Anda di halaman 1dari 26

LAPORAN RANCANGAN SESI PELATIHAN MAKING AND

REFUSING REQUEST PADA SISWA KELAS X SMA ABC


Diajukan untuk memenuhi tugas akhir mata kuliah Pelatihan II

Kelompok 1
Anggota:
Adji Sumantri (1006688514)
Aisyah Aulia Putri (1106081884)
Ayu Karlina (1106020623)
Desita Ramadani (1106082174)
Putri Miftahul Jannah (1106006386)
Rika Noor Athari (1106057544)

FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS INDONESIA
DEPOK, DESEMBER 2014

BAB I
PENDAHULUAN

Bullying sudah lama menjadi salah satu fenomena yang mengkhawatirkan di


dunia pendidikan Indonesia. Pada tahun 2006, gadis berusia 15 tahun melakukan bunuh
diri karena diejek oleh temannya karena ia tidak naik kelas. Berlanjut pada tahun 2010,
dilaporkan seorang gadis berusia 14 tahun melakukan percobaan bunuh diri karena
depresi akan ejekan temannya yang mengejek dirinya “gendut”. Baru-baru ini pada
pertengahan tahun 2014, diberitakan bahwa seorang anak laki-laki meninggal dunia
karena dipukuli oleh teman sekelasnya (Soeriaatmadja, 2011).
Salah satu contoh sekolah yang terkenal dengan bullying adalah SMA ABC.
Bullying di SMA ABC merupakan sebuah tradisi yang telah diturunkan dari setiap
angkatan ke angkatan lainnya selama lebih dari 20 tahun. Hal tersebut semakin
mengkhawatirkan karena bullying yang terjadi menjadi semakin brutal dan semakin
sering (Wardhani, 2014). Pada satu kesempatan, kelompok mewawancarai salah
seorang siswa di SMA ABC. Ia mengaku pernah dibully dan bentuk pembullyan yang
pernah ia dapatkan adalah penghinaan terus menerus oleh teman dan seniornya. Ini
berlangsung selama 2 tahun. Bentuk pembullyan seperti disuruh-suruh itu juga pernah
ia alami, namun, ia berusaha untuk menolaknya secara tegas. Sehingga senior dan
teman-temannya tidak pernah menyuruhnya lagi. Namun, olok-olokan yang tertuju
padanya tetap berlanjut. Olok-olokan itu tetap berlanjut karena ia tidak berusaha untuk
menghentikannya. Dia hanya menerima saja dan tidak memunculkan penolakan
terhadap perlakuan temannya tersebut. Bullying semacam ini membuatnya cukup
tertekan dan lama kelamaan menjadi terbiasa. Dampak yang paling dirasakannya adalah
ia menjadi anak yang tidak percaya diri, negative thinking terhadap orang lain dan
merasa tidak memiliki teman yang baik.
Pada kesempatan lain kelompok mewawancara seorang alumni SMA ABC
tentang pengalamannya selama bersekolah di SMA tersebut, narasumber mengatakan
bahwa pada awalnya memang seniornya menyuruh-nyuruh dan meledeknya dalam
bentuk verbal dan menurutnya itu memang dirasakan hampir seluruh siswa kelas X,
namun ia sempat menolak permintaan seniornya dengan baik-baik. Seniornya sempat
marah dan merasa bahwa dirinya tidak sopan namun seiring berjalannya waktu
seniornya menjadi tidak tertarik untuk membully dirinya dan tidak pernah lagi
menyuruh dan mengejek dirinya.
Hazler (1996) menjelaskan bahwa bullying merupakan tindakan yang menyakiti
orang lain secara berulang-ulang (tidak hanya sekali atau dua kali) oleh seseorang atau
sekelompok orang, dan dapat berupa serangan fisik atau menyakiti perasaan orang lain
melalui kata-kata, tindakan, atau pengucilan sosial (dalam Carnell & Merrell, 2001).
Coloroso (2005, dalam Mestry, van der Merwe dan Squelch, 2006) menyatakan
bullying sebagai kegiatan sadar, disengaja dan bermusuhan yang dapat berbentuk
verbal, fisik, atau relasional, ketika anak-anak mendapatkan kesenangan dari rasa sakit
yang dirasakan anak lainnya. Bullying juga merupakan bentuk penghinaan, yaitu
perasaan tidak suka yang kuat terhadap seseorang yang dianggap tidak berharga atau
rendah, dikombinasikan dengan kurangnya empati, kasih sayang ataupun rasa malu
(Mestry, van der Merwe dan Squelch, 2006). Bullying melibatkan tiga pihak yang
berperan, yaitu pelaku, korban, dan bystandar. Pelaku merupakan seseorang atau
kelompok tertentu yang menyakiti orang lain. Sedangkan korban merupakan seseorang
atau kelompok tertentu yang merasa tersakiti dan pihak bystandar merupakan seseorang
atau kelompok tertentu yang berada di area terjadinya bullying.
Korban bullying seharusnya dapat berbicara secara jujur bahwa mereka tidak
ingin dan menolak untuk diperlakukan sebagai “sosok” minoritas daan sasaran bullying.
Namun faktanya korban bullying cenderung memilih diam saja, dan tidak menunjukkan
penolakan atas apa yang mereka terima dari pelaku bullying. Menurut Berthold dan
Hoover (2000), korban bullying memiliki karakteristik tendensi akan ketakutan untuk
menampilkan diri dan tidak menyukai dirinya sendiri (dalam Ardiyansyah & Gusniarti,
2009). Dengan kata lain, korban bullying cenderung menerima apa yang disampaikan
pelaku bullying dikarenakan rasa takut untuk menyatakan perasaan dan pikiran sendiri
secara tegas kepada orang lain.
Pengaruh jangka pendek yang ditimbulkan bullying adalah depresi karena
mengalami penindasan, menurunnya minat untuk mengerjakan tugas-tugas sekolah
yang diberikan oleh guru, dan menurunnya minat untuk mengikuti kegiatan sekolah
(Berthold dan Hoover, 2000, dalam Ardiyansyah & Gusniarti, 2009). Sedangkan
dampak jangka panjang yang muncul adalah kesulitan dalam menjalin hubungan baik
terhadap lawan jenis, selalu memiliki kecemasan akan mendapatkan perlakuan yang
tidak menyenangkan dari teman-teman sebayanya (Berthold dan Hoover, 2000).
Bahkan tingkatan yang lebih ekstrem, terdapat korban yang sampai membunuh
(Wedhaswary, 2011).
Soendjojo (2009) menyatakan bahwa terdapat kecenderungan pada siswa yang
tingkat asertivitasnya rendah untuk menjadi sasaran/korban bullying (dalam Novalia &
Dayakisni, 2013). Hal ini sejalan dengan yang diungkapkan oleh Olweus, Schwartz,
Baldry (1999, dalam Fekkes, Pijpers, Vanhorick, 2005), di mana korban bullying
biasanya memiliki self-esteem yang rendah, kurang asertif, cenderung lebih cemas, dan
fisiknya lebih kecil dan lemah. Novalia & Dayakisni (2013) juga menambahkan bahwa
keadaan tersebut terlihat pada korban bullying dimana mereka kurang mampu
menunjukkan perasaan untuk melawan bullying yang diterima atas dasar rasa takut jika
nantinya pelaku akan semakin meningkatkan intensitas bullying yang dilakukan.
Albert dan Emmons (dalam Novalia & Dayakisni, 2013) mengemukakan bahwa
salh satu ciri individu yang bersikap asertif adalah individu yang tegas menyatakan
perasaan mereka, meminta apa yang mereka inginkan dan mampu mengatakan “tidak
(ada)” tentang suatu hal. Fenomena yang terjadi pada SMA ABC menunjukkan bahwa
individu yang terus menerus menjadi sasaran bullying memiliki perilaku making and
refusing request yang rendah. Berdasarkan hal tersebut, kelompok melihat perlunya
meningkatkan keterampilan making and refusing request pada siswa SMA kelas X,
sebagai pencegahan agar mereka tidak menjadi korban bullying selanjutnya.
Adapun tujuan pelatihan making and refusing request adalah untuk melatih
keterampilan siswa kelas X SMA ABC, dalam menyatakan keinginan dan perasaan
mereka secara lebih jujur dan tegas kepada orang lain dengan cara yang tidak
merugikan orang lain.
BAB II
LANDASAN TEORI

II.1 Asertif
Bishop (2010) menyatakan bahwa,
“Assertiveness is about effective communication and this
does not just mean choosing the right words to say in a given
situation. Tone of voice, intonation, volume, facial
expression, gesture and body language all play a part in the
message you are sending to the other person, and unless all
parts of the equation match, you will be sending a garbled
message (p. 1)”
Perilaku asertif merupakan salah satu bentuk komunikasi efektif dimana dalam
komunikasi asertif tersebut individu memperhatikan tidak hanya peduli dengan pilihan
kata yang digunakan tetapi juga berbagai aspek penting lainnya. Tanpa adanya nada
suara, intonasi, volume suara, ekspresi wajah, gestur dan bahasa tubuh yang tidak
sesuai, maka pesan yang disampaikan dapat dipahami lawan bicara atau bahkan
berubah makna (Bishop, 2010).
Bishop (2010) menjelaskan bahwa individu yang asertif merupakan individu
yang mampu menampilkan atau mengekspresikan diri dengan penuh keyakinan tanpa
perlu bersikap pasif, agresif maupun manipulatif. Individu asertif juga memiliki
self-awareness yang lebih tinggi. Dengan self-awareness yang tinggi, mereka mampu
mengenal seperti apa dirinya yang sebenarnya dan bertanggung jawab atas diri sendiri.
Individu yang asertif terlihat dari kemampuannya untuk mengekspresikan pendapat dan
perasaan secara jujur kepada orang lain. individu yang demikian yakin bahwa dia tidak
akan didominasi, dieksploitasi atau dipaksa melawan keinginan sendiri.
Selain itu, perilaku asertif juga terlihat pada individu yang mendengarkan dan
merespon kebutuhan orang lain tanpa harus mengorbankan hak, prinsip-prinsip dan
kebutuhan diri sendiri. Individu asertif senantiasa meningkatkan keterampilan
interpersonal mereka dengan membentuk komunikasi yang efektif dan mengendalikan
stres dengan penanganan yang tepat ketika menghadapi suatu masalah (Bishop, 2010).
Bishop (2010) juga menambahkan individu yang asertif akan mengarahkan
komunikasi pada win-win situations dimana kedua belah pihak sama-sama berada di
posisi yang baik dan menguntungkan.

II.2 Aspek-aspek Perilaku Asertif


Menurut Bishop (1999, dalam Nabila, Hardjono, dan Nugroho, 2012)
aspek-aspek asertivitas terdiri dari:
1. Self-awareness
Individu yang memiliki self-awareness adalah individu mampu untuk jujur dan
menyadari pada dirinya sendiri untuk mengakui apakah dirinya termasuk dalam
non-asertif, agresif, atau asertif.

2. Flashpoints and bruises


Flashpoints and bruises adalah kondisi individu yang sudah lama dengan
pengalaman yang kurang sehat (dalam hal ini tidak asertif) nantinya dapat membantu
individu untuk mengumpulkan informasi mengenai perilaku non-asertif atau agresif
yang sudah dilakukannya selama ini. Informasi dari pengalaman tersebut membantu
individu untuk menyadari apa yang perlu diperbaiki dari perilaku kurangs ehaat yang
dijalani selama ini.

3. Making and refusing request


Making and refusing request adalah keterampilan individu dalam menyatakan
diri dengan tegas termasuk berkata “ya” dan “tidak”, bereaksi secara tepat terhadap
respons yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya.

4. Tricky situation.
Tricky situation menjelaskan bagaimana individu mampu melihat konflik dan
bagaimana untuk mengubah stuasi negatif menjadi interaksi positif.

Berdasarkan penjelasan mengenai asertivitas di atas, terdapat empat aspek yang


berpengaruh terhadap keterampilan seseorang untuk menampilkan perilaku asertif.
Dalam sesi ini, kelompok akan memfokuskan pada salah satu aspek yang nantinya akan
ditingkatkan, yaitu making and refusing request.
Making and refusing request adalah keterampilan individu untuk mampu
menyatakan diri dengan tegas termasuk berkata “ya” dan “tidak”, apa yang harus
dilakukan terhadap respons yang tidak sesuai dengan apa yang diharapkannya tanpa
menyinggung/menyakiti orang lain. Menyatakan apa yang dipikirkan dan dirasakan
dengan jelas dan tegas dapat membantu orang lain memahami maksud yang ingin kita
sampaikan. Apabila kejelasan dan ketegasan tersebut tidak dimunculkan maka lawan
bicara akan menerima informasi yang sudah termanipulasi maknanya.

II.3 Indikator making and refusing request


(dilampirkan pada halaman selanjutnya)
BAB III
PELAKSANAAN PELATIHAN

Sesi pelatihan ini dirancang untuk meningkatkan keterampilan peserta dalam


making and refusing request. Dalam pelatihan ini, peserta akan menjalani structured
experience yang meliputi concrete experience (CE), reflective observation (RO) dan
abstract conceptualization (AC). Berikut penjelasan mengenai masing-masing tahapan
yang dijalani peserta selama structured experience.

III.1 Langkah Menentukan Concrete Experience (CE)


Dari evidence-evidence yang diperkirakan akan muncul dalam kegiatan concrete
experience (CE) yang akan diberikan pada structured experience, kelompok memilih
role play sebagai metode yang tepat untuk memunculkan evidence-evidence tersebut.
Eitington (2002) menjelaskan bahwa role play merupakan salah satu metode yang
digunakan dalam pelatihan untuk menawarkan partisipasi, keterlibatan, dan tindakan
belajar pada peserta, dimana melalui role play peserta mengalami secara langsung
situasi di kehidupan nyata dengan setting yang lebih aman. Lebih khususnya, kelompok
akan menggunakan multiple group role playing (MGRP). Dalam desain mutiple group
role playing (MGRP) ini, peserta akan dibagi menjadi beberapa kelompok untuk
memainkan peran di kelompok-kelompok kecil tersebut (Eitington, 2002).
Role play dipilih sebagai metode CE atas pertimbangan pengalaman yang dapat
dialami dan dipahami secara langsung oleh peserta terkait setiap evidence yang
diperkirakan. Dengan role play, peserta juga berpeluang memunculkan umpan balik
(feedback) dari peserta lainnya secara objektif mengenai apa yang telah mereka
lakukan. Melalui role play, peserta dapat belajar dari apa yang dirasakan, apa yang
dilihat berperan dan apa yang didengar (Eitington, 2002). Role play juga dapat
memfasilitasi peserta untuk melakukan instropeksi diri dari beragam umpan balik
berupa pendapat, kritik ataupun saran yang diberikan oleh peserta lain. Umpan balik
dari peserta lain tersebut dapat memberikan kritik untuk diri sendiri dan juga peserta
lainnya sehingga masing-masing peserta dapat mengevaluasi tingkah laku sebelumnya
(Eitington, 2002). Sementara itu, untuk metode multiple group role playing (MGRP)
dinilai sangat cocok untuk sesi CE karena semua peserta akan bermain peran tanpa
adanya beberapa peserta yang merasa malu atau dibedakan dengan yang lain karena
dipilih sebagai perwakilan peserta.
Aktivitas role play dilakukan dalam satu kelompok yang terdiri dari lima orang
anggota kelompok yang akan memainkan peran sehingga dalam kegiatan tersebut akan
muncul evidence asertif, agresif dan submisif. Nama aktivitas multiple group role
playing (MGRP) ini adalah “(Bukan) Butiran Debu”.

III.1.1 Peralatan, Instrumen Tertulis dan Alat Bantu yang Diperlukan


Pada sesi pelatihan “(Bukan) Butiran Debu” ini, diperlukan beberapa peralatnan
dan instrumen tertulis yang dibutuhkan untuk menunjang kelancaran aktivitas-aktivitas
yang akan dilaksanakan. Berikut gambaran mengenai peralatan dan instrumen yang
dibutuhkan untuk pelaksanaan sesi pelatihan:

A. Peralatan
● 21 bangku bermeja, yang terdiri dari 15 bangku untuk peserta dan 6 bangku
cadangan
● 1 meja besar untuk menaruh laptop 2 Laptop berisi tayangan materi
● 1 perangkat microphone dan pengeras suara
● 15 nametag untuk tanda pengenal peserta
● 1 flipchart untuk mencatat refleksi peserta saat RO
● 1 spidolmarker berwarna hitam untuk menulis refleksi peserta RO
● 1 spidolmarker berwarna biru untuk menulis refleksi peserta RO
● 1 spidolmarker berwarna merah untuk menulis refleksi peserta RO
● 15 pulpen yang akan diberikan kepada peserta untuk menulis catatan di lembar
handout

B. Instrumen Tertulis
● 15 kartu instruksi untuk pemeran role play
● 15 bundel handout presentasi materi sesi pelatihan yang akan diberikan di saat
abstract conceptualization (AC).

C. Alat Bantu
● 1 LCD
● 1 white screen
● Pointer laser untuk membantu pemandu mempresentasikan materi
● 2 buah wireless microphone, 1 microphone digunakan pemandu dan 1
microphone untuk peserta yang menjawab pertanyaan saat RO
● Materi yang ditayangkan dalam bentuk Power Point Presentation
● 1 proyektor untuk menampilkan materi
● 2 buah audiospeaker sebagai pengeras suara

III.1.2 Penentuan Lokasi dan Setting/Lay-out Ruangan


Sesi pelatihan making and refusing request ini akan dilaksanakan di ruangan
dengan ukuran 7x7 meter. Ruangan dengan ukuran tersebut dapat menampung 21 orang
yang terdiri dari 15 peserta dan 6 pemandu. Tempat duduk peserta diatur dengan posisi
membentuk huruf U di awal pelatihan. Setelah dibagi menjadi kelompok kecil, peserta
dengan bimbingan pemandu dapat memposisikan tempat duduk menjadi lingkaran
berdasarkan urutan kelompok. Kemudian peserta melakukan role play di kelompok
masing-masing.

III.2 Merancang Kegiatan Reflective Observation (RO)


III.2.1 Metode Pengumpulan Data
Pemandu mulai memandu peserta melakukan aktivitas Reflective Observation
(RO) setelah peserta mengikuti rangkaian kegiatan role play pada CE. Peserta
diarahkan untuk duduk berdasakan posisi tempat duduk yang diatur membentuk huruf
U. Pada aktivitas RO ini, pemandu akan mengumpulkan data dengan menggunakan
metode tanya jawab. Pemandu mengajukan beberapa pertanyaan terkait aktivitas CE
untuk memancing munculnya evidence dari kegiatan tersebut. Evidence yang muncul
dari jawaban peserta nantinya akan ditulis asisten pemandu di flipchart menggunakan
spidolmarker yang berbeda untuk masing-masing evidences agresif, asertif dan
submisif. Flipchart ini diposisikan di tengah-tengah ruangan dengan tujuan agar semua
peserta dapat melihatnya. Selama kegiatan RO ini, pemandu juga akan mengarahkan
peserta untuk memperoleh insight dari kegiatan role play yang sudah dilakukan peserta.

III.2.2 Rangkaian Pertanyaan yang Memunculkan Evidence


Berikut adalah pertanyaan yang diajukan kepada peserta pada tahap RO:

a. Pertanyaan Umum untuk Pengantar

Evidence Pertanyaan

Pengantar Apakah kegiatan yang tadi anda


lakukan bersama dengan kelompok
masing-masing?

Coba ceritakan apa yang terjadi pada


kelompok selama kegiatan
berlangsung?
Apa yang anda rasakan saat dan
setelah melakukan kegiatan tersebut?

Apa yang kelompok lain rasakan


setelah melihat kegiatan kelompok lain
melakukan kegiatannya?

b. Pertanyaan untuk Observer

Evidence Pertanyaan

Pengantar untuk observer Dalam diskusi, bagaimana jawaban yang


diberikan tiap anggota kelompok?

Bagaimana sikap anggota kelompok


dalam menanggapi pendapat dari anggota
lain?

Bagaimana reaksi anggota kelompok


(satu/dua/tiga) ketika ada yang berbeda
pendapat dengannya?

Apakah terdapat anggota yang tetap


bertahan dengan pendapatnya?
Probing : bagaimana cara individu
tersebut mempertahankan pendapatnya?

c. Pertanyaan untuk Asertif


Evidence Pertanyaan

- Mengatakan “ya” ketika dia apakah terdapat jawaban yang


setuju dengan pernyataan orang lain. menyenangkan?
- Mengangguk-angguk ketika Probing : kenapa bisa menyenangkan?
menyetujui pendapat orang lain Probing : Bagaimana cara orang tersebut
- Mengatakan “tidak” ketika dia menyampaikannya?
tidak setuju dengan pernyataan orang
lain.

- Menerima atau menolak terhadap Apakah sikap dalam menanggapi


suatu ide dengan nada suara yang tenang pendapat anggota lain dapat diterima
dan tidak menyinggung. dengan baik?
- Memberikan argumen, tanggapan Probing : kenapa dapat diterima dengan
atau komentar pribadi di saat merancang baik?
suatu ide atau kegiatan.

Postur tubuh yang mengancam seperti Bagaimana gestur tubuh anggota


menunjuk, condong dan mendekat ke kelompok selama diskusi berlangsung?
arah lawan bicara.

Menggunakan volume suara yang jelas Bagaimana Volume suara anggota


dan lantang. kelompok untuk menyampaikan
pendapatnya?

Menunjukkan ekspresi wajah yang Bagaimana ekspresi yang muncul dari


mengapresiasi seperti mata yang fokus anggota kelompok dalam menjawab dan
dan tidak menekan orang lain. menanggapi pendapat dari anggota
kelompok?

- Tidak menyalahkan pendapat Apakah reaksi yang diberikan positif?


yang disampaikan orang lain. Probing : Positif seperti apa?
- Tetap mendengarkan orang lain
yang sedang menyampaikan pendapat
- Tidak menunjukkan kemarahan.

- Bertahan dengan pendapat yang Apakah ada yang dengan menyalahkan


telah disampaikan tanpa menyalahkan pendapat orang lain?
pendapat orang lain. Probing : Bagaimana cara orang tersebut
- Menggunakan kata-kata yang melakukannya?
tidak kasar.

d. Pertanyaan untuk Agresif

Evidence Pertanyaan

- Mengatakan “ya” dengan Apakah terdapat jawaban dengan tidak


nada suara yang memaksa ketika menyenangkan?
dia setuju dengan pernyataan Probing : seperti apa tidak
orang lain menyenangkannya?
- Mengatakan “tidak” dengan
intonasi suara yang keras dan
mengintimidasi ketika dia tidak
setuju dengan pernyataan orang
lain.
- Mengernyitkan kening dan
menatap dengan tatapan yang
menyudutkan ketika tidak setuju
dengan pendapat orang lain

- Menerima atau menolak terhadap Apakah sikap dalam menanggapi


suatu ide dengan nada suara yang pendapat anggota lain tidak dapat
mengintimidasi. diterima dengan baik?
- Memaksakan argumen, tanggapan Probing : kenapa tidak dapat diterima
atau komentar pribadi di saat merancang dengan baik?
suatu ide atau kegiatan
Postur tubuh yang mengancam seperti Bagaimana gestur tubuh anggota
menunjuk, condong dan mendekat ke kelompok selama diskusi berlangsung?
arah lawan bicara.

Menggunakan volume suara yang keras Bagaimana Volume suara anggota


dan menyudutkan orang lain. kelompok untuk menyampaikan
pendapatnya?

Menunjukkan ekspresi wajah dengan Bagaimana ekspresi yang muncul dari


mata melotot, alis mata naik. anggota kelompok dalam menjawab dan
menanggapi pendapat dari anggota
kelompok?

- Membantah pendapat yang Apakah reaksi yang diberikan negative?


disampaikan orang lain. Probing : Seperti apa negatifnya?
- Menyela orang lain yang sedang
menyampaikan pendapat
- Menunjukkan kemarahan

- Bersikeras dengan argumen yang Apakah ada yang dengan menyalahkan


telah disampaikan tanpa pendapat orang lain?
mempertimbangkan pendapat orang lain. Probing : Bagaimana cara orang tersebut
- Menggunakan kata-kata yang melakukannya?
kasar.

e. Pertanyaan untuk Submisif

Evidence Pertanyaan
- Diam ketika ditanya mengenai Apakah dalam diskusi tidak ada yang
pendapatnya. menjawab? Atau hanya menyetujui
- Menyetujui pendapat orang lain pendapat anggota lain tanpa adanya
tanpa menyatakan pendapat sendiri. jawaban dari dirinya?
- Mengangguk-anggukkan kepala Probing : sapa pendapat kamu mengenai
pada setiap pendapat yang disampaikan orang tersebut?
orang lain.

- Menerima suatu ide, dengan Apakah terdapat anggota kelompok yang


begitu saja. tidak memberikan sikap?
- Tidak memberikan argumen, Probing : bagaimana pendapat anda
tanggapan atau komentar pribadi di saat mengenai orang tersebut?
merancang suatu ide atau kegiatan.

Postur tubuh yang mengancam seperti Bagaimana gestur tubuh anggota


menunjuk, condong dan mendekat ke kelompok selama diskusi berlangsung?
arah lawan bicara.

Menggunakan intonasi suara yang tidak Bagaimana Volume suara anggota


jelas dan pelan kelompok untuk menyampaikan
pendapatnya?

Tidak terlibat dalam interaksi kelompok. Bagaimana ekspresi yang muncul dari
anggota kelompok dalam menjawab dan
menanggapi pendapat dari anggota
kelompok?

- Hanya diam mendengar pendapat Apakah dari salah satu anggota


yang disampaikan orang lain. kelompok tidak ada yang menampilkan
- Menerima pendapat orang lain reaksi?
dengan mudah. Probing: bagaimana pendapat kamu
mengenai orang tersebut?
- Ragu-ragu untuk menyampaikan
pendapat yang tidak sesuai dengan orang
lain

- Tidak berusaha menyatakan Apakah ada yang diam atau ikut dengan
pendapat sendiri. pendapat anggota lain?
- Mengatakan kata “terserah”, “ya Probing : menurut kalian apakah hal itu
udah”. baik untuk dilakukan?

f. Pertanyaan Umum untuk Penutup

Evidence Pertanyaan

Penutup Cara menyampaikan pendapar manakah


yang membuat Anda nyaman?

Menurut Anda, cara manakah yang paling


baik?
Probing : Kenapa?

Apa kesimpulannya?

Setelah proses tanya jawab yang dilakukan selama RO, di akhir sesi pemandu
menyimpulkan bahwa making and refusing request yang baik dan tanpa menyinggung
orang lain adalah dengan menyatakan permintaan dan penolakan pribadi secara asertif.

III.3 Merancang Kegiatan Abstract Conceptualization (AC)


Abstract conceptualization (AC) merupakan kegiatan yang dilakukan setelah
aktivitas RO. Pada tahap AC ini, pemandu akan menggiring jawaban-jawaban yang
muncul dari peserta untuk masuk ke kesimpulan. Diharapkan peserta dapat
memunculkan insight dari pertanyaan dan jawaban yang muncul, dimana peserta dapat
menggabungkan pengalaman yang dirasakan melalui role play pada CE dengan
pengalaman yang sudah peserta alami sebelumnya.
Selanjutnya, pemandu akan memberikan materi mengenai making and refusing
request. Materi diberikan dengan menggunakan power point presentation dengan
menggunakan alat bantu yaitu laptop, proyektor, white screen, pointer laser untuk
menunjuk bagian penting dari materi yang ditampilkan pada white screen, wireless
microphone untuk pemandu dan peserta, serta pengeras suara untuk membantu
pemandu agar suara terdengar oleh seluruh peserta. Isi materi tersebut merupakan
penjelasan mengenai definisi making and refusing equest dan pentingnya hal tersebut
untuk disadari agar peserta dapat berinteraksi dengan jujur dan tegas dalam
menyampaikan pikiran serta pendapat mereka.
Peserta juga akan dibagikan handouts yang berisi materi mengenai making and
refusing request. Materi yang terdapat dalam handout tersebut adalah:
1. Pengertian making and refusing request
2. Karakteristik orang yang memiliki making and refusing request
3. Keuntungan melakukan making and refusing dalam kehidupan sehari-hari

Di akhir sesi ceramah, pemandu menyarankan peserta untuk meningkatkan


keterampilan making and refusing request secara asertif dalam kehidupan sehari-hari
mereka.
BAB IV
RINCIAN KEGIATAN

IV. 1 Sasaran Perubahan Tingkah Laku


Sasaran sesi pelatihan ini adalah perubahan pada aspek kognitif dan afektif.
Secara kognitif, diharapkan peserta menyadari pentingnya sikap jujur dan tegas dalam
menyampaikan apa yang dirasakan dan dipikirkan, serta memberikan respon yang tepat
terhadap reaksi orang lain yang tidak sesuai harapan. Sedangkan secara afektif, peserta
diharapkan tergerak untuk meningkatkan keterampilan menyatakan keinginan dan
perasaan mereka secara lebih jujur dan tegas kepada orang lain dengan cara yang tidak
merugikan orang lain.

IV.2 Jumlah dan Karakteristik Peserta


Peserta yang akan mengikuti sesi pelatihan making and refusing request ini
merupakan siswa kelas X yang berusia 15-16 tahun. Peserta pelatihan “(Bukan) Butiran
Debu” ini merupakan individu yang berada pada tahap perkembangan remaja, dimana
individu yang memasuki tahap perkembangan tersebut merupakan individu dengan usia
11 hingga 20 tahun (Papalia, 2011). Adapun jumlah peserta yang mengikuti pelatihan
ini adalah 15 orang siswa, yang terdiri dari 12 orang siswa dengan asertivitas yang
rendah dan 3 orang siswa dengan asertivitas yang tinggi.
Dalam menentukan tingkat asertivitas, kelompok memberikan alat ukur
asertivitas kepada calon peserta pelatihan. Alat ukur yang digunakan adalah Rathus
Assertive Schedule (RAS). Alat ukur ini menggunakan teknik self report inventories, di
mana calon peserta diminta untuk memberikan respon tertentu terhadap 30 item pada
RAS. Kelompok menggunakan RAS karena didalamnya terdapat item-item yang
menggambarkan fenomena yang kelompok angkat, yakni agresif dan asertif. Selain itu,
RAS merupakan alat ukur yang umum digunakan dan diterima secara luas. Bahasa pada
alat ukur ini mudah dipahami, jumlah item nya tidak terlalu banyak sehingga
memudahkan calon peserta dan kelompok dalam melihat tinggi atau rendahnya tingkat
asertivitas seseorang. Semakin besar skor total seseorang maka tingkat asertivitasnya
semakin tinggi, dan semakin kecil skor total seseorang makan tingkat asertivitasnya
semakin rendah.

IV. 3 Urutan Kegiatan


Sesi ini merupakan sesi ke-3 dari sesi pelatihan “(Bukan) Butiran Debu”. Sesi
pelatihan ini akan dilaksanakan pada hari Sabtu pada pukul 13.00 WIB – 14.30 WIB.
Kegiatan ini akan dimulai dengan penjelasan dari pemandu mengenai sesi making and
refusing request. Setelah sesi pengantar tersebut pemandu mulai mengajak peserta
untuk masuk ke sesi pelatihan making and refusing request. Penjelasan mengenai
rincian kegiatan pada sesi pelatihan akan dijelaskan pada tabel berikut:

IV.3.1 Tabel Rincian Kegiatan Sesi Pelatihan

Waktu Durasi Kegiatan

13.00 – 13.05 5 menit Pengantar

13.05 – 13.25 20 menit Concrete experience


(CE)

13.25 – 13.55 30 menit Reflective


Observation (RO)

13.55 – 14.25 30 menit Abstract


Conceptualization
(AC)

14.25 – 14.30 5 menit Penutup

IV.4 Lokasi Penyelengaraan


Sesi pelatihan “(Bukan) Butiran Debu” akan diselenggarakan pada sebuah
ruangan cukup luas bagi kelompok peserta untuk penampilan role play tanpa berada di
posisi yang terlalu jauh atau terlalu dekat dengan kelompok peseta lainnya. Ruangan
tersebut memiliki air conditioner yang dapat diatur suhunya dan pencahayaan yang
baik. Ruangan yang dipilih adalah ruangan yang jauh dari kebisingan agar peserta dapat
fokus dalam melaksanakan pelatihan. Ruangan tersebut juga difasilitasi peralatan yang
dibutuhkan selama sesi pelatihan berlangsung, yaitu kursi bermeja (kursi yang
digunakan selama perkuliahan), meja untuk pemandu, laptop, proyektor, white screen
dan flipchart.

IV.5 Metode Kegiatan Concrete Experience (CE) yang digunakan


A. Kegiatan “(Bukan) Butiran Debu”
Bentuk kegiatan yang dilakukan dalam sesi ini adalah role play diskusi
rancangan tugas akhir pelajaran kesenian dan keterampilan yang akan diperagakan oleh
peserta. Peserta akan dibagi menjadi tiga kelompok yang masing-masing kelompok
terdiri dari 5 orang peserta. Pada role play ini, setiap kelompok akan diberikan
gambaran situasi umum dan instruksi yang sama. Masing-masing peserta dalam setiap
kelompok akan berperan sebagai ketua kelompok, seseorang yang agresif, seseorang
yang asertif, seseorang yang submisif dan observer. Setiap peserta tidak diperkenankan
untuk memberi tahu perannya kepada peserta lain. Berdasarkan instruksi yang
diberikan pemandu tersebut, peserta dapat memunculkan perilaku-perilaku yang sesuai
dengan instruksi dan peran yang diberikan. Peserta juga dapat memunculkan perilaku
berdasarkan pengalaman dan/atau pengamatan sebelumnya, atau bahkan spontan
berdasarkan situasi dan peran yang dimainkan.

B. Instruksi
Pembagian kelompok kecil peserta telah ditetapkan oleh pemandu secara acak.
Setelah pemandu menyebutkan nama setiap anggota kelompok, pemandu
menginstruksikan peserta untuk berkumpul sesuai dengan kelompok yang sudah
ditentukan. Setelah peserta berkumpul dan berada di posisi yang nyaman, pemandu
memberikan instruksi umum kepada seluruh peserta secara lisan. Instruksi yang
disampaikan pemandu adalah:
“Masing-masing kelompok akan bermain peran sebagai anggota kelompok
untuk tugas akhir pelajaran kesenian dan keterampilan. Anda sedang
berkumpul dengan seluruh anggota kelompok untuk mendiskusikan
rancangan tugas akhir mata pelajaran tersebut. Anda melakukan
brainstorming ide menarik untuk tugas akhir Anda, dengan koordinasi
seorang ketua kelompok. Sebelum Anda memulai kegiatan bermain peran,
saya akan membagikan instruksi pada setiap anggota kelompok.”

Setelah memberikan intruksi tersebut, pemandu membagikan kartu instruksi


peran pada setiap anggota kelompok. Sambil membagikan kartu, pemandu
mempersilahkan peserta untuk membaca instruksi selama 3 menit. Setiap anggota
kelompok menerima satu kartu instruksi peran dan membacanya secara individu.
Adapun instruksi pada setiap anggota kelompok adalah:
● Kartu instruksi peran 1:
“Anda adalah seorang ketua kelompok yang bertugas untuk mengkoordinasi
jalannya diskusi dari awal hingga kelompok mendapatkan keputusan final.
Anda diharuskan untuk menanyakan setiap anggota kelompok untuk
berpendapat. Waktu yang Anda miliki untuk memainkan peran ini adalah 10
Menit”

● Kartu instruksi peran 2:


“Anda sangat yakin bahwa ide Anda adalah yang tepat dan terbaik. Anda
konsisten dan yakin dengan rancangan ide yang masing-masing Anda miliki.
Apapun alasan dan keadaannya, Anda tidak akan merubah pendapat dan ide
yang Anda sampaikan. Anda harus tetap memepertahankan ide yang telah Anda
sampaikan hingga keputusan ide rancangan didapatkan. Waktu yang Anda
miliki untuk memainkan peran ini adalah 10 Menit.”

● Kartu instruksi peran 3:


“Anda menyampaikan pendapat dan saling mendengarkan pendapat kelompok
lainnya. Anda mengutamakan musyawarah mufakat dalam diskusi ini. Anda
percaya diri dan yakin dengan ide Anda namun Anda tidak menyalahkan
pendapat lainnya. Anda saling menghargai masing-masing pendapat yang
disampaikan setiap anggota kelompok. Anda. Waktu yang Anda miliki untuk
memainkan peran ini adalah 10 Menit.”

● Kartu instruksi peran 4:


“Anda memiliki pendapat dan ide terkait tugas akhir kesenian, tetapi tidak
menyampaikan ide tersebut dengan sempurna. Anda menampilkan keraguan
dengan ide tugas akhir yang Anda miliki. Anda juga tidak terlibat aktif
sepanjang diskusi berlangsung. Waktu yang Anda miliki untuk memainkan
peran ini adalah 10 Menit.”

● Kartu instruksi peran 5:


“Anda ditugaskan untuk memperhatikan dan mencatat bagaimana jalannya
diskusi dari awal hingga akhir. Anda tidak terlibat dalam diskusi kelompok”

Setelah peserta membaca instruksi sesuai waktu yang disediakan, kelompok


memulai role play dengan serentak sesuai dengan instruksi pemandu.
DAFTAR PUSTAKA

Ardiyansyah, A., & Gusniarti, U. (2009). Faktor-faktor yang mempengaruhi bullying

pada remaja. Diakses dari

http://psychology.uii.ac.id/images/stories/jadwal_kuliah/naskah-publikasi-0432

0362.pdf pada 4 November 2014

Bishop, S. (2010). Develop Your Assertiveness: Second Edition. Diunduh dari

http://www.zfxg.com/xl/news/edit/uploadfile/20125/2012-5-22-10-38-26.pdf.

pada 28 November 2014

Carney, A., & Merrell, K. (2001). Bullying in schools: Perspectives on understanding

and preventing an international problem. School Psychology International,

22(3), 364-382
Eitington, J. (2002) The Winning Trainer: Winning Ways to Involve People in Learning.

Woburn: Butterworth–Heinemann.

Mahanani, W. (2002). Hubungan antara asertuvitas denhga efektivitas kepemimpinan

perempuan berlatar belakang budaya Jawa. Depok: Fakultas Psikologi UI.

Mestry, R., Merwe, M. V. D., & Squelch, J. (2006). Bystander Behaviour of School

Children Observing Bullying. Faculty of Education, University of

Johannesburg SA-eDUC JOURNAL Volume 3, Number 2

Nabila, A. S., Hardjono, & Nugroho, A. A. (2012). Pengaruh Pemberian Pelatihan

Asertivitas Terhadap Kecenderungan Kenakalan Remaja Pada Siswa Kelas X

Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) Bhinneka Karya Surakarta. Surakarta:

Program Studi Psikologi Universitas Sebelas Maret Vol. 4, No. 8

Novalia, & Daykisni, T. (2013). Perilaku asertif dan kecenderungan menjadi korban

bullying, Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan, 1(1), 169-175. Diakses pada 26

November 2014

Papalia, D., & Feldman R. (2011). Experience Human Development Twelfth Ed. New

York: McGraw-Hill.

Soeriaatmadja, W. (2011). Bullying in schools a worry in Indonesia. Diakses dari

http://thejakartaglobe.beritasatu.com/archive/bullying-in-schools-a-worry-in-in

donesia/ pada 4 November 2014

Townend, A. (2007). Assertiveness and Diversity. China: Palgrave Macmillan.

Wardhani, D. (2014). Bullying ‘tradition’ going unchecked in high schools. Diakses

dari http://m.thejakartapost.com/news/2014/09/29/bullying-tradition-going-

unchecked-high-schools.html pada 8 Desember 2014


Wedhaswary, I. D. (2011). “Bullying” Masih Jadi Momok. Diakses dari

http://edukasi.kompas.com/read/2011/12/23/09443360/Bullying.Masih.Jadi.M

omok pada 4 November 2014

Anda mungkin juga menyukai