Anda di halaman 1dari 6

Limbah adalah bahan-bahan buangan atau residu dari suatu kegiatan, bisa dalam bentuk

padat,
cair atau gas yang sudah tidak terpakai lagi.

Limbah Klinis adalah limbah yang berasal dan Pelayanan Medis, Laboratorium, Farmasi,
Kamar Bedah dan pelayanan medis lainnya yang menggunakan bahan-bahan beracun,
infeksius,berbahaya dan membahayakan.

Penggolongan limbah berdasarkan potensi bahaya yang terkandung di dalamnya dapat dibagi
menjadi 5 jenis, yaitu:
1. Limbah Benda tajam
2. Limbah Infeksius
3. Limbah Jaringan tubuh
4. Limbah Sitotoksik
5. Limbah Bahan kimia

Limbah laboratorium dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu:


1. Bahan baku yang sudah kadaluwarsa,
2. Bahan habis pakai, misalnya medium perbenihan yang tidak terpakai,
3. Produk proses di dalam laboratorium, misalnya sisa spesimen,
4. Produk upaya penanganan limbah, misalnya jarum suntik sekali pakai setelah di autoklaf.

Berdasarkan Sifat limbah digolongkan menjadi:


1. Buangan bahan berbahaya dan beracun
2. Limbah infektif
3. Limbah radioaktif
4. Limbah umum

Berdasarkan Bentuk limbah yang dihasilkan dapat berupa:


1. Limbah cair dibagi menjadi 3, yaitu:
a. Limbah cair infeksius, misalnya sisa spesimen seperti darah, serum / plasma, urine dan
cairan tubuh lainnya.
b. Limbah cair domestik, yaitu limbah yang dihasilkan dari bekas air pembilasan atau
pencucian alat.
c. Limbah cair kimia, yaitu limbah yang dihasilkan dari menggunakan bahan-bahan
kimia, misalnya sisa-sisa reagen dan cairan pewarna.

2. Limbah padat dibagi menjadi 2, yaitu :


a. Limbah padat infeksius:
- Limbah benda tajam, yaitu alat atau obyek yang mempunyai sudut tajam, sisi, ujung atau
bagian menonjol yang dapat memotong atau menusuk kulit, misalnya jarum suntik, pecahan
dari kaca dan pisau.
- Sisa bahan pemeriksaan, misalnya jaringan, faeces, bekuan darah dan medium biakan.

b. Limbah padat non infeksius, misalnya sampah umum seperti kertas, tissue, plastik
kayu, pembungkus, kardus dan sebagainya.

3. Limbah gas adalah limbah yang dihasilkan dari penggunaan generator, sterilisasi dengan
etilen oksida atau dari thermometer yang pecah (uap air raksa).

IV. PENANGANAN DAN PENAMPUNGAN LIMBAH


Tujuan penanganan limbah adalah untuk mengurangi resiko pemaparan limbah
terhadap kuman yang menimbulkan penyakit (patogen) yang mungkin berada dalam limbah
tersebut.
Penanganan limbah antara lain ditentukan oleh sifat limbah, yaitu :
1. Limbah berbahaya dan beracun, dengan cara :
a. Netralisasi
Limbah yang bersifat asam dinetralkan dengan basa seperti kapur tohor, CaO atau
Ca(OH)2. Sebaliknya, limbah yang bersifat basa dinetralkan dengan asam seperti
H2SO4 atau HCI
Parameter netralisasi adalah pH dan sebagai indikator dapat digunakan Phenol Phtalein (PP.).
Zat ini akan berubah pada pH 6-8 sehingga cukup aman digunakan jika pH limbah berkisar
antara 6,5-8,5.
b. Pengendapan/sedimentasi, koagulasi dan flokulasi
Kontaminan logam berat dalam ciaran diendapkan dengan tawas/FeC13, Ca(OH)2/CaO
karena dapat mengikat As, Zn, Ni. Mn dan Hg.
c. Reduksi-Oksidasi
Terhadap zat organik toksik dalam limbah dapat dilakukan reaksi reduksi oksidasi
(redoks) sehingga terbentuk zat yang kurang/tidak toksik.
d. Penukaran ion
Ion logam berat nikel, Ni dapat diserap oleh kation, sedangkan anion beracun dapat
diserap oleh resin anion.
2. Limbah infeksius
Ada beberapa metode penanganan limbah cair/padat yang bersifat infeksius, yaitu
a. Metode Desinfeksi
Adalah penanganan limbah (terutama cair) dengan cara penambahan bahan-bahan kimia
yang dapat mematikan atau membuat kuman-kuman penyakit menjadi tidak aktif. Agar
pengolahan limbah menjadi efektif perlu untuk:
- Menggunakan desinfektan yang sesuai, misalnya Chlorine,Iodophore, Alcohol,
Formaldehyde, Glutaraldehyde dan Natrium hypochioride. Yang terakhir ini merupakan
satu-satunya jenis desinfektan yang digunakan secara rutin untuk mendesinfeksi limbah
penyakit menular.
- Menambahkan jumlah bahan kimia yang cukup, jumlah desinfektan yang diberikan
harus berlebih karena bahan-bahan protein yang terkandung dalam limbah akan mengikat
desinfektan dan mencegah bahan tersebut bereaksi dengan kuman penyakit.
- Memberikan waktu kontak yang cukup, gunanya adalah untuk mencapai efektifitas
pengolahan.
- Mengawasi kondisi-kondisi lain yang diperlukan, misalnya pH yang tidak
sesuai akan meningkatkan / menghambat proses desinfeksi.
- Temperatur, dapat meningkatkan atau menurunkan efektifitas dan kecepatan proses
pengolahan.
- Pengadukan.

b. Metode Pengenceran (Dilution)


Yaitu dengan cara mengencerkan air limbah sampai mencapai konsentrasi yang cukup
rendah, kemudian baru dibuang ke badan-badan air. Kerugiannya ialah bahan kontaminasi
terhadap badan-badan air masih tetap ada, pengendapan yang terjadi dapat menimbulkan
pendangkalan terhadap badan-badan air seperti selokan, sungai dan sebagainya sehingga
dapat menimbulkan banjir.

c. Metode Proses Biologis


Yaitu dengan menggunakan bakteri-bakteri pengurai. Bakteri-bakteri tersebut akan
menimbulkan dekomposisi zat-zat organik yang terdapat dalam limbah.
d. Metode Ditanam (Landfill)
Yaitu penanganan limbah dengan menimbunnya dalam tanah.

e. Metode Insinerasi (Pembakaran)


Pemusnah limbah dengan cara memasukkan ke dalam insinerator. Dalam insinerator senyawa
kimia karbon yang ada dibebaskan ke atmosfir sebagai CO2 dan H2O.
Bahan-bahan seperti mineral, logam dan bahan organik lainnya (kuman penyakit, jaringan
tubuh, hewan, darah, bahan kimia, kertas, plastik) yang tidak terbakar tersisa dalam bentuk
abu yang beratnya 10-30% dari berat aslinya (tergantung dari jenis limbah).
Agar insinerasi berlangsung optimal, perlu 5 kondisi:
- Diperlukan oksigen dalam jumlah yang cukup,
- Atomisasi dan Volatilisasi, yaitu mengubah limbah menjadi partikel yang sangat kecil
dan gas,
- Proses pengadukan dan pencampuran dalam insinerator,
- Suhu yang cukup untuk volatilisasi,
- Cukup waktu untuk terjadinya reaksi.
Alat insinerator yang baik adalah yang memungkinkan suhu pada ruang bakar pertama paling
sedikit 800 - 1000C.

3. Limbah radioaktif
Masalah penanganan limbah radioaktif dapat diperkecil dengan memakai radioaktif
sekecil
mungkin, menciptakan disiplin kerja yang ketat dan menggunakan alat yang
mudah
didekontaminasi.
Penanganan limbah radioaktif dibedakan berdasarkan:
a. Bentuk : cair, padat dan gas,
b. Tinggi-rendahnya tingkat radiasi sinar gamma ( ),
c. Tinggi-rendahnya aktifitas
d. Panjang-pendeknya waktu paruh,
e. Sifat : dapat dibakar atau tidak.
Ada 2 sistem penanganan limbah radioaktif :
a. Dilaksanakan oleh pemakai secara perorangan dengan memakai proses peluruhan,
peguburan
dan pembuangan.
b. Dilaksanakan secara kolektif oleh instansi pengolahan limbah radioaktif, seperti Badan
Tanaga
Atom Nasional (BATAN).
4. Limbah umum
Limbah umum non infeksius setelah dikumpulkan dalam wadah kantong plastik diikat kuat
dan dibakar di insinerator.
Penampungan limbah adalah upaya untuk mencegah terjadinya kontaminasi atau
pemaparan pada petugas yang menangani limbah. Wadah penampungan limbah harus
memadai,
misalnya:
1. Penampungan limbah benda tajam, harus tahan tusuk, impermeabilitas (kekedapan, tidak
dapat
dirembesi), kokoh, aman dan diberi label.
2. Penampungan limbah cairan infeksius:
a. Diwadahi dengan botol penutup yang aman atau wadah yang kaku sejenis botol dan
ditutup
dengan tutup berulir atau gabus. Botol tersebut dimasukkan dalam kaleng atau kotak untuk
pengamanan tambahan dan menampung adanya tumpahan serta mengurangi resiko
pemaparan.
b. Limbah cair yang akan disterilkan dengan uap sebaiknya terbuat dari logam karena
logam
bersifat memperluas penyebaran panas. Jangan menggunakan bahan gelas/kaca.
c. Limbah cair yang akan diinsinerasi sebaiknya wadah terbuat dari plastik karena mudah
terbakar.

https://dokumen.tips/documents/penanganan-limbah-k3.html

PENGOLAHAN LIMBAH
Berdasarkan PP No. 18 tahun 1999 tentang Pengolahan Limbah B3
Bagian Ketujuh Pengolahan Pasal 34
1. Pengolahan Limbah B3 dapat dilakukan dengan cara thermal, stabilisasi dan
solidifikasi, secara fisika, kimia, biologi dan/atau cara lainnya sesuai dengan
perkembangan teknologi
2. Pemilihan lokasi untuk pengolahan limbah B3 harus memenuhi ketentuan :
a. Bebas dari banjir, tidak rawan bencana dan bukan kawasan lindung;
b. Merupakan lokasi yang ditetapkan sebagai kawasan peruntukan industri,
berdasarkan rencana tata ruang.
3. Pengolahan limbah B3 dengan cara stabilisasi dan solidifikasi wajib memenuhi
persyaratan sebagai berikut :
a. Melakukan analisis dengan prosedur ekstraksi untuk menentukan mobilitas
senyawa organik dan anorganik (Toxicity Characteristic Leaching Procedure);
b. Melakukan penimbunan hasil pengolahan stabilisasi dan solidifikasi dengan
ketentuan penimbunan limbah B3 (landfill).
4. Pengolahan limbah B3 secara fisika dan/atau kimia yang menghasilkan:
a. Limbah cair, maka limbah cair tersebut wajib memenuhi baku mutu limbah cair;
b. Limbah padat, maka limbah padat tersebut wajib memenuhi ketentuan tentang
pengelolaan limbah B3.
5. Pengolahan limbah B3 dengan cara thermal dengan mengoperasikan insinerator wajib
memenuhi ketentuan sebagai berikut : a. Mempunyai insinerator dengan speksifikasi
sesuai dengan karakteristik dan jumalah limbah B3 yang di olah; b. Mempunyai
insinerator yang dapat memenuhi efisiensi pembakaran minimal 99,99% dan efisiensi
penghancuran dan penghilangan sebagai berikut : (i) Efisiensi penghancuran dan
penghilangan untuk Principle Organic Hazard Constituent (POHCs) 99,99%; (ii)
Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polyclorinated Biphenyl (PCBs)
99,9999%; (iii) Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk Polyclorinated
Dibenzofurans 99,9999%; (iv) Efisiensi penghancuran dan penghilangan untuk
Polyclorinated Dibenso-P-dioxins 99,9999%. c. Memenuhi standar emisi udara; d.
Residu dari kegiatan pembakaran berupa abu dan cairan wajib dikelola dengan
mengikuti ketentuan tentang pengelolaan limbah B3.

Anda mungkin juga menyukai