DISERTASI
Diajukan oleh
DHANANG RESPATI PUGUH
08/277431/SSA/00261
Kepada
PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS ILMU BUDAYA
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2015
REVITALIZING THE PERFORMING ARTS OF PALACE TRADITION:
Javanese Cultural Politics of Surakarta,
1950s-1990s
DISSERTATION
Submitted by
DHANANG RESPATI PUGUH
08/277431/SSA/00261
to
POSTGRADUATE PROGRAM
FACULTY OF HUMANITIES
GADJAH MADA UNIVERSITY
YOGYAKARTA
2015
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
(Ki Nartosabdho)
Pangkur
Dipersembahkan kepada:
Ki Nartosabdho
ii
"t
PERE&-:T84tr
Yang menyatakan,
&
lV
KATA PENGANTAR
v
menentramkan hati dan semangat ketika penulis menghadapi
berbagai persoalan dalam menyusun disertasi.
Ucapan terima kasih dan penghargaan serupa juga
dihaturkan kepada Prof. Dr. Bambang Purwanto, M.A. baik
sebagai dosen pengampu mata kuliah, ko-promotor maupun
sebagai guru bagi penulis. Tanpa kebaikan beliau mustahil penulis
dapat mengikuti program studi lanjut di Fakultas Sastra/ Ilmu
Budaya Universitas Gadjah Mada. Sejak perkenalan pertama
ketika penulis menjadi mahasiswa S2 di Universitas Gadjah Mada
beliau senantiasa memberikan kesempatan untuk kemajuan
karier akademik penulis. Beliau selalu memberikan kesempatan
kepada penulis untuk mengikuti berbagai kegiatan akademik
seperti: Workshop on Street Images: Decolonization and Changing
Symbolism of Indonesian Urban Culture Between 1930s and early
1960s (Yogyakarta, 2004-2005); Workshop on Sites, Bodies and
Stories: Formation of Indonesian Cultural Heritage (Yogyakarta,
2009); International Conference Sites, Bodies and Stories:
Indonesia, India and (Post) Colonial Heritage Formation (Yogyakarta,
2011); USM-UGM Bienial History Workshop 2012: Rude Awakening
The Japanese Interregnum in Indonesia and Malaysia 1941-1945
(Penang, 2012); dan Sandwich-Like Program (Leiden, 2012). Beliau
juga telah memberikan semangat dan meyakinkan penulis untuk
tetap menyelesaikan penulisan disertasi ketika penulis beberapa
kali hampir putus asa, karena mengalami gangguan kesehatan
yang mengakibatkan tertundanya penyelesaian disertasi ini.
Ucapan terima kasih dan penghargaan juga dihaturkan
kepada para dosen pengampu mata kuliah, yaitu Prof. Dr. R.M.
Soedarsono, Prof. Dr. Bakdi Soemanto, S.U. (alm.), dan Prof. Dr.
Rustopo, M.S.. Ilmu-ilmu yang telah diberikan dan pinjaman
literaturnya menambah wawasan dan pengetahuan penulis, serta
vi
membantu penyusunan disertasi ini. Kepada Prof. Dr. Syamsul
Hadi, S.U., M.A., Prof. Dr. R.M. Soedarsono, Prof. Dr. Soetarno, Dr.
Sri Margana, M. Phil., Dr. G.R. Lono Lastoro Simatupang, M.A.,
dan Dr. Mutiah Amini, M. Hum. selaku Tim Penguji diucapkan
terima kasih atas kritik, masukan, dan saran untuk perbaikan
disertasi. Namun demikian, tidak semua masukan dan saran
dapat dipenuhi, karena keterbatasan kemampuan penulis.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada Dr. Peter J.J. Meel,
Director of Research Institute of History Leiden University yang
telah bersedia memberikan Letter of Acceptance, sehingga penulis
dapat mengikuti Sandwich-Like Program 2012. Ucapan terima
kasih juga disampaikan kepada Dr. J. Thomas Lindblad yang telah
menunjukkan cara melakukan penelitian di Perpustakaan KITLV
Leiden; Prof. Dr. Ben Arps, Dr. Victoria Clara van Groenendael, Dr.
Clara Brakel-Papenhuyzen, dan Els Bogaerts, M.A. atas
kesempatan yang diberikan untuk berdiskusi dan kesediaan
menunjukkan sumber-sumber yang diperlukan selama penulis
mengikuti Sandwich-Like Program di Leiden University. Ucapan
terima kasih juga disampaikan kepada dua orang petugas
Perpustakaan KITLV Leiden yang selama hampir tiga bulan
membantu menyediakan sumber-sumber yang diperlukan.
Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada Pemerintah Republik Indonesia dalam hal ini Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan yang telah memberikan Beasiswa
Program Pascasarjana (BPPS) dan kesempatan untuk mengikuti
Sandwich-Like Program 2012 di Leiden University selama tiga
bulan. Tanpa BPPS dan Sandwich-Like Program penulis tidak akan
dapat mengikuti Program Doktor Ilmu Humaniora di Universitas
Gadjah Mada dan melakukan penelitian di negeri Belanda.
vii
Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Prof. Dr. dr.
Susilo Wibowo, M.S. Med. dan Prof. Dr. Nurdien H. Kistanto, M.A.
yang masing-masing pada 2008 menjabat sebagai Rektor dan
Dekan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro Semarang
yang telah mengizinkan penulis untuk mengikuti Program Doktor
Ilmu Humaniora (Sejarah) pada Fakultas Ilmu Budaya Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta. Ucapan terima kasih juga disampaikan
kepada Prof. Dr. A.M. Djuliati Suroyo dan Prof. Dr. Singgih Tri
Sulistiyono, M. Hum. yang telah berkenan menulis rekomendasi;
Dr. Dewi Yuliati, M.A. dan Dr. Endang Susilowati, M.A. masing-
masing adalah Ketua Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya
Universitas Diponegoro periode 2008-2012 dan 2012-2016 yang
telah memberikan kesempatan, dorongan, dan bantuan kepada
penulis untuk melanjutkan studi S-3 dan menyelesaikan
penulisan disertasi; Prof. Dr. Sutejo K. Widodo, M. Si, Dr. Yety
Rochwulaningsih, M. Si., Dr. Haryono Rinardi, M. Hum., dan Dr.
Agustinus Supriyono, M.A., Dr. Alamsyah, M. Hum. yang telah
memberikan perhatian terhadap perkembangan studi penulis.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada teman-teman sejawat di
Jurusan Sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Diponegoro
atas kerja sama dan bantuannya selama ini.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak dan Ibu
pengelola Reksa Budaya Mangkunagaran Surakarta, khususnya
Ibu Darweni yang telah memberi izin dan pelayanan yang ramah,
serta menyiapkan bahan-bahan yang diperlukan. Demikian pula
kepada staf bagian pelayanan di Arsip Nasional Republik
Indonesia di Jakarta, para petugas Perpustakaan Ignatius dan
Perpustakaan Daerah di Yogyakarta yang telah membantu penulis
ketika melakukan pengumpulan sumber diucapkan terima kasih.
viii
Kepada Drs. Siswo Harsono, M. Hum. yang telah bersedia
mengalihbahasakan abstrak ke dalam bahasa Inggris diucapkan
terima kasih. Penulis juga ingin menyampaikan ucapan terima
kasih kepada Mahendra Puji Utama, S.S. dan Rabith Jihan
Amaruli, S.S., M. Hum. yang dengan ringan tangan bersedia
membantu penulis untuk menyelesaikan tugas-tugas institusional,
dan hal-hal yang mungkin tidak memiliki kaitan dengan
pekerjaan; serta Suharji, S. Kar., M. Hum. yang telah membantu
mengusahakan bahan pustaka yang diperlukan.
Ucapan terima kasih disampaikan kepada para mahasiswa
Program Doktor Ilmu-ilmu Humaniora (Sejarah) dari berbagai
angkatan, khususnya angkatan 2008 yang telah menjadi teman
dan sahabat yang baik. Kerja sama dan sikap saling pengertian
mereka sangat membantu dalam mengurangi beban dalam
mengikuti program pendidikan.
Kepada istri dan anak-anakku tercinta Desi Pudjiastuti,
Salindri Prawitasari, dan Savitri Prastuti Dewi diucapkan terima
kasih. Mereka telah mengorbankan segalanya demi keberhasilan
studi suami dan bapaknya. Tanpa dukungan mereka yang
kepentingan dan kebutuhannya banyak dikorbankan mustahil
disertasi ini dapat diwujudkan.
Kepada pihak-pihak yang telah membantu demi terwujudnya
disertasi ini, penulis hanya dapat mendoakan agar kebaikan
mereka mendapatkan balasan yang lebih besar dari Allah swt.
Semoga Allah swt. mengabulkan doa ini. Amin.
Banyak pihak yang telah membantu demi terwujudnya
disertasi ini. Apabila terdapat kelebihan di dalamnya sudah
barang tentu hal itu karena adanya sumbangan pemikiran dari
berbagai pihak. Sebaliknya, apabila terdapat banyak kekurangan
di dalamnya, sangat disadari bahwa hal itu karena keterbatasan
ix
kemampuan akademik penulis. Tanggung jawab atas kekurangan-
kekurangan itu sepenuhnya berada pada penulis. Oleh karena itu,
penulis sangat mengharapkan adanya saran dan kritik konstruktif
demi perbaikan dan kemajuan penulis di masa-masa yang akan
datang. Akhirnya hanya ada satu harapan dari penulis, yaitu
semoga disertasi ini bermanfaat dan dapat menambah kekayaan
khasanah historiografi Indonesia.
Penulis
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL i
HALAMAN PERSEMBAHAN ii
HALAMAN PENGESAHAN iii
SURAT PERNYATAAN iv
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI xi
DAFTAR SINGKATAN xiv
DAFTAR GAMBAR xvii
INTISARI xx
ABSTRACT xxi
BAB I PENGANTAR 1
A. Latar Belakang 1
B. Permasalahan dan Ruang Lingkup 11
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 15
D. Tinjauan Pustaka 16
E. Kerangka Konseptual 29
F. Sumber Penulisan 34
G. Sistematika 38
xi
B. Konservatori Karawitan Indonesia Surakarta 140
1. Latar Belakang, Proses, dan Tujuan Pendirian 140
2. Arah Studi dan Proses Pembelajaran 155
3. Sistematisasi, Formulasi, dan Penyebarluasan 173
Karawitan Jawa Surakarta
C. Akademi Seni Karawitan Indonesia Surakarta 181
1. Latar Belakang, Proses, dan Tujuan Pendirian 181
2. Program Pendidikan dan Proses Pembelajaran 188
3. Kiprah dalam Pelestarian dan Pengembangan 203
Seni
D. Pusat Kesenian Jawa Tengah 236
1. Konsepsi dan Arah Kebijakan 236
2. Program Pembinaan 245
3. Penyebarluasan Konsep dan Karya Seni 259
4. Pencapaian 265
A. Kasunanan 412
1. Upaya Pelestarian dan Pengembangan Kebudayaan Jawa 412
Surakarta di Tengah Keterbatasan Dana
2. Pembentukan Yayasan Kabudayan Karaton Surakarta 437
B. Mangkunagaran 452
1. Kebijakan-kebijakan Bidang Kebudayaan 452
2. Upaya-upaya Pelestarian dan Pengembangan 459
xii
BAB VI SIMPULAN 495
xiii
DAFTAR SINGKATAN
xiv
LKI : Lembaga Kebudayaan Indonesia
MC : Master of Ceremony
PN : Perusahaan Negara
SD : Sekolah Dasar
xv
SLTP : Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama
SR : Sekolah Rakyat
xvi
DAFTAR GAMBAR
xvii
10 Gambar 4.1 Darsasawega Sesepuh Karawitan 281
RRI Surakarta (1950).
xviii
24 Gambar 5.2 Pergelaran Tari Bedhaya Ketawang 425
di Keraton Surakarta.
xix
INTISARI
xx
ABSTRACT
xxi
BAB I
PENGANTAR
A. Latar Belakang
kebesaran raja.9
9Waridi,
Karawitan Jawa Masa Pemerintahan Paku Buwana X:
Perspektif Historis dan Teoretis (Surakarta: ISI Press, 2006);
Soetarno, Sarwanto, dan Sudarko, Sejarah Pedalangan (Surakarta:
Institut Seni Indonesia (ISI) Surakarta dan CV Cendrawasih,
2007), hlm. 226.
Mangkunagaran.
Mangkunagaran).
kebudayaan nasional.
Setelah itu, dari tahun ke tahun mata acara siaran kesenian Jawa
Ada tiga tujuan utama yang ingin dicapai dalam studi ini, yaitu:
Sementara itu, ada dua manfaat yang diperoleh dari studi ini.
D. Tinjauan Pustaka
studi itu akan dibahas dalam bagian ini, tetapi hanya beberapa
Surakarta.
Belanda.
Jepang yang menindas rakyat. Sikap Sunan Paku Buwana XII dan
barokisasi.
25Kuntowijoyo, passim.
22
sebagai dua bahasa, ialah bahasa Jawa Ngoko dan bahasa Jawa
28John
Pemberton, “Jawa”; On The Subject of “Java”,
terjemahan Hartono Hadikusumo (Yogyakarta: Mata Bangsa,
2003).
25
pada 1965.
kebijakan budaya.
1970an.
memiliki orisinalitas.
E. Kerangka Konseptual
untuk memberi nama salah satu dari dua varian utama dalam
F. Sumber Penulisan
Surakarta.
pada akhir abad XX, seperti sejarah seni pertunjukan dan politik
penulis. Ada dua film dokumenter yang digunakan dalam studi ini,
kebudayaan Jawa.
G. Sistematika
Disertasi ini terdiri atas enam bab yang diawali dengan BAB I
dilakukan.
42
BAB II
Kota Surakarta yang juga dikenal dengan Kota Sala semula adalah
politik, pertahanan, religi, dan adat, Desa Sala dipilih oleh Sunan
1Darsiti
Soeratman, Kehidupan Dunia Keraton Surakarta 1830-
1939 (Yogyakarta: Yayasan Untuk Indonesia, 2000), hlm. 66 dan
73.
militer.6
tiga wijk. Pertama, wijk Tenggara yang terdiri atas Pepe di utara,
dengan batas ke kota. Kedua, wijk Timur Laut yang meliputi batas
barat. Ketiga, wijk Barat; wilayah tersebut meliputi utara kota dan
7Ibid..
dan Kemlayan.12
sosial yang luas, mulai dari bupati pada tingkat tertinggi sampai
terutama Jawa.
14Larson, ibid..
51
1. Kasunanan
pada abad XVIII dan XIX. Sunan Paku Buwana IV adalah raja yang
Jawa dan kebudayaan keraton pada masa itu dengan hasil yang
sejak Sunan Paku Buwana III sampai Sunan Paku Buwana X telah
tentang wayang.
Buwana III telah dibuat sebanyak tiga kothak wayang kulit purwa
dibuat wayang kulit purwa dengan babon Kyai Mangu dan Kyai
diberi nama Kyai Jimat (1796) dan Kyai Kadung (1799). Selain
untuk diubah.
karena pada saat itu ia sudah menjadi dhalang yang terkenal dan
pula.31
desa itu tidak mengenal tata cara keraton (“wong désa kuwi ora
bidang seni tari. Para raja menjadi patron bagi penciptaan tari-tari
(tari putra gagah), alusan (tari putra halus), dan putren (tari putri).
33Pradjapangrawit,
Serat Sujarah Utawi Riwayating Gamelan
Wedhapradangga (Serat Saking Gotek) Jilid I-VI (Surakarta-
Jakarta: STSI Surakarta dan The Ford Foundation, 1990).
62
41Kualitas
gerak yang sesuai dengan bentuk dan karakter tari
yang dibawakan.
42Garap
variasi gerak yang dikembangkan berdasar
kemampuan penarinya.
45Prihartini, dkk., op. cit., hlm. 45; dan Rochana, ibid., hlm.
123.
49Pradjapangrawit, passim.
65
Jawa dan tembang. Dari tahun 1935 sampai 1939 musisi keraton
Jawa dan tembang, berjudul Serat Lagu Jawi (1935, 1936, 1937).
menulis satu buku lagi berjudul Serat Mardu Swara (Buku Sari
ngrawit atau halus. Aturan tata krama yang ketat dan adanya
berlapis.52
raja dan keluarganya, menghadap raja pada hari Senin dan Kamis,
kostumnya.59
2. Mangkunagaran
a. Kesusastraan
Babad Lalampahan dan Babad Tutur yang ditulis oleh carik wanita
61Zainuddin
Fananie, Restrukturisasi Budaya Jawa: Perspektif
KGPAA MN I (Surakarta: Muhammadiyah University Press, 2005),
hlm. 238.
Buwana IX, serta C.F. Winter Sr. dan A.E. Cohen Stuart
65G.J.W.
Drewes, “Ranggawarsita the Pustaka Raja Madya and
Wayang Madya”, dalam Orient Extremus (1974), hlm. 199.
68Ibid..
72
b. Tari
setiap Selasa sore diikuti oleh para abdi Rangga Jayèngan, putra
dinasti Mangkunagaran.
kesenian istana.79
78Drewes,
op. cit., hlm. 208; “Langendrijan” dalam Relung
Pustaka, (1970), hlm. 43 melalui Puguh, ibid., hlm. 51.
Mangkunagaran.80
busana, dan wujud sajian. Pada awalnya jumlah penari hanya tiga
penyempurnaan.
85Wanda
adalah bentuk muka boneka wayang yang
menggambarkan karakter dan suasana batin tokohnya.
80
Mamenang.87
tunggal Mangkunagaran.89
wong.96
Surakarta.98
Purwa sebanyak 37 jilid yang terdiri atas 177 lakon pada 1931-
d. Karawitan
110J.
Kats, “Wayang Madya”, dalam Djawa, Mangkoenegaran
Nummer (1924), hlm. 42-43.
89
etimologi.111
(kendhang setunggal).113
112Ia
adalah pelukis dari Wonogiri. Berdasar keahlian sebagai
pelukis ia dibawa oleh Mangkunagara VII ke Mangkunagaran dan
kemudian diangkat sebagai pelukis, musisi gamelan, penyungging
wayang, dan guru bahasa Jawa.
tradisi lain yang secara kualitas dan kuantitas tidak kalah dari
116Ibid., 139.
92
generasi berikutnya.118
pedhalangan.119
penonton.123
123R.M.
Soedarsono, Seni Pertunjukan dari Perspektif Politik,
Sosial, dan Ekonomi (Yogyakarta: Gadjah Mada University Press,
2003), hlm. 112.
itu didirikan dan untuk perayaan maleman. Anak Bah Bagus, Lie
itu.
abad XIX atau awal abad XX.129 Pada 1909 kesenian ini
128Bernard
Suryabrata, The Island of Music: an Essay in Social
Musicology (Jakarta: Balai Pustaka, 1987), hlm. 93.
129Herry
Gendut Janarto, “Ketoprak Tetap Memikat Meskipun
Gampang Sekarat”, dalam Lephen Purwaraharja dan Bondan
Nusantara, Ketoprak Orde Baru (Yogyakarta: Yayasan Bentang
Budaya, 1997), hlm. 100 menyebut 1898 sebagai tahun
kemunculan kethoprak. Sementara itu Rustopo, op. cit., hlm. 35
menyebut awal abad XX sebagai tahun kemunculan kethoprak.
98
130Rustopo, ibid..
131Brandon, op. cit., hlm. 72.
132Pada
periode selanjutnya muncul perkumpulan antara lain
Kethoprak Mandaya Cala (1934-1936) di Nitikan, dan Kethoprak
Lana Bawa (1933-1940) di Kalangan. Janarto, op. cit., hlm. 101-
102.
99
penonton.133
Mangkunagaran
141Julianto
Ibrahim, Keraton Surakarta & Gerakan Anti
Swapraja (Jogjakarta: Malioboro Press, 2008), hlm. 69.
104
Mangkunagaran.142
kemacetan.145
Surakarta.147
148Buku
Peringatan Hari Jadi ke – 27 Pemerintah Daerah
Kotamadya Surakarta 16 Juni 1946 – 16 Juni 1973, op. cit., hlm.
99.
Republik Indonesia.150
16/SD Tahun 1946, yang berisi tiga ketetapan penting, yaitu (a)
itu.157
sah.160
kebudayaan.
jalur kebudayaan.
117
BAB III
DI SURAKARTA
itu, pada saat itu muncul berbagai pemikiran dan gerakan untuk
yang cukup.5
4Hanifah, ibid..
karena pada saat itu mereka yang berpidato atau menulis tentang
8Ibid..
122
internasional.10
Indonesia.12
ini. Semua itu perlu dilakukan agar para seniman, seniwati, dan
internasional.15
15Ibid..
126
kebudayaan.22
23Ibid..
hidup.25
nasional.26
1950 di Jakarta.37
memiliki kedaulatan.40
sarjana dan calon ahli dengan negara lain. Selain itu, juga muncul
lembaga ilmu.41
kebudayaan Indonesia.
meng-Indonesia.43
50Ibid..
142
berirama.55
eksperimen.56
sebagai direktur.59
Yogyakarta.60
musikolog.63
Gambar 3.1
Tamu Undangan dalam Pembukaan Kokar Surakarta 1950
(Sumber: Mimbar Indonesia, No. 48, 2 Desember 1950, hlm. 13)
Surakarta menyatakan:
nasional.
66Ibid., hlm. 21, 22, dan 24. Cetak tebal ditambahkan sebagai
penekanan.
151
musik Indonesia.68
pembentukannya.69
69Judith
Becker, Traditional Music in Modern Java: Gamelan in
Changing Society (Honolulu: University Press of Hawaii, 1980),
hlm. 35.
153
72R.
Anderson Sutton, Traditions of Gamelan Music in Java:
Musical Pluralism and Regional Identity (Cambridge: Cambridge
University Press, 1991), hlm. 175-176.
155
bangsa‟.73
a. Arah Studi
74Ricikan
balungan adalah instrumen gamelan yang terdiri
atas demung, saron, dan peking; terdiri atas tujuh nada yang
masing-masing dilaras dengan oktaf berbeda.
156
A dan B siswa dapat memilih arah ijazah AI, AII, BI, atau BII.
pada 1956. Hal ini karena tujuan untuk menamatkan siswa yang
lagu-lagu Indonesia.81
82Ibid..
161
20 jam/ minggu.84
(Pedhalangan).86
Kurikulum 1994.87
menjadi dua atau lebih kategori, yaitu: teori dan praktik, seni dan
dalam kelas PIIP rebab (R), kendhang (K), dan gender (G).88
Surakarta (1977).
b. Proses Pembelajaran
16.00 sampai dengan 22.00.94 Hal ini karena sebagian besar siswa
Kokar adalah guru yang pada pagi hari harus bekerja dan SMA
pembelajaran.
gendèr untuk kelas PIIP Gendèr. Selama mengikuti kelas PIIP RKG
Gendèr. Hal yang sama juga dilakukan ketika para siswa belajar di
seterusnya.
setiap hari pada jam kerja, dimulai dari pukul 07.00 sampai
mulai dari kelas I sampai dengan kelas IV, karena pada tahun
dipantau oleh guru kelas mata pelajaran praktik. Bagi siswa yang
diadakan rutin setiap akhir tahun. Selain itu, siswa yang memiliki
tanggapan‟.97
Gambar 3.2
Latihan Karawitan Siswa-siswi Kokar Surakarta untuk
Pementasan Sendratari “Harjuna Wiwaha” di Wisma Warta Jakarta
pada Mei 1967 (Sumber: Dokumentasi Kokar Surakarta).
karawitan Jawa yang lama dari cara dan proses pembelajaran seni
100Notasi
kepatihan menggunakan simbol angka arab (1-7)
dengan tambahan simbol untuk ricikan tertentu. Angka-angka itu
menyatakan nada; semakin besar angkanya, semakin tinggi
nadanya.
auditif.102
Jawa Surakarta
Surakarta.106
yang rendah diganti dengan istilah lain yang membuat citra dan
110Waridi,
“Musik Gamelan: Sebuah Catatan Tentang
Pendidikan, Kehidupan, dan Kekaryaan”
http://onesgamelan.wordpress.com/2009/01/26/ (diunduh pada
12 Desember 2009).
177
memakai jas dan dasi atau kemeja putih lengan panjang, dasi, dan
Gambar 3.3
Pergelaran Seni Kokar Surakarta di Jakarta 1951
(Sumber: Budaya, No. 2 Februari 1953, hlm. 22).
115Supanggah,
(2007), op. cit., hlm. 21. Waridi, Gagasan &
Kekaryaan Tiga Empu Karawitan: Pilar Kehidupan Karawitan Jawa
Gaya Surakarta 1950-1970-an (Ki Martapengrawit, Ki
Tjakrawasita, Ki Nartasabda) (Bandung-Surakarta: Etnoteater
Publisher, BACC Kota Bandung, Pascasarjana ISI Surakarta,
2008), hlm. 143.
116Waridi,
“Musik Gamelan: Sebuah Catatan Tentang
Pendidikan, Kehidupan, dan Kekaryaan”
http://onesgamelan.wordpress.com/2009/01/26/ (diunduh 12
Desember 2009), catatan no. 9.
181
yang searah dan sejenis dengan level lebih tinggi yang dapat
kepribadian Indonesia”.134
oleh peralatan yang serba kurang.135 Hal ini tidak lain karena ASKI
Surakarta.
Kesenian dengan lama studi lima tahun. Mata kuliah yang harus
Kejuruan atau Keahlian. Mata Kuliah Umum terdiri atas lima mata
137Kurikulum
Pertama ASKI Surakarta dapat dilihat dalam
Buku Kenang-kenangan Dies Natalis ke VII ASKI Surakarta, hlm.
16.
190
karawitan. Hal ini tampak dari jumlah mata kuliah seni karawitan
baik teori maupun praktik yang relatif lebih banyak daripada tari
dari enam mata kuliah seni karawitan, yaitu Ilmu Karawitan, Teori
ke dalam dua kelompok, yaitu Mata Kuliah Teori dan Mata Kuliah
Skripsi.142
kelola itu, pada 1977 di ASKI Surakarta dibuka lagi arah studi
145Ibid..
194
Dengan kata lain, sejak saat itu di ASKI Surakarta terdapat tiga
146Ibid..
195
berstatus akademi.147
Gambar 3.4
Sajian karawitan dengan menampilkan gendhing-gendhing
gaya Surakarta dalam rangka Ujian Tugas Akhir
Jurusan Karawitan, 1986.
(Sumber: Koleksi Galeri dan Museum ISI Surakarta)
151Sri
Hastanto, “Pendidikan Karawitan: Situasi, Problema,
dan Angan-angan Wujudnya”, Wiled: Jurnal Seni Sekolah Tinggi
Seni Indonesia Surakarta, Tahun II Maret 1997 (Surakarta: STSI
Press, 1997), hlm. 50.
199
pembelajaran.153
satu dari dua bentuk tugas akhir yang ditawarkan, yaitu: jalur
skripsi dan jalur penyajian tari: dapat sebagai penyaji atau penata
mata kuliah Ragam Gaya Tari (RGT), terdiri atas gaya Surakarta,
156Sri
Rochana Widyastutieningrum, “Pendidikan Tari di
Lembaga Formal (Tinjauan mengenai Pembentukan Penari)”,
Wiled: Jurnal Seni Sekolah Tinggi Seni Indonesia Surakarta,
Tahun II Maret 1997 (Surakarta: STSI Press, 1997), hlm. 84-85.
Kuncoro.158
a. Seni Karawitan
Melalui para empu itu, para mahasiswa dan dosen ASKI Surakarta
karawitan keraton yang pada saat itu telah menjadi dosen luar
pokok yang sulit. Dalam kegiatan ini para dosen wanita diberi
konsep pathet.168
168Disertasi
itu telah diterbitkan ke dalam bahasa Indonesia:
Sri Hastanto, Konsep Pathet dalam Karawitan Jawa (Surakarta:
Program Pascasarjana bekerja sama dengan ISI Press, 2009).
210
berhasil diwujudkan.
tradisi Surakarta.172
bertitik tolak dari karawitan tradisi yang sekitar 30,61% (15 karya)
Indonesia.176
b. Seni Tari
yang sama baik materi tari maupun gendhing dapat diserap oleh
para penari dan pangrawit ASKI dan PKJT yang notebene adalah
mengubah bentuk dan isi dengan cara menyusun kembali tari itu.
menggarap irama, variasi pola lantai, level gerak, dan arah hadap
penari.179
yang relatif padat dengan durasi waktu relatif singkat (20 menit)
179Ibid..
180Ibid.,
hlm. 25. Dalam perkembangan hasil pemadatan
mengalami perubahan untuk pemantapan. Tentang hal ini lihat
Nora Kustantina Dewi, “Pemadatan Tari Srimpi Sangupati Kraton
Kasunanan Surakarta: Salah Satu Alternatif Pengembangan”,
dalam Rustopo, ed., Krisis Kritik: Seperempat Abad Pasca
Gendhon Humardani (Surakarta: ISI Press, 2008).
digunakan mengacu pada tradisi rias dan busana yang telah ada
kali saja.185
Surakarta.187
188Ibid., hlm.17.
220
tembang.189
Gambar 3.5
Gladhi Resik Dramatari Bisma Gugur di Sasana Mulya pada 6
Maret 1982 dalam rangka Festival IKI di Bali.
(Sumber: Koleksi Galeri dan Museum Seni ISI Surakarta)
189Ibid., hlm.135.
221
dalam arah studi yang baru saja dibuka. Oleh karena dijadikan
Surakarta.193
perkawinan.194
194Ibid..
224
196Ibid..
225
Gambar 3.6
Pergelaran Tari Jaranan dalam Pembukaan
Festival Film Indonesia di Semarang 1980.
(Sumber: Koleksi Galeri dan Museum ISI Surakarta)
Gambar 3.7
Pergelaran Dramatari Rama Tambak dalam rangka Peresmian
Pelabuhan Tanjung Emas Semarang 1985.
(Sumber: Koleksi Galeri dan Museum Seni ISI Surakarta)
226
tinggi seni itu menjadi lebih populer. Hal ini tampak pada karya-
karya tari dari berbagai daerah yang mengikuti festival tari atau
ASKI/PKJT.
c. Seni Pedhalangan
pihak, pakeliran pada periode itu juga dijejali dengan humor yang
garap adegan, garap tokoh, garap catur, garap sabet, dan garap
karawitan pakeliran.197
ASKI/STSI Surakarta.200
1983/1984.201
semalam. Hal ini tidak lain karena bentuk pakeliran padat masih
202Ibid., hlm. 5.
230
206Ibid..
232
(Sumanto, 1993).209
hanya seni „asli‟ Jawa Tengah, tetapi semua bentuk seni yang
menjadi suram.222
menyertainya.223
contoh pemisahan yang fatal antara “bentuk” dan “isi” dalam seni
224Ibid..
244
2. Program Pembinaan
228Ibid..
246
Jawa.236
Taun XXIX, 13 April 1975, hlm. 30-31; “Rembug Bab: Kritik Sastra
Jawa ing Sasono Mulyo Sala”, Jaya Baya, No. 52 Taun XXXI, 28
Agustus 1977, hlm. 7 dan 13.
antara satu hingga tiga kali dalam seminggu untuk setiap bidang
seni.240
beberapa tari bedhaya dan srimpi dari para empu tari kepada
240Waridi,
Gagasan & Kekaryaan Tiga Empu Karawitan: Pilar-
pilar Kehidupan Karwitan Jawa Gaya Surakarta 1950-1970an (Ki
Martapengrawit, Ki Tjakrawasita, Ki Nartasabda (Bandung dan
Surakarta: Etnoteater Publisher-BACC dan Pascasarjana ISI
Surakarta, 2008), hlm. 116.
241Ibid., hlm.117.
254
243Ibid..
255
istana.245
selanjutnya.247
248Ibid..
257
oleh Humardani.249
penggarapnya.251
empat buah rekaman kaset komersial yang terdiri atas tiga buah
Ranggalawe Gugur.262
Gambar 3.8
Sampul Kaset Gendhing-gendhing Beksan PKJT-ASKI
Produksi Ira Record Semarang
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
4. Pencapaian
seni tradisi. Pada awal 1970an sikap dan reaksi penentangan dari
kegiatan.
kepentingan-kepentingan internalnya.265
hal yang lumrah dalam jagad seni, karena sesuai dengan jiwa dan
Gambar 3.9
Martopangrawit sedang memperkenalkan karya terbarunya
“Perjalanan” kepada para mahasiswa ASKI Surakarta
di Sasana Mulya pada 2 Februari 1982.
(Sumber: Koleksi Galeri dan Museum Seni ISI Surakarta)
(“Wedhar”).270
Kondisi ini juga sangat terasa pada festival seni mahasiswa tingkat
BAB IV
acara setempat.3
karena pada saat itu RRI Surakarta belum memiliki pegawai dalam
Kumudawati.11
oleh siaran warta berita daerah atau siaran berita dalam bahasa
Jawa RRI Surakarta atau siaran berita sentral dari RRI Pusat
dan Magetan.14
14Waridi,
“Tulisan Suplemen”, dalam Waridi, ed., Kehidupan
Karawitan pada Masa Pemerintahan Paku Buwana X,
Mangkunagara IV, dan Informasi Oral (Surakarta: ISI Press, 2007),
hlm. 246.
280
harus “lulus” tes kualifikasi dan wajib ikut lomba karawitan di RRI
peserta lomba yang pada saat itu juga disebut dengan seleksi
Gambar 4.1
Darsasawega Sesepuh Karawitan RRI Surakarta (1950)
(Sumber: Souvenir 1951)
Gambar 4.2
Anggota Bagian Kesenian Jawa termasuk para pangrawit
RRI Surakarta pada 1950 (Sumber: Souvenir 1951).
saja, tetapi juga menjadi acuan dalam hal laras gamelan. Sampai
21Supanggah, op. cit., hlm. 22; Waridi, op. cit., hlm. 245.
Gamelan tumbuk lima adalah perangkat gamelan yang nada
limanya antara laras sléndro dan pélog sama. Gamelan tumbuk
nem adalah perangkat gamelan yang nada enamnya antara laras
sléndro dan pélog sama.
287
sendiri.
juga harus mendatangkan para pemain dari luar yang terdiri atas
menari karena sudah tua atau alasan lain, tetapi masih ingin
gaji, tetapi hanya uang transpor ala kadarnya. Kondisi ini berjalan
288
yang ada, maka mereka harus memerankan lebih dari satu tokoh
wayang.23
23Sri
Moerwanto, "Wayang Orang R.R.I. Surakarta", dalam
Hari Radio ke 39: 11 September 1984 (Surakarta: Radio Republik
Indonesia Stasiun Surakarta, 1984), hlm. 63.
Gambar 4.3
Adegan Perang antara Srikandi dan Mustakaweni
Wayang Wong RRI Surakarta - Sriwedari
(Sumber: Souvenir, 1951)
Malang.25
25Ibid..
291
tersebut.29
27Radio
tonil adalah siaran wayang wong atau kethoprak
tanpa menggunakan peragaan secara visual; hanya secara audio
saja.
daya tarik bagi siaran RRI Surakarta dan menjadi hiburan bagi
harus mengikuti tes yang diadakan setiap dua tahun bagi pemain
wayang wong, setiap lima tahun untuk pangrawit, dan setiap tiga
saat itu siaran wayang wong RRI Surakarta juga menjadi salah
bakal wayang wong RRI Surakarta yang tidak lain adalah mantan
Selain itu, setiap dua bulan sekali wayang wong RRI Surakarta
panggung.
wayang wong dalam bentuk radio tonil dan panggung. Hal ini
38Soetarno,
Pakeliran Pujosumarto, Nartosabdo, dan Pakeliran
Dekade 1996-2001 (Surakarta: STSI Press Surakarta, 2002), hlm.
12-14.
Harjocarito (Sukoharjo).41
kemerdekaan.49
Gambar 4.4
Pujosumarto, Dhalang dari Kuwasa Klaten [1970an]
(Sumber: Koleksi Nartosabdho)
kritis. Hal ini antara lain dibuktikan dengan laporan dan penilaian
dibawakan.52
pedhalangan.
1980-an.54 Hal ini tidak lain karena RRI Surakarta menjadi salah
dhalang.
disebutkan.
atau dua persen dari seluruh penduduk Indonesia pada saat itu.58
59van
Groennendael, loc. cit..; Wawancara dengan Mulyono
(pegawai RRI Surakarta 1969-2000; Perencana Kesenian Daerah
1970-2000) pada 12 Maret 2011.
60T.
Slamet Suparno, Seni Pedalangan Gagrak Surakarta:
Butir-butir Kearifan Lokal sebagai Solusi Problimatik Mutakhir
(Surakarta: ISI Press, 2007), hlm. 75.
306
dengan lakon Kresna Duta (Kresna sebagai Duta) yang juga telah
Surakarta.63
karena pada saat itu banyak kalangan yang tidak setuju dengan
dengan dhalang yang asal meriah, asal beda, dan yang terpenting
sebagainya.73
ini.
daerah.
bangsa.76
rekaman suara.77
dan teater yang berasal dari daerah Jawa Tengah, Sunda, Jawa
Timur, dan Bali. Musik dan teater Jawa Tengah antara lain
dan langgam Jawa. Musik dan teater daerah Sunda antara lain
Lokananta, yaitu sekitar 7/8 atau 88% dari total produksi. Musik
rekaman jenis musik ini sebanyak 44%. Musik dan teater Jawa
Lokananta yaitu sebanyak 41%. Musik dan teater dari daerah lain
RRI Surakarta. Selain itu, dalam kategori ini ada dua kelompok
RRI.
sebanyak 57, 2 unit piringan hitam musik dan teater Jawa Tengah
86Lokananta ALD-013.
87Keluarga
Karawitan Studio RRI Surakarta, Gendhing-
gendhing Jawa Karya Ki Nartosabdho (Surakarta: Lokananta BRD-
017).
88Keluarga
Karawitan Studio RRI Surakarta, Kembang
Glepang (Surakarta: Lokananta BRD-023).
321
Gambar 4.5
Sampul Piringan Hitam Reyog Ponorogo oleh Paguyuban
Karawitan Jawi Condhong Raos Produksi Lokananta
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
terkenal, Nartosabdho.92
Gambar 4.6
Sampul Piringan Hitam Anoman Duta oleh Perkumpulan Wayang
Orang Ngesthi Pandhawa Produksi Lokananta
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
9320 Tahun Indonesia Merdeka Jilid IX, op. cit., hlm. 231.
324
perkotaan.94
Tengah
aslinya.99
100Radio
Republik Indonesia, loc. cit.. Surat Keputusan Menteri
Penerangan No. 105/Kep/Menpen/1972, tertanggal 13 November
1972; Wawancara dengan R. Iman Muhadi pada 16 Februari
2011.
102Edwin
Jurriens, Ekspresi Lokal dalam Fenomena Global:
Safari Budaya dan Migransi, terjemahan Hersri Setiawan (Jakarta:
LP3ES –KITLV, 2006), hlm. 95.
328
Tengah dan Jawa Timur yang banyak merekam musik dan teater
Jawa Tengah.105
108Ibid..
hitam menjadi 38 persen pada era kaset. Hal ini diduga berkaitan
suntuk dapat direkam pada delapan kaset dengan harga jual lebih
direkam adalah wayang kulit (60 persen dari kaset teater Jawa
rekaman wayang wong; jenis teater lama yang jarang dicetak oleh
Sebagai bukti, dari 1979 sampai dengan 1985 tiga dari empat
lakon (1985).112
musik dan teater Jawa Tengah ditempati oleh gaya Surakarta dan
Gambar 4.7
Sampul Kaset Produksi Lokananta
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
Gambar 4.8
Sampul Kaset Produksi Lokananta
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
337
Gambar 4.9
Sampul Kaset Serat Wedhatama Produksi Lokananta
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
wayang wong, dan wayang kulit purwa yang disajikan oleh dua
di sekolah-sekolah.
Gambar 4.10
Sampul Kaset Gendhing Pahargyan dan Gendhing Beksan
Produksi Lokananta (Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
pertunjukan.
diri dari produksi rekaman Musik Nasional pada era pita kaset,
telah dapat dipenuhi oleh rekaman musik dan teater Jawa Tengah
yang telah diproduksi pada era piringan hitam dan era pita kaset.
luas.
126Pusat
Latihan Tari Bagong Kussudiardjo, Gema Nusantara
(Surakarta: Lokananta ACD 247).
127Maridi
Budaya Surakarta, Golek Mugirahayu (Surakarta:
Lokananta ACD 253).
128Krida
Irama, Tayub Royal (Gaya Sala) (Surakarta:
Lokananta ACD 275).
129Kethoprak
Mataram Sapta Mandala Kodam IV Diponegoro,
Patih Nambi Gugur (Surakarta: Lokananta ACD 256); Kethoprak
Mataram Sapta Mandala Kodam IV Diponegoro, Geger Wilwatikta
(Surakarta: Lokananta ACD 257); Kethoprak Mataram Sapta
Mandala Kodam IV Diponegoro, Bekel Dipa Winisuda (Surakarta:
Lokananta ACD 258); dan Kethoprak Mataram Sapta Mandala
Kodam IV Diponegoro, Sumpah Palapa (Surakarta: Lokananta ACD
259).
130Kesenian
Jawa Studio RRI Nusantara II Yogyakarta, ACD
261 Sinom Jenggleng (Surakarta: Lokananta ACD 261).
dari berbagai album menjadi album baru dalam bentuk kaset atau
Foto 4.11
Sampul Kaset Reproduksi Lokananta dengan Dian Record
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
a. Mahabharata Kawedar
Wedharan Mahabharata.147
pengaruh yang kuat pada para dhalang. Para dhalang yang sajian
Gambar 4.12
Sampul Mahabharata Kawedar
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
b. Pedalangan
Padhalangan Surakarta.150
beberapa penulis dari luar HBS. Beberapa penulis dari luar HBS
Nitis berdasar pada pakem lakon wayang kulit purwa yang telah
majalah ini diambil dari nama tokoh pasangan dhalang pada masa
160Ibid..
361
hal gendhing, lakon, dan sulukan dengan para penulis yaitu para
168Pandjangmas,
Th. IV No. 1, 31 Djanuari 1956, hlm. 10;
Pandjangmas, Th. IV No. 3, 10 April 1956, hlm. 10; Pandjangmas,
Th. IV No. 8, 2 Oktober 1956, hlm. 10; dan Pandjangmas, Th. IV
No. 10, 11 Desember 1956, hlm. 10.
363
d. Dharma Kanda
huruf Jawa yang telah mulai dilupakan. Oleh karena itu, Menurut
171Contoh:
“Ngrembug Morpologi Basa Jawa Sakeplasan”,
Dharma Kanda, Minggu I – Januari 1978, hlm. IV.
174Contoh:
Widya Sumarto, “Mahargya Dhauping Temanten”,
Dharma Kanda, Minggu I - Maret 1973, hlm. III.
177“Sasi
Sura Kebak Pitakon”, Dharma Kanda, Minggu I -
November 1982, hlm. I; “Pengetan Sekaten ing Surakarta”,
Dharma Kanda, Minggu I Maret 1973 hlm. I dan II dan Dharma
Kanda, Minggu I - Maret 1983, hlm. I dan II
366
e. Parikesit
anak.
karya sastra Jawa. Hal ini mungkin didasari bahwa sejak dini
Jawa Surakarta.
f. Pustaka Candra
baik.201
201Ibid..
202Ibid..
203Ibid..
373
204Ibid..
374
sandiwara daerah.205
Surakarta.
2. Buku-buku
sebagai pegangan bagi calon dhalang; dan bagi para dhalang buku
pada 1954 buku itu mengalami cetak ulang pada 1956. Artinya,
terbit pada 1954, tinggal 90 eksemplar pada akhir 1955. Buku itu
Gambar 4.13
Sampul Buku Serat Tuntunan Padalangan
susunan Najawirangka al. Atmatjendana
(Sumber: Koleksi Dhanang Respati Puguh)
gendhing Jawa yang jelas dan mudah dipelajari. Dengan kata lain,
kedua buku itu telah sampai pada cetakan ke-5 (jilid I) dan
cetakan ke-4 (jilid II); dan pada 1952/1953 kedua buku itu juga
217S.
Probohardjono, Gending Jawi Djilid I-II (Solo: Sadu Budi,
1952/1953).
382
srimpi.219
dhalang.222
cilik saja, tetapi juga oleh golongan sosial yang lebih tinggi dari
kalangan terpelajar.251
250Rustopo, passim.
tata rias dan busana yang lebih sederhana. Selain itu, pada 1971
253“Wayang
Wong Sriwedari: Kang Wigati Dudu Teknologine”,
Mekar Sari, No. 37 XXXIX, 10 November 1995, hlm. 7.
398
256R.M.
Soedarsono dan Tati Narawati, Dramatari di Indonesia,
Kontinuitas dan Perubahan (Yogyakarta: Gadjah Mada University
Press, 2011), hlm. 140.
bagian dari rombongan besar yang terdiri atas lebih dari 60 orang
dasawarsa 1960an.259
karena mereka lebih suka pada hiburan yang sesuai dengan selera
zamannya.266
266Ibid..
404
pentas.267
267Ibid.,
hlm. 115, 119, dan 125; “Seniman WO Sriwedari &
RRI Patut Antuk Kawigaten”, Dharma Kanda, Taun Ka VI No. 274
Minggu Ka V Januari 1975, hlm. III.
405
sipil.
dan istri dari UNS, dan mereka yang tergabung dalam kelompok
sangat sedikit.269
peralatan yang serba canggih itu, pada Mei 1993 mulai dilakukan
semula.271
275“Wayang
Wong Mujudake Komoditi Dagang: Kudu Laras
Karo Budaya Wektu ini”, Mekar Sari, No. 37 XXXIX, 10 November
1995, hlm. 6.
410
variasi.276
BAB V
A. Kasunanan
tarian baru yang diberi nama Tari Yatna Tama, yang berarti tari
Jawa, tarian itu juga dapat diiringi dengan musik diatonis.7 Tari
diselenggarakan itu.9
Gambar 5.1
Pergelaran Tari Bedhaya (?) di Keraton Surakarta
(Mimbar Indonesia, No. 31 VI, 2 Agustus 1952)
oleh PKKS dapat berjalan dengan lancar. Hal ini dapat dibuktikan
sedang dihadapi oleh Kasunanan pada saat itu. Pada awal 1960an
objek wisata.
iki rak omahku, kok mbok injek-injek kaya ngene ki trus piyé?”.15
acara.21
Gambar 5.2
Pergelaran Tari Bedhaya Ketawang di Keraton Surakarta
(Sumber: Jaya Baya, No. 1 XXXI, 5 September 1976, hlm. 22)
pada Juni 1979 yang dihadiri oleh Sunan Paku Buwana XII, Go
Tik Swan yang telah menjadi abdi dalem Kasunanan sejak 1972,
dikembangkan.25
25“R.T.
Harjonagoro: Kita Kudu Mongkok Karo Kabudayane
Dhewe”, Jaya Baya, No. 42/ XXXIII, 17 Juni 1979, hlm. 13-14.
428
paling sedikit ada 10 pusaka yang berupa tombak dan keris hilang
dalem dan kerabat Kasunanan yang dipimpin oleh G.R. Ay. Koes
Surakarta.30
yang tidak kecil. Di pihak lain, Sunan Paku Buwana XII juga
30Linggarjati,
op. cit., hlm. 7; Tantri Linggarjati, “Bedhaya
Duradasih Ngregengake Syukuran Kraton Sala”, Mekar Sari, No.
21 XXXI, 15 Januari 1988, hlm. 16.
malam hari, karena sudah sejak lama tempat ini dijadikan sebagai
berupa sejengkal area ini pun ternyata sudah tidak diakui dan
direalisasikan.40
permintaan masyarakat.41
dalam museum.42
Surakarta
dirinya sendiri.45 Hal ini dapat ia lakukan karena sejak lama (kira-
Ay. Koes Sowiyah telah berlatih tari bedhaya dan srimpi untuk
Silvia Tri Budi Esti, S.H. tanggal 11 Mei 1993 Nomor 08.47
48Ibid..
Kursus tari terdiri atas dua bagian, yaitu kelas tari untuk remaja
kelas tari bedhaya dan srimpi yang diajar langsung oleh G. R. Ay.
Jumat. Materi yang diberikan pada kelas tari untuk remaja adalah
Surakarta.52
pelatih.53
bedhaya dan srimpi yang diperoleh dari serat bedhaya srimpi. Atas
putri dalem yang ahli dalam tari bedhaya dan srimpi, G.R. Ay. Koes
dan pethilan.55
terdiri atas dua repertoar tari putri dan dua repertoar tari putra,
pertama dan wirèng sebagai sajian kedua. Selain itu, ada repertoar
Krama lan Kasusilan, Tata Busana Jawi, Tata Cara lan Upacara
59Haryanti,
loc. cit..; “Yayasan Pawiyatan Kabudayan Karaton
Surakarta: Tansah Ngadhepi Tantangan Regenerasi”, loc. cit..
Berbeda dari kursus tari yang banyak diikuti oleh para wanita
muda, kursus pambiwara banyak diikuti oleh para orang tua yang
nilai dan filsafat hidup Jawa, serta filosofi keraton, tidak hanya
63“Yayasan
Pawiyatan Kabudayan Karaton Surakarta: Tansah
Ngadhepi Tantangan Regenerasi”, loc. cit.; “Reriungan”, Mekas
(Media Karaton Surakarta), No. 05-1 Mei 1999, hlm. 8; “Wisuda
Siswa Pambiwara dan Penerimaan Siswa Baru Angkatan X”,
Mekas (Media Karaton Surakarta), 06-1/ Juli 1999, hlm. 9.
busana.70
B. Mangkunagaran
budaya Mangkunagaran.
Indonesia.77
80Harmanto,
“130 Tahun Langen Pura Mangkunagaran”. 11
Agustus 1992, hlm. 4 melalui Prabowo, dkk., op. cit., hlm. 191.
459
berikut.
81“Ihwal
Pelestarian Budaya Keraton”, Wanita Indonesia, No.
102 Minggu Juli 1991.
460
a. Penciptaan
dengan ragam gerak tari keraton lain yang dirasa cocok. Gagasan
centil (kenès). Pada 1951 tari tersebut selesai disusun dan diberi
kemerdekaan.
Mangkunagaran.86
tokoh dari dua kerajaan yang sedang berperang, yaitu Sri Kenya
c. Pergelaran
eksternal Mangkunagaran.
Gambar 5.3
Pergelaran Tari Bedhaya (?) di Istana Mangkunagaran
(Sumber: Mimbar Indonesia, No. 21 IX, 21 Mei 1955, hlm. 21)
95“Performances
of Javanese Classical Dances at the
Reception in Honour of Member of the Inotech Conference in the
Mangkunagaran Palace, Surakarta Central Java Indonesia, 13th
March 1974”.
97Hermanta
Bratasiswara, “Dewa Ruci-Fragmen Wayang
Bocah. Asuhan Sanggar Surya Sumirat di bawah Pimpinan GPH
Herwasto Kusumo. Persembahan HKMN Surya Sumirat, hlm. 1.
472
ditampilkan.98
1990.
penarinya.105
104„Surat
Duta Besar Republik Indonesia London kepada
Pimpinan Patra Image‟, dalam “Sambutan-sambutan terhadap
Keberhasilan Missi Kesenian Istana Mangkunagaran ketika
Melawat ke Paris dan Inggris Tahun 1989” (Rekso Pustoko Istana
Mangkunagaran, Solo, 1989).
105“Lawatan
Misi Kesenian Mangkunagaran ke Jepang 1989
untuk mengadakan pertunjukan di Hiroshima Expo, Namakoma
Expo dan Hibya Hall Tokyo 9-10 Juli 1989”; Rochana W., op. cit.,
hlm. 13.
477
Gambar 5.4
Pergelaran Sendratari Taman Soka dalam Lawatan Misi Kesenian
Mangkunagaran ke Jepang 1989
(Sumber: Koleksi Reksa Budaya Pura Mangkunagaran Surakarta)
Gambar 5.5
Pergelaran Sendratari Taman Soka dalam Lawatan
Misi Kesenian Mangkunagaran ke Jepang 1989
(Sumber: Koleksi Reksa Budaya Pura Mangkunagaran Surakarta)
Surakarta (TBS).110
Indonesia.113
1996 yang dimulai pada pukul 21.30 dan berakhir pada pukul
dari pukul 10.00 sampai 12.00. Para pemainnya terdiri atas para
116Ibid..
118Ibid..
Mangkunagaran di Karanganyar.
kecantikan wanita, tata rias dan busana, serta tata cara upacara
120Agus
Sutanto, “Seminar Wisata Seni Paes Pengantin
Mangkunegaran, 2-4 April di Sala”, Majalah Umum Adil:
Pengemban Amanat Allah dan Umat, No. 13/14 Th. ke 57, hlm. 7.
121Ibid..;
“Adat Istiadat Pengantin Jawa Diseminarkan di
Mangkunegaran”, Kedaulatan Rakyat, 1 April 1989.
486
yaitu Ny. Dinas Wuryanto dan Ny. Ami Sukardi yang masing-
Mangkunagaran.122
Mangkunagaran.
Soeratno.124
yang didukung oleh sebagian siswa dan pamong PDMN antara lain
124“Jajasan
„Pasinaon Dalang ing Mangkunagaran‟ Surakarta:
Anggaran Dasar & Anggaran Rumah Tangga” (Reksa Pustaka
Mangkunagaran Surakarta), hlm. 2-3.
itu sejak 1971, pada tahun tersebut dan seterusnya YPDMN selalu
127Ibid., hlm. 1
490
keraton.128
ini harus dihafal oleh para siswa, sehingga pada akhir tahun
baik. Dengan demikian, pada taraf ini sama sekali tidak dilakukan
saja.131
purwa dengan benar; yaitu cara yang sesuai dengan patokan seni
semurni-murninya.132
ujian bagi seorang peserta saja terlalu mahal. Banyak siswa yang
1963.134
sekarang.
BAB VI
SIMPULAN
Surakarta.
Surakarta.
Indonesia merdeka.
504
DAFTAR PUSTAKA
A. Arsip
Siegel, James T., Solo in the New Order: Language and Hierarchy in
an Indonesian City (Princeton, New Jersey: Princeton
University Press,).
1. Koran
Dharma Kanda
“Nyinau Basa Jawa Ing Mangsa Kapungkur, Wektu Iki lan Prospek
(Gambaran) Kahanan Tembe Buri”, Dharma Kanda, Minggu V
– Maret 1978.
Kedaulatan Rakyat
Parikesit
Solo Pos
Suara Merdeka
a. Majalah
Budaja/ Budaya
Jaya Baya
“Rembug Bab: Kritik Sastra Jawa ing Sasono Mulyo Sala”, Jaya
Baya, No. 52 Taun XXXI, 28 Agustus 1977.
“Sarasehan Sastra Jawa 1979 ing Sala”, Jaya Baya, No. 41 Taun
XXXIII, 10 Juni 1979.
“Yenta Sastra Jawa Kukut, Apa Salahe”, Jaya Baya, No. 33 Taun
XXIX, 13 April 1975.
529
Mekar Sari
“Rekaman Kesenian ing Pita Kaset”, Mekar Sari, No. 11 Taun XIX,
1 Agustus 1975.
Mimbar Indonesia
Pandjangmas
Pedalangan
Lain-lain
b. Buletin
Berita Radio
Pedoman Radio
1. Piringan Hitam
Lokananta ALD-013.
2. Kaset
E. Internet
F. Sumber Audiovisual
DAFTAR INFORMAN
Nama : H. Mintardjo
Lahir : Surakarta, 26 November 1938
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Pegawai Lokananta (1961-1990)
Asisten Pengarah Acara (1972-1977)
Pengarah Acara Rekaman (1978-1990)
Alamat : Jalan Empu Sedah Nomor 3 Kemlayan Surakarta
Nama : Mulyono
Lahir : 69 Tahun (pada 2011)
Pendidikan : Konservatori Karawitan Angkatan 1961
Pekerjaan : Pegawai RRI Surakarta (1969-2000)
Penerima Tamu (1969)
Perencana Siaran Kesenian Daerah (1970-2000)
Alamat : Dawung Wetan RT 02 RW 08 Danukusuman
Serengan, Surakarta.
Nama : Rahayu
Lahir :
Pendidikan : SMKI Jurusan Tari
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jalan Arya Mukti Timur IX/ 382 Semarang
543
GLOSARIUM1
cakepan : Lirik.
dwija : Guru
sarasèhan : Diskusi.
pakeliran.