terbakar, sakit, mata berair danjatau penglihatan berubah.
c. Bila dihirup: Dapat menyebabkan iritasi saluran pernafasan. Gejala-gejala pemaparan mungkin mencakup:
keluarnya lendir dari hidung, suara parau, batuk, sakit dada dan sulit bernafas. muntah, sakit kepada
danjatau pusing.
d. Bila dimakan: Pada hakikatnya tidak beracun. Gejala-gejala pemaparan mungkin mencakup: Depresi pada
sistem syaraf pusat dengan rasa mual, sakit kepala dan kelambanan mental.
e. Mutagenik: Menunjukkan hasil-hasil yang meragukan dalam kemungkinan mutasi genetika invitro.
Berbagai efek pada organ yang menjadi target yaitu paparan yang berlebihan (paparan dalam waktu lama
atau berulang kali) yang dapat mengakibatkan: peradangan lokal di tempat paparan
Berbagai kondisi medis yang umumnya dikenali makin parah akibat pemaparan: Keterkenaan dalam [umlah
besar atas bahan kimiawi ini dapat membahayakan orang yang menderita penyakit akut atau kronis: saluran
pernafasan, kulit, mata, sistem syaraf pusat

Jenis-jenis Sampah B3

Menurut jenisnya, sampah B3 dapat dibedakan menjadi tiga jenis apabila merujuk dari Peraturan
Pemerintah (PP) No. 101 tahun 2014. Berikut ini adalah beberapa jenis sampah B3 beserta alasan mengapa mereka
dikategorikan sebagai sampah B3:

1. Baterai bekas: Mengandung logam berat seperti timbal, kadmium, dan merkuri yang berbahaya bagi
lingkungan dan kesehatan manusia.
2. Limbah kimia industri: Mengandung bahan kimia berbahaya seperti asam, basa, dan logam berat yang dapat
mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia.
3. Elektronik bekas: Mengandung bahan-bahan berbahaya seperti logam berat dan bahan kimia yang dapat
mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia.
4. Limbah medis: Mengandung bahan-bahan berbahaya seperti jarum suntik, infus, dan obat-obatan bekas yang
dapat mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia.
5. Limbah cat dan pelarut: Mengandung bahan kimia berbahaya seperti zat warna dan pelarut yang dapat
mempengaruhi lingkungan dan kesehatan manusia.

Apabila dibiarkan maka limbah B3 ini menjadi ancaman kesehatan dan keselamatan manusia dan makhluk lain.
Maka dari itu, berikut ini 5 cara pengolahan limbah yang dapat dilakukan oleh sektor industri maupun rumah
tangga:
1. Metode Pengolahan Stabilisasi
Cara pengolahan zat limbah B3 yang kedua adalah stabilisasi yang mana proses penambahan zat kimia yang
dicampur dengan limbah B3. Tujuannya adalah untuk meminimalisasi kecepatan perpindahan limbah B3 agar
tidak mencemari area tertentu. Proses pengolahan stabilisasi ini seluruh bagian limbah B3 yang toksik diikat
dan ditambahkan media pengikat atau pengubah. Biasanya, proses ini berada pada pengolahan zat limbah B3
untuk produksi limbah cair.
2. Metode Pengolahan Solidifikasi
Metode pengolahan zat limbah B3 solidifikasi yang menggunakan aditif. Sama seperti metode stabilisasi,
metode ini bertujuan untuk mereduksi tingkat racun dan mobilitas limbah B3. Bahan baku yang dapat
digunakan untuk proses stabilisasi dan solidifikasi biasanya kapur, semen dan bahan termoplastik.
3. Metode Pengolahan Insinerasi
Metode pengolahan limbah berikutnya adalah insinerasi atau pembakaran. Proses ini diterapkan agar
bertujuan untuk mengecilkan volume limbah B3. Proses pengolahan zat limbah insinerasi biasanya terdapat
pada sektor industri limbah rumah sakit atau sampah medis. Selain itu, metode ini juga dapat digunakan untuk
sampah industri yang dapat hancur dengan temperature tinggi. Metode pengolahan insinerasi ini wajib
dilakukan pengawasan secara ketat agar zat limbah B3 yang dibakar benar-benar hancur dan tidak mencemari
area lain selain area pembakaran.
4. Metode Pengolahan Termal
Metode pengolahan zat limbah B3 menggunakan suhu tinggi, yang memang tidak berbeda jauh dengan
proses insinerasi. Hanya saja limbah yang harus dimasukkan ke dalam pengolahan atau penghancuran secara
termal harus limbah yang tingkat toksifikasinya tinggi dan sangat berbahaya. Ketika menggunakan metode
penghancuran limbah B3 dengan metode termal Anda juga wajib mengawasi gas emisi yang keluar. Proses
pembakaran harus efisien agar tidak menimbulkan pencemaran baru pada lingkungan.
5. Metode Pengolahan Bioremediasi
Terakhir ada metode pengolahan bioremediasi yang mana menggunakan bakteri atau mikroorganisme untuk
mengurai limbah B3. Dibutuhkan enzim dari bakteri tersebut untuk dapat mengurai limbah B3 yang ada.
Kelebihan proses ini adalah lebih ramah lingkungan dan tidak adanya polusi kimia. Kekurangannya adalah
proses pengolahan yang relatif membutuhkan waktu lama. Maka dari itu, metode satu ini hanya lebih efektif
untuk dilakukan dalam skala yang lebih kecil, seperti limbah rumah tangga skala kecil.
MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :374/MENKES/PER/III/2010
TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR

Dalam peraturan ini yang dimaksud dengan :

Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan,memindahkah dan/atau menjadi sumber penular penyakit
terhadap manusia.

Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi
vektor serendah mungkin sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit tular
vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat dengan vektor sehingga penularan penyakit tular
vektor dapat dicegah.

Pengendalian Vektor Terpadu (PVT) merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa
metode pengendalian vektor yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas dan efektifitas pelaksanaannya
serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.

Surveilans vektor adalah pengamatan vektor secara sistematis dan terus menerus dalam hal kemampuannya
sebagai penular penyakit yang bertujuan sebagai dasar untuk memahami dinamika penularan penyakit dan upaya
pengendaliannya. 5. Dinamika Penularan Penyakit adalah perjalanan alamiah penyakit yang ditularkan vektor dan
faktor-faktor yang mempengaruhi penularan penyakit meliputi : inang (host) termasuk perilaku masyarakat, agent,
dan lingkungan

Pengendalian vektor merupakan kegiatan atau tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor
serendah mungkin, sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu
wilayah. Cara pengendalian vektor antara lain usaha pencegahan (prevention), usaha penekanan (suppression),
dan usaha pembasmian (eradication).

Penyakit tular Vektor dan Zoonotik merupakan penyakit menular melalui Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit;
antara lain malaria, demam berdarah, filariasis (kaki gajah), chikungunya, japanese encephalitis (radang otak), rabies
(gila anjing), leptospirosis, pes, dan schistosomiasis (demam keong), dll.

Penyakit tersebut hingga kini masih menjadi masalah kesehatan dan banyak ditemukan di masyarakat dengan angka
kesakitan dan kematian yang cukup tinggi serta berpotensi menimbulkan kejadian luar biasa (KLB) dan/atau wabah
serta memberikan dampak kerugian ekonomi masyarakat.Vektor adalah artropoda yang dapat menularkan,
memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit. Binatang Pembawa Penyakit adalah binatang selain
artropoda yang dapat menularkan, memindahkan, dan/atau menjadi sumber penular penyakit.

Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit di Indonesia telah teridentifikasi terutama terkait dengan penyakit menular
tropis (tropical diseases), baik yang endemis maupun penyakit menular potensial wabah. Mengingat beragamnya
penyakit-penyakit tropis yang merupakan penyakit tular Vektor dan zoonotik, maka upaya pengendalian terhadap
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit menjadi bagian integral dari upaya penanggulangan penyakit tular Vektor,
termasuk penyakit-penyakit zoonotik yang potensial dapat menyerang manusia.

Beberapa Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang diketahui; antara lain :

1. Nyamuk

Nyamuk merupakan serangga kecil dan ramping, yang tubuhnya terdiri tiga bagian terpisah, yaitu kepala
(caput), dada (thorax), dan abdomen. Pada nyamuk betina, antena mempunyai rambut pendek dan dikenal
sebagai antena pilose. Pada nyamuk jantan, antena mempunyai rambut panjang dan dikenal sebagai antena
plumose.

Nyamuk mempunyai sepasang sayap berfungsi sempurna, yaitu sayap bagian depan. Sayap belakang tumbuh
mengecil (rudimenter) sebagai halter dan berfungsi sebagai alat keseimbangan. Nyamuk menghisap darah
manusia; dan dalam perilakunya tersebut dapat menyebabkan penularab berbagai penyakit; antara lain adalah :
Malaria, Demam Berdarah, Chikunya, Filariasis.
2. Lalat

Lalat termasuk ke dalam kelas serangga, mempunyai dua sayap, merupakan kelompok serangga pengganggu
dan sekaligus sebagai serangga penular penyakit; karena memasuki kehidupan manusia dengan menghinggapi
makanan, minuman, dll. Berikut ini beberapa bakteri yang sering dibawa oleh lalat dan patut untuk diwaspadai:
Salmonella typhosa Spesies Salmonella yang lain E. coli Shigella dysenteriae.

Tempat yang disukai lalat rumah untuk meletakkan telur adalah manur, feses, sampah organik yang membusuk
dan lembab. Adapun lalat hijau berkembang biak di bahan yang cair atau semi cair yang berasal dari hewan,
daging, ikan, bangkai, sampah hewan, dan tanah yang mengandung kotoran hewan. Lalat hijau juga meletakkan
telur di luka hewan dan manusia. Badan Kesehatan Dunia (WHO) juga menyatakan bahwa ada banyak penyakit
yang disebabkan oleh makanan dihinggapi lalat, seperti: Disentri, Diare, Demam tifoid atau tipes, Kolera,
Infeksi mata, Infeksi kulit.

3. Kecoa

Sebagai vector mekanik bagi beberapa mikro organisme patogen, sebagai inang perantara bagi beberapa spesies
cacing. Penyakit yang ditularkan olehKecoa dapat menyebabkan timbulnya reaksi-reaksi alergi seperti
dermatitis, Streptococcus, Salmonella dan lain-lain. Kecoa berperan dalam penyebaran beberapa penyakit
antara lain : Disentri, Diare, Cholera (Kolera), Virus Hepatitis A, Polio pada anak-anak.

4. Pinjal

Pinjal termasuk dalam kelas Insecta. Pinjal bertelur kurang lebih 300-400 butir selama hidupnya. Pinjal betina
meletakkan telurnya di antara rambut maupun di sarang tikus. Secara umum, ciri-ciri pinjal adalah tidak
bersayap, kaki yang kuat dan panjang, mempunyai mata tunggal, tipe menusuk dan menghisap darah,
segmentasi tubuh tidak jelas (batas antara kepala-dada tidak jelas, berukuran 1,5-3,5 mm dan metamorfosis
sempurna (telur, larva, pupa, dewasa). Pes atau sampar (plague) adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi
bakteri Yersinia pestis. Seseorang dapat terkena penyakit ini jika digigit pinjal (sejenis serangga) yang terpapar
bakteri Y. Pestis, setelah serangga tersebut menggigit hewan yang terinfeksi.

5. Tikus.

Semua jenis tikus komensal berjalan dengan telapak kakinya. Tikus Rattus norvegicus (tikus got) berperilaku
menggali lubang di tanah dan hidup di lubang tersebut. Rattus rattus tanezumi (tikus rumah) tidak tinggal di
tanah tetapi di semak-semak dan atau di atap bangunan. Mus musculus (mencit) selalu berada di dalam
bangunan, sarangnya bisa ditemui di dalam dinding, lapisan atap (eternit), kotak penyimpanan atau laci. Tikus
termasuk binatang nokturnal yang aktif keluar pada malam hari untuk mencari makan. Tikus dikenal sebagai
binatang kosmopolitan yaitu menempati hampir di semua habitat. Beberapa penyakit yang ditularkan oleh Tikus
antara lain adalah : Hantavirus Pulmonary Syndrome; Hemorrhagic Fever with Renal Syndrome, Penyakit Pes
atau sampar (plague), Lymphocytic Chorio-meningitis, Leptospirosis, dll.

Pencegahan dan Pengendalian


Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik selain dengan pengobatan terhadap penderita, juga
dilakukan upaya pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, termasuk upaya mencegah kontak secara
langsung maupun tidak langsung dengan Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit, guna mencegah penularan
penyakit menular, baik yang endemis maupun penyakit baru (emerging).

Upaya penanggulangan penyakit tular Vektor dan zoonotik yang efektif yaitu dengan cara pengendalian Vektor dan
Binatang Pembawa Penyakit. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit adalah semua kegiatan atau
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit serendah mungkin,
sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan penyakit di suatu wilayah. Strategi
pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit secara garis besar meliputi pengamatan, penyelidikan,
menentukan metode pengendalian, serta monitoring dan evaluasi.
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.

1. Pengamatan dan Penyelidikan Bioekologi, Penentuan Status Kevektoran, Status Resistensi, dan Efikasi,
serta Pemeriksaan Sampel.
Pengendalian dilakukan anatara lain dengan cara pengamatan bioekologi yang dilakukan secara rutin untuk
pemantauan wilayah setempat (PWS) yang meliputi kegiatan siklus hidup, morfologi, anatomi, perilaku,
kepadatan, habitat perkembangbiakan, serta musuh alami Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
2. Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan Metode Fisik, Biologi, Kimia, dan
Pengelolaan Lingkungan.
Pengendalian Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dengan metoda ini meliputi antara lain : pemasangan
perangkap, membasmi dengan bahan kimia, pengelolaan lingkungan yang baik, dll.
3. Pengendalian Terpadu terhadap Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit.
Pengendalian terpadu merupakan pendekatan yang menggunakan kombinasi beberapa metode pengendalian
Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit yang dilakukan berdasarkan azas keamanan, rasionalitas, dan
efektifitas, serta dengan mempertimbangkan kelestarian keberhasilannya.

Beberapa metode pengendalian vektor sebagai berikut :

a. Metode pengendalian fisik dan mekanis adalah upaya-upaya untuk mencegah, mengurangi,
menghilangkan habitat perkembangbiakan dan populasi vektor secara fisik dan mekanik Contohnya : -
Modifikasi dan manipulasi lingkungan tempat perindukan (3M, pembersihan lumut,penanaman bakau,
pengeringan, pengaliran/ drainase, dan lain-lain) - Pemasangan kelambu - Memakai baju lengan panjang -
Penggunaan hewan sebagai umpan nyamuk (cattle barrier) - Pemasangan kawat kasa

b. b. Metode pengendalian dengan menggunakan agen biotik - Predator pemakan jentik (ikan, mina padi dan
lain-lain) - Bakteri, virus, fungi - Manipulasi gen (penggunaan jantan mandul, dll)

c. c. Metode pengendalian secara kimia - Surface spray (IRS) - Kelambu berinsektisida - Larvasida - Space
spray (pengkabutan panas/fogging dan dingin/ULV) - Insektisida rumah tangga (penggunaan repelen, anti
nyamuk bakar, liquid vaporizer, paper vaporizer, mat, aerosol dan lain-lain)

Anda mungkin juga menyukai