Anda di halaman 1dari 2

Predatory Pricing dalam Perdagangan Online

PENGENALAN ISU

Belum lama berselang perusahaan konsultasi yang berbasis di Singapura dan fokus terhadap
pengembangan kerja sama di bidang teknologi, Momentum Works, mengungkapkan peta persaingan
perdagangan online berdasarkan kinerja pada 2022. Dalam laporan berjudul E-commerce in South
East Asia itu, antara lain dipaparkan lima besar platform perdagangan secara elektronik di Indonesia.
Mereka adalah Shopee (36 persen), Tokopedia (35 persen), dan Bukalapak (10 persen), serta Tiktok
(5 persen).

ARGUMEN

Meskipun berada di urutan kelima, Tik Tok belakangan ramai diperbincangkan seiring
perkembangannya pesat. Kepesatan tersebut tidak bisa dilepaskan dari transformasinya menjadi
platform yang dikategorikan sebagai social commerce. Sejak perubahan pada 2021 itu, Momentum
Works dalam laporan berbeda menyebut Tik Tok memiliki keunggulan dibandingkan platfom murni e-
commerce karena memanfaatkan trafik pengunjung yang tinggi dan pengalaman berbelanja yang
menyenangkan.

Ternyata keunggulan TikTok Shop dianggap mengganggu iklim persaingan sehat dalam bisnis
perdagangan daring Pemerintah akhimya merevisi Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 50 Tahun
2020 tentang Ketentuan Perizinan Usaha, Periklanan, Pembinaan, dan Pengawasan Pelaku Usaha
dalam Perdagangan Melalui Sistem Elektronik Aturan baru yang tertuang dalam Permendag Nomor
31 Tahun 2023 dan diundangkan pada 26 September terse but memisahkan social commerce dengan
e-commerce.

Sebenarnya yang mencuat dari kasus Tik Tok Shop bukan hanya persoalan platform. Muncul dugaan
predetory dan produsen di Luar negara Predatory pricing merupakan kebijakan perusahaan untuk
menjual rugi produk-produk yang dihasilkannya selama jangka waktu tertentu. Tujuannya adalah
mematikan usaha para pesaingnya. Perdagangan online melalui platform social commerce hanya
salah satu cara dalam mendistribusikan hasil produksi Karena itu predatory pricing mungkin juga
terjadi dalam platform lain.

Fokus pada pencegahan predatory pricing menjadi tindakan yang perlu untuk lebih diintensifkan
pemerintah. Platform e-commerce maupun social commerce hanya sarana penjualan barang. Dalam
penjualan secara offline pun, predatory pricing bisa juga dilakukan. Bila yang dicurigai adalah
produsen yang berlokasi di luar negeri, maka penangan barang-barang impor menjadi pintu pertama
pencegahannya. Mungkin saja tarif yang dikenakan terlalu rendah, sehingga harga jual masih lebih
murah dibandingkan produk domestik.

PENEGASAN

Kemungkinan lain menyangkut cara barang itu masuk ke Indonesia. Bila masuk secara ilegal,
tambahan biaya yang bisa dibebankan pada harga menjadi sedikit sehingga harga jualnya pun
menjadi rendah. Pengaturan dan pengawasan terhadap barang-barang jadi yang diimpor merupakan
kunci utama dalam mencegah predatory pricing. Tidak sedikit UMKM Indonesia yang bergerak dalam
produksi barang. Tentu mereka harus dilindungi, terlepas produsen di luar negeri melakukan
predatory pricing atau tidak.

Anda mungkin juga menyukai