Limbah adalah bahan sisa yang dihasilkan dari suatu kegiatan dan proses produksi,
baik pada skala rumah tangga, industri, pertambangan, dan sebagainya. Bentuk limbah
tersebut dapat berupa gas dan debu, cair atau padat. Di antara berbagai jenis limbah ini
ada yang bersifat beracun atau berbahaya yang dikenal sebagai Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Limbah B3).
Limbah Farmasi adalah limbah yang mencakup produk farmasi yang sudah
kadaluwarsa, tidak digunakan, tumpah, atau terkontaminasi sehingga harus dibuang.
Contoh produk farmasi tersebut, antara lain:
1. Senyawa kimia dan produk botani yang digunakan dalam pengobatan
2. Sediaan farmasi (tablet, kapsul, sirup, injeksi, salep, krim, infus, dll)
3. Produk diagnostik in vitro dan in vivo
4. Produk biologi seperti vaksin dan sera.
Kategori ini juga mencakup barang yang akan dibuang setelah digunakan untuk
menangani produk farmasi, misalnya botol atau kotak yang berisi residu, sarung tangan,
masker, selang penghubung dan ampul obat.
Jadi limbah medis dapat dikategorikan sebagai limbah infeksius dan masuk pada
klasifikasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Untuk mencegah terjadinya dampak
negatif limbah medis tersebut terhadap masyarakat atau lingkungan, maka perlu
dilakukan pengelolaan secara khusus (BAPEDAL, 1999). Dampak negatif limbah medis
terhadap masyarakat dan lingkungan terjadi akibat pengelolaan yang kurang baik.
Limbah medis jika tidak dikelola dengan baik akan menimbulkan patogen yang
dapat berakibat buruk terhadap manusia dan lingkungan. Sebagian besar pengelolaan
limbah infeksius disamakan dengan limbah medis noninfeksius. Selain itu, kerap
bercampur limbah medis dan nonmedis, karena limbah nonmedis diperlakukan sama
dengan limbah padat lainnya. Artinya, dikelola Dinas Kesehatan dan dibuang ke tempat
pembuangan akhir (TPA) limbah seperti di Bantar Gebang Bekasi. Percampuran tersebut
justru memperbesar permasalahan limbah medis.
Banyak pihak yang menyadari tentang bahaya ini, namun lemahnya peraturan
pemerintah tentang pengelolaan limbah farmasi mengakibatkan hanya sedikit pihak
farmasi yang memiliki IPAL khusus pengolahan limbah cairnya sampai saat ini.
Sumber Limbah Farmasi
Kegagalan produksi,
Debu bahan formulasi yang terkumpul dari dust collector dan vacuum cleaner
2. Limbah cair
Contoh: Bekas reagensia di laboratorium, bekas cucian peralatan produksi, tumpahan
bahan, dan sebagainya.
Adapun kegiatan produksi yang menyebabkan munculnya limbah cair tersebut
diantaranya:
Sanitasi ruangan
3. Limbah gas
Contoh: Debu selama proses produksi, uap lemari asam di Laboratorium, uap solvent
proses film coating, asam steam boiler, generator listrik dan incinerator.
Adapun kegiatan produksi yang menyebabkan munculnya limbah cair tersebut
diantaranya:
bakteri, virus, racun dan bahan radioaktif yang berbahaya bagi manusia dan makhluk lain
di sekitar lingkungannya dan dapat mengandung berbagai jasad renik penyebab penyakit
pada manusia termasuk demam typoid, kolera, disentri dan hepatitis.
1. Limbah jarum suntik
Limbah jarum suntik yang juga merupakan limbah medis B3 tidak boleh
dianggap sepele keberadaannya. Bayangkan jika setiap hari ada ratusan jarum suntik
yang harus dibuang karena fungsinya yang sekali pakai. Kemudian kemanakah jarumjarum suntik itu setelah dipakai?
Limbah jarum suntik yang berasal dari rumah sakit atau Puskesmas harus
dimusnahkan karena bila pengelolaan limbahnya tidak benar, jarum suntik dapat
menularkan penyakit kepada pasien lain, pengunjung RS, petugas kesehatan, maupun
masyarakat umum. Yang lebih berbahaya lagi yaitu, bila jarum suntik tersebut pernah
digunakan oleh pengidap HIV/AIDS kemudian digunakan kembali oleh orang yang
tidak terkena HIV/AIDS, maka orang tersebut akan terkena infeksi HIV. Jarum suntik
ini juga merupakan salah satu rute masuknya HIV ke tubuh manusia.
Sebenarnya ada cara praktis untuk menghancurkan jarum suntik yaitu dengan
menggunakan alat khusus berteknologi sederhana yang bernama needle destroyer.
Cara penggunaannya dengan memasukkan jarum suntik bekas ke dalam lubang
aluminium di dalam alat, maka mesin akan melelehkan jarum dan menjadi steril.
2. Limbah obat
Obat palsu juga merupakan salah satu limbah medis atau limbah farmasi yang
berasal dari obat-obat yang tidak digunakan lagi oleh pasien/masyarakat, obat-obat
yang tidak dibutuhkan lagi oleh institusi terkait, obat-obat yang dibuang karena
kemasannya telah terkontaminasi, serta merupakan limbah yang dihasilkan dalam
proses produksi obat-obatan. Obat-obatan tersebut seharusnya dimusnahkan karena
sudah tidak memiliki khasiat dalam menyembuhkan, bahkan bisa membahayakan.
Obat palsu adalah obat yang diproduksi oleh pihak yang tidak berhak menurut
undang-undang. Obat tidak terdaftar, obat dengan zat aktif di bawah 80% , obat tanpa
zat aktif sama sekali, serta obat kadaluarsa yang dikemas kembali. Minimnya
pengetahuan masyarakat dalam membedakan antara obat asli dan palsu merupakan
salah satu faktor pemicu masih beredarnya obat palsu dan kadaluarsa. Selain itu,
penawaran obat dengan harga yang relatif murah juga menjadi daya tarik tersendiri
bagi masyarakat.
c. Pengemasan dan pemberian label yang jelas dari berbagai jenis limbah untuk efisiensi
biaya, petugas dan pembuangan.
2. Penyimpanan (storage)
Penyimpanan merupakan kegiatan penampungan sementara limbah farmasi hingga
dipindahkan ke tahap penampungan.Hal ini dilakukan dengan pertimbangan efisiensi dan
nilai ekonomis.
Penyimpanan limbah farmasi untuk waktu yang lama tanpa kepastian yang jelas
untuk memindahkan ke tempat penampungan tidak diperbolehkan.Penyimpanan dalam
jumlah banyak dapat dikumpulkan di lokasi pengumpulan limbah farmasi. Limbah
farmasi yang dihasilkan disimpan sementara di dalam kontainer yang tertutup dan kedap
air. Kapasitas kontainer penyimpanan harus diperhatikan agar limbah tidak berkeluaran
atau overload.
3. Penampungan atau Pengumpulan Limbah Sebelum di Angkut
Wadah penampungan limbah ini harus memiliki sifat kuat, tidak mudah bocor,
terhindar dari sobek atau pecah, mempunyai tutup dan tidak overload. Penampungan
dalam limbah farmasi dilakukan perlakuan standarisasi seperti telah ditetapkan dalam
Permenkes RI no. 986/Men.Kes/Per/1992.
Penampungan limbah cair farmasi dapat dimasukkan kedalam drum dan disimpan
dalam gudang atau tempat yang terlindung dari panas dan hujan. Limbah dalam bentuk
padat disimpan dalam wadah yang kuat (tidak mudah bocor atau rusak) dan kedap air.
Penyimpanan harus mempertimbangkan jenis dan jumlah limbah yang dihasilkan.
Contoh, untuk buangan/limbah yang korosif disimpan dalam wadah yang terbuat dari
fiberglass.
4. Pengangkutan
Pengangkutan eksternal (pengangkutan ke tempat pengolahan yang tidak berada
pada tempat penimbunan limbah) adalah pengangkutan limbah ke tempat pembuangan di
luar (of site). Pengangkutan eksternal memerlukan prosedur pelaksanaan yang tepat dan
harus dipatuhi petugas yang terlibat. Prosedur tersebut termasuk memenuhi peraturan
angkutan lokal. Limbah farmasi diangkut dalam kontainer khusus, harus kuat dan tidak
bocor.
5. Pengolahan
Limbah farmasi memerlukan pengolahan sebelum dibuang ke lingkungan.
Pengolahan ditujukan untuk mengurangi dan menghilangkan racun atau detoksitasi,
merubah bahan berbahaya menjadi kurang berbahaya atau untuk mempersiapkan proses
berikutnya.
Metode yang digunakan untuk mengolah dan membuang limbah farmasi
tergantung pada faktor faktor khusus yang sesuai dengan intstitusi yang berkaitan
dengan peraturan yang berlaku dan aspek lingkungan yang berpengaruh terhadap
masyarakat.
Teknik pengolahan limbah farmasi yang mungkin diterapkan adalah:
a.
b.
c.
d.
Microwave treatment
e.
Enkapsulasi (peng-imobilisasian)
pembungkus, kertas, karton dan plastik dari obat-obatan. Pil harus dilepaskan dari
blisternya. Obat-obatan tersebut lalu ditanam kemudian ditambahkan campuran air,
semen dan kapur hingga terbentuk pasta yang homogen. Pasta tersebut kemudian
dipindahkan dalam keadaan cair dengan mempergunakan truk pengaduk konstruksi ke
tempat pembuangan dan dituang ke dalam tempat pembuangan limbah biasa. Pasta
akan berubah menjadi massa padat yang bercampur dengan limbah rumah tangga.
Ketika melakukan proses ini, pekerja perlu melindungi dirinya dengan pakaian
pelindung dan masker untuk mencegah timbulnya resiko timbulnya debu. Namun,
insinerasi memiliki beberapa kelebihan diantaranya, dimana sebagian besar dari
komponen limbah farmasi dapat dihancurkan dan limbah dapat berkurang dengan
cepat. Tak hanya itu, proses insinerasi relatif murah, memerlukan lahan yang relatif
kecil dan dapat dilaksanakan tanpa peralatan canggih. Sayangnya, dibalik kelebihan
insinerasi, masih terdapat beberapa kelemahan diantaranya, insinerasi hanya
mengubah volume limbah menjadi lebih kecil, debu yang dihasilkan dari proses
insinerasi sangat berbahaya sehingga harus diimobilisasi atau ditentukan lagi tempat
pembuangannya yang kedap air. Debu tersebut juga bersifat tak terurai dan akan
sangat berbahaya bagi pernapasan manusia.
Yang perlu disediakan adalah alat penggiling untuk menghancurkan obatobatan, alat pengaduk konstruksi, serta sejumlah semen, kapur dan air.
Perbandingan berat yang digunakan adalah sebagai berikut:
Obat-obatan
: 65%
Kapur
: 15%
Semen
: 15%
Air
Contohnya, limbah jenis ampul ( obat anti keganasan) diolah dengan metode
enkapsulasi yaitu tong di isi dengan obat anti keganasan, tong harus di isi dengan obat
anti keganaan hingga 50 %
campuran kapur, semen dan air dengan perbandingan berat 15:15:5 hingga tong
penuh. Hingga terbentuk balok yang kuat dan padat dimana limbah akan terisolasi
secara relatif aman.
6. Pembuangan Akhir
Setelah proses pengolahan, kuantitas limbah menjadi sedikit. Hasil dari
pengolahan limbah dengan insenerasi menghasilkan abu yang sedikit. Abu atau sisa
pengolahan dengan insenerasi ini dapat digunakan untuk penimbun tanah. Limbah
farmasi tidak berbahaya lagi bila telah diolah dengan insenerasi.