Anda di halaman 1dari 68

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang manganut sistem pemerintahan

dengan konsep demokrasi yang diartikan sebagai sistem pemerintahan yang berasal dari

rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat sehingga mengacu pada aspirasi masyarakat.

Berdasarkan prinsip kedaulatan di dalam pancasila, dalam kerangka demokrasi pancasila

untuk mewujudkan pola kehidupan sistem kedaulatan rakyat yang demokratis adalah dengan

melalui pemilihan umum yaitu rakyat ikut serta aktif untuk berpartisipasi dalam memilih

wakil mereka dan secara langsung atau tidak langsung. Karena partisipasi politik merupakan

aspek penting dalam sebuah tatanan Negara demokratis dan merupakan ciri khusus adanya

modernisasi politik yang akan mempengaruhi kebijaksanaan pemerintah nantinya.

Partisipasi merupakan proses aktif inisiatif yang muncul dari masyarakat dalam suatu

kegiatan, dan di Indonesia sendiri berpartisipasi politik dijamin oleh Negara. Hal ini

tercantum di pasal 28 UUD tahun 1945 “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul,

mengeluarkan pikiran dengan lisan dan sebagainya yang ditetapkan dengan Undang-

Undang”, dan diatur dalam UUD No 12 tahun 2005 mengenai jaminan hak-hak sipil dan

politik, dimana poin-poin hak yang harus dilindungi oleh negara mengenai hak berpendapat,

hak berserikat, hak memilih dan dipilih, hak sama dihadapan hukum dan pemerintahan, hak

mendapatkan keadilan dan lain-lain.

1
Hak sipil dan politik merupakan salah satu hak dasar warga Negara dalam sebuah

Negara yang menganut paham demokrasi. Apalagi bersangkutan dengan bersangkutan

dengan persoalan mekanisme atau prosedur demokrasi. Selain itu, hak sipil dan politik warga

Negara merupakan bagian hak konstitusi yang harus di laksanakan, tanpa terkecuali. Hak

sipil dan politik merupakan hak yang yang dimiliki warga Negara ketika berhadapan dengan

entitas Negara yang memiliki kedaulatan. Vierdag mengkategorikan hak sipil politik ini

sebagai hak negative (negative right) karena untuk merealisasikannya Negara hrus diam,

tidak melakukan tindakan (pasif), sehingga perumusannya menggunakan freedom

from(bebas dari). TAP MPR-RI No.XVII/MPR/1998 tentak Hak Asasi Manusia yang

menyatakan, Pembukaan UUD Tahun 1945 mengamanatkan pengakuan, penghormatan, dan

kehendak bagi pelaksanaan Hak Asasi Manusia dalam menyelenggarakan kehidupan

bermasyrakat, berbangsa dan bernegara. Banngsa Indonesia sebagai bagian masyarakat

internasional patut menghormati hak asasi manusia yang termaktub dalam Universal

Declaration Of Human Rights serta instrument internasional lainya mengenai hak asasi

manusia.

2
3

Pembangunan politik sebagai suatu dari bagian pembangunan secara menyeluruh beberapa

karakteristik. Salah satu dari karakteristik pembangunan politik yaitu tumbuhnya

peningkatan partisipasi warga negara dalam beraneka ragam bentuknya, mulai dari yang

resmi atau mengikuti jalur yang ditetapkan oleh pemerintah (konvensional) sampai bentuk

yang tidak resmi (inkonvensional) (Juwono Sudarsono, 1998:22-23).

Sebagai negara yang giat melancarkan pembangunan, maka bisa dilihat pada masa

sekarang ini pemerintah Indonesia berusaha mengadakan dan melaksanakan pembangunan

disegala bidang kehidupan berbangsa dan bernegara guna mengejar ketertinggalan dari

negara-negara maju. Salah satu aspek yang termasuk didalamnya adalah “Pembangunan

Politik” yang mempunyai beberapa segi. Salah satu segi diantaranya adalah melibatkan

partisipasi politik memberikan suara pada pemilihan umum, menghadiri rapat umum,

menjadi anggota suatu partai atau kelompok kepentingan, mengadakan pendekatan atau

hubungan (contacting) dengan pejabat pemerintah atau anggota parlemen dan sebagainya

(Miriam Budiarjo, 1998:1-2).

Selain bentuk partisipasi politik aktif ada juga partisipasi yang bersifat pasif atau

apatis. Bentuk apatis politik yaitu, apti, anomie, sinisme dan alienasi. Secara umum

keempatnya didefinisikan sebagai suatu kegiatan yang tidak memiliki perhatian sama sekali

terhadap orang lain di sekitar lingkungannya (Michael Ruff and Phillip Althoff, 2003:143).

Tingkat partisipasi orang itu berbeda-beda, hal ini dipengaruhi oleh berbagai faktor,

seperti umur, jenis kelamin, status ekonomi dan sosial, pendidikan dan pekerjaan. Di negara-

negara berkembang seperti halnya Indonesia, partisipasi politik merupakan suatu masalah

yang sulit dan rumit untuk diukur secara jelas dilihat dan diukur melalui hal pemilihan atau

pemungutan suara. Moeljarto Tjokowinarto menyatakan, dengan meningkatnya tingkat


pendidikan dan status sosial ekonomi serta kebutuhan yang semakin nyata, masyarakat

menuntut keabsahan pada jenjang yang berbeda yaitu Political Legitimacy ; ukuran

kelayakan dicari kualitas Political Performance dari lembaga-lembaga politik (Moeljarto

Tjokrowinarto, 2004:240-241).

Hasil ini kemudian diperkuat lagi untuk keadaan Amerika Serikat dalam suatu studi

dari Sidney Verba dan Norman H.Nie, yang dianalisis kembali oleh Karl Deuscth dalam

Politic and Government dan mengambil kesimpulan bahwa “Di Amerika sepertiga dari

kelompok warga Negara yang paling tinggi status serta pendapatannya, mengadakan

partisipasi enam kali lebih banyak daripada sepertiga kelompok warga Negara yang paling

rendah dan memperoleh dua kali lebih banyak tanggapan positif dari pemerintah” (Michael

Rusf dan Philip Althoff, 2003: 9).

Hasil penelitian Hetti SN Simanjuntak yang dibimbing Tony Situmorang menyatakan

bahwa tingkat pendidikan sangat mempengaruhi partisipasi politik seseorang atau

sekelompok masyarakat yang mempunyai tingkat pendidikan yang masih rendah kurang

menaruh perhatian pada partisipasi politik (Hetti SN Simanjuntak, 2007:62).

Pendidikan merupakan suatu kegiatan yang berguna untuk meningkatkan

pengetahuan umum seseorang termasuk di dalam peningkatan penguasaan teori dan

keterampilan memutuskan terhadap persoalan-persoalan yang menyangkut kegiatan untuk

mencapai tujuan. Oleh karena itu, pendidikan tinggi bisa memberikan informasi mengenai

perihal politik dan persoalan-persoalan politik, serta mengembangkan kecakapan

menganalisa, menciptakan minat dan kemampuan berpolitik.

Orang terpelajar lebih sadar akan pengaruh pemerintah terhadap kehidupan mereka,

lebih memperhatikan kehidupan politik, memperoleh lebih banyak informasi tentang proses-

4
5

proses politik dan lebih kompeten dalam tingkah lakunya. (Mochtar Mas’oed, 2001:49).

Kemajuan-kemajuan dalam bidang pendidikan, pembangunan ekonomi, stabilitas politik,

ideologi, dan keamanan maka meningkat pula pola pikir dan taraf hidup masyarakat disertai

meningkatnya tuntutan kebutuhan masyarakat secara kualitas dan kuantitas. Masyarakat juga

semakin kritis dalam setiap langkah, pemikiran, ucapan, dan tindakan serta memberikan

partisipasinya secara intens. Hal ini sangat wajar, karena kenyataan ini justru semakin

tingginya kesadaran berbangsa dan bernegara dalam masyarakat.

Hasil observasi awal di Desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang di

dapati data keadaan pendidikan masyarakat. Jumlah penduduk Desa Bulu Kecamatan

Petarukan Kabupaten Pemalang ;

Tabel 1.1 Tingkat Pendidikan masyarakat desa Bulu Kecamatan Petarukakn Kabupaten

Pemalang 2020.

No. Tingkat Pendidikan Banyak Keterangan

1. Belum Sekolah 1.382 jiwa

2. SD/Sederajat 3.180 jiwa

3. SMP/Sederajat 730 jiwa

4. SMA/Sederajat 475 jiwa

5. Perguruan Tinggi 112 jiwa

6. Putus Sekolah 75 jiwa

7. Buta Aksara 200 jiwa

Sumber : Data Pokok desa Bulu/Kelurahan Petarukan


Pemilihan Kepala Desa (Pilkades) serentak melibatkan 12 kecamatan yang

melibatkan 28 Desa se-wilayah Kabupaten Pemalang yakni pada hari Minggu (27 Desember

2020). Bupati Pemalang, H.Junaedi, SH.MM pada pelaksanaan Pilkades berharap Pilkades

dapat dijadikan momentum untuk memperkuat lagi partisipasi masyarakat dalam konsolidasi

berdemokrasi. Dimana masyarakat mempunyai peranan penting dalam menentukan arah

kebijakan pemerintah desa untuk 6 tahun kedepan. (http://www.pemalangkab.go.id/).

Namun pada kenyataannya partisipasi dari masyarakat dalam pemilihan kepala desa

hanya terbatas pada mengikuti kampanye calon kepala desa dengan harapan mendapatkan

bantuan seperti halnya uang, kaos, maupun sembako gratis dan memberikan suara dalam

pemilihan umum. Bisa dilihat pola pikir masyarakat disini belum kritis dalam setiap

pemikiran, langkah, ucapan dan tindakan serta memberikan partisipasinya dalam pemilihan

kepala desa.

Tingkat partisipasi masyarakat dalam hal kontestasi pemilihan kepala desa terutama

di desa Bulu tergolong masih rendah, hingga saat ini belum diketahui pasti faktor yang

sesungguhnya. Berdasarkan uraian tersebut diatas, maka penulis tertarik untuk mengambil

judul penelitian “PENGARUH TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL TERHADAP

PARTISIPASI POLITIK DI DALAM PELAKSANAAN PILKADES DI DESA BULU

KECAMATAN PETARUKAN KABUPATEN PEMALANG”

I.2. Rumusan Masalah

Pemilihan kepala desa merupakan suatu pesta demokrasi, dimana masyarakat desa

dapat berpartisipasi dengan memberikan suara untuk memilih calon kepala desa yang

bertanggung jawab dan dapat mengembangkan desa tersebut. oleh karena itu, pemilihan

6
7

kepala desa sangat penting dikarenakan sangat mendukung penyelenggara pemerintahan

desa. Kepala desa adalah sebutan pemimpin desa atau pimpinan tertinggi dari pemerintahan

desa.

Pola pikir masyarakat yang belum kritis dalam setiap langkah, pemikiran, ucapan,

dan tindakan serta memberikan partisipasinya dalam pemilihan kepala desa. Partisipasi yang

dimaksud adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari sejak

perencanaan, pembuatan keputusan, sampai dengan penilaian keputusan, termasuk juga

peluang, untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Peran warga dalam partisipasi

tersebut, selama ini bisa dikatakan masih sangat kurang (Gatara & Dzulkiah Said, 2007:90-

91).

Berdasarkan latar belakang seperti diatas, permasalahan yang akan dibahas dalam

penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :

1. Bagaimana tingkat pendidikan masyarakat desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten

Pemalang ?

2. Bagaimana pengaruh tingkat pendidikan terhadap partisipasi politik masyarakat dalam

pemilihan kepala desa di desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang ?

3. Bagaimana tingkat partisipasi politik masyarakatnya dalam pemilihan kepala desa di

desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang ?

I.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian :

 Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap pemilihan kepala desa di desa Bulu

Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang,


 Untuk mengetahui tingkat partisipasi masyarakat dalam pemilihan kepala desa di

Desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang,

 Untuk mengetahui apa saja pengaruh motivasi masyarakat dalam pemilihan kepala

desa di Desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang.

2. Manfaat Penelitian

a) Manfaat secara teoritis

Melalui penelitian harapan penulis yaitu, agar dapat memberikan sesuatu yang

berguna dalam tatanan teoritis bagi pengembangan keilmuan sesuai dengan tujuan

penelitian ini. selain itu penulis juga berharap dapat memberikan pemikiran dan

memperkaya fakta-fakta dan teori mengenai tingkat pendidikan terhadap partisipasi

politik masyarakat khususnya dalam pemilihan kepala desa, sehingga diharapkan

dapat memberikan masukan kepada pembaca khususnya mahasiswa jurusan Ilmu

Politik Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan.

b) Manfaat secara praktis

 Bagi masyarakat, untuk menambah wawasan kepada masyarakat agar dapat

meningkatkan kesadaran masyarakat dalam menyalurkan partisipasinya melalui

kegiatan pemilihan kepala desa. Sehingga pola pikir masyarakat dapat lebih

kritis dalam setiap langkah, pemikiran, ucapan dan tindakan serta dapat

memberikan partisipasinya dalam pemilihan kepala desa.

 Bagi ilmu pengetahuan, untuk menambah ilmu pengetahuan dan sebagai

tambahan acuan kepustakaan dalam penelitian yang sejenis.

 Bagi mahasiswa, mempraktekkan teori-teori yang telah didapatkan dibangku

kuliah yang dapat dijadikan rujukan petunjuk bahan karya ilmiah berupa skripsi.

8
9
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Tabel 1.

Penelitian Terdahulu

No. Nama Peneliti Judul Peneliltian Hasil Penelitian

1. Rina Rahman Olii Asep PENGARUH TINGKAT Berdasarkan hasil penelitian

Mahpudz& Imran PENDIDIKAN tentang pengaruh pendidikan

TERHADAP terhadap partisipasi politik

PARTISIPASI POLITIK pada pilkada kota palu, maka

MASYARAKAT DI diperoleh r hitung (0,948) ˃ r

KELURAHAN TATURA tabel (0,235), sehingga dapat

UTARA KECAMATAN disimpulkan bahwa H₀

PALU SELATAN PADA ditolak H₁ diterima, berarti

PILKADA KOTA dalam hal ini tingkat

PALUTAHUN 2015 pendidikan (X) memiliki

pengaruh signifikan terhadpa

partisipasi politik (Y).

Berdasarkan hasil

perhitungan determinasi

besarnya kontribusi tingkat

pendidikan terhadap

partisipasi politik sebesar

10
11

0,89 dimana ini termasuk

dalam kategori korelasi

tinggi, dalam perhitungan

dapat diketahui bahwa tingkat

pendidikan berpengaruh besar

terhadsp kesadaran politik.

2. Lidya PENGARUH TINGKAT Pendidikan di Kecamatan

PENDIDIKAN Singkil Utara, Kabupaten

TERHADAP Aceh Singkil masuk kategori

PARTISIPASI POLTIK rendah. Namun angka

DALAM PEMILIHAN partisipasi masyarakat dalam

LANGSUNG KEPALA pemilihan langsung Kepala

DESA KECAMATAN Desa termasuk cukup tinggi.

SINGKIL UTARA Studi Dari hasil penelitian maka

Kasus Desa Gosong dapat disimpulkan

Telaga Timur, Ketapang diantaranya: 1. Tingkat

Indah, Kampung Baru pendidikan tidak

mempengaruhi partisipasi 2.

Tingkat dalam pemilihan

Kepala Desa di Kecamatan

Singkil Utara cukup tinggi

walaupun pendidikannya

rendah. 3. Budaya ikut-ikutan


dalam masyarakat

komunitarian dan budaya

politik kaula cenderung

dominan karena masyarakat

bosan dengan proses pemilu,

sibuk, apatis akibat minimnya

ketersediaan calon.

3. Hamdi Naufal Mahbub, PENGARUH Untuk variabel dalam

Heryono Susilo SOSIALISASI POLITIK penelitian ini terdapat

Utomo , Budiman DAN TINGKAT variabel yang memiliki

PENDIDIKAN indikator sebagai alat ukur

TERHADAP yang menjadi isi kuisoner.

PARTISIPASI POLITIK Untuk indikator sosialisasi

MASYARAKAT DESA politik antara lain yakni,

MENDIK KECAMATAN imitasi, intruksi dan motivasi

LONG KALI diperoleh jawaban

KABUPATEN PASER berkategori sedang terbanyak

DALAM PEMILIHAN sebesar 37,5%. Hal ini pula

KEPALA DAERAH memberikan jawaban bahwa

SERENTAK TAHUN masyarakat Desa Mendik

2015 Kecamatan Long Kali

Kabupaten Paser yang

meliputi imitasi, intruksi dan

12
13

motivasi sudah cukup baik

dan perlu untuk ditingkatkan

lagi sosialisasi politik untuk

menambah pengetahuan dan

wawasan mengenai

Pemilihan Kepala Daerah.

Hal ini dapat dilakukan

dengan cara meningkatkan

lagi sosialisasi kepada

masyarakat menjelang

Pilkada. Selanjutnya variabel

tingkat pedidikan dengan

indikator pendidikan dasar,

pendidikan menengah dan

pendidikan tinggi diperoleh

jawaban berkategori tinggi

sebesar 54,16%. Hal ini pula

memberikan jawaban bahwa

tingkat pendidikan

masyarakat Desa Mendik

Kecamatan Long Kali

Kabupaten Paser yang

meliputi tingkat pendidikan


sudah cukup baik tetapi

masih perlu untuk

ditingkatkan lagi karena

masih terdapat responden

yang berpendapat dalam

kategori sedang dan rendah.

Hal ini dapat dilakukan

dengan cara salah satunya

memberikan beasiswa tidak

mampu atau dengan

memberikan sekolah gratis

bagi bagi pendidikan dasar,

pendidikan menengah

pertama dan pendidikan

menengah atas.

4. Irmasugiati PENGARUH TINGKAT Berdasarkan hasil penelitian,

PENDIDIKAN maka terlihat jelas bahwa

MASYARAKAT pengaruh pendidikan politik

TERHADAP terhadap partisipasi politik

PARTISIPASI POLITIK masyarakat di Kelurahan

DALAM PEMILIHAN Leoran Kabupaten Enrekang

BUPATI TAHUN 2014 dalam kategori tinggi adalah

DI KELURAHAN 54 orang dengan nilai

14
15

LEORAN KABUPATEN persentase 58,70 persen dari

ENREKANG total populasi. Sedangkan

pengaruh pendidikan politik

terhadap partisipasi politik

masyarakat dalam kategori

sedang dan rendah

masingmasing adalah 23 dan

15 orang dengan nilai

persentase masing-masing

25,00 persen dan 16,30

persen. Dari ketiga indikator

tentang pengaruh pendidikan

politik terhadap partisipasi

politik masyarakat yang

diuraikan di atas, maka dapat

disimpulkan bahwa pengaruh

pendidikan politik terhadap

partisipasi politik masyarakat

di Kelurahan Leoran

Kabupaten Enrekang adalah

tergolong tinggi. Hal ini

terlihat dari banyaknya

jumlah responden yang


memberikan kriteria tinggi

pada poin tersebut.

5. Bornadus Asa PENGARUH TINGKAT Dari hasil pengujian hipotesis

Abednego PENDIDIKAN DAN yang dilakukan, Ho di tolak

TINGKAT EKONOMI dan Ha di terima. Hal ini

TERHADAP menunjukan bahwa adanya

PARTISIPASI POLITIK pengaruh tingkat pendidikan

PEMILIH PEMULA dan tingkat ekonomi pemilih

DALAM PILKADA DKI pemula terhadap partisipasi

JAKARTA 2017 DI politik dalam Pilkada DKI

KECAMATAN Jakarta 2017. Sumbangan

CAKUNG JAKARTA pengaruh tingkat pendidikan

TIMUR dan tingkat ekonomi pemilih

pemula terhadap partisipasi

politik dalam Pilkada DKI

Jakarta 2017 dapat dilihat

dari nilai koefisien

determinasi (R2 ).

Berdasarkan hasil

perhitungan diperoleh nilai

R2 sebesar 0,108. Artinya,

tingkat pendidikan dan

tingkat ekonomi pemilih

16
17

pemula hanya memberikan

pengaruh sebesar 10,8%

terhadap partisipasi politik

dalam Pilkada DKI Jakarta

2017, sedangkan 89,2%

dipengaruhi oleh faktor lain

diluar penelitian.

1. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi politik Dalam Pemilihan

Kepala Desa

a.) Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik

Menurut UU No. 20 tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional “pendidikan

adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses

pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk

memeiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan,

akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan oleh dirinya, masyarakat, bangsa dan

negara”. Maka peneliti menyimpulkan bahwa pendidikan merupakan sarana untuk

membantu seorang anak agar dapat mengembangkan potensi yang ada pada dirinya, baik

itu secara langsung maupun tidak langsung agar mampu bermanfaat bagi kehidupannya di

masyarakat.

Partisipasi politik warga negara dapat diukur dalam keterlibatan kegiatan politik,

misalnya seperti melalui pemberian suara yang terdorong oleh keyakinan bahwa melalui

kegiatan bersama itu kepentingan mereka akan lebih lagi diperhatikan, dan dapat banyak
mempengaruhi tindakan dari mereka untuk berwenang membuat keputusan yang mengikat.

Jadi, jelas sekali bahwa partisipasi politik erat sekali kaitannya dengan kesadaran politik.

Menurut Sudijono Sastroatmodjo (1995:27), “Tingkat pendidikan memiliki peran penting

dalam meningkatkan kesadaran politik. Makin tinggi pendidikan masyarakat makin tinggi

kesadaran politiknya, sebaliknya makin rendah tingkat pendidikannya makin rendah pula

tingkat kesadaran politiknya”.

Jadi, dengan adanya tingkat pendidikan yang tinggi yang dimiliki warga negara maka

akan semakin banyak munculnya kaum intelektualitas yang memiliki ide-ide baru dan

tuntutan-tuntutan baru terhadap pemerintah dalam pengambilan keputusan. Ide-ide dan

tuntutan-tuntutan tersebut pada akhirnya yang akan mewakili dari tuntutan-tuntutan rakyat

dalam ikut serta menentukan dan mempengaruhi kebijakan pemerintah.

b.) Pemilihan Kepala Desa

Pemilihan desa sebagai bentuk tatanan paling kecil dalam sebuah tatanan

kepemerintahan dan dilaksanakan secara langsung oleh warga setempat untuk memilih

calon kepala desanya. Menurut Sosialismanto (2001:191) “pemilihan kepala desa adalah

pesta rakyat dimana kepala desa dapat diartikan sebagai suatu kesempatan untuk

menampilkan orang-orang yang dapat melindungi kepentingan masyarakatnya”. Dengan

demikian, masyarakat berharap nantinya kepala desa yang akan datang tersebut dapat

menjadikan program-program kerjanya dapat membawa perubahan bagi masyarakat.

Berdasarkan peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 112 tahun 2014 BAB III

pelaksanaan pilkadesa melalui mekanisme/tahapan seperti :

1) Persiapan,

2) Penetapan pemilih,

18
19

3) Pencalonan/pendaftaran calon,

4) Penelitian calon dan penetapan,

5) Kampanye,

6) Pemungutan suara,

7) Penetapan.

II.1. Kerangka Teori

Kerangka teori dimaksudkan untuk memberikan gambaran-gambaran atau batasan-

batasan tentang teori-teori yang akan dipakai sebagai landasan penelitian yang akan

dilakukan, yaitu teori mengenai variabel-variabel permasalahan yang akan diteliti. Kemudian

menurut Siswojo dalam Mardalis (2003:42) “bahwa teori dapat diartikan sebagai

seperangkat konsep dan definisi yang saling berhubungan yang mencerminkan suatu

pandangan sistematik mengenai fenomena dengan menerangkan hubungan antar variabel,

dengan tujuan untuk menerangkan dan meramalkan fenomena". Dengan demikian di dalam

suatu penelitian teori dibutuhkan untuk menetapkan hubungan antar variabel dan membantu

peneliti dalam memperjelas sasaran dan tujuan dari penelitian yang akan dilakukan. Adapun

teori yang digunakan sebagai landasan berfikir dalam penelitian ini meliputi ;

1. Hakikat Pendidikan

a. Pengertian Pendidikan

Pendidikan bukan hanya sekedar aktivitas persekolahan, namun pendidikan

merupakan proses pengembangan sosial yang mengubah individu dari sekedar makhluk

biologis menjadi makhluk sosial agar hidup bersama realitas zaman dan masyarakatnya.

Maknanya, pendidikan merupakan proses pemberian sifat sosial kemanusiaan (humanisme)


kepada makhluk hidup. Menurut Undang Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem

Pendidikan Nasional pasal 1 berbunyi “bahwa pendidikan adalah usaha sadar dan terencana

untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Sedangkan menurut Ki Hajar Dewantara dalam kongres Taman Siswa yang pertama

pada tahun 1930 yang menyebutkan pendidikan pada umumnya berarti daya upaya untuk

menunjukkan bertambahnya budi pekerti (kekuatan batin, karakter), pikiran (intelektual) dan

tubuh anak (Fuad Ihsan, 2004:4). Pendidikan secara umum yaitu meliputi suatu proses

pembelajaran oleh sekumpulan manusia yang berkaitan dengan ilmu pengetahuan,

ketrampilan, dan kebiasaan dari generasi tua ke generasi yang lebih muda sebagai usaha

menyiapkan diri agar dapat memenuhi hidupnya baik jasmani maupun rohani. Dalam

Ensiklopedi Pendidikan, dijelaskan tentang pengertian pendidikan adalah “suatu usaha sadar

memfasilitasi orang sebagai pribadi yang utuh sehingga teraktualisasi dan terkembangkan

potensinya mencapai taraf pertumbuhan dan perkembangan yang dikehendaki melalui

belajar” (Munandir, 2001:229).

Pendidikan merupakan bimbingan yang diberikan oleh orang dewasa kepada anak

yang belum dewasa agar dapat berdiri sendiri dan bertanggung jawab atas segala tindakan

dan harus merealisasikan potensi-potensi yang dimiliki anak didik yang bersifat

menumbuhkan serta mengembangkan baik secara jasmani maupun rohani. Dari beberapa

definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pendidikan secara luas meliputi semua aktivitas

upaya dari generasi tua sebagai pendidik untuk mengalihkan pengetahuan, pengalaman,

20
21

kecakapan dan keterampilan kepada generasi muda atau anak didik sebagai upaya untuk

mempersiapkan generasi muda atau anak didik agar mereka dapat memenuhi kebutuhan

hidup jasmani dan rohaninya.

a. Jenis dan Jenjang Pendidikan

Lembaga pendidikan formal, biasa disebut satu organisasi, terikat pada aturan formal,

berprogram dan bertarget atau bersasaran yang jelas, serta memiliki struktur kepemimpinan

penyelenggaraan atau pengelolaan yang resmi. Oleh karena itu, fungsi sekolah terikat kepada

target atau sasaran-sasaran yang dibutuhkan oleh masyarakat itu sendiri. Istilah masyarakat

disini yaitu termasuk orangtua, pemerintah, lembaga-lembaga pemberi kerja dalam

masyarakat, serta lembaga-lembaga sosial lainnya yang berkepentingan dengan hasil

pendidikan. Dari sini terlihat bahwa “sekolah merupakan pendidikan formal masuk pada

tujuan institusional, yaitu tujuan kelembagaan pada masing-masing jenis dan tingkatan

sekolah” (Tim Dosen FIP-IKIP. 2003:147).

Penyelenggaraan pendidikan formal dilaksanakan oleh lembaga yang berwenang dan

telah mendapat perintah resmi dari pemerintah. Penyelenggaraan pendidikan formal yang

telah berlangsung, dilaksanakan oleh Depdikbud, Depag, dan yayasan (lembaga khusus)

yang dikenal dengan sekolah swasta. Berdasarkan pasal 13 ayat 1 UURI No. 20 tahun 2003

tentang Sistem Pendidikan Nasional berbunyi “bahwa penyelenggaraan pendidikan

dilaksanakan melalui 3 jalur, yaitu pendidikan formal, pendidikan Nonformal dan Informal”.

Sedangkan menurut UU No. 20 tahun 2003 Sistem pendidikan Nasional, indikator tingkat

pendidikan dan kesesuaian jurusan. Jenjang pendidikan adalah tahapan pendidikan yang
ditetapkan berdasarkan tingkat perkembangan peserta didik, tujuan yang akan dicapai, dan

kemampuan yang dikembangkan. Terdiri dari :

1. Pendidikan Dasar, yaitu pendidikan yang mengutamakan perluasan pengetahuan dan

keterampilan yang diperlukan oleh peserta didik dan jenjang pendidikan awal selama 9

(tahun) pertama masa sekolah anak-anak yang melandasi jenjang pendidikan menengah.

Bentuknya : SD, SMP.

2. Pendidikan Menengah, yaitu jenjang lanjutan pendidikan dasar. Bentuknya :

SMA,SMK, MA sederajat.

3. Pendidikan Tinggi, yaitu jenjang pendidikan setelah pendidikan menengah. Bentuknya :

program ahli madya, sarjana, magister, doctor dan spesialis yang diselenggarakan oleh

perguruan tinggi.

Dengan demikian dapat disimpulkan, Sistem Pendidikan Nasional yang resmi

diterapkan di Indonesia meliputi 3 jenjang pendidikan meliputi pendidikan dasar,

pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Pendidikan tinggi disini adalah lanjutan dari

pendidikan menengah yang dipersiapkan untuk menyiapkan peserta didik untuk menjadi

anggota masyarakat yang memiliki kemampuan akademik/profesional yang dapat

menerapkan, mengembangkan / menciptakan ilmu pengetahuan, teknologi dan kesenian.

a. Bentuk-bentuk Pendidikan

Sesuai UU RI nomor 2 tahun 1989 pada bab IV pasal 10 ayat 1 yang berbunyi bahwa

“penyelenggaraan pendidikan diselenggarakan melalui 2 jalur, yaitu jalur pendidikan sekolah

dan jalur luar sekolah”. Berdasarkan pernyataan tersebut, maka bentuk pendidikan dapat

dikategorikan menjadi tiga, yaitu pendidikan formal, informal dan non formal.

1. Pendidikan Formal

22
23

Pendidikan Formal adalah usaha pendidikan yang diselenggarakan dengan sengaja,

beremcama, terarah dan sistematis melalui suatu lembaga pendidikan yang disebut sekolah

(Fuad Hasan, 2001:77). Dengan demikian, sekolah merupakan pendidikan formal yang

mempunyai bentuk program yang jelas dan resmi, didalamnya terdapat peraturan, tujuan dan

jenjang yaitu dalam kurun waktu tertentu, berdasarkan aturan resmi yang telah ditetapkan.

dengan melalui pendidikan formal ini, peserta didik akan dapat mengembangkan

pengetahuan, keterampilan, nilai-nilai, dan sikap.

Oleh karena itu, fungsi sekolah dalam pendidikan intelektual dapat kita samakan

keluarga dalam pendidikan moril. walaupun keluarga ataupun perkumpulan pemuda dapat

juga membantu kecerdasan, namun ini tidak dapat disamakan dengan peranan sekolah dalam

mengembangkan kecerdasan peserta didik. Jadi, lembaga pendidikan formal (sekolah)

adalah lembaga pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga yang tidak bersifat kodrati,

yaitu tidak atas dasar hubungan darah antara guru dengan murid seperti halnya di dalam

keluarga tetapi berdasarkan hubungan yang bersifat kedinasan.

Masyarakat desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang secara umum

tingkat pendidikan berkisar antara tamatan SD, SMP, dan SLTA. Berdasarkan informasi

yang telah diperoleh secara rinci jumlah tamatan SD lebih banyak dari tamatan pendidikan

yang lain, ini berarti masih sedikit yang telah menempuh pendidikan. Dari tahun ketahun

mengalami peningkatan namun masih jauh dibandingkan tamatan SMP, SMA maupun

Perguruan Tinggi. Terdapat adanya faktor ekonomi yang masih cenderung rendah sehingga

masyarakat masih kurangnya memahami akan pentingnya pendidikan dan masih

beranggapan bahwa pendidikan bukan bukan merupakan jaminan hidup sejahtera / jauh dari

kemiskinan. Dengan anggapan bahwa sekolah hanya membuang waktu dan biaya saja.
2. Pendidikan Informal

Pendidikan informal adalah pendidikan yang tidak mempunyai bentuk program yang

jelas dan resmi. Pendidikan informal terutama berlangsung dalam keluarga. Dalam sejarah

perkembangannya lembaga pendidikan dijelaskan bahwa keluarga merupakan lembaga

pendidikan yang paling bersifat kodrati, yakni terdapat hubungan sedarah antara pendidik

dan peserta didik.

Melalui pendidikan informal dalam keluarga, anak pertama-tama mendapatkan

didikan dan bimbingan dalam mengembangkan watak, kepribadian, nilai-nilai budaya, nilai

keagamaan, moral, serta keterampilan sederhana karena anak sebagian besar menyerap

norma pada anggota keluarganya. Maka orang tua sangatlah berperan penting dalam

mendidik anak-anaknya sejak kecil bahkan sejak didalam kandungan. Secara umum pola

asuh masyarakat desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang terhadap anak-

anaknya sudah cukup baik dan orangtuanya yang selalu menanamkan nilai-nilai agama.

3. Pendidikan Nonformal

Pendidikan Nonformal adalah jalur pendidikan diluar pendidikan formal yang dapat

dilaksanakan secara terstruktur dan dan berjenjang. Satuan pendidikan nonformal terdiri atas

lembaga kursus, lembaga pelatihan, kelompok belajar, pusat kegiatan belajar masyarakat,

majelis taklim serta lembaga yang sejenisnya. Pendidikan ini diselenggarakan bagi

masyarakat yang memerlukan layanan pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti,

penambah, atau pelengkap pendidikan formal. Tujuannya adalah untuk mengembangkan

potensi peserta didik dengan penekanan pada penguasaan, pengetahuan dan keterampilan,

serta pengembangan sikap dan kepribadian.

24
25

Dengan demikian, dalam pendidikan nonformal ini akan lebih luas lagi pada mata

pelajaran atau pelajaran tertentu sehingga output yang dihasilkan akan lebih baik lagi dan

sesuai dengan bidang masing-masing. Seperti halnya masyarakat desa Bulu Kecamatan

Petarukan Kabupaten Pemalang yang umumnya mengikuti pendidikan nonformal seperti :

TPQ, seminar pertanian, dan lain-lain.

c. Prestasi pendidikan

Menurut Djamarah (2012:23) menyatakan bahwa prestasi adalah hasil yang diperoleh

dari berupa kesan-kesan yang mengakibatkan perubahan dari dalam diri individu sebagai

hasil dari aktivitas dalam belajar. Perubahan perilaku dalam belajar tersebut tergantung pada

apa yang dipelajarinya. Oleh karena itu, apabila mempelajari sesuatu mengenai pengetahuan

konsep, maka perubahan perilaku yang diperoleh adalah berupa penguasaan konsep.

Mutu pendidikan dapat dilihat dari dua hal, yaitu mengacu pada proses pendidikan

dan hasilnya. Proses pendidikan bermutu apabila seluruh komponen pendidikan terlibat

dalam proses pendidikan itu sendiri. faktor dalam proses pendidikan meliputi berbagai input,

seperti bahan ajar, metodologi, sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana

sumber daya lainnya, serta penciptaan suasana yang kondusif. Sedangkan mutu dalam

konteks hasil pendidikan mengacu pada prestasi yang telah dicapai oleh sekolah pada setiap

kurun waktu tertentu.

Prestasi atau hasil yang dicapai (student achievement) dapat berupa hasil tes

kemampuan akademis (contoh : ulangan umum, Ebta dan Ebtanas). Dapat pula di bidang

lain seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni, ketrampilan tertentu (contoh : computer,

beragam jenis teknik, jasa dan sebagainya). Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi
yang tidak dapat disentuh (intangible) (contoh : suasana, keakraban, disiplin, kebersihan,

saling menghormati, dan lain-lain) (Suryosubroto, 2004:210-211).

Pada UU RI nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional melihat dari

segi proses dengan merumuskan pendidikan sebagai usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,

pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat bangsa dan Negara (Fokusmedia, 2003:3).

Suksesnya perencanaan pendidikan diperlukan beberapa kondisi, yaitu :

 Adanya komitmen politik,

 Perencana pendidikan harus tahu betul apa yang menjadi hak, tugas dan tanggung

jawabnya,

 Harus ada perbedaan yang tegas antara area politis, teknis, dan administrative,

 Perhatian lebih besar diberikan pada penyebaran kekuasaan untuk membuat keputusan

politis,

 Perhatian lebih besar diberikan pada pengembangan kebijakan dan prioritas pendidikan

yang terarah,

 Tugas utama perencana pendidikan adalah pengembangan secara terarah dan

memberikan alternatif teknis sebagai sarana untuk mencapai tujuan politik pendidikan,

 Harus berusaha lebih besar untuk mengetahui opini public terhadap perkembangan masa

depan dan arah pendidikan,

 Administrator pendidikan harus lebih aktif mendorong perubahan-perubahan dalam

perencanaan pendidikan,

26
27

 Ketika pemerintah tidak menguasai lagi semua aspek pendidikan maka harus lebih

diupayakan kerjasama yang saling menguntungkan antara pemerintah-swasta-universitas

yang memegang otoritas pendidikan.

Adapun indikator prestasi menurut Syah (2012:217-218) : ranah cipta (kognitif), ranah rasa

(afektif), dan ranah karsa (psikomotor). Adapun penjabaran dari masing-masing indikator

sebagai berikut :

1) Ranah cipta (kognitif), terdiri dari pengamatan, ingatan, pemahaman, aplikasi/penerapan,

analisis (pemeriksaan dan pemilahan secara teliti), dan sintetis (membuat paduan baru

dan utuh)

2) Ranah rasa (afektif), terdiri dari penerimaan, sambutan, apresiasi (sikap menghargai),

internalisasi (pendalaman), dan karakterisasi (penghayatan)

3) Ranah karsa (psikomotor), terdiri dari keterampilan bergerak dan kecakapan ekspresi

verbal dan non verbal.

d. Peraturan Perundang-Undangan

Pendidikan adalah usaha sadar yang dilakukan oleh keluarga, masyarakat, dan

pemerintah, melalui kegiatan bimbingan, arahan, pembelajaran dan pelatihan, yang

berlangsung disekolah dan diluar sekolah sepanjang hayat, untuk mempersiapkan peserta

didik agar dapat memainkan peranan dalam berbagai lingkungan hidup secara tepat dimasa

yang akan datang (Redja Mudiyaharjo, 2002:16). Menurut UU RI No 2 tahun 1989 tentang

Pendidikan Nasional pasal 1 “pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk

mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif

mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan,


pengendalian diri , kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serat keterampilan yang

diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan Negara”.

Dalam pengertian sederhana dan secara umum pendidikan merupakan sebagai usaha

manusia untuk menumbuhkan dan mengembangkan potensi-potensi pembawaan baik

jasmani maupun rohani sesuai dengan nilai-nilai yang ada didalam masyarakat dan

kebudayaan. Selain sebagai usaha sadar manusia juga selalu bertolak dari sejumlah landasan

serta pengindahan dari sejumlah asas-asas tertentu. Landasan tersebut sangat penting, karena

pendidikan merupakan pilar utama terhadap perkembangan manusia/masyarakat dan bangsa

tertentu. Serta segala pengalaman belajar yang berlangsung dalam segala lingkungan dan

sepanjang hidup merupakan salah satu dari pendidikan. Adapun landasan hukum pendidikan

di Indonesia :

 Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945,

 Undang-Undang Dasar 1945,

 Undang-Undang RI No 2 tahun 1989 tentang Pendidikan Nasional,

 Undang-Undang No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional,

 Undang-Undang No 14 tahun 2005 tentang Guru dan Dosen,

 Undang-Undang No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.,

 Peraturan Pemerintah No 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.

2. Partisipasi Politik

Keikutsertaan warga negara atau masyarakat untuk ikut secara aktif dalam kegiatan

politik. Dimana masyarakat menjadi faktor terpenting dalam memberikan hak suaranya

untuk menentukan pemerintahan yang baik sampai pada tingkat terendah. Partisipasi

menurut Inu Kencana Syafiie, dalam bukunya yang berjudul Sistem Pemerintahan

28
29

Indonesia menjelaskan bahwa partisipasi adalah penentuan sikap dan keterlibatan hasrat

setiap individu dalam situasi dan kondisi organisasinya, sehingga pada akhirnya mendorong

individu tersebut untuk berperan serta dalam pencapaian tujuan organisasi, serta ambil

bagian dalam setiap pertanggungjawaban bersama” (Inu Kencana Syafiie, 2002:132).

Menurut Samuel P. Huntington (1994:4) mendefinisikan partisipasi politik dalam

bukunya Partisipasi Politik di Negara Berkembang “partisipasi politik adalah kegiatan

warga (private citizen) yang bertindak sebagai pribadi-pribadi yang bertujuan

mempengaruhi keputusan oleh pemerintah. Partisipasi ini bersifat individual atau kolektif,

terorganisir atau spontan, secara damai atau dengan kekerasan, legal atau ilegal, efektif atau

tidak efektif, dan mencakup kegiatan-kegiatan bukan mencakup sikap-sikap.

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (1983:763) “politik adalah segala urusan

dan tindakan (kebijakan, siasat, dan sebagainya) mengenai pemerintahan suatu Negara atau

terhadap Negara lain, tipu muslihat atau kelicikan, dan juga dipergunakan sebagai nama

bagi sebuah disiplin pengetahuan”. Sebagaimana dikemukakan Aristoteles ``politik adalah

suatu asosiasi warga Negara yang berfungsi membicarakan dan menyelenggarakan hal

ihwal yang menyangkut kebaikan bersama seluruh anggota masyarakat” (Ramlan Surbakti,

2007:3).

Menurut Miriam Budiarjo (2000:8) mengemukakan bahwa politik adalah

“bermacam-macam kegiatan dalam suatu sistem politik (atau Negara) yang menyangkut

proses menentukan tujuan-tujuan dari sistem itu dan melaksanak tujuan-tujuan itu”.

Partisipasi dari masyarakat dalam salah satu contoh keputusan yang dibuat oleh pemerintah

yaitu pemilihan umum ditingkat pusat dan tingkat desa disebut pemilihan kepala desa.
Pemilihan kepala desa tidak akan berjalan baik apabila tidak adanya partisipasi politik dari

masyarakat.

Partisipasi yang dimaksud adalah keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan,

mulai dari sejak perencanaan, pembuatan keputusan sampai dengan penilaian keputusan,

termasuk juga peluang untuk ikut serta dalam pelaksanaan keputusan. Peran warga dalam

partisipasi politik tersebut, selama ini bisa dikatakan masih sangat kurang (Gatara &

Dzulkiah Said, 2007:90-91).

Menurut Miriam Budiarjo yang dikutip dalam bukunya Deden Faturahman dan

Wawan Sobari yang berjudul Pengantar Ilmu Politik “partisipasi politik adalah kegiatan

seseorang atau sekelompok orang untuk ikut serta dalam kehidupan politik, dengan jalan

memilih pimpinan Negara, dan secara langsung atau tidak langsung mempengaruhi

kebijakan pemerintah (public policy)” (Budiarjo dalam Faturahman dan Sobari, 2004:185).

Berdasarkan beberapa pendapat pengertian pada partisipasi politik diatas dapat disimpulkan

bahwa yang dimaksud partisipasi adalah keterlibatan individu atau kelompok sebagai warga

Negara yang mendorong untuk memberikan sumbanagan kepada tujuan dan cita-cita atau

turut bertanggungjawab.

Dengan demikian partisipasi dalam proses politik berupa dengan kegiatan positif

atau dapat juga negatif namun dengan tujuan untuk berpartisipasi aktif dalam kehidupan

politik dalam rangka mempengaruhi kebijakan pemerintah. Kegiatan seseorang atau

sekelompok orang yang aktif dalam politik dengan memilih pemimpin Negara yang baik

secara langsung atau tidak langsung sangat mempengaruhi semua kebijakan yang telah

dikeluarkan oleh pemerintah, sehingga seseorang atau sekelompok yang aktif merupakan

30
31

faktor terpenting dari kegiatan politik dalam menentukan pemimpin negara atau pemimpin

pemerintahan.

a. Bentuk-bentuk Partisipasi Politik

Bentuk partisipasi seseorang tampak dari aktivitas-aktivitas politiknya. Bentuk

partisipasi yang paling umum adalah pemungutan suara (voting) entah untuk memilih calon

wakil rakyat atau untuk memilih kepala Negara. Dalam buku Pengantar Sosiologi Politik

(Rafael Raga Maran, 2001:148). Mengidentifikasi bentuk-bentuk partisipasi politik sebagai

berikut :

 Menduduki jabatan politik atau administrator

 Mencari jabatan politik atau administrasi

 Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi politik

 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi politik

 Menjadi anggota aktif dalam suatu organisasi semi politik

 Menjadi anggota pasif dalam suatu organisasi semi politik

 Partisipasi dalam rapat umum, demonstrasi

 Partisipasi dalam diskusi politik internal

 Partisipasi dalam pemungutan suara

Sementara itu Maribeth dan dan Goel membedakan partisipasi politik menjadi beberapa

kategori yaitu :

1. Apatis, yaitu orang yang tidak berpartisipasi dan menarik diri dari proses politik.

2. Spektator, yaitu orang yang setidak-tidaknya pernah ikut memilih dalam pemilu.

3. Gladiator, yaitu mereka yang aktif terlibat dalam proses politik seperti komunikator,

aktivis partai, dan aktivis masyarakat.


4. Pengkritik, yaitu orang yang berpartisipasi dalam bentuk yang tidak konvensional.

Menurut Rahman (1995:77), kegiatan politik yang tercakup dalam konsep partisipasi

politik mempunyai berbagai macam bentuk. Bentuk-bentuk partisipasi politik yang terjadi

berbagai Negara dan waktu dapat dibedakan menjadi kegiatan politik dalam bentuk

konvensional dan non konvensional, termasuk yang mungkin legal (seperti petisi) maupun

ilegal, penuh kekerasan, dan revolusioner. Bentuk-bentuk frekuensi partisipasi politik dapat

dipakai sebagai ukuran untuk menilai stabilitas sistem politik, integritas kehidupan politik

kepuasan/ketidakpuasan warga Negara.

Bentuk-bentuk partisipasi politik yang dikemukakan oleh Almond (Syarbaini,

2002:70) yang terbagi menjadi dua bentuk yaitu partisipasi politik konvensional dan

partisipasi non konvensional. Adapun rinciannya sebagai berikut :

Tabel 2.1 Bentuk-bentuk partisipasi politik

Konvensional Non konvensional

Pemberian suara (voting) Pengajuan petisi

Diskusi Politik Berdemonstrasi

Kegiatan kampanye Konfrontasi, mogok

Membentuk dan bergabung dalam Tindak kekerasan politik harta benda

kelompok kepentingan (pengerusaka, pengeboman)

Komunikasi individual dengan pejabat Tindak kekerasan politik terhadap manusia

politik dan administrative (penculikan,pembunuhan)

Sumber : Almond dalam Syarbaini, 2002:71

Dalam perspektif lain, Roth dan dan Wilson menguraikan bentuk partisipasi politik

warga Negara berdasarkan intensitasnya. Intensitas terendah adalah sebagai pengamat,

intensitas menengah yaitu sebagai partisipan, sedangkan intensitas tertinggi yaitu sebagai

32
33

aktivis. Bila dijenjangkan, intensitas kegiatan politik warga Negara tersebut membentuk

segitiga berupa piramida yang dikenal sebagai “Piramida Partisipasi Politik”.

petugas kampanye angggota


aktif dan partai/kelompok
kepentingan dalam proyek-
proyek sosial

menghadiri rapat umum anggota


partai/kelompok kepentingan,
membicarakan masalah politik, mengikuti
perkembangan politik melalui media masa,
memberikan suara dalam pemillu
pejabat partai sepenuh waktu pemimpin
partai/kelompok kepentingan
orang-orang apolitis
Sumb
er : David F. Roth dan Frank L. Wilson dalam Syarbaini, 2002:7

Tabel 2.2 Piramida Partisipasi Politik

Kelompok paling bawah pada gambar piramida partisipasi politik ini adalah

kelompok warga yang sama sekali tidak terlibat dan tidak sama sekali mengikuti kegiatan

politik oleh Roth dan Wilson disebut sebagai orang apolitis. Kelompok yang berada paling

atas orang-orang apolitis adalah kelompok pengamat, kelompok ini biasanya melakukan

kegiatan politik seperti, menghadiri rapat umum, menjadi anggota partai atau kepentingan,

membicarakan masalah politik, mengikuti perkembangan politik melalui media massa dan

memberikan suara dalam pemilihan umum. Kemudian yang terletak diatas satu tingkat dari

kelompok pengamat yaitu kelompok partisipan.

b. Tujuan Partisipasi Politik


Adanya kondisi masyarakat yang beraneka ragam tentunya tiap-tiap warga

masyarakat mempunyai tujuan hidup yang beragam pula sesuai dengan tingkat

kebutuhannya, dan upaya memenuhi kebutuhan itu direfleksikan dalam bentuk kegiatan

yang berbeda pula. Demikian pula dalam partisipasi politiknya tentu tujuan yang ingin

dicapai antara warga satu berbeda dengan yang lain.

Menurut Davis dalam Sastroatmodjo (1995:85), partisipasi politik bertujuan untuk

mempengaruhi penguasa baik dalam arti memperkuat maupun dalam artian menekannya

sehingga mereka memperhatikan atau memenuhi kepentingan pelaku partisipasi. Tujuan

tersebut sangat beralasan karena sasaran partisipasi politik adalah lembaga-lembaga politik

atau pemerintah yang memiliki kewenangan dalam pengambilan keputusan politik.

Sedangkan bagi pemerintah, partisipasi dari warga Negara mempunyai tujuan sebagai

berikut :

 Untuk mendukung program-program pemerintah, artinya peran serta masyarakat

diwujudkan untuk mendukung program politik dan pembangunan.

 Sebagai organisasi yang menyuarakan kepentingan masyarakat untuk masukan bagi

pemerintah dalam mengarahkan dan meningkatkan pembangunan.

Dengan demikian partisipasi politik sangatlah penting bagi masyarakat maupun

pemerintah. Bagi masyarakat dapat sebagai sarana untuk memberikan masukan, kritik, dan

saran terhadap pemerintah dalam perencanaan dan pelaksanaan pembangunan, sedangkan

bagi pemerintah partisipasi politik merupakan mekanisme pelaksanaan fungsi kontrol

terhadap pemerintah dan pelaksanaan kebijakan.

c. Faktor-faktor yang mempengaruhi Partisipasi Politik

34
35

Eman Hermawan (2001:72) berpendapat bahwa yang berkaitan dengan faktor-faktor

yang mempengaruhi partisipasi politik sebagai berikut :

1.) Lingkungan sosial politik tidak langsung seperti sistem politik, media massa, sistem

budaya, dan lain-lain.

2.) Lingkungan politik langsung yang mempengaruhi dan membentuk kepribadian aktor

seperti keluarga, teman keluarga, kelas, dan sebagainya.

3.) Struktur kepribadian yang tercermin dalam sikap individu.

4.) Faktor sosial politik langsung berupa situasi, yaitu keadaan yang mempengaruhi aktor

secara langsung ketika hendak melakukan suatu kegiatan politik, seperti suasana

kelompok, ancaman, dan lain-lain.

Partisipasi itu dipengaruhi oleh status sosial masyarakat (pendidikan dan kedudukan sosial)

dan faktor keadaan alam sekitar serta lingkungannya (Budiarjo, 1998:47). Dalam hal ini

partisipasi masyarakat pada pemilih pemula diarahkan pada berbagai bentuk dan peran,

serta keikutsertaan masyarakat pemilih pemula dalam pelaksanaan pemilihan umum pada

pemilu 2020.

Menurut Mohtar Mas’oed (2008:61) menyatakan bahwa disamping pendidikan dan

sosial ekonomi yang rendah, perbedaan jenis kelamin juga mempengaruhi keaktifan

seseorang berpartisipasi dalam politik. Misalnya, laki-laki lebih aktif berpartisipasi daripada

perempuan, orang yang berstatus sosial tinggi lebih aktif daripada yang berstatus sosial

rendah.

d. Pemilihan Kepala Desa


Pemilihan umum Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah yang selanjutnya disebut

pemilihan adalah sarana pelaksanaan kedaulatan rakyat di wilayah provinsi/kota berdasarkan

Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 untuk memilih

Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah (pasal 1 ayat (1) PP No 6 tahun 2005).

Pemilihan Kepala Desa atau biasa disebut juga Pilkades adalah suatu pemilihan

Kepala Desa secara langsung oleh warga/masyarakat setempat. Berbeda dengan Lurah yang

merupakan Pegawai Negeri Sipil, Kepala Desa merupakan jabatan yang dapat diduduki oleh

warga biasa. Menurut Duto Sosialismanto dalam bukunya “Hegemoni Negara Politik

Pedesaan Jawa, yang berisikan pemilihan desa adalah pesta rakyat, dimana pemilihan desa

diartikan sebagai suatu kesempatan untuk menampilkan seseorang yang dapat melindungi

kepentingan masyarakatnya (Sosialismanto, 2001:191). Pemilihan desa atau pilkades

biasanya dipilih langsung oleh warga dari calon yang telah memenuhi syarat, pemilihan desa

bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil dengan dilaksanakan melalui tahap

pencalonan dan tahap pemilihan.

Menurut peraturan Menteri Dalam Negeri Republik indonesia Nomor 112 tahun

2014 tentang Pemilihan Kepala Desa pasal 1 ayat (5) disebutkan bahwa Pemilihan Kepala

Desa adalah pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam rangka memilih kepala desa yang

bersifat langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil. Peraturan Menteri Dalam Negeri

Republik Indonesia Nomor 112 tahun 2014 tentang Pemilihan Kepala Desa diterbitkan untuk

melaksanakan ketentuan pasal 46 peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 43 tahun

2014 tentang peraturan Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 6 tahun 2014 tentang Desa

yang menyebutkan perlunya menetapkan Permendagri tentang Pemilihan Kepala Desa.

36
37

Di dalam bab 2 Pemilihan Kepala desa disebutkan bahwa pasal (2) Pemilihan Kepala

Desa dilakukan secara serentak satu kali atau dapat bergelombang. Pasal (3) Pemilihan

Kepala Desa satu kali sebagaimana dimaksud dalam pasal 2 dilaksanakan pada hari yang

sama di seluruh desa pada wilayah Kabupaten/Kota.

Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang

sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 2 dapat dilaksanakan dengan mempertimbangkan :

a. pengelompokkan waktu berakhirnya masa jabatan Kepala Desa di wilayah

Kabupaten/Kota,

b. kemampuan keuangan daerah, dan atau,

c. ketersediaan PNS di lingkungan Kabupaten/Kota yang memenuhi persyaratan sebagai

penjabat Kepala Desa.

Dalam ayat (2) Pemilihan Kepala Desa secara bergelombang sebagaimana yang dimaksud

pada ayat (1) dilaksanakan paling banyak 3 (tiga) kali dalam jangka waktu 6 (enam) tahun.

Batas waktu Pilkades bergelombang dibatasi dengan waktu paling lama dua tahun yang

sudah dijelaskan dalam ayat (3) Pemilihan Kepala Desa bergelombang sebagaimana yang

dimaksud dalam ayat (2) dilakukan dengan interval waktu paling lama 2 (dua) tahun.

Aturan pelaksanaan pemilihan Kepala Desa terbagi menjadi 5 bagian besar mulai

dari pasal 6 sampai dengan pasal 44. Bagian pertama adalah tahapan-tahapan pelaksanaan

Pemilihan Kepala Desa diatur dalam pasal 6 Permendagri 112/2014 : a. persiapan, b.

pencalonan, c. pemungutan suara, dan d. penetapan.

persiapan Pemilihan Kepala di Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 6 huruf a, yang

terdiri dari :
a. Pemberitahuan badan permusyawaratan desa kepada kepala desa tentang akhir masa

jabatan yang disampaikan 6 (enam) bulan sebelum masa akhir masa jabatan,

b. Pembentukan panitia pemilihan kepala desa oleh badan permusyawaratan desa

ditetapkan dalam jangka waktu 10 (sepuluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa

jabatan,

c. Laporan akhir masa jabatan kepala desa kepada bupati/walikota disampaikan dalam

jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah pemberitahuan akhir masa jabatan,

d. Perencanaan biaya pemilihan diajukan oleh panitia kepada bupati/walikota melalui

camat atau sebutan lain dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari setelah terbentuknya

panitia pemilihan, dan

e. Persetujuan biaya pemilihan dari bupati/walikota dalam jangka waktu 30 (tiga puluh)

hari sejak diajukan panitia.

Pembentukan panitia pemilihan Kepala Desa sebagaimana dimaksud dalam pasal 7

huruf b disampaikan secara tertulis oleh BPD kepada bupati/walikota melalui camat. Berikut

tugas dari panitia pemilihan kepala desa :

 Merencanakan, mengkoordinasikan, menyelenggarakan, mengawasi, dan

mengendalikan semua tahapan pelaksanaan pemilihan,

 Merencanakan dan mengajukan biaya pemilihan kepada bupati/walikota melalui camat’

 Melakukan pendaftaran dan penetapan pemilih,

 Mengadakan penjaringan dan penyaringan bakal calon,

 Menetapkan calon yang telah memenuhi persyaratan,

 Menetapkan tata cara pelaksanaan pemilihan,

 Menetapkan tata cara pelaksanaan kampanye,

38
39

 Memfasilitasi penyediaan peralatan, perlengkapan dan tempat pemungutan suara,

 Melaksanakan pemungutan suara,

 Menetapkan hasil rekapitulasi penghitungan suara dan mengumumkan hasil suara,

 Menetapkan calon kepala desa terpilih, dan

 Melakukan evaluasi dan pelaporan pelaksanaan pemilihan.

Demokrasi dalam konteks pemilihan kepala desa (Pilkades) dapat dipahami sebagai

pengakuan keanekaragaman serta sikap politik partisipatif dari masyarakat dalam bingkai

demokratisasi pada tingkat desa. Hal ini merujuk pada UU Nomor 8 tahun 2005 tentang

perubahan atas UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang mengakui

penyelenggaraan pemerintahan dimana desa berhak dan memiliki kewenangan untuk

mengurus rumah tangga desa.

Keterkaitan antara kedaulatan rakyat dan pemilihan kepala daerah dapat kita padukan

melalui partisipasi masyarakat dalam mewujudkan kedaulatannya untuk menentukan

kehendak Negara melalui pemilihan kepala daerah langsung, dan rakyat yang menentukan

siapa yang menjadi pemerintah Negara di daerahnya (Wendy Mela, 2013:99).

II.2. Definisi Konsep

Konsep adalah abstraksi yang terbentuk oleh generalisasi. Menurut singarimbun dan

Effendi (1987:33) “Konsep merupakan istilah dan definisi yang digunakan untuk

menggambarkan secara abstrak suatu kejadian, keadaan, kelompok, atau individu yang

menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Dalam suatu konsep ada kalanya mempunyai pengertian

yang berbeda dan mempunyai variabel yang berbeda pula terutama dalam ilmu sosial”.

Agar tidak menimbulkan kekeliruan dalam pengertian, kiranya perlu ditegaskan

batasan konsep yang akan diajukan, yaitu :


1. Pendidikan yaitu, jenjang pendidikan formal yang terdiri dari pendidikan dasar,

pendidikan menengah, pendidikan atas, dan perguruan tinggi.

2. Partisipasi politik yaitu, keterlibatan warga dalam segala tahapan kebijakan, mulai dari

saat perencanaan, pembuatan keputusan sampai dengan peluang untuk ikut serta dalam

pelaksanaan keputusan.

3. Pemilihan kepala desa yaitu, pelaksanaan kedaulatan rakyat di desa dalam rangka

memilih kepala desa yang bersifat langsung, umum, jujur, adil dan rahasia.

II.3 Definisi Operasional

Operasionalisasi konsep adalah tahapan kita berusaha menjabarkan konsep atau

variabel penelitian dalam rincian yang terukur ( Tim Penyusun FISIP UPS, 2012:10).

Definisi operasional variabel menurut Walgito (2004:4-5), yaitu definisi yang diberikan

kepada suatu variabel atau konstruk berpikir dengan cara memberikan arti atau

menspesifikasikan kegiatan atau memberikan suatu operasional yang diberikan variabel.

Definisi operasional merupakan teori yang masih sangat abstrak, karena dalam

penelitian ini masih perlu diperhatikan obyek penelitian yang berupa variabel pada definisi

operasional yaitu merupakan penjelasan suatu variabel penelitian ke dalam indikator yang

lebih terperinci sehingga dengan demikian variabel tersebut dapat diketahui ukurannya.

Definisi operasional variabel untuk penelitian ini mencakup dua variabel yaitu pendidikan

masyarakat sebagai variabel bebas (X) dan partisipasi politik masyarakat pada pemilihan

kepala desa sebagai variabel terikat (Y), dengan indikator pengukurnya sebagai berikut ;

1. Pendidikan masyarakat. Dengan sub indikator pengukur :

a. Pendidikan Formal

b. Pendidikan Informal

40
41

c. Pendidikan Nonformal

2. Partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala desa, dengan sub indikator

pengukurnya berdasarkan bentuk partisipasi Konvensional dan Non konvensional :

 Konvensional ;

a. Partisipasi dalam kampanye

b. Mengikuti diskusi kampanye

c. Memberikan suara dalam kegiatan pemilihan desa

 Non Konvensional

a. Pengajuan petisi

b. Berdemonstrasi

c. Melakukan aksi mogok kerja

II.4. Hipotesis

Menurut Suharsimi Arikunto (1995:71), “Hipotesis didefinisikan sebagai alternated

dugaan jawaban yang dibuat oleh penelitian bagi problematika, yang sifatnya sementara dan

diuji kebenarannya dengan data yang dikumpulkan dengan melalui penelitian”. Sugiono

(2009:96) menjelaskan, “hipotesis merupakan jawaban sementara terhadap rumusan masalah

penelitian, dimana rumusan masalah penelitian telah dinyatakan dalam bentuk pertanyaan”.

Hipotesis merupakan patokan,dugaan yang dianggap benar, juga berarti persangkaan

yang dianggap benar yang sifatnya sementara waktu dan perlu dibuktikan kebenarannya.

Adapun rancangan hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut ;

 Jika semakin tinggi tingkat pendidikan maka akan semakin selektif seseorang untuk

menentukan pilihannya,
 Sebaliknya, jika semakin rendah tingkat pendidikannya maka akan semakin berkurang

tingkat kepedulian terhadap pilihannya.

Hipotesis yang penulis ajukan adanya pengaruh positif yang signifikan pada pendidikan

formal terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala desa di desa Bulu

Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang. Namun pada selanjutnya, hipotesis tersebut

harus diuji kembali kebenarannya. Hipotesis tersebut dapat dilihat jelas pengaruhnya dengan

model geometrikal sebagai berikut :

Variabel X Variabel Y

Pendidikan Partisipasi Politik Masyarakat

1.) Pendidikan Formal : 1.) Konvensional :


- SD - Partisipasi dalam kampanye
- SMP - Diskusi Kampanye
- SMA - Memberikan suara dalam
2. Pendidikan Informal : pemilihan kepala desa
- keluarga 2.) Non Konvensional
3. Pendidikan Nonformal : - Pengajuan petisi
- Pesantren - Berdemonstrasi
- LPK - Mogok kerja

Gambar 1.1 Hipotesis Penelitian

II.5. ALUR PIKIR PENELITIAN

Pada dasarnya alur pikir adalah penggambaran rumusan masalah yang didasarkan

pada teoritis dan kemungkinan hasil akhir penelitian yang relevan untuk kemudian dapat

dipahami masalah yang telah dirumuskan. Keikutsertaan rakyat dalam proses pemerintahan

42
43

diwujudkan melalui adanya penyelenggaraan pemilihan umum. Pemilihan kepala desa

merupakan perwujudan demokrasi desa yang berkualitas. Setelah keluarnya Undang-Undang

No. 6 tahun 2014 tentang desa yang menggantikan Undang-Undang No. 32 tahun 2004 pasal

31 ayat 1 dan 2 maka pemilihan kepala desa dilaksanakan secara serentak di seluruh

wilalyah Kabupaten/Kota.

1.) Tingkat pendidikan merupakan suatu tahapan dalam pendidikan yang didasarkan pada

tingkat peserta didik, tujuan yang akan dicapai serta kemampuan yang dikembangkan.

Tingkat pendidikan yang telah ditempuh seseorang dapat berpengaruh pada tingkat

kematangan berpikirnya dan dalaml mengambil keputusan. Semakin tinggi pendidikan

seseorang maka semakin tinggi pula kesadaran politiknya. Seorang warga negara yang

memiliki tingkat pendidikan yang tinggi maka berdampak pada keaktifan mereka dalam

partisipasi politik untuk mempengaruhi kebijakan publik sesuai dengan aspirasi yang

mereka inginkan.

2.) Pekerjaan yang dimiliki seseorang dapat meningkatkan kesadaran orang tersebut untuk

berpartisipasi politik. Seseorang dengan status sosial ekonomi yang tinggi akan

memiliki tingkat pengetahuan politik, minat dan perhatian pada politik, serta sikap dan

kepercayaan yang tinggi pada pemerintah. Hal ini dikarenakan berbagai pengalaman

pekerjaan yang didukung oleh kemampuan dalam berorganisasi tersebut dapat

membantu meningkatkan kemampuan dalam memahami masalah dilingkungan

sekitarnya. Dengan status ekonomi sosial yang tinggi tersebut maka seorang warga

negara memiliki tingkat pengetahuan politik dan minat serta perhatian pada politik.

Dengan demikian, warga negara dapat berpartisipasi politik dengan aktif dan baik.
3.) Dalam kehidupan bermasyarakat dan bernegara, setiap individu terkait dengan persoalan

politik. Masyarakat sebagai kumpulan individu memiliki harapan sekaligus tujuan yang

akan diwujudkan. Untuk mewujudkan harapan tersebut diperlukan adanya partisipasi

politik untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat pemerintah agar kebijkan tersebut

selaras dengan tujuan dan harapan yang masyarakat inginkan. Partsipasi masyarakat

dapan timbul dari adanya kesadaran masyarakat akan pentingnya berpastisipasi politik.

Kesadaran berpartisipasi politik akan muncul dari seseorang dengan tingkat pendidikan

dan pekerjaan yag tinggi. Hal ini dikarenakan semakin tinggi tingkat pendidikan dan

pekerjaan yang dimiliki warga negara akan berdampak pada kesadaran warga negara

untuk lebih aktif dalam berpartisipasi politik.

44
45

Berdasarkan kerangka pemikiran sebagai berikut :

X Y

Tingkat Pendidikan Partisipasi politik

Indikator Indikator

1. Hakikat pendidikan 1. Pengertian partisipasi


2. Jenis dan jenjang politik
pendidikan : 2. Bentuk partisipasi politik
 Pendidikan umum 3. Tujuan partisipasi poitik
 Pendidikan khusus 4. Faktor pengaruh
3. Bentuk pendidikan : partisipasi politik :
 Pendidikan formal  Lingkungan sosial
 Pendidikan informal  Lingkungan politik
 Pendidikan nonformal  Struktur kepribadian
4. Prestasi pendidikan  Faktor sosial situasi

Pemilihan Kepala Desa

Gambar 2. Skema Kerangka Berpikir


BAB III

METODE PENELITIAN

III.1. Jenis Dan Tipe Penelitian

d. Jenis Penelitian

Jenis penelitian adalah suatu cara yang digunakan oleh peneliti dalam mengumpulkan

data penelitiannya (Suharsimi Arikunto, 2006:150). Sedangkan menurut (Sugiyono,

2009:3), bawa metode penelitian secara umum diartikan sebagai cara ilmiah untuk

mendapatkan data yang valid dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Penelitian ini

menggunakan jenis penelitian kuantitatif dengan alasan karena dalam penelitian kuantitatif

memiliki dua variabel yang ingin diketahui hipotesisnya dengan melakukan penelitian

terhadap populasi dan sampel yang telah ditentukan. Maka dari itu, peneliti menggunakan

jenis penelitian kuantitatif karena pada penelitian ini ada dua variabel yang ingin diteliti

yaitu untuk mengetahui pengaruh variabel X “pendidikan” terhadap variabel Y “Partisipasi

Politik” pada pilkades serentak tahun 2020 di desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten

Pemalang.

e. Tipe Penelitian

Menurut Singarimbun (1991:23), penelitian pada umumnya dapat digolongkan menjadi 3

tipe, yaitu :

1. Penelitian penjajagan, penelitian ini bersifat terbuka, masih mencari data belum

mempunyai hipotesis. Pengetahuan penelitian tentang gejala yang akan diteliti masih

sangat kurang atau sedikit sekali. Penelitian yang dilakukan sebagai langkah penelitian

pertama untuk penelitian yang mendalam, baik dari penjelasan maupun deskriptif.

46
47

2. Penelitian penjelasan (eksplanatori), penelitian penjelasan menyoroti hubungan

antara variabel-variabel penelitian dan menguji hipotesis yang telah dirumuskan

sebelumnya. Oleh karena itu dinamakan juga penelitian pengujian hipotesis atau testing

research. Walaupun uraiannya juga mengandung deskripsi, namun sebagai penelitian

rasional fokusnya tetap terletak pada penjelasan hubungan variabel.

3. Penelitian deskriptif, penelitian ini mempunyai tujuan yang pertama untuk

mengetahui perkembangan sarana fisik tertentu, yang kedua yaitu mendeskripsikan

secara terperinci pada fenomena sosial tertentu.

Dari ketiga tipe penelitian diatas, maka penulis dalam menyusun penelitian ini

menggunakan tipe yang ketiga, yaitu tipe penelitian deskriptif yaitu yang dimaksudkan

untuk mengetahui hubungan antar variabel, dan analisa secara kuantitatif dengan

menampilkan tabel-tabel dan kemudian dideskripsikan “Pengaruh pendidikan formal

terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala desa di desa Bulu

Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang”.

III.2. Populasi dan Sampel Penelitian

1. Populasi

Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek dan subjek yang

mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari

dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2009:117). Sedangkan menurut Suharsimi

Arikunto (2006:130), mengatakan bahwa populasi merupakan keseluruhan objek suatu

penelitian.

Menurut Sugiyono (2007: 72) populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas

objek atau subjek yang memunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya. Menurut Siregar (2013: 30)

populasi berasal dari bahasa Inggris yaitu population yang berarti jumlah penduduk. Dalam

metode penelitian, kata populasi sangat populer dipakai untuk menyebutkan serumpun/

sekelompok objek yang menjadi sasaran penelitian. Sampel adalah suatu prosedur

pengambilan data dimana hanya sebagian populasi saja yang diambil dan dipergunakan

untuk menentukan sifat serta ciri yang dikehendaki dari suatu populasi. Unit analisis adalah

satuan tertentu yang diperhitungkan sebagai subjek penelitian.

Dari studi penjajakan observasi, peneliti mendapatkan jumlah penduduk desa Bulu

Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang yang sudah memilih berjumlah 4.093. Data

tersebut diperoleh dari data desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang tahun

2020.

Tabel 6. Sebaran penduduk dan yang mempunyai hak pilih

Populasi Laki-laki perempuan Pemilih tetap Jumlah TPS

6.154 3.034 3.120 4.093 9

Sumber : Pengolahan Data

Berdasarkan data maka jumlah mata pilih di desa Bulu Kecamatan Kabupaten Pemalang

sebanyak 4.093 dari populasi penduduk 6.154 jiwa.

2. Sampel penelitian

Menurut Suharsimi Arikunto (2010:174), “sampel adalah sebagian atau wakil dari

populasi yang diteliti”. Sedangkan menurut Sugiyono (2009:118), sampel merupakan bagian

jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi.

Populasi dalam penelitian ini adalah jumlah dari penduduk yang sudah

memilih dalam pemilihan kepala desa, sebanyak ± 4.093 orang. Teknik pengambilan sampel

dalam penelitian ini dilakukan dengan teknik proportional cluster random sampling yaitu
48
49

teknik pengambilan sampel yang memperhatikan proporsi atau perimbangan-perimbangan,

unsur-unsur, dan kategori jumlah responden yang terdapat dalam tiap bagian, agar diperoleh

sampel yang representatif.

Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dalam menentukan sampel, peneliti

menggunakan rumus perhitungan Taro Yamane (Riduwan, 2015:65). Penentuan jumlah

sampling dalam penelitian ini menggunakan rumus Taro Yamane, sebagai berikut :

N
n=
Nd ²+1

Sumber : Rumus Perhitungan Taro Yamane (Riduwan,2015:65)

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi yang diketahui

d = presisi yang ditetapkan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan toleransi kesalahan sebesar 10 %.


Berdasarkan rumus diatas maka perhitungan sampel untuk penelitian ini adalah :

4.093
n=
4.093 .0 , 1²+1

4.093
n=
4.093 .0 , 01+ 1

4.093
n=
40 , 93+1

4.093
n=
41 , 93

n = 67,61 dibulatkan menjadi 68

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 68 orang dari total populasi 4.093 penduduk.

Dikarenakan terdapat tingkatan pendidikan responden yang berbeda-beda, penarikan sampel

dilakukan peneliti secara stratified sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang

digunakan jika unit-unit elementer dari populasi tidak seragam (heterogen) dalam

hubungannya dengan variabel yang akan diteliti. Teknik pengambilan sampel dalam

penelitian ini adalah dengan random sampling, yang memberikan kesempatan sama kepada

setiap masyarakat untuk dijadikan sampel, yang diambil sebanding dengan banyaknya sub

mata pilih di setiap dusun dengan rumus :

¿
Nₕ = N x n

Keterangan :

Nh : Banyaknya sampel dari setiap kelompok

n : Jumlah sampel yang mewakili populasi

Ni : Jumlah populasi masing-masing dusun

N : Jumlah populasi

50
51

Tingkat Pendidikan masyarakat desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang

Berikut ini adalah hasil observasi yang telah didapatkan oleh peneliti dari perangkat desa

Bulu berdasarkan tingkat pendidikannya :

Tabel 3.2 Tingkat Pendidikan masyarakat desa Bulu

No Tingkat Pendidikan masyarakat Jumlah

1. Belum sekolah 1382 jiwa

2. SD/Sederajat 3.180 jiwa

3. SMP/Sederajat 730 jiwa

4. SMA/Sederajat 475 jiwa

5. Perguruan Tinggi 112 jiwa

6. Putus sekolah 75 jiwa

7. Buta Aksara 200 jiwa


Sedangkan berdasarkan data jumlah tingkat pendidikan masyarakat pada diagaram batang :

Tingkat pendidikan masyarakat


3,250
2,750
2,250
1,750
1,250
Axis Title 750
250
Belum SD/ SMP/ SMA/ Pergu- Putus Buta ak-
sekolah Sederajat Sederajat Sederajat ruan Sekolah sara
Tinggi
Series 1382 3180 730 475 112 75 200
1

Tabel 3.3 Data Perolehan suara pada pemilihan kepala desa

No Nama Nomor Perolehan suara Jumlah

. Calon urut Tps Tps Tps Tps Tps Tps Tps Tps Tps

1 2 3 4 5 6 7 8 9

1. Mukhtar, 1 204 188 212 289 169 204 186 212 161 1.825

S.H

2. Feri 2 170 167 169 88 216 128 148 118 163 1.367

Budiarso,

S.IP

Jumlah suara sah 3.192

Jumlah pemilih tidak sah 29

jumlah pemilih yang terdaftar 4.093

jumlah pemilih yang tidak terdaftar 873

52
53

Jumlah Total 8.187

Sedangkan berdasarkan pada diagram lingkaran ;

Total perolehan suara

30%
jumlah penduduk
jumlah suara sah
46% jumlah tidak sah
jumlah pemilih terdaftar

0%

24%

Sumber : Data perolehan suara kelurahan Petarukan


Untuk memenuhi persyaratan tersebut maka dalam menentukan sampel, peneliti

menggunakan rumus perhitungan Taro Yamane (Riduwan, 2015:65). Penentuan jumlah

sampling dalam penelitian ini menggunakan rumus Taro Yamane, sebagai berikut :

N
n=
Nd ²+1

Sumber : Rumus Perhitungan Taro Yamane (Riduwan,2015:65)

Keterangan :

n = jumlah sampel

N = jumlah populasi yang diketahui

d = presisi yang ditetapkan

Dalam penelitian ini, penulis menggunakan toleransi kesalahan sebesar 10 %.

54
Berdasarkan rumus diatas maka perhitungan sampel untuk penelitian ini adalah :

4.093
n=
4.093 .0 , 1²+1

4.093
n=
4.093 .0 , 01+ 1

4.093
n=
40 , 93+1

4.093
n=
41 , 93

n = 67,61 dibulatkan menjadi 68

Penelitian ini mengambil sampel sebanyak 68 orang dari total populasi 4.093 penduduk.

Dikarenakan terdapat tingkatan pendidikan responden yang berbeda-beda, penarikan sampel

dilakukan peneliti secara stratified sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang

digunakan jika unit-unit elementer dari populasi tidak seragam (heterogen) dalam

hubungannya dengan variabel yang akan diteliti.

III.3 Jenis dan Macam Data

Jenis dan macam data yang dipergunakan dalam penelitian ini antara diantaranya yaitu data

primer dan data sekunder, yang merupakan data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif.

a) Data primer menurut pendapat Umar (2001:69), merupakan data yang diperoleh dari

sumber pertama baik dari individu atau perorangan seperti hasil pengisian kuesioner.

Data primer dalam penelitian ini berupa penyebaran kuesioner kepada masyarakat desa

Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang.

b) Data sekunder menurut pendapat Umar (2001:69), merupakan data primer yang telah

diolah lebih lanjut dan disajikan baik oleh pengambil data primer maupun oleh pihak

lain. Data sekunder dalam penelitian ini adalah dokumen-dokumen desa Bulu

55
Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang yang meliputi : profil desa, data penduduk,

dan Undang-Undang yang mengatur tentang Pemilihan Kepala Desa.

III.4. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Sugiyono (2009:193), pengumpulan data dapat dilakukan di berbagai

setting, berbagai sumber, dan berbagai cara. Dilihat dari settingannya, data dapat

dikumpulkan pada setting alamiah (natural setting) pada laboratorium dengan metode

eksperimen, dirumah dengan berbagai responden, pada suatu seminar, diskusi, di jalan dan

lain-lain. Jika dilihat dari sumber datanya, maka pengumpulan datanya dapat menggunakan

sumber primer dan sumber sekunder. Dan jika dilihat dari segi cara atau teknik pengumpulan

data maka teknik pengumpulan data dapat dilakukan dengan ;

1. Observasi

Sebagai metode ilmiah observasi merupakan teknik pengumpulan data dimana

peneliti melakukan pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari

dekat kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004:104). Metode ini digunakan untuk

mengamati dan mencatat letak geografis kondisi pasien, perilaku pegawai dan lain

sebagainya.

Kemudian dikemukakan Maman Rachman (1999:77) “observasi diartikan sebagai

pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap gejala yang nampak pada objek

penelitian”. Dikatakan pula bahwa beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam observasi

diantaranya :

1. Pemilikan pengetahuan yang cukup mengenai objek yang akan diobservasi,

2. Pemahaman tujuan umum dan tujuan khusus penelitian yang akan dilaksanakan,

56
67

3. Pengamatan dan pencatatan harus dilakukan secara cermat dan kritis, maksudnya

diusahakan agar tidak ada satupun gejala yang lepas dari pengamatan (Maman

Rachman, 1999:77-78).

Dalam penelitian ini observasi dilakukan untuk meneliti secara langsung di lapangan

terhadap pendidikan masyarakat dan partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala

desa di desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten Pemalang.

2. Kuesioner

Angket merupakan alat pengumpulan data yang berbentuk pertanyaan untuk

kemudian dijawab oleh subyek penelitian. Menurut (Widiyoko, 2016:33) angket atau

kuesioner adalah metode pengumpulan data yang dilakukan dengan cara memberikan

seperangkat pernyataan dan pertanyaan tertulis kepada responden untuk diberikan respon

sesuai dengan permintaan pengguna.

Angket atau kuesioner memang mempunyai banyak kebaikan sebagai instrumen

pengumpulan data. Adapun alasan mempergunakan metode dan alat pengumpulan data

angket (Suharsimi Arikunto, 2006:146) sebagai berikut :

 Dapat mengumpulkan data dari responden dalam jumlah yang banyak dan dalam kurun

waktu yang relatif singkat,

 Dapat dilakukan secara serempak terhadap sejumlah objek yang akan diteliti,

 Dapat disusun dengan teliti sesuai dengan masalah,

 Setiap responden mempunyai kebebasan untuk menjawab pertanyaan yang benar-benar

sama.

Dalam penelitian ini penulis menggunakan kuesioner langsung tertutup dengan tipe

item pilihan yang memberikan alternatif pada jawaban (multiple choice) yaitu ada lima

57
option. Angket variabel X (pendidikan masyarakat) dengan pilihan jawaban : tidak sekolah,

tamat SD/sederajat, Tamat SMP/ sederajat, Tamat SMA/sederajat, dan Tamat Perguruan

Tinggi. Sedangkan angket variabel Y (partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan kepala

desa) dengan pilihan jawaban : Selalu, Sering, Kadang-Kadang, Hampir tidak pernah dan

Tidak pernah.

3. Dokumentasi

Dokumentasi merupakan cara mengumpulkan data melalui peninggalan tertulis

seperti arsip-arsip dan termasuk juga buku-buku tentang pendapat, teori dan hukum-hukum,

dan lain yang berhubungan dengan masalah penelitian (Margono, 2004:181). Metode

pengumpulan data berupa dokumentasi berfungsi untuk menghimpun secara selektif bahan-

bahan yang digunakan dalam kerangka atau landasan teori, penyusunan hipotesis secara

tajam.

Metode dokumentasi dapat mendukung data-data dalam penelitian agar lebih valid.

Dokumentasi dalam penelitian ini berupa dokumen-dokumen Desa Bulu Kecamatan

Petarukan Kabupaten Pemalang, meliputi Profil desa, Data penduduk, dan undang-undang

yang mengatur tentang Pemilihan Kepala Desa.

III.5 Teknik Analisis Data

Teknik analisis data merupakan teknik yang digunakan untuk menyusun atau

menganalisis data yang telah diperoleh dari hasil wawancara, catatan beserta dokumentasi.

Data yang dikumpulkan baik data variabel bebas maupun variabel terikat, kemudian setelah

terkumpul untuk selanjutnya diolah dan kemudian dianalisis. Menurut Ardhana sebagaimana

yang dikutip oleh Moeleong (2010:103), analisis data adalah proses mengatur urutan data,

mengoordinasikannya ke dalam suatu pola, kategori, dan satuan uraian dasar.

58
67

Penelitian ini menggunakan teknik analisi data kuantitatif deskriptif yang dimana

fungsi statistik deskriptif antara lain mengklasifikasikan suatu data variabel berdasarkan

kelompoknya masing-masing dari semula belum teratur dan mudah diinterpretasikan

maksudnya oleh orang yang membutuhkan informasi tentang keadaan variabel tersebut.

selain itu statistik deskriptif juga berfungsi menyajikan informasi sedemikian rupa, sehingga

data yang dihasilkan dari peneletian dapat dimanfaatkan oleh orang lain yang membutuhkan.

Ciri analasis kuantitatif yaitu, selalu berhubungan dengan angka baik angka yang diperoleh

dari pencacahan maupun hitungan. Data yang diperoleh dari pencacahan selanjutnya diolah

dan disajikan dalam bentuk yang lebih mudah dimengerti oleh pengguna data tersebut. sajian

data kuantitatif sebagai hasil analisis kuantitatif dapat berupa angka-angka maupun gambar

grafik.

Teknik analisis data dalam penelitian ini berdasarkan dari data kuantitatif, maka teknik

analisis data yang digunakan adalah teknik analisis korelasi product moment, uji signifikan

korelasi pearson product moment, analisis statistik regresi dengan tujuan memberikan

interpretasi data atau menarik kesimpulan dari data yang telah dikumpulkan.

1. ) Uji Korelasi Pearson Product Moment

Sebelum menentukan besarnya pengaruh variabel X terhadap variabel Y, dengan

rumus korelasi Pearson Product Moment (PPM) menurut Riduwan (2005:138) sebagai

berikut :

N Ʃ XY −( ƩX ) (ƩY )

√⟮ N ƩX ²−( ƩX ) 2
⟯⟮ N ƩY 2−(Ʃ Y 2) ⟯

Sumber : korelasi Pearson Product Moment ( Riduwan, 2005:138)

59
Keterangan ;

rᵪᵧ : indeks korelasi

X : skor total variabel X

Y : skor total variabel Y

N : jumlah subjek/responden/sampel

2. ) Uji Signifikansi Korelasi Pearson Product Moment

Untuk menguji signifikan pengaruh, yaitu apakah pengaruh yang ditemukan itu untuk

seluruh populasi, maka perlu diuji signifikannya. Rumus uji signifikansi korelasi product

moment sebagai berikut :

r √ n−2
t¿❑
√ 1−r ²

Sumber : korelasi product moment (Sugiyono, 2009:257)

Dimana ;

n : jumlah responden (sampel)

r : Koefisien korelasi product moment (Sugiyono, 2009:257)

3. ) Analisis Regresi Linear Sederhana

persamaan regresi digunakan untuk melakukan prediksi seberapa tinggi nilai variabel

dependen (bebas) bila nilai variabel independen (terikat) berubah. Secara umum persamaan

regresi sederhana (dengan satu predictor) dapat dirumuskan sebagai berikut :

Yˡ = a + bX

a = Ʃ Y-b.Ʃ xn

b = n . Ʃ xy-Ʃ x . Ʃ yn . Ʃ x²- Ʃ x²

Dimana ;

60
67

Yˡ : nilai yang diprediksikan

a : konstanta yang diprediksikan

b : koefisien regresi

X : nilai variabel independen (Sugiyono, 2009:262)

Dari persamaan yang telah diperoleh maka dapat diketahui pengaruh yang positif dan

signifikan pendidikan terhadap partisipasi politik masyarakat dalam pemilihan politik

masyarakat dalam pemilihan kepala desa di desa Bulu Kecamatan Petarukan Kabupaten

Pemalang. Model regresi tersebut diuji kebermaknaannya menggunakan uji t, apabila

diperoleh p value < 0,05, yang berarti bahwa kedua model regresi tersebut signifikan.

Setelah mengumpulkan data dari lapangan, maka tahap selanjutnya adalah

mengadakan pengolahan data dengan menggunakan program Statistical Package for Social

Science (SPSS) Menurut Siregar (2013: 86) pengolahan data dengan pendekatan kuantitatif

adalah suatu proses dalam memeroleh data ringkasan dengan menggunakan cara-cara atau

rumusan tertentu. Pengolahan data meliputi kegiatan sebagai berikut :

1. Editting adalah proses pengecekan atau memeriksa data yang telah berhasil dikumpulkan

dari lapangan, karena kemungkinan data yang telah masuk tidak memenuhi syarat atau tidak

dibutuhkan.

2. Koding adalah kegiatan pemberian kode tertentu pada tiap-tiap data yang termasuk

kategori yang sama. Kode adalah isyarat yang dibuat dalam bentuk angka-angka atau huruf

untuk membedakan antara data atau identitas data yang akan dianalisis. Pemberian kode

melalui program Microsoft exel sebelum memasukkannya ke dalam program SPSS 17.

3. Format Entry Data di Program SPSS 17 merupakan suatu proses pembuatan format

pengerjaan data pada program SPSS sebelum nantinya data dimasukkan ke dalam komputer.

61
Adapun yang digunakan yaitu untuk mengukur uji validitas dan reliabilitas, uji hipotesis, dan

data hasil kuesioner penelitian.

4. Pemindahan data adalah memasukkan data yang telah didapat (berupa kode) ke dalam

mesin pengolah data yaitu SPSS 17, sehingga nantinya didapatkan hasil dari pengelolahan

tersebut dalam bentuk tabel.

5. Tabulasi adalah proses penempatan data ke dalam bentuk tabel yang telah diberi kode

sesuai dengan kebutuhan analisis. Tabeltabel yang dibuat sebaiknya mampu meringkas agar

memudahkan dalam proses analisis data.

6. Penyajian Data adalah suatu bentuk penyajian data ke dalam bentuk tabel, baik itu dalam

tabel distribusi frekuensi maupun tabel silang yang nantinya dapat digunakan untuk

penyajian data di dalam isi penelitian.

A. Teknik Penentuan Skor

Menurut Sugiyono (2005: 108) Setelah seluruh data yang diperoleh dalam penelitian

diuraikan, maka pada tahap selanjutnya akan dilakukan pem-bahasan data yang telah

diuraikan tadi. Interpretasi data secara keseluruhan untuk masing-masing variabel dapat

dilakukan setelah terlebih dahulu diklasifikasikan berdasarkan nilainilai yang diperoleh dari

responden. Berdasarkan klasifikasi yang telah ditentukan. Adapun Penskoran yang

digunakan untuk mengklasifikasikan data tersebut adalah: Penskoran menggunakan

penilaian sebagai berikut :

a) Untuk alternatif jawaban a diberi skor 4

b) Untuk alternatif jawaban b diberi skor 3

c) Untuk alternatif jawaban c diberi skor 2

d) Untuk alternatif jawaban d diberi skor 1

62
67

Kemudian untuk menentukan kategori jawaban responden terhadap masingmasing alternatif

apakah tergolong sangat tinggi, tinggi, sedang, rendah, sangat rendah maka dapat ditentukan

kelas intervalnya, dengan cara sebagai berikut :

Skor tertinggi−Skor terendah


Banyak Bilangan

B. Teknik Uji Hipotesis

a. Analisis regresi sederhana (Sugiyono , 2013:255)

1) Mencari korelasi X dengan Y dengan menggunakan rumus :

Ʃᵪᵧ
rᵪᵧ = √ ( Ʃ ᵪ ) (Ʃ ᵧ2)
2
¿
¿

2) Mencari koefisien determinan ( r²) (Hadi, 2004:22)

Koefisien determinan adalah tingkat pengaruh variabel bebas X terhadap variabel terikat Y.

Rumus yang digunakan adalah :


1
(a Ʃ ᵪᵧ)
r² =
Ʃᵧ ²

Keterangan :

r 2 = koefisien determinan antara Y dengan x

a1 = koefisien prediktor x

∑xy = Jumlah produk x dengan y

∑y 2 = Jumlah kuadrat kriterium y

4) Menguji signifikansi dengan uji t Uji t digunakan untuk mengetahui signifikansi antar

variabel. (Sugiono, 2013: 230)

Adapun rumus uji t adalah :

63
r √ n−2
t=
1−r ²

Keterangan :

t = nilai hitung

r = koefisien korelasi

n = jumlah sampel

4.) Membuat garis regresi linear sederhana. (Hadi, 2004: 1)

Rumus yang digunakan :

Y = aX + K

Keterangan :

Y = Kruterium

X = Prediktor

a = bilangan koefisien predictor

K = bilangan konstan

64
67

DAFTAR PUSTAKA

Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian suatu Pendekatan Praktek. PT.Rineka


Cipta. Jakarta.

Anwar Prabu Mangkunegara. 2003. Perencanaan dan Pengembangan Sumber daya

Manusia.

Bandung : Refika Aditama

_________ 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek (Edisi Revisi 2010).
Rineka Cipta. Jakarta

Baut, Paul S. Dan Beny Harman K. 1998 : Kompilasi Deklarasi Hak-Hak Asasi . Manusia,

Cet Pertama yayasan LBH Indonesia, Jakarta.

Budi Suryadi. 2007. Sosiologi Politik, Sejarah, Definisi, dan Perkembangan

Konsep.Yogyakarta

Budiarjo, Miriam. 1998. Partisipasi dan Partai Politik. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Fernando Marpaung. Pengaruh Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik dalam Pemilihan

Walikota 2012.

Diakses pada tanggal 04 januari 2017, situs:

jurnal.umrah.ac.id/wpcontent/uploads/gravity_forms/1.../2016/.../JURNAL1.pdf

Bornadus Asa Abednego. Pengaruh Tingkat Pendidikan Dan Tingkat Ekonomi Terhadap

Partisipasi Politik Pemilih Pemula Dalam Pilkada DKI Jakarta 2017 Di Kecamatan Cakung

Jakarta Timur.

25025-51408-1-SM-1.pdf

Eman Hermawan. Politik Membela Yang Benar.

Yogyakarta.Yayasan KLIK.

65
Hamdi Naufal Mahbub, Heryono Susilo Utomo , Budiman. 2015. Pengaruh Sosialisasi

Politik Dan Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik Masyarakat Desa Mendik

Kecamatan Long Kali Kabupaten Paser Dalam Pemilihan Kepala Daerah Serentak.

eJournal Pemerintahan Integrattif, Volume 6, Nomor 3, 2018: 444-454

https://www.dpr.go.id/doksetjeon/dokumen/-Regulasi-UU-No.-12-Tahun-2005-Tentang-

Pengesahan-Kovenan-Internasional-Tentang-Hak-Hak-Sipil-dan-Politik

Hetti SN Simanjuntak. 2007. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik

Pada Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden 2004. Skripsi Fisip USU Departemen Ilmu

Politik.

Himpunan Peraturan Perundang-undangan Tentang Guru dan Dosen. 2006

. Bandung: Fokusmedia.

Irmasugiati. 2014. Pengaruh Tingkat Pendidikan Masyarakat Terhadap Partisipasi Politik

Dalam Pemilihan Bupati Tahun 2014 Di Kelurahan Leoran Kabupaten Enrengkang.

444-Article Text-1330-1-10-20210717.pdf

Lidya. 2018. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap Partisipasi Politik Dalam Pemilihan

Langsung Kepala Desa Kecamatan Singkil Utara.

Lidya.pdf

Michael Rusf dan Philip Althof. 2003. Pengantar Sosiologi Politik.

Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada.

Moeljarto Tjokrowinoto. 2004. Pembangunan Dilema dan Tantangan.

Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Mochtar Mas’oed, 2001. Perbandingan sistem politik.

Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

66
67

Pye, Lucian W. 1991. Pengertian Pembangunan Politik. Dikutip oleh Juwono

Sudarsono,Pembangunan Politik dan Perubahan Politik.

Jakarta : Yayasan Obor Indonesia.

Rafael Raga Maran. 2001. Pengantar Sosiologi Politik.

Jakarta. Rineka Cipta.

Redja Mudyahardjo. 2002. Pengantar Pendidikan : Sebuah Studi Awal Tentang Dasar-

Dasar Pendidikan Pada Umumnya dan Pendidikan di Indonesia.

Jakarta.Raja Grafindo Persada

Riduwan, 2004. Metode Riset. Jakarta : Rineka Cipta.

Rina Rahman Olii Asep Mahpudz & Imran. 2015. Pengaruh Tingkat Pendidikan Terhadap

Partisipasi Politik Masyarakat Di Kelurahan Tatura Utara Kecamatan Palu SelatanPADA

Pilkada Kota Palu Tahun 2015.

JURNAL EDU CIVIC MEDIA PUBLIKASI PRODI PPKN

Sudijono Sastroatmodjo. 1995. Partisipasi Politik.

Semarang.IKIP-Semarang Press.

Singarimbun, Masri, dan Effendi, Sofian (eds), 1995. Metode Pemilihan Survei.

Jakarta : LP3ES.

Sugiyono, 2009. Metode Penelitian Pendidikan (Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif, dan

R&D). Bandung : Alfabeta.

Sugiyono. 2007. Statistika Untuk Penelitian.

Bandung: CV Alfabeta.

Tim Dosen FIP-IKIP Malang. 2003. Pengantar Dasar-Dasar Pendidikan. Malang. Usaha

Nasional.

67
Undang-undang Nomor. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.

Jakarta. Kemendiknas.

68

Anda mungkin juga menyukai