Anda di halaman 1dari 18

MODUL BELAJAR

APLIKASI SMART INSTRUMENT (ATF4-P2)

PEMROSESAN CITRA UNTUK SISTEM DETEKSI DAN


KUANTIFIKASI BERBASIS KOLORIMETRI

A. CAPAIAN PEMBELAJARAN ................................................................................. 2


B. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN ........................................................................ 2
C. MATERI PEMBELAJARAN.................................................................................... 2
C.1 Limbah Pewarna ........................................................................................................ 2
C.2 Interaksi Cahaya dan Materi ...................................................................................... 2
C.3 Kolorimetri ................................................................................................................ 3
C.4 Pemrosesan Citra ....................................................................................................... 5
D. TUGAS PENDAHULUAN ...................................................................................... 9
E. METODE ................................................................................................................ 10
E.1 Fabrikasi Alat Deteksi ............................................................................................. 10
E.2 Pengambilan Data .................................................................................................... 10
E.3 Pembuatan Algoritma Image Processing ..................................................................11
F. DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................. 16
G. LAMPIRAN ............................................................................................................ 17
Absorbansi Pewarna ................................................................................................ 17
Transmitansi Sumber Cahaya .................................................................................. 17
MSDS Pewarna ....................................................................................................... 18
A. CAPAIAN PEMBELAJARAN
CP-2 : Mampu merancang dan melaksanakan eksperimen dengan metodologi yang benar
serta menganalisis dan menginterpretasi data dengan tepat
CP-5 : Mampu menggunakan teknik, keterampilan, dan peralatan kerekayasaan modern
yang diperlukan dalam bidang teknik fisika
CP-7 : Mampu bekerja sama dalam tim yang interdisiplin dan multidisiplin
CP-9 : Mampu berkomunikasi secara efektif

B. SUB CAPAIAN PEMBELAJARAN


1. Memahami konsep absorpsi cahaya oleh molekul
2. Mampu menggunakan teknik pemrosesan citra digital (digital image processing)
untuk segmentasi citra dan kuantifikasi warna
3. Mampu mengevaluasi kuantifikasi kadar pewarna dengan metode kolorimetri

C. MATERI PEMBELAJARAN
C.1 Limbah Pewarna
Limbah pewarna adalah jenis limbah yang berasal dari industri tekstil, pencetakan,
dan sektor lain yang menggunakan pewarna untuk memberi warna pada berbagai bahan,
seperti kain, kertas, dan plastik. Limbah ini dapat berupa senyawa kimia pewarna, larutan
beracun, atau limbah padat. Limbah pewarna dapat mengandung berbagai senyawa
pewarna yang berbeda, tergantung pada jenis pewarna yang digunakan dalam proses
industri atau aplikasi tertentu. Beberapa contoh senyawa pewarna yang umum ditemukan
dalam limbah pewarna adalah methylene blue, methyl orange, dan brilliant green.
C.2 Interaksi Cahaya dan Materi
Reaksi material terhadap paparan radiasi elektromagnetik (cahaya dalam bentuk
paket energi, foton), disebut juga dengan sifat optik. Dalam interkasinya dengan materi,
intensitas cahaya datang (I0) ke permukaan benda sama dengan jumlah dari intensitas
sinar yang ditransmisikan (IT), diserap (IA), dan dipantulkan (IR) seperti diilustrasikan
pada Gambar 1 (Power et al., 2019).
Gambar 1. Interaksi cahaya dengan materi (Power et al., 2019)
Jika foton yang masuk berinteraksi dengan elektron valensi dan menyalurkan
energinya ke material, maka akan terjadi fenomena yang disebut dengan absorbsi. Jika
energi yang tersimpan tersebut kemudian dipancarkan dalam jumlah yang berbeda, maka
dinamakan emisi. Jika energi dari foton disalurkan ke material dan energi yang identik
segera dipancarkan, maka terjadi fenomena refleksi. Foton juga mungkin tidak
berinteraksi dengan struktur elektronik material dan langsung diteruskan, dalam hal ini
terjadi transmisi. Dalam transmisi, kecepatan foton dapat berubah dan mungkin terjadi
pembiasan sehingga sebagian kecil cahaya yang datang dapat dihamburkan dengan
frekuensi yang berbeda.
C.3 Kolorimetri
Kolorimetri adalah sebuah teknik deteksi yang menggunakan senyawa yang dapat
mengakibatkan perubahan warna terhadap objek yang ingin dideteksi, perubahan warna
yang terjadi diharapkan dapat diukur menggunakan mata ataupun suatu instrumen (Wang
et al., 2015). Mudahnya pembacaan, eksperimen yang relatif sederhana, biaya yang
rendah, reliable, sensitif, serta mudah dimodifikasi adalah keunggulan dari teknik
kolorimetri ini (Wang et al., 2015). Kuantifikasi dilakukan dengan mengamati perubahan
warna yang terjadi dengan sensor kamera digital berupa scanner ataupun kamera
smartphone sehingga jumlah cahaya dapat dikur secara kuantitatif (Akyazi et al., 2018).
Sederhananya, kolorimetri dapat mendeteksi melalui perubahan warna dan
mengkuantifikasi melalui intensitas warna pada kertas dalam beberapa model warna
seperti RGB, CMYK, dan HSV.
Gambar 2. Model warna
a. RGB
RGB merupakan model warna aditif, artinya suatu warna didapatkan dengan
menambahkan berbagai jumlah warna primernya, yaitu red, green, dan blue. Nilai
intensitas RGB merepresentasikan total foton yang diterima di daerah spektrum
warna merah, hijau, dan biru. Ketika ketiganya berada pada intensitas tertinggi, maka
didapatkan warna putih. Ketika ketiga tidak ada, maka hasilnya akan berwarna hitam.
b. CMYK
CMYK merupakan model warna substraktif yang terdiri dari ruang warna cyan,
magenta, yellow, dan key (hitam). Dalam CMYK, warna diciptakan dengan
mengurangi jumlah warna primer yang berbeda dengan latar belakang putih.
Contohnya, apabila kita mencampurkan warna cyan, magenta, dan kuning, maka
hasilnya akan menjadi hitam. Huruf “K” pada CMYK merepresentasikan
penambahan warna hitam untuk meningkatkan kedalaman dan detial pada gambar
yang dicetak.
c. HSV

Gambar 3. Ilustrasi ruang warna RGB dan HSV


HSV merupakan representasi alternatif dari warna yang berasal dari nilai
intensitas merah, hijau, dan biru dari ruang warna RGB. HSV adalah singkatan dari
hue, saturation, dan value, dan merupakan model warna yang digunakan untuk
mendeskripsikan dan merepresentasikan warna dengan cara yang lebih intuitif
dibandingkan model warna RGB dan CMYK.
Secara umum, hue adalah representasi numerik dari panjang gelombang dominan
dari sebuah warna pada ruang warna RGB. Ruang warna hue membagi panjang
gelombang cahaya tampak menjadi tiga wilayah yang sesuai dengan warna merah
pada sudut 0°, hijau pada sudut 120°, dan biru pada sudut 240°. Perhitungan nilai hue
(H) melalui intensitas RGB cukup kompleks dan tergantung pada beberapa kondisi.
Saturation atau saturasi menunjukkan intensitas warna dominan pada sebuah panjang
gelombang (Cantrell et al., 2010).
Nilai saturasi yang tinggi berarti warnanya lebih pekat dan cerah, sedangkan nilai
saturasi yang rendah menghasilkan versi warna yang lebih pudar atau keabu-abuan.
Saturasi dinyatakan dalam persentase, dengan 100% jenuh penuh dan 0% desaturasi
penuh (skala grayscale).
Value mewakili kecerahan suatu warna. Value yang lebih tinggi berarti warna
yang lebih terang atau lebih bercahaya, sedangkan value yang lebih rendah berarti
warna yang lebih gelap. Value umumnya dinyatakan dalam persentase, dengan 100%
berarti paling terang dan 0% berarti gelap.
Konversi intensitas warna dalam RGB ke dalam model warna HSV diawali dengan
normalisasi. Misal, nilai intensitas pada ruang warna RGB yang sudah dinormalisasi
masing-masing dinyatakan dengan R, G, dan B. Selisih antara intensitas tertinggi (Imax)
dan terendah (Imin) di antara ketiga nilai RGB dinyatakan dengan D. Maka, untuk
mendapatkan intensitas hue (H), saturation (S), dan value (V), digunakan persamaan
berikut:
0 + (𝐺 − 𝐵)/𝐷 , 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 𝑅
𝐻 = 60° × {2 + (𝐵 − 𝑅)/𝐷 , 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 𝐺
4 + (𝑅 − 𝐺)/𝐷 , 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 𝐵
𝐷/𝐼𝑚𝑎𝑥 𝐼𝑚𝑎𝑥 > 0
𝑆 = 100% × {
0 𝐼𝑚𝑎𝑥 = 0
𝑉 = 𝐼𝑚𝑎𝑥 × 100%
C.4 Pemrosesan Citra
Pemrosesan citra (image processing) adalah metode dalam memanipulasi nilai
numerik dari suatu piksel pada citra dengan algoritma tertentu sehingga diperoleh data
yang dapat dianalisis. Aplikasi pemrosesan citra antara lain adalah pencitraan medis,
sistem kontrol lalu lintas, lokasi objek pada citra satelit, dan penginderaan mesin. Dalam
deteksi dan kuantifikasi kolorimetri, image processing digunakan untuk segmentasi citra
dengan metode thresholding, penentuan region of interest (ROI), dan kalkulasi intensitas
warna pada model warna tertentu (Russell et al. 2022).
Salah satu modul dalam Python yang dapat digunakan untuk pemrosesan citra adalah
OpenCV. OpenCV (Open Source Computer Vision Library) merupakan perpustakaan
perangkat lunak sumber terbuka yang sangat populer untuk pemrosesan citra dan
penglihatan komputer. OpenCV digunakan bersamaan dengan Python untuk berbagai
tugas pemrosesan citra, seperti deteksi objek, pengenalan wajah, pengolahan gambar,
pelacakan objek, dan banyak lagi.
a. Pemrosesan Awal Gambar (Image Preprocessing)
Pemrosesan awal gambar merupakan langkah penting dalam banyak aplikasi
vision computation dan machine learning. Pemrosesan meliputi pengondisian
gambar agar lebih sesuai untuk dianalisis dan dapat membantu meningkatkan kinerja
algoritma yang memproses gambar. Beberapa metode untuk melakukan
preprocessing meggunakan Python dan OpenCV adalah:
1. Resizing
Salah satu langkah preprocessing yang umum adalah mengubah ukuran
gambar ke ukuran yang konsisten. Metode ini berguna apabila gambar-gambar
yang dimiliki dalam ukuran yang berbeda atau ingin mengurangi jumlah data.
Untuk mengubah ukuran gambar di OpenCV, digunakan argumen
cv2.resize(image, (200, 200)).

2. Cropping
Langkah lainnya adalah memotong gambar untuk menghilangkan area yang
tidak diinginkan. Untuk memotong gambar di OpenCV, digunakan notasi
image[y:y+h, x:x+w] dengan (x, y) adalah sudut kiri atas pemotongan dan

(w, h) adalah lebar dan tinggi pemotongan.


3. Noise Reduction
Gambar seringkali mengandung noise, yang dapat mengganggu algoritma
pemrosesan gambar. Untuk mengurangi noise pada gambar, dapat
menggunakan teknik seperti blurring atau median filtering. Untuk
memburamkan gambar di OpenCV, Anda dapat menggunakan fungsi
cv2.GaussianBlur atau cv2.MedianBlur.
4. Grayscale
Seringkali, mengonversi gambar ke grayscale dapat memudahkan pemrosesan
gambar. Konversi ini dapat mengurangi jumlah data yang dikerjakan dan
mempermudah mengekstrak fitur dari gambar. Untuk mengonversi gambar
menjadi grayscale di OpenCV, digunakan argumen cv2.cvtColor(image,
cv2.COLOR_BGR2GRAY)
b. Thresholding

Image thresholding merupakan teknik yang digunakan dalam computer vision


yang memiliki berbagai aplikasi, termasuk segmentasi citra, deteksi objek, dan
pengenalan karakter. Ambang adalah nilai yang memiliki dua wilayah di kedua
sisinya, yaitu di bawah ambang atau di atas ambang. Berikut ini merupakan beberapa
metode thresholding:
1. Simple Thresholding
Merupakan teknik dasar yang memberikan nilai biner untuk setiap piksel
berdasarkan nilai ambang global. Ini efektif ketika gambar memiliki kondisi
pencahayaan yang konsisten dan pemisahan latar belakang-depan yang jelas.
Namun, ketika gambar mengandung kondisi pencahayaan yang beragam atau latar
belakang yang kompleks, teknik pengambangan ambang adaptif lebih sesuai.
Teknik-teknik ini menyesuaikan nilai ambang secara dinamis untuk setiap piksel
berdasarkan lingkungan lokalnya, sehingga memungkinkan segmentasi yang
lebih baik dan deteksi objek yang akurat.
2. Otsu’s Method
Metode Otsu adalah teknik yang banyak digunakan untuk secara otomatis
menentukan nilai ambang optimal dalam segmentasi citra. Ini menghitung
ambang dengan memaksimalkan variasi antar-kelas dari nilai piksel, yang secara
efektif memisahkan wilayah latar depan dan latar belakang. Metode ini sangat
berguna ketika berurusan dengan citra yang memiliki distribusi intensitas bimodal
atau multimodal, karena dapat mengidentifikasi ambang dengan akurat yang
paling baik memisahkan berbagai objek atau wilayah berbeda dalam citra.

Untuk thresholding pada OpenCV, digunakan fungsi cv2.threshold untuk


mengubah gambar grayscale menjadi binary image dengan menentukan nilai
intensitas ambang (threshold) dan maksimum menggunakan persamaan berikut:

Untuk melakukan thresholding, argumen yang diberikan adalah:


thresh_value, image_result = cv2.threshold(image, min, max, cv2.
THRESH_METHOD)
Argumen pertama adalah gambar yang akan di-threshold, yang seharusnya berupa
gambar grayscale. Argumen kedua adalah nilai ambang yang digunakan untuk
mengklasifikasikan nilai piksel. Argumen ketiga adalah nilai maksimum yang
diberikan pada nilai piksel yang melebihi ambang batas. OpenCV menyediakan
berbagai jenis ambang batas yang diberikan oleh parameter keempat dari fungsi
tersebut. Metode ini mengembalikan dua output. Yang pertama adalah ambang batas
yang digunakan dan output kedua adalah gambar yang di-threshold.

c. ROI (Region of Interest)


Setelah dilakukan segmentasi objek, diperlukan penentuan bentuk objek sehingga
didapatkan region of interests (ROI) yang akan digunakan untuk berbagai proses
selanjutnya. ROI merupakan bagian dari sebuah gambar yang ingin difilter atau
dioperasikan dengan cara tertentu. ROI digambarkan sebagai gambar masker biner.
Dalam gambar masker, piksel-piksel yang termasuk dalam ROI diatur ke nilai 1,
sedangkan piksel di luar ROI diatur ke nilai 0. ROI bisa dalam bentuk apa saja,
lingkaran, persegi, persegi panjang, segitiga.
d. Kuantifikasi Warna
Pada OpenCV, gambar didefinisikan sebagai array yang berisi data intensitas
warna (0-255) dalam suatu model warna pada setiap pikselnya. Untuk
mengkuantifikasi nilai RGB pada suatu citra, maka diperlukan data yang mengenali
intensitas warna dalam model warna RGB. Kuantifikasi warna pada suatu citra
dilakukan dengan memisah kanal RGB pada gambar. Untuk mendapatkan intensitas
warna pada RGB kita tinggal merata-ratakan nilai R,G,B pada setiap piksel dengan
memberi kondisi alpha lebih dari nol atau pada piksel yang tidak transparan.

D. TUGAS PENDAHULUAN
1. Jelaskan mekanisme absorpsi cahaya oleh zat! Elaborasikan penjelasan Anda
dengan ilustrasi dan diagram.
2. Jelaskan hubungan warna zat dengan spektrum absorpsi optik dari zat!
3. Buatlah diagram blok sistem fotonika dari praktikum ini!
E. METODE
E.1 Fabrikasi Alat Deteksi

Alat deteksi kolorimetri dibuat berbentuk persegi untuk membantu dalam


pengambilan gambar sampel pada kuvet dengan menggunakan smartphone. Sasis alat
yang berdimensi 10 ⨯ 3,2 ⨯ 3,6 cm dibuat dengan menggunakan 3D Printer dengan
filamen PLA. Sumber cahaya yang digunakan adalah LED Strip 3 Warna red, green, dan
blue yang dapat dikombinasikan menjadi warna sekunder magenta, cyan, dan yellow.
Reflektor dan diffuser ditambahkan pada sumber cahaya agar cahaya yang dihasilkan dan
mengenai kuvet terdistribusi merata. LED yang digunakan disuplai dengan listrik DC 12
V dengan konfigurasi kabel seperti gambar berikut.

E.2 Pengambilan Data


Larutan pewarna disiapkan dengan mencampurkan masing-masing pewarna, yakni
eosin dan briliant green sebanyak 0.01 mg, cresol red sebanyak 0.005 mg, dan methylene
blue sebanyak 0.0025 mg ke dalam larutan 50ml akuades. Selanjutnya, masing-masing
pewarna dibuat menjadi 11 variasi komposisi dan dilakukan pengambilan citra
menggunakan smartphone dengan bantuan lampu LED yang divariasikan menjadi 7
variasi warna, yaitu red, green, blue, magenta, cyan, yellow, dan white.
Variasi konsentrasi (µg/ml)
Pewarna
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Eosin 0 0.014 0.026 0.037 0.046 0.055 0.062 0.069 0.075 0.081 0.086
Brilliant
0 0.014 0.026 0.037 0.046 0.055 0.062 0.069 0.075 0.081 0.086
Green
Cresol
0 0.007 0.013 0.018 0.023 0.027 0.031 0.034 0.038 0.040 0.043
Red
Methylene
0 0.003 0.007 0.009 0.012 0.014 0.016 0.017 0.019 0.020 0.021
Blue

1. Kuvet plastik dengan dimensi 1cm ⨯ 1cm disiapkan dan ditambahkan 2ml
akuades.
2. Kuvet kemudian dimasukkan ke dalam alat deteksi lalu dilakukan pengambilan
gambar dengan masing-masing konfigurasi warna lampu LED. Parameter kamera
(focus, ISO, shutter speed, W/B) perlu dipastikan bernilai tetap agar gambar yang
diperoleh konsisten.
3. Kuvet kemudian dikeluarkan dan ditambahkan 150 µL larutan pewarna. Kuvet
dimasukkan kembali kedalam alat dan dilakukan pengambilan gambar.
4. Langkah ke-3 diulangi hingga penambahan larutan pewarna ke 10.
5. Pemrosesan citra dilakukan terhadap masing-masing larutan pada setiap warna
LED. Karakteristik statis meliputi linieritas, sensitivitas, LOD, dan LOQ
dievaluasi terhadap sistem kolorimetri yang telah dibuat.
E.3 Pembuatan Algoritma Image Processing
Pembuatan algoritma image processing dilakukan menggunakan platform Google
Colab. Pastikan Python sudah terinstall pada komputer atau laptop yang digunakan.
Pemrograman pada Google Colab memerlukan koneksi internet yang stabil. Sebelumnya,
unggah seluruh citra yang akan diproses ke Google Drive dan pastikan sudah memberikan
akses untuk edit file.
1. Buat notebook baru pada Google Colab.

2. Install OpenCV

3. Install Numpy

4. Akses Google Drive dari Colab, pilih “Connect to Google Drive”

5. Copy path directory folder


6. Import folder

7. Import OpenCV dan Numpy

8. Read and show image

9. Konversi gambar dala, RGB ke Grayscale. Skala pada model warna Grayscale
ditunjukkan pada gambar berikut:
10. Thresholding gambar. Nilai min dan max diatur dengan menyesuaikan gambar
grayscale dengan skala grayscale di atas.

11. Membuat contour pada area ROI.


12. Apabila area yang terdeteksi lebih dari satu, maka diperlukan pengondisian area.
Cek area semua contour dan ambil area yang paling besar.

13. Kemudian crop gambar berdasarkan area yang diinginkan.

14. Split kanal red(R), green(G), dan blue (B) pada gambar.

15. Dengan Numpy, hitung rata-rata nilai RGB pada gambar.


F. DAFTAR PUSTAKA
Akyazi, T., Basabe-Desmonts, L., & Benito-Lopez, F. (2018). Review on microfluidic
paper-based analytical devices towards commercialisation. In Analytica Chimica
Acta (Vol.1001). https://doi.org/10.1016/j.aca.2017.11.010
Cantrell, K., Erenas, M. M., De Orbe-Payá, I., & Capitán-Vallvey, L. F. (2010). Use of
the hue parameter of the hue, saturation, value color space as a quantitative
analytical parameter for bitonal optical sensors. Analytical Chemistry, 82(2).
https://doi.org/10.1021/ac901753c
Power, A. C., Chapman, J., Chandra, S., & Cozzolino, D. 2019. 6 – Ultravioletvisible
spectroscopy for food quality analysis. In J. Zhong & X. Wang (Eds.), Evaluation
Technologies for Food Quality (pp. 91–104). Woodhead Publishing.
Russell, Steven M., Alejandra Alba-Patiño, Andreu Vaquer, Antonio Clemente, and
Roberto de la Rica. 2022. “Improving the Quantification of Colorimetric Signals in
Paper-Based Immunosensors with an Open-Source Reader.” Sensors 22(5). doi:
10.3390/s22051880.
Wang, X. Y., Sun, W. W., Wu, Z. F., Yang, H. Y., & Wang, Q. Y. (2015). Color image
segmentation using PDTDFB domain hidden Markov tree model. Applied Soft
Computing, 29, 138–152. https://doi.org/10.1016/J.ASOC.2014.12.023
LAMPIRAN
Absorbansi Pewarna

• Green= 410, 630


• Red= 515, 540
• Blue=665
• Eosin=517

Transmitansi Sumber Cahaya

Blue 454 nm Magenta 454 & 620 nm


Green 507 nm Cyan 454 & 507 nm
Red 620 nm Yellow 507 & 620 nm
MSDS Pewarna
1. Brilliant Green www.labchem.com/tools/msds/msds/LC11795.pdf
2. Cresol Red www.merckmillipore.com/ID/id/product/msds/MDA_CHEM-105225
3. Eosin www.merckmillipore.com/ID/id/product/msds/MDA_CHEM-115935
4. Methylene Blue www.labchem.com/tools/msds/msds/LC16850.pdf

Anda mungkin juga menyukai