Anda di halaman 1dari 22

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Peledakan

Peledakan merupakan kegiatan pemecahan suatu material (batuan)

dengan menggunakan bahan peledak atau proses terjadinya ledakan.

Beberapa istilah dalam peledakan :

1. Peledakan bias (refraction shooting) merupakan peledakan di dalam

lubang atau sumur dangkal untuk menimbulkan getaran guna

penyelidikian geofisika dengan cara seismik bias.

2. Peledakan bongkah (block holing) merupakan peledakan sekunder

untuk pengecilan ukuran bongkah batuan dengan cara membuat lubang

tembak berdiameter kecil dan diisi sedikit bahan peledak.

3. Peledakan di udara (air shooting) merupakan cara menimbulkan energi

seismik di permukaan bumi dengan meledakkan bahan peledak di

udara.

4. Peledakan lepas gilir (off-shift blasting) merupakan peledakan yang

dilakukan di luar jam gilir kerja.

5. Peledakan lubang dalam (deep hole blasting) merupakan cara

peledakan jenjang kuari atau tambang terbuka dengan menggunakan

lubang tembak yang dalam disesuaikan dengan tinggi jenjang.

6. Peledakan parit (ditch blasting) merupakan proses peledakan dalam

pembuatan parit.
7. Peledakan teredam (cushion blasting) merupakan cara peledakan

dengan membuat rongga udara antar bahan peledak dan sumbat ledak

atau membuat lubang tembak yang lebih besar dari diameter dodol

sehingga menghasilkan getaran yg relatif lembut.

2.2 Pengertian Bahan Peledak

Bahan peledak adalah suatu bahan kimia senyawa campuran

berbentuk padat, cair, atau campurannya yang apabila diberi aksi panas,

benturan, gesekan atau ledakan awal akan mengalami suatu reaksi kimia

eksotermis sangat cepat dan hasil reaksinya sebagia atau seluruhnya

berbentuk gas disertai panas dan tekanan sangat tinggi.

Panas dari gas yang dihasilkan reaksi peledakan tersebut sekitar

4000°C. Adapun tekanannya, menurut Langerfors dan Kihlstrom (1978),

bisa mencapai lebih dari 100.000 atm setara dengan 101.500 kg/cm 2 atau

9.850 MPa dengan energi per satuan waktu yang ditimbulkan sekitar 25.000

MW atau 5.950.000 kcal/detik.

Perlu dipahami bahwa energi yang sedemikian besar itu bukan

merefleksikan jumlah energi yang memang tersimpan di dalam bahan

peledak begitu besar, namun kondisi ini terjadi akibat reaksi peledakan yang

sangat cepat, yaitu berkisar antara 2500-7500 meter per detik (m/detik).

Oleh sebab itu kekuatan energi tersebut hanya terjadi beberapa detik saja

yang lambat laun berkurang seiring dengan perkembangan keruntuhan

batuan.
A. Reaksi Peledakan

Peledak akan memberikan hasil yang berbeda dari yang

diharapkan karena tergantung pada kondisi eksternal saat di lapangan

yang mempengaruhi kualitas bahan kimia pembentuk bahan peledak

tersebut.

Panas merupakan awal terjadinya proses dekomposisi bahan

kimia pembentuk bahan peledak yang menimbulkan pembakaran,

dilanjutkan dengan deflagrasi dan terakhir detonasi.

Proses dekomposisi bahan peledak diuraikan sebagai berikut:

1. Pembakaran adalah reaksi permukaan yang eksotermis dan dijaga

keberlangsungannya oleh panas yang dihasilkan dari reaksi itu

sendiri dan produknya berupa pelepasan gas-gas.

Reaksi pembakaran memerlukan unsur oksigen (O2) baik yang

terdapat di alam bebas maupun dari ikatan molekuler bahan atau

material yang terbakar.

2. Deflagrasi adalah proses reaksi permukaan yang reaksinya

meningkat menjadi ledakan dan menimbulkan gelombang kejut

(shock wave) dengan kecepatan rambat rendah, yaitu antara 300-

1000 m/s atau lebih rendah kecepatan suara (subsonic).

3. Ledakan, menurut Berthelot, adalah ekspansi seketika yang cepat

dari gas menjadi bervolume lebih besar dari sebelumnya diiringi

suara keras dan efek mekanis yang merusak.


4. Detonasi adalah kecepatan reaksi yang sangat tinggi tersebut

menyebarkan tekanan panas ke seluruh zona peledakan dalam

bentuk gelombang tekan kejut (shock compression wave) kecepatan

rambat reaksi pada proses detonasi ini berkisar antara 3000-7500

m/s.

B. Bahan Peledak

Sifat-sifat fisik bahan peledak adalah suatu kenampakan nyata

dari sifat bahan peledak ketika menghadapi perubahan kondisi

lingkungan sekitarnya, yaitu antara lain :

 Densitas yaitu angka yang menyatakan perbandingan berat per

volume.

 Sensitifitas adalah sifat yang menunjukkan kemudahan inisiasi

bahan peledak atau ukuran minimal booster yang diperlukan.

 Ketahanan terhadap air (water resistence)

 Kestabilan kimia (chemical stability)

 Karakteristik gas (fumes characteristic)

C. Jenis Bahan Peledak

Pembagian jenis bahan peledak menurut R.L.Ash, adalah :

 Bahan peledak kuat (high explosive) bersifat menghancurkan

dengan kecepatan detonasi 5.000-24.000 fps, kekuatan 50.000-

400.000 psi. Untuk jenis bahan peledak contohnya produk

DANFO digunakan pada tambang batubara di PT. Kaltim Jaya

Bara, Kalimantan Timur


 Bahan peledak lemah (low explosive) bersifat mendorong atau

mengangkat dengan kecepatan detonasi < 5.000 fps, kekuatan <

50.000 psi.

Sedangkan pembagaian bahan peledak menurut keputusan

Menteri Pertambangan dan Energi No. 555.K/26/M.PE/1995, yaitu :

 Bahan peledak peka detonator, adalah bahan peledak yang dapat

meledak dengan detonator no. 8.

 Bahan peledak peka primer, adalah bahan peledak yang hanya

dapat meledak dengan menggunakan primer atau booster dengan

detonator no. 8.

 Bahan peledakan ramuan, adalah bahan baku yang apabila

dicampur dengan bahan tertentu akan menjadi bahan peledak

peka primer.

D. ZOB (Zero Oxygen Balance)

ZOB adalah nilai kesetimbangan jumlah oksigen yang tepat

dalam suatu campuran bahan peledak sehingga seluruh reaksi

menghasilkan hydrogen menjadi hydrogen dioksida (H2O), Carbon

menjadi (CO2) dan nitrogen menjadi (N2) bebas, di dalam hasil

reaksinya hanya ketiga unsur tersebut yang terbentuk.


2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kegiatan Peledakan

Kegiatan peledakan dipengaruhi oleh 2 faktor, yaitu faktor rancangan

yang tidak dapat dikendalikan dan faktor rancangan yang dapat

dikendalikan.

A. Faktor Rancangan yang tidak dapat dikendalikan (Jimeno, 1995)

Faktor-faktor dalam rancangan peledakan yang tidak dapat

dikendalikan adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh

kemampuan manusia, hal ini disebabkan karena prosesnya terjadi

secara alamiah. yang termasuk faktor-faktor ini adalah karakteristik

massa batuan, struktur geologi, pengaruh air, dan kondisi cuaca.

B. Faktor Rancangan yang dapat dikendalikan

Faktor-faktor dalam rancangan peledakan yang dapat dikendalikan

adalah faktor-faktor yang dapat dikendalikan oleh kemampuan

manusia. Faktor-faktor yang dapat dikendalikan yaitu arah dan

kemiringan lubang ledak, pola pengeboran, pola peledakan dan

bentuk hasil peledakan, arah peledakan, bahan peledak.

2.4 Mekanisme Pecahnya Batuan (Jimeno 1995)

Konsep yang dipakai adalah konsep pemecahan dan reaksi mekanik

dalam batuan homogeny. Sifat mekanis batuan yang homogen akan berbeda

dan batuan yang mempunyai rekahan-rekahan dan heterogen seperti yang

dijumpai dalam pekerjaan peledakan.


Mekanisme pecahnya batuan akibat peledakan terjadi dalam delapan

fase, yaitu fase pecahnya batuan, fase rekahan radial, fase Spalling (pecahan

akibat refleksi), fase rekahan penyebaran gas, fase pelepasan beban, fase

rekahan sepanjang batas kontras modulus pada rekahan geser, fase pecahan

akibat flexion, fase pecahan akibat tabrakan diudara.

2.5 Energi Peledakan (Konya, 1990)

Energi peledakan terdiri dari 2 macam energi yaitu energi yang beguna

untuk menghancurkan batuan dan energi yang tidak berguna. Energi

berguna yang dihasilkan saat bahan peledak kuat beraksi adalah energi kejut

(shock energy) dan energi gas (gas energy).

2.6 Geometri Peledakan

Geometri peledakan merupakan suatu cara perhitungan mengenai

kegiatan peledakan yang ditujukan supaya kegiatan peledakan dapat bekerja

secara optimum. Perhitungan tersebut didapat berdasarkan percobaan-

percobaan kegiatan peledakan. Perhitungan geometri peledakan

diperkenalkan oleh berbagai ahli diantaranya Anderson (1952), Pearse

(1955), R.L Ash (1963), Langefors (1978), Konya (1972), Foldesi (1980),

Olofsson (1990) dan Rustan (1990).


Gambar 2.1. Geometri Peledakan

Dari gambar 2.1 dapat dijelaskan bagian-bagian dari geometri

peledakan dengan menggunakan sistem jenjang. Dimana :

B : Burden L : Tinggi Jenjang

J : Subdrilling PC : Powder Column

T : Stemming B’ : Burden Semu

S : Spacing

H : Hole Depth

Dalam melakukan kegiatan peledakan dalam suatu area tidaklah dapat

dipungkiri terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kegiatan

peledakan, faktor tersebut sangatlah berperan penting untuk membuat

keputusan ketika akan memulai kegiatan peledakan. Faktor-faktor tersebut

dimulai dari aspek teknis, merupakan suatu parameter yang menjadikan

keberhasilan target produksi berdasarkan ketepatan data actual dilapangan

dengan perhitungan yang telah dilakukan. Aspek keselamatan kerja,


merupakan suatu aspek yang memperhatikan keselamatan kerja pada

seluruh rangkaian kegiatan peledakan beserta faktor daerah kerja. Aspek

lingkungan, merupakan suatu aspek yang memperhatikan dampak-dampak

yang akan muncul ketika kegiatan peledakan selesai dilakukan yang

berpengaruh kepada lingkungan sekitar.

Selain aspek diatas dalam pembuatan desain peledakan pada suatu

wilayah, perlu untuk memperhatikan parameter-parameter yang ada dalam

suatu wilayah tersebut. Parameter tersebut diantaranya :

a. Diameter lubang bor

b. Spasing

c. Burden

d. Tinggi jenjang

e. Stemming

f. Sub Drill

Rancangan menurut C.J. Konya, burden dihitung berdasarkan

diameter lubang ledak, jenis batuan dan jenis bahan peledak yang

diekspresikan dengan densitasnya. Dengan rumus sebagai berikut :

[ ]
1
ρe 3
B=3 , 15 x De x
ρe

Dimana B = burden (ft), De = diameter bahan peledak (inci), ρe = berat jenis

bahan peledak dan ρr = berat jenis batuan.


Spasi ditentukan berdasarkan sistem delay yang direncanakan yang

kemungkinannya adalah :

 Instantaneous single-row blastholes

H +2 B
H < 4 B → S= ; H = tinggi jenjang
3

H > 4 B → S=2 B ; H = tinggi jenjang

 Sequenced single-row blastholes

H +7 B
H < 4 B → S=
8

H < 4 B → S=1 , 4 B

 Stemming (T) : - Batuan massif, T = B

- Batuan berlapis, T = 0,7 B

 Subdrilling (J) = 0,3 B

2.7 Powder Factor (PF)

Powder Factor (PF) didefinisikan menurut teori R.L.Ash, sebagai

perbandingan jumlah bahan peledak yang dipakai dengan volume peledakan

dalam satuan kg/m3. Karena volume peledakan dapat pula dikonversi

dengan berat, maka pernyataan PF bisa pula menjadi jumlah bahan peledak

yang digunakam dibagi berat peledakan atau kg/ton. Hubungan matematis


antara bahan peledak terhadap jumlah batuan yang diledakkan. Ada 4 cara

dalam menyatakan powder factor yaitu :

 Berat bahan peledak per volume batuan yang diledakkan (kg/m3)

 Berat bahan peledak per berat batuan yang diledakan (kg/ton)

 Volume batuan per berat bahan peledak (m3/kg)

 Berat batuan per berat bahan peledak (ton/kg)

Secara umum, powder factor dapat dihubungkan dengan unit hasil

produksi pada operasi peledakan. Dengan powder factor dapat diketahui

konsumsi bahan peledak yang dipakai untuk menghasilkan sejumlah batuan.

Dari pengalaman harga powder factor pada operasi penambangan, dengan

batuan yang relative solid berkisar antara 0.30 – 0.60 Kg/m 3. Untuk powder

factor dirumuskan dengan :

E
Powder Factor ( PF ) =
V

Dimana : PF = Powder Factor (kg/m3)

E = Jumlah bahan peledak yang digunakan (kg)

V = Volume batuan yang akan diledakkan (m3)

Operasional peledakan dikatakan berhasil apabila pekerjaan tersebut

menghasilkan produk setara dengan yang direncanakan baik dari segi

jumlah fragmentasi dan stabilitas dinding yang ditinggalkan. Target

produksi merupakan jumlah atau volume keseluruhan batuan yang akan

diledakkan yang dihitung dari luas area dan kedalaman lubang tembaknya.
Fragmentasi batuan hasil peledakan merupakan salah satu petunjuk

untuk dapat mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder

factor. Karena apabila dalam suatu peledakan, powder factor tercapai tetapi

tidak menghasilkan fragmentasi batuan yang diinginkan, maka peledakan

tersebut belum bisa dikatakan berhasil.

2.8 Air Deck

Referensi paling awal dari penggunaannya dalam produksi tanggal

peledakan sejauh 1893 sebagai dilaporkan oleh Liu dan Katsabanis (1996).

Sebagian besar Karya penelitian tentang teknik ini namun telah dilakukan di

Uni Soviet (Mel'Nikov 1940, Mel'Nikov et al. 1979; Mel'Nikov dan

Marchenko 1971; Marchenko 1982).

Kemudian, beberapa peneliti telah melakukan studi teoritis dan model

yang menuju lanjut pemahaman tentang mekanisme yang mendasari dan

yang efek pada kinerja ledakan (Fourney et al 1981. ; Chiappetta dan

Memmele 1987; Moxon et al. 1993; Liu dan Katsabanis 1996; Lu dan

Hustrulid 2003).

Kehadiran celah udara memungkinkan ledakan gas produk untuk

bergerak dan memperluas ke celah udara, dengan demikian menurunkan

tekanan awal lubang bor. Itu Gelombang kejut terombang-ambing dalam

lubang bor, berinteraksi juga saling berasal dari kolom atau dasar lubang.

Interaksi yang berulang mengakibatkan generasi diperkuat kejutan pertama

dan selanjutnya memungkinkan gelombang kejut untuk beraksi atas batuan


sekitarnya massa untuk jangka waktu lama (Mel'Nikov dan Marchenko

1971; Fourney et al . 1981; Moxon et al. (1993).

Fraktur tegangan dan profil yang dihasilkan dari geometri berbeda

muatan dan distribusi ditunjukkan pada Gambar 2.2 (Chiappetta dan

Memmele 1987).

Dalam peledakan dengan air decking, adanya udara di air deck

memainkan peran penting dalam memperoleh keuntungan. Selama ledakan,

udara awalnya diam dan pada suhu dan tekanan normal. Materi Udara dalam

kondisi fisik seperti hampir tidak ada reaksi terhadap hasil ledakan yang

memiliki suhu dan tekanan sekitar 3-4 yang lebih tinggi besarnya.

Produk ledakan yang mentransfer beberapa energi ke udara dengan

menekan dan memanaskannya. Namun, jika udara menjadi seperti energik

ledakan awal, fraksi ditransfer pada yang paling dalam urutan satu

seperseribu energi disimpan (Liu dan Katsabanis 1996).

Ukuran dan lokasi air- deck adalah dua parameter penting dalam

teknik ini. Air – deck dapat ditempatkan dalam sebuah lubang ledakan di

tiga lokasi berbeda yakni, di bagian atas bahan peledak, di tengah kolom

peledak dan di bagian bawah dari lubang ledakan. airdeck ditempatkan di

lokasi-lokasi yang sering disebut sebagai atas, tengah dan bawah dek

masing-masing.
Gambar 2.2. Patahan dan Retakan yang Dihasilkan dari Geometri Berbeda
Antara Muatan dan Distribusi

Mel'Nikov (1940) melakukan beberapa peledakan percobaan yang

dalam model langkan berbentuk dan menemukan bahwa air-deck

menyebabkan sekitar 93% kerusakan sedangkan biaya padat menyebabkan

hanya sekitar 70%. Proses cracking dengan air-deck awalnya beberapa,

tetapi kemudian berkembang dengan cepat (sebagian karena gelombang

yang dipantulkan).

Mel'Nikov dan Marchenko (1971) melaporkan studi bidang stres

dinamis dengan elastisitas foto dan menegaskan bahwa aksi ledakan air-

deck mengenakan ditingkatkan tidak hanya karena penurunan tekanan awal

produk ledakan dan waktu peningkatan aksi mereka pada media, tetapi juga

karena interaksi gelombang ledakan karena adanya celah udara di muatan

(Gambar 2.3, 2.4).


Gerakan media yang disebabkan oleh peledakan muatan kontinyu

ditandai dengan osilasi cepat teredam (Gambar 2). Setelah gelombang

kompresi telah berlalu, media segera memperoleh keadaan keseimbangan

statis. Pada saat itu, tidak ada transfer energi lebih lanjut untuk media dan

tidak ada kerusakan lebih lanjut.

Ketika peledakan biaya dengan celah udara, lubang bor

hidrodinamika dalam memastikan dampak dari beberapa gelombang kejut

dengan media sekitarnya (Gambar 2.4).

Gambar 2.3 osilogram menunjukkan kecepatan perpindahan medium saat


peledakan muatan kontinu (Setelah Mel'nikov dan Marchenko 1971)

Gambar 2.4 osilogram menunjukkan kecepatan perpindahan medium saat


peledakan biaya dengan celah udara (Setelah Mel'nikov dan Marchenko
1971)
Sebuah celah udara antara bagian dari lubang bor hasil biaya dalam

eksitasi gelombang sekunder yang berdifusi ke dikompresi sebelumnya

batuan. Biaya ini struktur-mendatang memastikan beberapa dampak dari

gelombang kejut ke dalam medium sekitarnya, dan pada saat yang sama, ia

mengubah sifat energi ditransfer ke massa batuan tegang yang mengarah ke

peningkatan energi ledakan yang efektif untuk kerusakan bantuan.

Fourney et al. (1981) melakukan serangkaian percobaan di blok tebal

kaca untuk menyelidiki propagasi retak dinamis yang dihasilkan dari lubang

bor berisi udara. Fotografi kecepatan tinggi di jo-tion dengan elastisitas foto

dinamis digunakan untuk tujuan ini. Sebuah biaya 250 mg PETN

ditempatkan di bagian bawah dari 12,7 mm diameter lubang bor dan plug

batang ditempatkan di dekat bagian atas lubang bor. Sebuah kolom udara

dari 165 mm panjang ditempatkan antara steker batang dan bagian atas

muatan. Diamati bahwa gelombang kejut melancong lubang bor setelah

ledakan, berdampak pada berasal dan dipantulkan kembali dengan tanda

yang sama seperti gelombang datang. Karena interaksi ini, tekanan pada

konektor batang tidak hanya bertindak periode yang lebih lama, tetapi juga

meningkat dengan faktor 2-5 yang tampaknya sangat berguna dalam

memulai dan menyebarkan patah tulang di daerah ini. Akibatnya, fraktur di

daerah yang berasal lebih rumit daripada di daerah muatan (Gambar 2.5).

Tekanan tertinggi, selain dekat bahan peledak, yang dialami pada antarmuka

antara berasal dan udara-dek dan diperpanjang sampai ke daerah berasal.


Meskipun patah tulang di daerah ini tidak begitu intens di wilayah biaya

tetapi melibatkan area yang lebih besar.

Moxon et al. (1993) melakukan percobaan pada model konkret untuk

mengevaluasi pengaruh ukuran air-deck dan lokasinya di fragmentasi.

Mereka mencatat bahwa tingkat fragmentasi tergantung pada kedua faktor.

Sebagai ukuran air-deck meningkat, tingkat fragmentasi berkurang relatif

terhadap biaya kolom penuh, namun pengurangan relatif kecil sampai

ukuran kritis terlampaui (Gambar 2.6). Panjang air-deck kritis 30-35% dari

kolom peledak asli ditentukan untuk bahan model yang digunakan dalam

penelitian ini. Lokasi air-deck juga dipengaruhi fragmentasi. Mid-kolom

udara-deck diproduksi fragmentasi yang lebih baik untuk panjang air-deck

yang sama dan pemuatan peledak dibandingkan dengan udara-deck atas dan

bawah. Mereka mencatat bahwa dalam kasus tuduhan multi-mengenakan,

panjang air-deck mungkin bisa meningkat karena refleksi syok meningkat

dan interaksi dalam lubang bor.


Gambar 2.5 Jaringan retak berkembang di kaca di bawah pengaruh suatu
udara mengenakan bahan peledak (Setelah Fourney et al. 1981)

Gambar 2.6 Pengaruh peningkatan volume udara-dek ukuran fragmen rata-


rata pada berasal ketinggian konstan (Setelah Moxon et al. 1993)
2.9 Definisi Fragment dan Fragmentasi

Fragment merupakan suatu ukuran setiap bongkah batuan hasil

peledakan. Sedangkan fragmentasi adalah suatu proses yang menghasilkan

fragment atau ukuran setiap bongkah batuan setelah peledakan. Pemecahan

batuan yang menghasilkan fragment batuan pada peledakan dimulai

sebelum massa batuan mengalami pergerakan. Fragmentasi pada peledakan

akibat hal-hal berikut :

1. Gelombang kejut tarik yang dihasilkan dan pemantulan gelombang

kejut tekan pada bidang bebas. Periode lamanya efek pertamanya

berlangsung tergantung pada waktu tunda antar inisiasi (delay)

dengan pemantulan pada bidang bebas.

2. Tegangan tarik yang dihasilkan dalam massa batuan di sekeliling

lubang tembak oleh tekanan gas-gas peledakan. Efek kedua

umumnya berlangsung lebih lama dibandingkan efek pertama.

Lamanya efek kedua tergantung pada pengungkungan gas dalam

lubang tembak. Parameter yang berpengaruh dalam hal ini yaitu

pemampat.

3. Benturan antara fragment batuan yang terlempar dan antara fragment

di dinding batuan. Efek yang ketiga berlangsung paling lama

disbanding kedua efek sebelumnya, akan tetapi efeknya paling kecil.


Gambar 2.7. Model “Rock Fracture Insitu” untuk Satu Lubang Tembak
(Berta, 1990)

Tingkat fragmentasi batuan hasil peledakan sangat penting dalam

menilai keberhasilan dari suatu kegiatan peledakan, bongkaran batuan yang

memiliki ukuran seragam lebih diharapkan daripada bongkaran batuan yang

banyak berukuran bongkah. Untuk tujuan tertentu ukuran fragmentasi yang

besar atau bongkah terkadang diperlukan, misalnya disusun sebagai

penghalang (barrier) ditepi jalan tambang. Tingkat fragmentasi yang

seragam akan menambah produktivitas, mengurangi keausan dan kerusakan

peralatan sehingga menurunkan biaya pemuatan, pengangkutan, dan proses

selanjutnya, dalam beberapa pekerjaan juga akan mengurangi secondary

blasting.

Oleh karena tingginya biaya dan kebutuhan waktu untuk memperoleh

evaluasi fragmentasi yang sempurna, maka dalam kegiatan penambangan,

metode-metode pendekatan yang biasa digunakan (Jimeno, 1995), anatara

lain :
1) Metode fotografi

2) Metode fotogrametri

3) Analisis gambar dengan komputer

4) Analisis kenampakan kualitatif

5) Analisis ayakan

6) Analisis produktivitas alat peremuk

7) Analisis volume material pada secondary blasting

8) Analisis produktivitas alat muat (loading time, digging time, trip

outs)

2.10 Fragmentasi Batuan

Fragmentasi batauan hasil peledakan merupakan salah satu petunjuk

untuk dapat mengetahui keberhasilan dari suatu peledakan selain powder

factor. Karena apabila dalam suatu peledakan, powder factor tercapai

teteapi tidak menghasilkan fragmentasi batauan yang diinginkan, maka

peledakan tersebut belum bisa dikatakan berhasil.

Hubungan antara ukuran rata-rata fragmentasi batuan dan penggunaan

bahan peledak pervolume batuan terbongkar telah dikemukakan oleh

Kuznetsov (1973), persamaannya sebagai berikut :

( ) ( )
0.8 −0.63
V 0.17 E
X =A . .Q
Q 115

Dimana : X = Ukuran rata-rata materian (cm)

A = Faktor batuan

V = Volume batuan terbongkar per lubung (m3)


Q = Jumlah bahan peledak per lubang (m3)

E = Relatif weight strength ANFO (100)

Untuk mengetahui distribusi ukuran fragmentasi, yang dipergunakan

adalah persamaan Kuznetsov oleh Claude Cunningham yang dikenal

sebagai persamaan Kuz-Ram yaitu :

(
n= 2 , 2−14
B
D)(
x 1−
W
B
x 1+)(
( A−1 )
2 )( PCL )
X
Xc= 1
( 0,693 ) n

[ ]
(e XcX )
n

R=100

Dimana : R = Persentase passing (%)

Xc = Ukuran fragmentasi yang diprediksi (cm)

X = Ukuran rata-rata fragmentasi (cm)

n = Konstanta keseragaman Rossin-Rammler

B = Burden (m)

D = Diameter lubang ledak (mm)

W = Standar deviasi pemboran (m)

A = Ratio spacing terhadap burden (S/B)

PC = Panjang isian peledak per lubang (m)

L = Tinggi jenjang (m)

Anda mungkin juga menyukai