Anda di halaman 1dari 42

PROGRAM BACK TO SPORT

PADA ATLET TAEKWONDO

Oleh:
Tahta Syam’utama, S.Pd. Gr
Maria Kristiana Olivia
dr Arif Budi Santoso
dr Rino Orleans Adam
dr Monica Morratha Sihombing, MM
dr Martinus Hanandito NPL M.M, MARS, FISQua
dr Dea Prista Agatha, SpOT
dr Jaka Fatria Yudhistira, SpOT (K)
dr Hindun Zuhdiana, SpKFR
dr Adisti Anjarwadi, SpKFR
dr Dian Wahyuni, SpGK
dr Desy, SpN
dr Ari Ratna Manikam, SpKFR

PELATIHAN DAN SERTIFIKASI AIFO KLINIS


10 - 14 AGUSTUS 2023
DKI JAKARTA
DAFTAR ISI

BAB I DASAR TEORI.......................................................................................................2


1.1. Fraktur Bennet.................................................................................................... 2
1.2. Fraktur Boxer...................................................................................................... 5
1.3. Tatalaksana Rehabilitasi Boxer’s Knuckle dan Bennet’s Fraktur........................8
1.4. Taekwondo....................................................................................................... 16
1.5. Cedera Pada Taekwondo.................................................................................18
BAB II LAPORAN KASUS..............................................................................................20
2.1. Data Atlet.......................................................................................................... 20
2.2. Program Latihan Pada Tahap Persiapan Umum..............................................20
2.3. Perhitungan kebutuhan cairan saat Latihan......................................................22
2.4. Penentuan dan evaluasi target performa/kondisi fisik.......................................29
BAB III KESIMPULAN DAN SARAN..............................................................................38
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................................40

1
BAB I
DASAR TEORI

1.1. Fraktur Bennet


1.1.1. Patoanatomi

Fraktur subluksasi dari sendi carpometacarpal ibu jari tangan. Fraktur ini dinamai
berdasarkan Prof. Edward Hallaran Bennett yang mendeskripsikan garis fraktur oblik
pada dasar tulang dan memisahkan permukaan sendi yang cukup luas sehingga
menyerupai subluksasi dorsal dari metakarpal pertama. Mekanisme fraktur ini dapat
disebabkan oleh beban aksial pada jempol yang sedang tertekuk. Fragmen volar dari
fraktur masih menempel pada sendi, tapi tarikan abductor pollicis longus dan
adductor pollicis, serta kelandaian trapezium menyebabkan subluksasi sendi
carpometacarpal.

Gambar 1. Fraktur Bennet


1.1.2. Diagnosis

Nyeri dan bengkak di pangkal ibu jari tangan. Diagnosa dapat dilakukan dengan x-
ray proyeksi anteroposterior, lateral dan oblik. Proyeksi khusus seperti Robert’s
view, Bett’s view atau stress radiographs juga dapat dilakukan untuk mendapatkan
informasi tambahan.

2
Gambar 2. Klasifikasi Gredda
Klasifikasi Gredda:

● Type 1: fragmen ulnar tungal dan subluksasi dasar metakarpal

● Type 2: fraktur impaksi tanpa subluksasi metakarpal

● Type 3: avulsi ulnar kecil dan dislokasi metakarpal

1.1.3. Tatalaksana

Oleh karena kasus ini merupakan kasus fraktur dislokasi, maka fraktur ini sebaiknya
dilakukan reduksi dan fiksasi internal. Tatalaksana dengan gips ditemukan memiliki
hasil yang buruk. Reduksi dapat dilakukan secara tertutup dengan traksi aksial searah
abduksi palmar dan pronasi sambal menekan pangkal metakarpal pertama. Ekstensi
jempol (posisi hitchhiker) tidak boleh dilakukan karena dapat menyebabkan
pergeseran fraktur. Fiksasi dapat dilakukan menggunakan pinning wire atau
interfragmentary screws. Percutaneous pinning menggunakan panduan fluoroskopi
setelah dilakukan reduksi, dan dapat diterima apabila pergeseran <2mm. Jika pinning
sulit dilakukan, maka perlu dilakukan reduksi terbuka menggunakan insisi Wagner.

3
Gambar 3. Percutaneous pinning fixation pada fraktur Bennet

Gambar 4. ORIF screw pada fraktur Bennet


Imobilisasi dengan thumb spica selama 4 minggu dilakukan setelah pinning. Pinning
dilepas setelah 6 minggu. Latihan ROM aktif dapat dilakukan pada pasien yang
dilakukan setelah 5-10 hari fiksasi screw. Kembali berolahraga dapat dilakukan 2-3
minggu pasca operasi pada tangan non dominan, dan 6-10 minggu pasca operasi
pada tangan dominan.

Gambar 5. Imobilisasi pada Fraktur Bennet

4
1.2. Fraktur Boxer
1.2.1. Pathoanatomi

Fraktur pada ujung proksimal (head) tulang metacarpal kelima ketika tulang tersebut
mendapatkan benturan energi kuat secara aksial pada saat tangan digenggamkan,
sehingga terjadi angulasi dengan apeks pada sisi dorsal akibat tarikan otot
interosseous tangan. Walaupun kerap disebut boxer, namun fraktur ini tidak terjadi
pada petinju professional, melainkan pada petinju amatir dikarenakan teknik meninju
yang salah.

1.2.2. Diagnosis
Gejala awal yang ditemukan pada fraktur Boxer adalah berupa nyeri dan bengkak,
yang dapat disertai lebam/hematoma pada area fraktur (pangkal jari kelingking).
Nyeri terutama dirasakan pada saat pergerakan jari kelingking atau ditekan. Depresi
atau rotasi dari jari kelingking juga dapat ditemukan.

Gambar 6. Gejala Fraktur Boxer


Diagnosa dapat dilakukan dengan x ray proyeksi anteroposterior, lateral dan oblik,
dengan menentukan derajat angulasi dari kepala metakarpal. Derajat angulasi kepala
metakarpal yang normal adalah 15°.

5
Gambar 6. Gambaran radiologi fraktur Boxer’s

1.2.3. Tatalaksana
Fraktur tertutup, tidak teregulasi atau rotasi dapat ditatalaksana dengan imobilisasi
ulnar gutter splint (gips), atau buddy taping. Posisi splinting/gips perlu dilakukan
dalam posisi ekstensi wrist 20°, serta fleksi sendi MCP dan IP 60-70°. Gips dipasang
selama 3 minggu, diikuti dengan latihan ROM dan kembali ke olahraga setelah 3
minggu pada tangan non dominan (dan 6 minggu pada tangan dominan) dengan splint
protektif sampai 6 minggu pasca cedera serta buddy tapping (jari yang patah
dirapatkan dengan jari sebelah) untuk latihan ROM saat tidak olahraga. Deformitas
rotasional dapat dicegah dengan buddy taping, ditambah lagi kepuasan pasien dan
dapat lebih cepat kembali bekerja.

Gambar 7. Pemasangan splint dan body tapping

Angulasi berat dapat direduksi secara tertutup dengan maneuver Jahss. Fraktur dengan
angulasi berat biasanya sulit dipertahankan reduksinya tanpa fiksasi internal.

6
Gambar 8. Maneuver Jahss

Indikasi dari tatalaksana operatif (reduksi dan fiksasi internal) pada fraktur Boxer
antara lain:

● Fraktur terbuka (dengan luka): irigasi dan debridement dilanjutkan reduksi dan

fiksasi internal

● Fraktur compound atau multipel

● Fraktur intraartikular

● Pergeseran fragmen fraktur lebih dari 1 mm

● Angulasi volar lebih dari 40°

● Pemendekan lebih dari 5 mm

● Gagal reduksi tertutup

● Deformitas rotasional

Fiksasi internal dapat dilakukan dengan k-wire (Bouquet), miniplate, atau Herbert
screw.

7
Gambar 8. ORIF pada fraktur Boxer’s

Jika fiksasi dilakukan dengan miniplate atau Herbert screw dapat langsung melakukan
latihan ROM dini, namun bila dengan wire masih perlu dilakukan imobilisasi pasca
operasi hingga sekitar 6 minggu dengan splint protektif. Kembali berolahraga dapat
dilakukan 4-5 minggu pasca operasi pada tangan non dominan, dan 6-10 minggu pasca
operasi pada tangan dominan.

1.3. Tatalaksana Rehabilitasi Boxer’s Knuckle dan Bennet’s Fraktur


1.3.1. Tatalaksana Rehabilitasi Boxer’s Knuckle.
1. Rehabilitasi 1-3 minggu post operatif

● Static ulnar gutter splint untuk jari IV dan V. Splint diposisikan fleksi 70-

90o pada sendi MCP, sedangkan sendi PIP dan DIP pada posisi ekstensi
penuh. Splint harus dapat dilepas, untuk memberi waktu latihan pada sendi.

● Latihan gerak sendi aktif untuk sendi MCP, PIP, dan DIP dapat dilakukan 3-

5x/hari dengan 10-15 repetisi, hindarkan stress lateral.


2. Rehabilitasi 4-6 minggu post operatif

● Splint dapat dilepas apabila nyeri dan edema tidak ada lagi.

● Latihan gerak sendi pasif, latihan tendon gliding, peregangan fleksi dan

ekstensi menggunakan papan sudah dapat dilakukan.

8
3. Rehabilitasi 6-12 minggu post operatif

● Pada fase ini dapat di mulai latihan penguatan sesuai toleransi. Latihan

penguatan dapat dilakukan dengan latihan theraputty, power web, dan hand
grippers.

● Latihan gerak sendi pasif flexi dan ekstensi, serta peregangan dengan board

masih dilanjutkan untuk mencegah terjadinya kekakuan sendi.

● Pasien sudah dapat mulai kembali aktif menggunakan tangannya untuk

bekerja.
1.3.2. Rehabilitasi Bennet’s fracture.
1. Rehabilitasi 10-14 hari post operatif

● Diperlukan control edema, dapat dilakukan dengan perband elastis atau

stoking elastis.

● Statik splint untuk jari jempol dan pergelangan tangan dengan sendi IP

yang bebas. Splint dipakai berkelanjutan kecuali pada saat Latihan


dilakukan.

● Splint harus pas ukurannya dengan posisi jari jempol di tengah-tengah

antara abduksi radial dan palmar.


2. Rehabilitasi 6 minggu post operatif

● Latihan aktif ROM dan geltle pasif ROM dapat dimulai untuk jempol pada

Gerakan fleksi, ekstensi, abduksi, aduksi dan sirkumduksi.

● Thumb spica splint dilanjutkan pemakaiannya

● NMES dapat ditambahkan jika diperlukan untuk memfasilitasi fleksi sendi

IP.
3. Rehabilitasi 7 minggu post operatif

● Dynamic flexion splinting ditambahkan apabila terjadi kekakuan dorsal

pada sendi MP atau IP jari jempol.

9
● Splint dipakai 3-4 x/hari selama 45 menit.

4. Rehabilitasi 8 minggu post operatif

● Splint static untuk pergelangan tangan dan jari jempol sudah tidak perlu

digunakan lagi, kecuali pada saat mengangkat berat.

● Gentle strengthening harus mulai dilatih untuk pergelangan tangan dan jari

jempol.
5. Rehabilitasi 10 minggu post operatif

● Pasien sudah dapat menggunakan kembali tangannya secara aktif dalam

aktivitas sehari-hari
1.3.3. Terapi menggunakan modalitas fisik
Tujuan : membantu mempersiapkan dan mendukung jaringan otot dan sendi untuk
mendapatkan fleksibilitas yang lebih baik, dan mengurangi nyeri saat sendi
digerakkan pada lingkup gerak sendi maksimal.
Program: Infra-red radiation, Ultrasound diathermy, Trancutaneus Electrical Nerve
Stimulation, 3x/minggu
1.3.4. Terapi Latihan pergelangan Tangan dan jari tangan
1.3.4.1. Loosening
1. Gerakan Flexi dan Extensi wrist
Posisi : Duduk
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian pergelangan tangan
dengan gerakan fleksi dan ekstensi pada pergelangan tangan secara
berurutan
Frekuensi : 4x8

10
2. Gerakan inversi dan eversi wrist
Posisi : Duduk
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian pergelangan tangan
dengan gerakan inversi dan eversi pada pergelangan tangan secara
berurutan
Frekuensi : 4x8

3. Gerakan
flexi dan extensi jari tangan
Posisi : Duduk
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian jari tangan dengan
gerakan fleksi dan ekstensi pada ibu jari secara berurutan
Frekuensi : 4x8

1.3.4.2. Stretching
1. Gerakan flexi dan extensi wrist
Posisi : Duduk
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian pergelangan tangan
dengan gerakan fleksi dan ekstensi secara maksimal (tangan yang lain
dapat membantu menekan atau orang lain)
Frekuensi : 2x8

11
2. Gerakan rotasi wrist
Posisi : Duduk
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian pergelangan tangan
dengan gerakan rotasi secara penuh
Frekuensi : 2x8

3. Gerakan supinasi dan pronasi wrist


Posisi : Duduk
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian pergelangan tangan
dengan gerakan supinasi dan pronasi (dengan cara dibantu oleh orang lain,
kemudian orang tersebut melakukan perlawanan atau dorongan saat
melakukannya)
Frekuensi : 2x8

4. Gerakan flexi dan extensi jari tangan


Posisi : Duduk

12
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian jari tangan dengan
gerakan fleksi dan ekstensi secara maksimal
Frekuensi : 2x8

1.3.4.3. Strengthening
1. Gerakan pronasi dan supinasi
Posisi : Duduk
Gerakan : Lakukan gerakan pada persendian pergelangan tangan
dengan gerakan supinasi dan pronasi (dengan cara dibantu oleh orang lain,
kemudian orang tersebut melakukan perlawanan atau dorongan saat
melakukannya) ditahan selama 5 detik.
Frekuensi : 2x8

2. Gerakan spherical volar grip


Posisi : Duduk dengan memegang taekwondo
Gerakan : remaslah taekwondo sekuat tenaga, dengan menahan
selama 5 detik
Frekuensi : 2x8

3. Gerakan grasp

13
Posisi : Duduk dengan kain kecil dan tebal diletakkan di meja
Gerakan : remaslah kain tersebut menggunakan jari kemudian
gulung dan tekanlah kain dengan kuat serta remaslah apabila telah
tergulung hingga mendekati seperti
Frekuensi : 2x8

4. Gerakan push
Posisi : Berdiri di dekat dinding atau pintu atau almari, dengan
telapak tangan dalam posisi fleksi-supinasi yang telah menempel pada
diding.
Gerakan : Dalam gerakan tersebut lakukanlah dorongan ke arah
dinding tersebut dan tahan selama 6 detik
Frekuensi : 2x8

5. Grip Strength
Posisi : Duduk dengan memegang di tangan
Gerakan : Remaslah dengan sekuat tenaga dengan menahan selama
5-10 detik
Frekuensi : 2x8

14
6. Weight bearing modifications
Posisi : Seperti melakukan push up
Gerakan : lakukan gerakan seperti push up yaitu dari tidur kemudian
tangan hingga ekstensi maksimal dan kemudian diturunkan kembali. (Dan
hal ini bisa juga menggunakan alat ataupun non alat seperti dumbell,
barbell towel, plate, dan TPX atau Ring)
Frekuensi : 3-4 set, dengan 8-12 repetisi, dan dilakukan 2-3 kali/
minggu

7. Wirst and forearm strengthening


Posisi : Duduk dengan membawa dumbell

15
Gerakan : Lakukan gerakan Fleksi, Ekstensi, Radial deviaso, ulnar
deviasi, pronasi dan supinasi. Dan dalam gerakan tersebut dapat kita
tambahin beban seperti dumbell. Lakukan gerakan selambat mungkin,
supaya dapat efektif gerakan tersebut dalam melakukan rehabilitasi.
Frekuensi : 3-4 set, dengan 8-12 repetisi, dan dilakukan 2-3 kali/
minggu.

1.4.
Taekwondo

Taekwondo adalah olahraga beladiri modern yang berakar pada beladiri tradisional
Korea. Taekwondo mempunyai banyak kelebihan tidak hanya mengajarkan aspek fisik semata,
seperti keahlian bertarung, melainkan juga sangat menekankan pengajaran aspek disiplin mental.
Artinya Taekwondo akan membentuk sikap mental yang kuat dan etika yang baik bagi orang
yang secara sungguh sungguh mempelajarinya dengan benar. Serta Taekwondo mengandung
aspek filosofi yang mendalam sehingga dengan mempelajari Taekwondo, pikiran, jiwa, dan raga
kita secara menyeluruh akan ditumbuhkan dan dikembangkan.Taekwondo yang terdiri dari 3
kata yaitu Tae berarti kaki/menghancurkan dengan teknik tendangan, Kwon berarti
tangan/menghantam dan mempertahankan diri dengan teknik tangan, serta Do berarti seni/cara
mendisiplinkan diri, Yoyok S. (2003, hlm. xv). Maka jika diartikan Taekwondo menurut Yoyok

16
S. (2003, hlm. xv) adalah “seni atau cara mendisiplinkan diri atau seni beladiri yang
menggunakan teknik kaki dan tangan kosong”.
Meskipun banyak perbedaan cara pembelajaran dan teknik di antara berbagai organisasi
Taekwondo, seni beladiri pada umumnya menekankan pada teknik tendangan yang dilakukan
dari suatu sikap bergerak, dengan menggunakan daya jangkau dan kekuatan kaki yang lebih
besar untuk melumpuhkan lawan dari kejauhan. Dalam proses latihan Taekwondo meliputi tiga
jenis latihan yaitu rangkaian jurus (poomsae), pemecahan benda keras (kyukpa), dan pertarungan
(kyorugi).
Perkembangan Taekwondo di Indonesia diungkapkan dalam website resmi Pengurus
Besar Taekwondo Indonesia yang menjelaskan bahwa Taekwondo mulai berkembang di
Indonesia pada tahun 1970-an, dimulai oleh aliran Taekwondo yang berkiblat ke ITF
(International Taekwondo Federation) yang pada waktu itu bermarkas besar di Toronto, Kanada.
Aliran ini dipimpin dan dipelopori oleh Gen. Choi Hong Hi. Kemudian berkembang juga aliran
Taekwondo yang berafiliasi ke WTF (World Taekwondo Federation) yang berpusat di Ku Ki
Won, Seoul, Korea Selatan dengan Presiden Dr. Un Yong Kim.
Pada waktu itu, di Indonesia kedua aliran ini masing-masing mempunyai organisasi di
tingkat nasional, yaitu Persatuan Taekwondo Indonesia (PTI) yang berafiliasi ke ITF dipimpin
oleh Letjen. Leo Lopolisa dan Federasi Taekwondo Indonesia yang berafiliasi ke WTF dipimpin
oleh Marsekal Muda Sugiri. Atas kesepakatan bersama dan melihat prospek perkembangan dunia
olahraga tingkat internasional dan nasional, musyawarah nasional Taekwondo pada tanggal 28
maret 1981 berhasil menyatukan kedua organisasi Taekwondo tersebut menjadi organisasi baru
yang disebut Taekwondo Indonesia yang berkiblat ke WTF.
Organisasi ini dipimpin oleh Leo Lopulisa sebagai ketua umumnya, sedangkan struktur
organisasi di tingkat nasionalnya disebut PBTI (Pengurus Besar Taekwondo Indonesia), dan
berpusat di Jakarta. Munas Taekwondo Indonesia pertama pada tanggal 17-18 September 1984
menetapkan Letjen Sarwo Edhie Wibowo (Alm) sebagai ketua umum Taekwondo Indonesia
periode 1984- 1988, maka era baru Taekwondo Indonesia yang bersatu dan kuat dimulai.
Selanjutnya, Taekwondo Indonesia sempat dipimpin oleh Soeweno, Harsudiyono hartas, dan
sekarang oleh Letjen (Mar) Suharto.
Taekwondo yang kita kenal sekarang, mempunyai sejarah yang sangat panjang seiring
dengan perjalanan sejarah Bangsa Korea, asal beladiri ini berasal.Sebutan Taekwondo sendiri

17
baru dikenal sejak 1954, merupakan modifikasi dan penyempurnaan dari berbagi beladiri
tradisional Korea dan olahraga beladiri ini juga sudah dipertandingkan di PON, bahkan
Olimpiade. Latar belakang perkembangan Taekwondo terdiri dari empat kurun waktu yaitu pada
masa kuno, masa pertengahan, masa modern, dan masa sekarang.

1.5. Cedera Pada Taekwondo


Cedera merupakan bagian yang selalu ditakuti oleh para atlet baik atlet daerah , nasional
maupun internasional. Jenis cedera akan Sangat tergantung dari jenis gerak dari masing-masing
cabang olahraganya. Taekwondo merupakan cabang olahraga beladiri yang selalu kontak fisik,
sehingga bayang-bayang cedera akan selalu ada. cedera dalam olahraga taekwondo fight terdapat
beberapa tingkatan, ada yang ringan, sedang, dan parah. Cedera pada olahraga taekwondo
meliputi cedera tungkai dan kaki, lengan dan tangan serta badan dan kepala. Berbagai macam
bagian yang bisa terjadi cedera tersebut merupakan konsekuensi sebagai Seorang atlet
taekwondo fight. Cedera yang terjadi pada olahraga taekwondo dapat diminimalisir dengan
adanya latihan yang serius, antara lain penguatan pada bagian otot, peregangan yang cukup,
perbaikan teknik yang salah serta berhati-hati agar tidak terjadi kecelakaan.
Menurut Tylor, (5: 1991), ada dua jenis cedera yang sering dialami oleh atlet, yaitu
trauma akut dan sindrom yang berlarut-larut. Trauma akut adalah suatu cedera berat yang terjadi
secara mendadak, seperti cedera goresan, robek pada ligamen atau patah tulang karena terjatuh
atau juga karena benturan. Syndrom ini bermula dari adanya suatu kekuatan abnormal dalam
level yang rendah atau ringan, namun berlangsung secara berulang-ulang dalam waktu tertentu.
Taekwondo merupakan olahraga yang sangat rentan dengan cedera. Hal itu dapat
dipahami, karena olahraga taekwondo, terutama kategori kyorugi (tanding), selalu terjadi kontak
anggota badan yang cukup keras. Selain itu olahraga taekwondo mempunyai karakteristik
gerakan yang cepat mendadak. Karakteristik gerak yang demikian akan mudah menimbulkan
cedera jika pemanasannya kurang dan pemberian landasan fisik juga kurang. Oleh karena itu
seorang pelatih harus tahu bagaimana menjaga atlet agar tidak mudah kena cedera.
Cedera ini diakibatkan karena banyaknya benturan yang terjadi karena seorang
taekwondoin menggunakan tangannya untuk menahan serangan rawan. Tetapi cedera ini
biasanya memar-memar, tetapi juga tidak jarang terjadi retak tulang. Pertandingan taekwondo

18
sebenarnya menggunakan pelindung lengan dan tangan, tetapi cedera pada bagian ini tetap
terjadi.
Jika cedera hanya sekedar memar , maka menggunakan metode RICE sudah cukup, tetapi
jika terjadi retak sebaiknya dibawa ke ahlinya. Oleh karena itu latihan penguatan pada lengan
dan tangan sangat diperlukan untuk mengantisipasi benturan yang sangat keras.

19
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. Data Atlet
Nama : Nn. A
Usia : 28 th
Pekerjaan : Atlet Taekwondo
Status antropometri : BB: 62 kg, TB : 165 cm, BMI : 22.8 kg/cm2 (normal)
Denyut nadi istirahat : 60 x / menit
Riwayat penyakit dahulu : Boxer’s Knuckle dan Bennett's fracture 4 bulan yang lalu.
Pasien sudah melewati program rehabilitasi pasca cedera,
siap kembali ke aktivitas olahraga. Latihan return to sport
dilakukan di dojang yang akan dievaluasi setiap 2 minggu
oleh SpKFR

2.2. Program Latihan Pada Tahap Persiapan Umum


Penentuan kebutuhan kalori dapat kita lihat pada tabel berikut dengan menyesuaikan
dengan intensitas latihan yang diberikan pada atlet.

Kal/Kg.Berat Badan/hari

Olahraga Olahraga Olahraga Olahraga


Ringan Sedang Berat Berat Sekali

Pria 42 46 54 62

Wanita 36 40 47 55

Untuk atlet ini, akan menjalani latihan dengan intensitas ringan pada tahap persiapan
umum sehingga, kebutuhan kalori nya adalah :
Kebutuhan energi total = 36 X 62 = 2250 kkal

● Protein : 2/8 x 2250 kkal = 562,5 kkal = 140,6 gram


● Karbohidrat : 5/8 x 2250 kkal = 1406,25 kkal = 351,5 gram
● Lemak : 1/8 x 2250 kkal = 281,25 kkal = 31,2 gram

20
Adapun pemberian asupan makan dapat berupa :
- Nasi / pengganti karbohidrat lain 1050 kkal
- Lauk Hewani 375 kkal
- Lauk Nabati 225 kkal
- Sayur 150 kkal
- Buah 250 kkal
- Susu tinggi protein 260 kkal

Contoh Menu Makanan


Jenis makanan / Pagi Siang Malam
waktu
Makanan Utama -Nasi 200 g -Nasi 200 g -Nasi 200g
-Ayam Kecap 50 g -Ikan bakar 50 g -Ikan tuna filet 50g
(ayam bagian dada) -Sambal goreng -Perkedel tahu 100g
-Omelet (telur 1 btr) tempe 50 g -Telur Balado
-Tahu kukus 100g -Putih telur rebus (bagian putih) 2 butir
-Salad sayur 200g 2 butir -Sayur bayam wortel
-Sup sayuran 200g 200g
Makanan -Jeruk manis 200g -Semangka 200g -Pisang ambon 1
selingan / snack -Susu Tinggi protein -Pepaya 100g buah 50g
1 saji -Susu tinggi protein
1 saji

2.3. Perhitungan kebutuhan cairan saat Latihan

21
Perhitungan Hidrasi dan Kalori Siklus 1

Penghitungan Hidrasi dan Cairan siklus 2


22
Penghitungan Hidrasi dan Cairan Siklus 3

23
Penghitungan Hidrasi dan Cairan Siklus ke 4

24
Penghitungan Hidrasi dan Cairan Siklus ke 5

25
Penghitungan Hidrasi dan Cairan Siklus ke 6

26
Penghitungan Hidrasi dan Cairan Siklus ke 7

27
28
2.4. Penentuan dan evaluasi target performa/kondisi fisik

29
30
2.5. Penggunaan Aplikasi Trainmenow

31
32
33
34
35
36
37
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

1. Untuk atlet ini, akan menjalani latihan dengan intensitas ringan pada tahap persiapan
umum sehingga, kebutuhan kalori nya adalah : Kebutuhan energi total = 36 X 62 =
2250 kcal
2. Kebutuhan cairan pada saat latihan berada pada kisaran 125 ml-250 ml
3. Target kondisi fisik adalah kembali ke kondisi sebelum cedera dan siap untuk
menghadapi pertandingan Kejuaraan Federasi Internasional tahun 2024.
4. Target komposisi tubuh pada atlet ini adalah

38
5. Pada atlet ini dapat kembali ke aktivitas olahraga semula dengan program latihan yang
sesuai dan diikuti dengan baik, mulai TPU, TPK sampai mengikuti pertandingan.

39
DAFTAR PUSTAKA

1. Goru P, Haque S, Verma G G, et al. Bennett’s Fracture Management: A Systematic


Review of Literature. Cureus 2022;14(11): e31340.
2. Carter KR, Nallamothu SV. Bennett Fracture. [Updated 2022 Aug 8]. In: StatPearls
[Internet]. Treasure Island (FL): StatPearls Publishing; 2022 Jan-. Available from:
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK500035/
3. Hussain M, Ghaffar A, Choudry Q, et al. Management of Fifth Metacarpal Neck Fracture
(Boxer's Fracture): A Literature Review. Cureus 2020;12(7): e9442.
4. Padegimas EM, Warrender WJ, Jones CM, Ilyas AM: Metacarpal neck fractures: a
review of surgical indications and techniques. Arch Trauma Res. 2016, 5:e32933.
10.5812/atr.32933
5. Singletary S, Freeland AE, Jarrett CA. Metacarpal fractures in athletes: treatment,
rehabilitation, and safe early return to play. J Hand Ther. 2003;16(2):171-179.
6. Engkos Kosasih, 1993. Teknik dan Program latihan. Jakarta: Balai Pustaka
7. Agus Mukholid. 2004. Pendidikan Jasmani Kelas 1 SMA. Surakarta : Yudistira
8. Tirtawirya, Devi. 2008. Cedera Pada Olahraga Taekwondo.
9. Covarrubias, Natalia. Dkk. The Relationship Between Taekwondo Training Habit And
Injury : A Survey Of A Collegiate Taekwondo Population.
10. Giriwijoyo, H. Y. S. S., & Sidik, D. Z. (2019). Ilmu faal olahraga (fisiologi olahraga).
Remaja Rosdakarya
11. Edwards, W. H. (2010). Motor learning and control: From theory to practice. Cengage
Learning
12. Wirasasmita, R. (2014). Ilmu Urai Olahraga II. Alfabeta: Bandung
13. Kazemi, M., Shearer, H. & Su Choung, Y. Pre-competition habits and injuries in
Taekwondo athletes. BMC Musculoskelet Disord 6, 26 (2005).
https://doi.org/10.1186/1471-2474-6-26
14. Sudijandoko, A. (2000). Perawatan dan Pencegahan cedera. Jakarta: Depdiknas
15. Setiawan, A. (2011). Faktor Timbulnya Cedera Olahraga. Media Ilmu Keolahragaan
Indonesia, 1(1)
16. Graha, A. S., & Priyonoadi, B. (2012). Terapi masase frirage penatalaksanaan cedera
pada anggota gerak tubuh bagian bawah. Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta, 1–109.
17. Stevenson, M. R., Hamer, P., Finch, C. F., Elliot, B., & Kresnow, M. (2000). Sport, age,
and sex specific incidence of sports injuries in Western Australia. British Journal of
Sports Medicine, 34(3), 188– 194
18. Bahr, R., & Holme, I. (2003). Risk factors for sports injuries—a methodological
approach. British Journal of Sports Medicine, 37(5), 384–392.
19. Rajab, W., & Epid, M. (2009). Buku Ajar Epidemiologi untuk mahasiswa kebidanan.
20. Michael S, Daniel SH, Daniela FBR, Mark SR. Hand Fractures. In Hoppenfeld’s
Rehabilitation and Treatment of Fractures. 2nd edition. Philadelphia : Wolters Kluwer.

40
P324 – 331.
21. Boxer’s Fracture / Subcapital Fractuer of The Fifth Metacarpal Bone. Available from:
https://hulc.ca/wp-content/uploads/2019/07/boxer-fracture-protocol.docx
22. Bennet’s Fracture. Outpatients Rehabilitation Care Center. Orthopaedic Protocols.
Southeast Georgia Health System. Available from:
https://www.sghs.org/documents/Rehab-Protocols/bennett-s-fracture-05-13-2013.pdf
23. Wrist Pain, Strain, Sprain, TFCC Rehab. Hand, Forearm Strength & Mobility Exercises.
Available from: https://www.youtube.com/watch?v=QKAiNAhlXac/
24. Novita IA, dr, MPH, PhD. Olahraga Terapi Rehabilitasi Pada Gangguan Musculoskletal.
Edisi 1. Yogyakarta : UNY Press. P233-236
25. Kim HB, Jung HC, Song JK, Chai JH, Lee EJ. A follow-up study on the physique, body
composition, physical fitness, and isokinetic strength of female collegiate Taekwondo
athletes. J Exerc Rehabil. 2015 Feb 28;11(1):57-64. doi: 10.12965/jer.150186. PMID:
25830145; PMCID: PMC4378351.

41

Anda mungkin juga menyukai