Anda di halaman 1dari 8

SUMMARY FOCUS GROUP DISCUSSION (FGD)

KASUS “BLASTING”
UAS TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINERAL

Disusun Oleh:

Angga M Marwa 96211057


Pramudya Budiningtiyas N 96211058
Andina 96211059
Keynan Sanwan 96211060
Margaretha D Gabriel 96211061
Eviona Febriana 96211062
Dhevanda Niken Andiani 96211064
Ezra 96211065
Isak Muzammil 96211067
Oktamiadita Triputri 96211073
Zidan Arib Fakhrezi 96211079
Elman Waruwu 05191020

FAKULTAS TEKNIK INDUSTRI


PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS PERTAMINA
INSTITUT TEKNOLOGI KALIMANTAN
2022
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pada tanggal 09 Maret 2022 telah terjadi bencana alam yaitu longsor pada area peledakan
tambang batubara milik PT KIM saat dilakukannya pengecekan dan persiapan titik ledak. Longsor
diduga disebabkan akibat curah hujan yang tinggi dari satu hari sebelumnya menyebabkan kondisi tanah
menjadi rawan longsor. Terdapat empat korban, dua diantaranya adalah Agus Setiyono (Pengawas
Blasting) dan Wanda (Mekanik) yang tewas akibat terseret longsoran tanah sedangkan dua korban
lainnya berhasil selamat.

Selain empat korban, satu unit alat bor dan 2 ekskavator juga rusak tertimpa material longsor.
Agus Setiyono (pengawas blasting) dan Wanda (Mekanik) bermaksud melakukan pengecekan dan
persiapan lubang titik ledak pada ketinggian +- 50 meter dari permukaan dasar jalan tambang. Tiba-tiba
dari ketinggian +- 100 terjadi longsoran material yang mengakibatkan kedua korban beserta satu unit
alat bor (drilling) terseret longsoran material tanah hingga ke permukaan dasar tanah. Sementara itu di
seputaran terjadinya longsoran juga terdapat dua unit alat berat jenis eskavator yang sedang beroperasi.
Dua operatornya, Pirna Irwansyah dan Riwayat ikut terseret longsoran material tanah. Namun kedua
korban berhasil menyelamatkan diri dari longsoran tanah tersebut. Pirna Irwansyah mengalami luka
berat (patah kaki) sementara Riwayat hanya mengalami luka ringan. Kepala Teknik Tambang PT KIM
menyebutkan bahwa longsor terjadi akibat hujan deras yang mengguyur wilayah tersebut sejak Selasa
sore.

Gambar 1.1 Kasus Pekerja Tewas di PT. KIM

1.2 Tujuan
1. Menginvestigasi penyebab terjadinya kasus pekerja tewas pada PT. KIM
2. Menganalisa pihak-pihak yang memungkinkan berkaitan pada kasus ini
3. Mencari hubungan kasus pekerja tewas pada PT. KIM dengan hukum negara yang berlaku
4. Menganalisis upaya pencegahan agar kasus tidak terjadi kembali di masa depan.

1.3 Manfaat
1. Mengetahui penyebab terjadinya kasus pekerja tewas pada PT. KIM
2. Mendapatkan skema pihak-pihak yang memungkinkan berkaitan pada kasus ini
3. Mengetahui hubungan kasus pekerja tewas pada PT. KIM dengan hukum negara yang berlaku
4. Mengetahui langkah yang sesuai supaya kasus tidak terjadi kembali di masa depan.
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Blasting

Blasting atau peledakan merupakan proses pemberaian material (Rock Cruisening), yang
menggunakan energi ledakan dari hasil reaksi bahan peledak. Menurut teknik sipil, peledakan adalah
proses penghancuran struktur buatan dengan menghancurkan sistem sambungan. Teknik peledakan
yang digunakan tergantung pada tujuan peledakan dan proses pekerjaan selanjutnya yang terkait dengan
hasil peledakan untuk mendapatkan fragmentasi yang seragam dan sesuai dengan ukuran yang
diharapkan maka harus memperhatikan desain peledakan dan keadaan geologi lapisan batuan.
Aktivitas peledakan dipengaruhi oleh dua faktor yaitu sebagai berikut :
● Faktor rancangan yang tidak dapat dikendalikan
Proses terjadi secara alami dan merupakan faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh
kemampuan manusia. Faktor-faktor ini termasuk karakteristik batuan, struktur geologi, paparan
air dan kondisi meteorologi.
● Faktor rancangan yang dapat dikendalikan
Faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan manusia untuk merancang peledakan untuk
menghasilkan hasil ledakan yang diharapkan. Faktor-faktor tersebut adalah diameter lubang
peledakan, kedalaman lubang peledakan, kemiringan lubang peledakan, pola pengeboran, dan pola
peledakan.
Bahan peledak merupakan zat dalam bentuk padat, cair, gas, atau campuran yang jika terkena
panas, gesekan, atau ledakan, berubah menjadi zat lain yang lebih stabil secara kimia, yang sebagian
atau seluruhnya berbentuk gas dan berubah dalam waktu yang singkat disertai efek panas dan tekanan
yang tinggi. Bahan peledak diklasifikasikan menjadi bahan peledak mekanik, kimia, dan nuklir,
tergantung pada sumber energinya. Karena penggunaan bahan peledak dari sumber kimia lebih luas
daripada dari sumber energi lain, maka pengklasifikasian bahan peledak kimia lebih intensif
diperkenalkan. Pertimbangan penyebaran termasuk harga yang relatif rendah, kemudahan rekayasa,
peningkatan variabilitas dalam waktu tunda, dan tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan dengan
tenaga nuklir.
Beberapa jenis dan tipe bahan peledak yaitu sebagai berikut :
● Agen peledakan (Blasting Agent)
Blasting Agent merupakan campuran bahan kimia yang tidak diklasifikasikan sebagai bahan
peledak, dan campurannya terdiri dari bahan bakar (fuel) dan oksida. Seperti Ammonium nitrate,
ANFO (Ammonium nitrate and duel oil) ,dan slurries.
● Bahan peledak berbasis nitrogliserin
Komponen utama bahan peledak ini adalah nitrogliserin, nitroglycol, nitrocotton dan bahan
selulosa. Ammonium nitrate atau sodium nitrat ditambahkan dari waktu ke waktu. Nitrogliserin
merupakan bahan kimia berbentuk cair yang tidak stabil dan mudah meledak, sehingga
pengangkutannya memiliki risiko yang sangat tinggi.
● Bahan peledak permissible
Bahan peledak permissible adalah bahan peledak yang khusus digunakan terutama di
pertambangan batubara bawah tanah. Bahan peledak ini harus melewati beberapa tahapan keamanan
yang ketat sebelum dapat dipasarkan. Pengujian ini terutama diarahkan pada keamanan peledakan
dalam tambang batubara bawah tanah yang umumnya berdebu untuk mencegah bahan peledak tidak
menyebabkan kebakaran tambang. Bahan peledak ini biasanya dibuat dengan persentase NG kecil
ditambah bahan bakar dan sodium nitrat serta ammonium chloride, reaksinya adalah sebagai berikut
:
NaNO3 + NH4Cl —> NaCl + NH4NO3
Hasilnya adalah amonium nitrat sebagai oksidator dan sodium klorida memiliki daya
pendinginan yang besar, bahkan lebih besar dibanding dengan pencampuran yang pertama.
● Black powder atau gunpowder
Black powder atau gunpowder pertama kali diproduksi pada abad ke-13 dan digunakan baik
untuk keperluan militer maupun pertambangan. Komposisi black powder terdiri dari serbuk
batubara, garam, dan belerang. Bahan peledak ini terbakar sangat cepat sekali dan mencapai
kecepatan rambat 100 ±10 s/m atau 60 m/s tetapi tidak bisa meledak. Oleh karena itu, black powder
tergolong sebagai bahan peledak lemah (low explosive).

Sifat fisis bahan peledak yaitu wujud nyata dari sifat bahan peledak ketika dihadapkan pada
perubahan kondisi lingkungan sekitar. Bahan peledak yang perlu diketahui memiliki beberapa
karakteristik yaitu sebagai berikut :

1. Densitas merupakan bilangan yang menyatakan perbandingan berat per volume.


2. Sensitivity (kepekaan) adalah sifat yang menunjukkan tingkat kemudahan inisiasi bahan
peledak atau ukuran booster minimum yang diperlukan. Ada beberapa jenis kepekaan, yaitu
sebagai berikut :
a. Sensitivity to shock (impact), merupakan kepekaan bahan peledak terhadap benturan.
b. Sensitivity to head, merupakan kepekaan bahan peledak terhadap panas (suhu).
c. Sensitivity to initiation, merupakan kepekaan bahan peledak terhadap ledakan pendahuluan
(initiator).
d. Sensitivity to cap, merupakan kepekaan bahan peledak terhadap gelombang ledakan yang
letaknya berjauhan.
3. Water Resistance, merupakan kemampuan bahan peledak untuk menahan masuknya air.
4. Chemical Stability, merupakan ukuran kestabilan bahan peledak selama penyimpanan.
5. Fumes Characteristic, merupakan sifat bahan peledak yang mewakili jumlah gas beracun
seperti CO (Karbon Monoksida) dan NO (Nitrogen Oksida) yang dihasilkan setelah peledakan.

Karakter detonasi peledak menggambarkan perilaku suatu bahan peledak saat meledak dan
menghancurkan batu. Berikut adalah beberapa karakter detonasi yang penting yaitu sebagai berikut
(Sujiman dkk, 2014) :

1. Strength, merupakan persentase/kekuatan (daya ledak) bahan peledak yang dinyatakan sebagai
persentase berat sebenarnya dari NG (Nitroglycerin) terhadap total berat bahan peledak jenis Straight
Dinamit. Pada pengukuran strength digunakan dua metode pengukuran, yaitu :
a. Weight Strength (berdasarkan berat bahan peledak)
b. Volume Strength (berdasarkan volume bahan peledak)
2. Velocity of Detonation (VOD), merupakan sifat bahan peledak yang merambat atau meledak dengan
kecepatan yang tinggi. Pengukuran cepat rambat bahan peledak. Pengukuran cepat rambat bahan
peledak dapat dilakukan dengan menggunakan sumbu ledak yang diketahui kecepatannya.
3. Detonation pressure, merupakan tekanan yang dihasilkan di sepanjang zona reaksi peledakan
sampai terbentuk reaksi kimia yang seimbang sampai ujung bahan peledak yang disebut dengan
bidang Chapman – Jouguet (C-J Plane).
4. Borehole pressure, merupakan tekanan dari gas hasil peledakan yang akan mendorong batuan
terlempar dan terlepas dari batuan induknya. Besarnya sekitar 50% dari tekanan detonasi.

Pada proses blasting ini terdapat penanggung jawab yang disebut sebagai master blasting
(pengawas blasting). Seorang yang menjadi master blasting sebelumnya akan diberikan training khusus
sehingga master blasting bisa menganalisis segala kemungkinan dan keadaan ketika proses blasting
dilakukan. Selain itu tanggung jawab lainnya ialah keselamatan dan kelancaran kerja tim Blasting.

2.2 Investigasi kasus “Dua Pekerja Tewas Tertimbun Longsor di Tambang Batubara PT.
KIM

Dari berita di atas, diketahui bahwa terjadi bencana alam yaitu longsor pada area peledakan
tambang batubara milik PT KIM saat dilakukannya pengecekan dan persiapan titik ledak. Longsor
diduga disebabkan akibat curah hujan yang tinggi dari satu hari sebelumnya menyebabkan kondisi tanah
menjadi rawan longsor. Terdapat empat korban, dua diantaranya adalah Agus Setiyono (Pengawas
Blasting) dan Wanda (Mekanik) yang tewas akibat terseret longsoran tanah.

Berikut adalah poin-poin yang perlu diperhatikan :


1. Pada kecelakaan yang terjadi seharusnya yang patut disalahkan adalah pengawas blasting yang
tugasnya adalah sebagai pengawas yang bertanggung jawab terhadap semua kegiatan peledakan,
bertanggung jawab terhadap keselamatan dan kelancaran kerja tim Blasting dan mengkoordinir
Juru Ledak, Kepala Gudang handak dan crew Blasting. Dalam hal ini yang menjadi pengawas
Blasting yaitu Agus Setiyono dan terjadinya kecelakaan dikarenakan kurangnya HSE dalam
melaksanakan pengecekan titik ledak.
2. Diketahui bahwa pengawas Blasting merupakan korban yang tewas dalam kecelakaan tersebut,
maka kasus tidak dapat dipertanggungjawabkan olehnya. Oleh karena itu, dalam Undang-Undang
ketenagakerjaan (Pasal 61 Ayat 5 Undang-Undang No.13 Tahun 2003) tidak bisa menuntut orang
yang sudah meninggal. Sehingga posisi yang harus bertanggung jawab pada kasus ini yaitu kepala
Keamanan, Kesehatan, dan Keselamatan Kerja (K3) dikarenakan kepala K3 sebagai penanggung
jawab atas keselamatan kerja di area tambang tersebut. Hal ini dapat dikonfirmasi karena kepala
K3 sebagai unit yang harus dimintai persetujuan terlebih dahulu dalam pelaksanaan kegiatan yang
berkaitan dengan aktivitas di lapangan pekerjaan. Secara otomatis badan K3 harus memastikan
kesehatan dan keamanan pekerja tambang baik kondisi personil maupun lingkungan sekitarnya.
3. Diperlukan adanya investigasi lebih lanjut dengan tujuan untuk mendapatkan informasi lengkap
terkait kecelakaan tersebut. Investigasi bertujuan untuk menemukan kronologi dan penyebab pasti
dari kecelakaan yang terjadi sehingga bisa menjadi pembelajaran dan upaya pencegahan apabila
ada kasus serupa di masa depan.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari FGD dengan topik “Blasting” ini adalah :

1. HSE turut berperan salah satunya dengan memperhatikan kondisi cuaca yang akan terjadi saat
bekerja. Dapat dilihat seperti kejadian di berita bahwa pengecekan dilakukan hanya selang 1
hari setelah adanya curah hujan yang turun sehingga risiko terjadinya kecelakaan juga cukup
besar dikarenakan kondisi tanah yang terkena curah hujan akan memiliki tingkat kekerasan
yang berbeda.
2. Investigasi dari pihak ketiga (Polisi) maupun investigasi internal tetap diperlukan karena
dibutuhkannya informasi lengkap terkait kecelakaan yang terjadi. investigasi bertujuan untuk
menemukan kronologi pasti dan penyebab pasti dari kecelakaan yang terjadi sehingga bisa
menjadi upaya pencegahan apabila ada kasus serupa di masa depan.
3. Pengecekan akan lebih aman dilakukan beberapa hari setelah adanya curah hujan tersebut guna
untuk meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.

3.2 Saran

Adapun saran dari ringkasan FGD ini adalah:

1. Pengecekan berkala dilakukan beberapa hari setelah adanya curah hujan tersebut guna untuk
meminimalisir kejadian yang tidak diinginkan.
2. Bagian Geologist bisa melakukan pembuatan peta dimana titik letak peledakan tersebut berada.
DAFTAR PUSTAKA

https://imcnews.id/read/2022/03/11/18561/dua-pekerja-tewas-tertimbun-longsor-di-tambang-
batubara-pt-kim/ (diakses pada 22 Juni 2022 pukul 23.15)

https://www.halohse.com/2019/10/tugas-dan-tanggung-jawab
supervisor.html#:~:text=Sebagai%20Pengawas%20yang%20Bertanggung%20Jawab,Gudang%20ha
ndak%20dan%20crew%20Blasting. (diakses pada 22 Juni 2022 pukul 23.15)

https://arlenglobalmulia.com/blasting-adalah/ (diakses pada 22 Juni 2022 pukul 23.47)

Sujiman, dkk. 2014. Kajian Geometri Peledakan terhadap Fragmentasi Batuan Hasil Peledakan di PIT
4 TUC PT Mega Prima Persada. Kutai Kartanegara : Kalimantan Timur.

Anda mungkin juga menyukai