Anda di halaman 1dari 10

BAB.

Latar Belakang

Pengaruh globalisasi pada masyarakat dan ekonomi telah menjadi topik yang sangat
penting dalam perkembangan dunia modern. Globalisasi mencakup serangkaian proses
yang menghubungkan berbagai bagian dunia melalui perdagangan, teknologi, komunikasi,
dan mobilitas manusia. Namun, sementara globalisasi telah membawa manfaat signifikan
seperti pertumbuhan ekonomi, akses ke teknologi baru, dan peningkatan pertukaran
budaya, hal ini juga telah memunculkan berbagai masalah sosial, termasuk ketimpangan
sosial.

Ketimpangan sosial adalah ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya, kekayaan, dan
peluang di antara individu dan kelompok-kelompok dalam masyarakat. Akibat dari proses
globalisasi, ketimpangan sosial telah meningkat dalam banyak negara dan wilayah. Hal ini
terjadi karena beberapa alasan yang perlu diperhatikan dalam kliping mengenai
ketimpangan sosial akibat pengaruh globalisasi:

1. Pertumbuhan Ekonomi Tidak Merata: Globalisasi telah memungkinkan


pertumbuhan ekonomi yang signifikan dalam beberapa sektor tertentu, seperti
teknologi dan finansial. Namun, pertumbuhan ini sering tidak merata, dengan
sebagian besar manfaatnya dinikmati oleh segelintir perusahaan besar dan individu
kaya, sedangkan sebagian besar masyarakat tetap berada dalam kemiskinan atau
mendapatkan upah yang rendah.
2. Pelemahan Sektor Tradisional: Akibat globalisasi, sektor ekonomi tradisional
seringkali terpinggirkan. Ini dapat mengakibatkan hilangnya pekerjaan dalam sektor
pertanian dan industri manufaktur, yang biasanya menghasilkan pekerjaan dengan
upah yang lebih baik. Para pekerja di sektor ini kemudian mungkin terpaksa bekerja
dalam pekerjaan dengan upah rendah atau tidak memiliki pekerjaan sama sekali.
3. Kesenjangan Pendidikan: Globalisasi telah memungkinkan akses ke pendidikan
yang lebih tinggi, terutama bagi individu yang memiliki akses ke teknologi dan
sumber daya yang diperlukan. Namun, ketidaksetaraan dalam akses ke pendidikan
berkualitas tetap menjadi masalah serius. Individu dari lapisan masyarakat yang
lebih rendah seringkali tidak mampu mendapatkan pendidikan yang setara dengan
individu dari lapisan sosial yang lebih tinggi, yang menguatkan ketimpangan dalam
peluang ekonomi.
4. Mobilitas Sosial yang Terbatas: Meskipun globalisasi menciptakan peluang
mobilitas sosial, ketimpangan sosial juga menghambat mobilitas ini. Keterbatasan
akses ke pendidikan yang baik, peluang pekerjaan yang layak, dan modal sosial
dapat menjebak individu dalam lingkaran kemiskinan.
5. Penyimpangan dalam Distribusi Kekayaan: Seiring globalisasi, distribusi kekayaan
seringkali terkonsentrasi pada sejumlah kecil individu dan perusahaan yang
memiliki pengaruh dan akses ke pasar global. Ini mengakibatkan pertumbuhan
ketidaksetaraan dalam pendapatan dan kekayaan, dengan sedikit manfaat yang
diperoleh oleh mayoritas masyarakat.

Ketidaksetaraan sosial yang diakibatkan oleh globalisasi menjadi masalah sosial yang
signifikan dan memerlukan perhatian serius. Dalam konteks ini, banyak negara dan
organisasi telah mencoba mengembangkan kebijakan yang dapat mengurangi
ketimpangan sosial dan mendukung mobilitas sosial. Kliping mengenai ketimpangan sosial
akibat pengaruh globalisasi harus menyajikan pemahaman mendalam tentang isu ini dan
menggambarkan langkah-langkah yang telah diambil untuk mengatasi masalah ini.
Tujuan Pembuatan Kliping

1. Pendidikan dan Kesadaran Masyarakat: Salah satu tujuan utama pembuatan


kliping ini adalah untuk memberikan pendidikan dan kesadaran kepada masyarakat
tentang dampak globalisasi pada ketimpangan sosial. Ini membantu masyarakat
untuk memahami akar penyebab ketidaksetaraan dalam masyarakat dan
memberikan pemahaman yang lebih baik tentang kompleksitas isu ini.
2. Pemberitaan dan Informasi: Kliping ini bertujuan untuk menyediakan informasi yang
faktual dan terkini mengenai ketimpangan sosial akibat globalisasi. Ini
memungkinkan masyarakat, pengambil kebijakan, dan pengamat sosial untuk
memahami situasi aktual dan dinamika di lapangan.
3. Mendorong Diskusi dan Debat: Kliping ini dapat merangsang diskusi dan debat
yang lebih luas tentang dampak globalisasi pada ketimpangan sosial. Ini
mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam diskusi mengenai kebijakan,
solusi, dan tindakan yang dapat diambil untuk mengatasi masalah ini.

Manfaat Pembuatan Kliping

1. Kesadaran Publik: Kliping dapat meningkatkan kesadaran publik tentang isu


ketimpangan sosial dan bagaimana globalisasi berperan dalam pembentukannya.
Hal ini memungkinkan masyarakat untuk lebih memahami dan peduli terhadap isu-
isu sosial yang ada.
2. Pengaruh Kebijakan: Informasi yang disajikan dalam kliping dapat mempengaruhi
pembuat kebijakan dan pihak berwenang untuk mengambil tindakan yang lebih
efektif dalam mengurangi ketimpangan sosial. Ini dapat menghasilkan kebijakan
yang lebih inklusif dan berpihak pada lapisan masyarakat yang lebih rentan.
3. Peningkatan Kesejahteraan Sosial: Dengan pemahaman yang lebih baik tentang
akar penyebab ketimpangan sosial, masyarakat dan pihak berwenang dapat
bekerja bersama untuk mengidentifikasi solusi yang dapat meningkatkan
kesejahteraan sosial dan ekonomi bagi seluruh populasi.
4. Pemberitaan yang Berkualitas: Kliping yang baik memberikan pemberitaan yang
berfokus pada fakta dan data yang akurat. Ini membantu menghindari penyampaian
informasi yang disinformasi atau bias, dan memastikan bahwa masyarakat memiliki
akses ke sumber informasi yang dapat dipercaya.
5. Perubahan Sosial Positif: Dengan meningkatnya kesadaran dan pengetahuan
tentang ketimpangan sosial, kliping dapat berperan dalam menggerakkan
perubahan sosial positif, termasuk dukungan untuk inisiatif sosial, donasi, dan
upaya sukarela untuk membantu mereka yang membutuhkan.

Dalam ringkasan, tujuan pembuatan kliping mengenai ketimpangan sosial akibat pengaruh
globalisasi adalah untuk memberikan pendidikan, informasi, dan mendorong diskusi,
sementara manfaatnya mencakup peningkatan kesadaran publik, pengaruh kebijakan,
dan potensi perubahan sosial positif. Kliping yang baik harus objektif, akurat, dan
informatif sehingga dapat memberikan kontribusi yang signifikan pada pemahaman isu ini
dan upaya penyelesaiannya.
BAB.II

Ketimpangan Sosial Akibat Globalisasi

A. Perbedaan Globalisasi di Desa dan Kota

Globalisasi merupakan sebuah fenomena yang melatar belakangi kesenjangan antara


desa kota, terjadi pada awal industrialisasi atau ketika teknologi komunikasi dan
transportasi yang terpadu dengan industri modern dan kapitalisme. Kesenjangan antara
desa dan kota pada masa awal industrialisasi sampai era sebelum globalisasi sering
direpresentasikan sebagai contoh empirik dari proses perkembangan evolusi social, teori
ini secara garis besar dikemukakan oleh C.Darwin yang menjelaskan bahwa proses
perkembangan masyarakat manusia terjadi dari tingkat yang serba bersahaja berkembang
menjadi bersifat serba kompleks (Herbert Spencer dalam Rahardo, 2008:23). Tata dan
corak kehidupan di pedesaan didasarkan pada ikatan kekeluargaan yang relative masih
erat, berbeda dengan kehidupan masyarakat kota.

Dalam masyarakat yang modern, sering dibedakan antara masyarakat pedesaan (rural
community) dengan masyarakat perkotaan (urban community). Dalam masyarakat
bersahaja pengaruh dari kota secara relatitif tidak ada, pada masyarakat modern
betapapun keclnya suatu desa pasti ada pengaruh-pengaruh dari kota. Hal ini di
pengaruhi karena adanya globalisasi yang terjadi pada suatu kelompok masyarakat yang
menempati suatu daerah yaitu desa dan kota yang mengakibatkan sebuah ketimpangan.
Berikut merupakan perbedaan yang terjadi pada desa dan kota akibat globalisasi, antara
lain:

1). Lingkungan

Yang membedakan masyarakat desa dengan masyarakat perkotaan yaitu lingkungan


sosial, pada dasarnya lingkungan sosial budaya itu sangat penting karena mengandung
aspek material dan immaterial yang sudah ada. Kebudayaan material itu seperti alat-alat,
senjata, kendaraan dan mesin yang digunakan selama menjalani kehidupa sehari-hari
mereka, sedangkan kebudayaan immaterial itu seperti adat, bahasa, cara dan kebiasaan
yang menjadi sebuah ciri khas dari masing-masing masyarakat, pada masyarakat desa
hal ini akan mereka pertahankan karena dianggap sebagai warisan nenek moyang yang
harus dikembangkan dan dipertahankan oleh suatu kelompok masyarakat tertentu.

Ada juga aspek pembeda dari desa dan kota yaitu perbedaan pada lingkungan fisik
(anorganik) dan lingkungan biologi (organik). Lingkungan fisik termasuk semua faktor
physiographic yang terdiri dari tanah, iklim, angin, radiasi, gaya berat (gravity), hutan, dan
lain-lain. Sedangkan lingkungan biologis mencakup kehidupan serangga, parasite,
tanaman, dan binatang.

2). Pekerjaan

Pada kehidupan masyarakat pedesaan umumnya mereka bekerja pada bidang pertanian
dan mereka hanya dapat bergantung kepada keadaan fisik yang ada seperti cuaca atau
alam, tanah, tanaman, binatang sebagai pertahanan mereka dalam menjalankan dan
melakukan aktivitas produksi mereka dalam kehidupan sehari-hari, maka mereka
membutuhkan sebuah tanah yang luas untuk membuat sawah atau perkebunan sebagai
media tanam mereka dalam jumlah banyak untuk pencukupan kebutuhan mereka.

Sedangkan pada masyarakat perkotaan, mereka cenderung bekerja pada bidang industri,
perdagangan, dan barang jasa. Mereka tidak begitu membutuhkan tanah yang luas serta
binatang piaraan karena mereka bekerja membutuhkan mesin-mesin dan benda buatan
manusia, mereka hidup secara nomaden tergantung akses yang mereka gunakan itu
terakomodasi dengan nyaman atau tidak.

3). Jumlah dan kepadatan penduduk

Secara administratif jumlah penduduk seringkali menjadi tolak ukur dinamakan desa atau
kota, tetapi indikator ini mendapat kesulitan untuk diterapkan. Kriteria kota menurut sensus
1961 yaitu antara lain:

 Berstatus kotamadya
 Berstatus ibukota kabupaten
 Mempunyai tingkat ekonomi tertentu dan berpenduduk minimal 20.000 orang
 Digolongkan sebagai kota oleh pemerintah daerah setempat

4). Stratifikasi Sosial

Stratifikasi sosial merupakan sebuah tingkatan kelas-kelas di dalam masyarakat, pada


masyarakat desa dan kota tentu hal ini sangatlah berbeda, setidaknya ada 4 perbedaan
dalam stratifikasi sosial:

 Masyarakat pedesaan memiliki kelas sosial lebih sedikit dibanding masyarakat


perkotaan.
 Piramida sosial di pedesaan tidak begitu ekstrim karena masih menganut
kekeluargaan dan tali persaudaraan.
 Kelas-kelas sosial di pedesaan pembagiannya lebih sedikit dan cenderung hanya
pada pembagian kelas menengah (middle class), sedangkan pada masyarakat
perkotaan hal tersebut memiliki golongan yang beragam sesuai kepentingannya.
 Kelas-kelas sosial lebih statis karena mereka tertutup dan setrata pada masyarakat
pedesaan, sedangkan pada masyarakat perkotaan cenderung dinamis karena
terbuka dan pendapat lebih bisa dihargai tergantung kemampuan yang mereka
punya yang menjadikannya mereka suskses (tanpa memndang strata mereka).

5). Mobilitas Sosial

Pada masyarakat desa, kesempatan dalam mobilitas vertikal maupun horizontal yang
diperoleh sangatlah relatif terbatas karena pada dasarnya masyarakat desa pada
umumnya mereka akan mewariskan pekerjaannya kepada anak-anaknya, seperti seorang
petani, pedagang, tukang besi, dll. Mereka sulit berubah kedudukan ke tempat yang lebih
tinggi atau merubah pekerjaan yang berlainan dengan orang tuanya, hal ini sangatlah
terbatas bagi mereka.

Sedangkan pada masyarakat kota, kesempatan dalam mobilitas vertikal dan horizontal
relatif lebih luas karena jika seorang pedagang belum tentu ayahnya adalah seorang
pedagang, demikian juga pegawai, wartawan atau supir taksi. Jenis pekerjaan di
perkotaan diisi oleh pekerjaan-pekerjaan yang berasal dari berbagai kelompok pekerjaan
orang tuanya dan seseorang dapat beralih dari satu jenis pekerjaan ke pekerjaan lain,
seseorang dapat naik turun dari kelas sosial yang semula dimilikinya karena relatif tinggi
tergantung jaringan yang ia miliki.

6). Interaksi sosial

Di desa kesempatan untuk mengadakan hubungan atau kontak-kontak sosial di pedesaan


lebih sedikit karena kunjungan-kunjungan yang dilakukan untuk mengadakan kontak
sosial di pedesaan relatif terbatas, apalagi di desa-desa terpencil atau terisolir.

Di kota kesempatan untuk berinteraksi lebih luas dan variatif karena sifat pekerjaan di kota
membuat orang lebih membutuhkan kontak-kontak sosial setiap harinya untuk
memperluas jaringan mereka, pada masyarakat perkotaan interaksi di lakukan secara
bebas karena luas dan cenderung lintas strata atau sosial.

7). Solidaritas sosial

Solidaritas sosial itu bersifat kontraktual, pada masyarakat pedesaan hal ini tercipta atas
dasar dari hasil kesamaan dan keseragaman (homogenitas) dari peranan-peranan atau
komponen-komponen tersebut. Dalam kelompok-kelompok pedesaan seorang Emile
Durkheim membentuk solidaritas mekanik (mechanical solidarity), yang bersifat wajar,
spontan, bersahaja dan bersifat pribadi. Ketergantungannya dapat diatur karena sifatnya
yang nonformal.

Sedangkan pada masyarakat perkotaan, solidaritas merupakan sebagai hasil dari


ketidaksamaan (heterogenitas) dari peran-peran atau komponen-komponen kelompok
tertentu. Masyarakat kota memiliki kepentingan yang berbeda-beda dan hal ini justru
menjadikan mereka saling membutuhkan dan saling tergantung satu sama lain
(interdependent). Jenis solidaritasnya membentuk solidaritas organic yang bersifat formal
dan berdasarkan hubungan-hubungan yang kontrak. Pada masyarakat kota menganggap
bahwa waktu itu sangat berharga dan penting, ketergantungan kepada orang-orang tinggi
yang dianggap penting. Namun pengaruh kota tidak lepas dari pengaruh desa.

8). Homogenitas

Masyarakat pedesaan memiliki penduduk yang cenderung homogen dan persamaan itu
mencakup beberapa hal seperti suku bangsa, bahasa, agama, adat istiadat, tata nilai dan
tujuan hidup. Ada beberapa desa yang ditempati oleh sebagian besar orang-orang yang
berasal dari satu keturunan atau marg, sehingga unsur homogenitasnya sangat tinggi.

Pada masyarakat kota hal ini sebagai hasil dari ketidaksamaan (heterogenitas), karena
pada masyarakat kota memiliki beragam jenis masyarakat yang berasal dari berbagai
suku, ras, bangsa, bahkan Negara yang berbeda-beda. Maka, homogenitas pada
masyarakat perkotaan cenderung lebih rendah.

9). Gaya hidup

Pada pedesaan pandangan hidup penduduk mengenai gaya hidup masih dipengaruhi oleh
kehidupan kekeluargaan, tolong-menolong, dan gotong royong, maka gaya hidup orang
desa masih berorientasi pada kesederhanaan dan keadaan apa adanya karena masih
dipengaruhi oleh cara hidup petani yang merupakan way of life.
Di masyarakat perkotaan gaya hidup menjadi sebuah kebiasaan yang sering kali
dipengaruhi oleh benda-benda modern dan materialistis. Penampilan menjadi sebuah
simbol dari kelas sosial mereka, dengan memakai pakain bermerk dan simbol-simbol beda
yang mereka pakai menjadi sangat dominan di kalangan masyarakat kota.Pada Negara
maju sekarang ini terdapat kecenderungan kea rah gaya hidup dan pandangan hidup yang
sama antara masyarakat pedesaan dan perkotaan.

10). Kelembagaan

Di daerah pedesaan kelembagaan pada umumnya masih bersifat tradisional dan lebih
cenderung dominasi elit atau penguasa kelembagaan sesuai kebutuhan dengan cara
membajakan (manipulasi) karena tidak jelas dengan jumlah lembaga yang masih sedikit
dan statis.

Di daerah perkotaan kelembagaan sudah berkembang menjadi lembaga-lembaga yang


modern dan bersifat kontak, karena jumlah lembaga di perkotaan jauh lebih banyak dan
aktif. Relatif cepat berubah untuk menyesuaikan diri dengan kebutuhan dan kemajuan
masyarakatnya, perkembangan lembaga di perkotaan sangat menunjang meluasnya nilai
budaya kota yang berdasarkan materialism dan individualism.

11). Prasarana dan teknologi

Di pedesaan terutama daerah terpencil dan terisolir, prasarana dan teknologi masih
sangat sedikit dan terbatas. Teknologi yang digunakan umumnya masih sederhana, petani
masih sangat terbatas dalam menggunakan teknologi modern kecuali pupuk, obat hama,
dan alat pertanian seperti huller untuk pengolahan padi. Sedangkan prasarana seperti
fasilitas kesehatan, pendidikan, perumahan, dan rekreasi juga terbatas karena kurangnya
kemajuan pada desa-desa. Di perkotaan prasarana lebih memadahi dan teknologi lebih
maju karena kehidupannya bergantung pada penggunaan teknologi modern. Dengan
perkembangan berbagai fasilitas dan teknologi modern yang sangat pesat di kota
mengakibatkan kehidupan kota menjadi lebih sibuk dan dinamis, pada masyarakat
perkotaan yang dipentingkan merupakan aspek material dalam kehidupannya.

B. Ketimpangan Kesempatan Akibat Globalisasi

Ketimpangan sosial dapat diartikan sebagai adanya ketidak seimbangan atau jarak yang
terjadi ditengah-tengah masyarakat yang disebabkan adanya perbedaan status sosial,
ekonomi, ataupun budaya. Ketimpangan kesempatan yang diakibatkan globalisasi lebih
merujuk pada kemampuan dari kelas-kelas di dalam masyarakat. Ketimpangan sosial
dapat disebabkan oleh adanya faktor-faktor penghambat, sehingga mencegah dan
menghalangi seseorang untuk memanfaatkan akses atau kesempatan-kesempatan yang
tersedia. Dua faktor penghambat tersebut adalah sebagai berikut ꓽ

1). Faktor Internal

Yaitu faktor-faktor yang berasal dari dalam diri seseorang. Rendahnya kualitas sumber
daya manusia disebabkan oleh tingkat pendidikan/keterampilan ataupun kesehatan yang
rendah, serta adanya hambatan budaya (budaya kemiskinan).

2). Faktor Eksternal


Yaitu faktor-faktor yang berasal dari luar kemampuan seseorang. Hal ini dapat terjadi
karena birokrasi atau ada peraturan-peraturan resmi (kebijakan), sehingga dapat
memperkecil akses seseorang untuk memanfaatkan kesempatan dan peluang yang
tersedia.

Dengan kata lain ketimpangan sosial tersebut diakibatkan oleh hambatan-hambatan atau
tekanan-tekanan struktural. Hal tersebut merupakan salah satu penyebab munculnya
kemiskinan struktural.

1. Ketimpangan Sosial di Masyarakat

 Penyebab Ketimpangan Sosial di Masyarakat; Terjadi karena adanya perbedaan


sosial dan stratifikasi sosial yang sangat mencolok.
 Ancaman Ketimpangan Sosial di Masyarakat; Ketimpangan sosial ini akan
berakumulasi dan bersinergi dengan berbagai persoalan masyarakat yang
kompleks, yang pada akhirnya akan mengganggu proses pembangunan ekonomi.

2. Ketimpangan Sosial dalam Dunia Pendidikan

Randall Collins dalam The Credential Society: An Historical Sociology of Education and
Stratification, mengemukakan bahwa justru pendidikan formal merupakan awal dari proses
stratifikasi sosial itu sendiri. Di Indonesia hal ini didukung oleh adanya pola perjalanan
sekolah anak yang berbeda dari kalangan keluarga mampu dan miskin.

 Lingkungan Sekolah yang Tidak Berkualitas, lingkungan pendidikan yang bisa


didapat oleh orang miskin dan kaya atau kota dan desa.
 Kurangnya Kesempatan Memperoleh Pendidikan yang Berkualitas, wujud input
yakni kesempatan untuk memperoleh pendidikan yang berkualitas akan berakibat
pada input yakni kualitas hasil pendidikan.
 Kualitas Lulusan yang Kurang Memadai, baik dalam nilai akhir ujian ataupun
kualitas kemampuan lulusan.
 Fasilitas Pendidikan yang Tidak Sama, Ketimpangan output sebenarnya dapat
dijelaskan lewat ketimpangan input berupa ketersediaan fasilitas pendidikan, rasio
guru-siswa, dan kualitas guru.
 Macam-macam Ketimpangan Sosial dalam Pendidikan, berdasarkan dua dimensi
tersebut ketimpangan kelompok dapat dikelompokkan dalam empat varian.
Pertama, ketimpangan input dalam ukuran individual. Kedua, ketimpangan input
dalam ukuran kelompok. Ketiga, ketimpangan output dalam ukuran individual.
Keempat, ketimpangan output dalam ukuran kelompok.
 Upaya Mengatasi Ketimpangan dan Peningkatan Mutu Pendidikan, upaya untuk
mengurangi ketimpangan sosial harus dimulai dari lembaga pendidikan, salah
satunya dengan penggunaan metode cooperative learning.

3. Menunjukkan Rasa Empati terhadap Ketimpangan Sosial

Ketimpangan sosial timbul akibat adanya perbedaan dalam masyarakat atau


ketidaksamaan. Faktor penyebabnya karena terbentuknya statifikasi sosial. Dalam
masyarakat modern, ketimpangan sosial cenderung lebih tampak karena faktor
persaingan dalam kehidupan sangat besar terlihat di berbagai aspek. Misalnya,
perbedaan perekonomian, pendidikan, lapangan kerja, dan status sosial lainnya.
4. Ketimpangan Sosial sebagai Akibat Perubahan Sosial di Tengah Globalisasi

Ketimpangan yang terjadi di tengah-tengah masyarakat adalah disebabkan oleh adanya


perbedaan yang mencolok antara si kaya dan si miskin atau antara si pintar dan si bodoh.
Perbedaan ini kelihatan sangat mencolok dan menimbulkan masalah dalam
penanganannya.

a. Ketimpangan Sosial di Bidang Ekonomi

Adanya globalisasi menyebabkan perekonomian hanya tumbuh di beberapa wilayah,


ditambah dengan praktik ekonomi kaptalisme yang menyebabkan si kaya menjadi
semakin kaya dan si miskin menjadi semakin miskin. Hal tersebut membawa dampak
negatif karena memunculkan ketimpangan sosial.

b. Ketimpangan Sosial di Bidang Politik

Dengan adanya dominasi ekonomi negara dunia ke satu terhadap negara lainnya,
menyebabkan dominasi di bidang politik.

c. Ketimpangan Sosial di Bidang Budaya

Globalisasi menimbulkan efek westernisasi yang berakibat mengikis budaya lokal juga
memunculkan sikap atau gaya konsumerisme.

5. Mengolah Hasil Kajian dan Pengamatan tentang Ketimpangan Sosial

Dengan adanya konsep ekonomi pendidikan (investasi pendidikan), dengan kata lain
pembenahan dalam dunia pendidikan hingga mampu menghasilkan kualitas hasil
pendidikan (Human Kapital) yang kelak dapat memberikan perbaikan-perbaikan dalam
kehidupan ekonomi baik secara individual maupun kelompok.
BAB.III
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan:

Dampak globalisasi terhadap ketimpangan sosial sangat signifikan dan telah menciptakan
ketidaksetaraan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk ekonomi, pendidikan,
kesehatan, pekerjaan, dan budaya. Konsentrasi kekayaan, ketidaksetaraan dalam akses
pendidikan, ketimpangan kesehatan, ketidaksetaraan gender, dan pengaruh budaya
global adalah beberapa contoh dampak globalisasi pada ketimpangan sosial.

Untuk mengatasi ketimpangan sosial akibat pengaruh globalisasi, diperlukan tindakan


yang komprehensif dan kolaboratif dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi
non-pemerintah, perusahaan, dan masyarakat. Saran-saran berikut dapat menjadi
panduan dalam upaya mengurangi ketimpangan sosial:

Saran-saran:

1. Peningkatan Akses Pendidikan: Pemerintah dan lembaga pendidikan harus


berupaya untuk meningkatkan akses pendidikan berkualitas bagi semua warga.
Beasiswa, program bantuan, dan upaya peningkatan kualitas pendidikan dapat
membantu mengurangi ketidaksetaraan dalam akses pendidikan.
2. Perlindungan Hak Buruh: Pemerintah dan perusahaan harus memastikan bahwa
pekerja memiliki hak-hak yang dilindungi, termasuk upah yang adil, kondisi kerja
yang aman, dan jaminan sosial yang memadai. Ini dapat membantu mengurangi
ketimpangan dalam upah dan kondisi kerja.
3. Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Rentan: Program-program pembangunan
ekonomi masyarakat, seperti pelatihan keterampilan dan akses ke modal, harus
didorong untuk membantu kelompok-kelompok yang rentan agar dapat
berpartisipasi dalam perekonomian global.
4. Pemberdayaan Perempuan: Langkah-langkah harus diambil untuk mengatasi
ketidaksetaraan gender dan memberikan perempuan kesempatan yang sama
dalam dunia kerja. Ini termasuk upaya untuk mengakhiri diskriminasi upah
berdasarkan jenis kelamin dan mempromosikan partisipasi perempuan dalam
posisi kepemimpinan.
5. Konservasi Budaya dan Bahasa: Budaya dan bahasa lokal harus dipromosikan
dan dilestarikan. Inisiatif untuk memperkuat identitas budaya dan bahasa lokal
dapat membantu mengatasi homogenisasi budaya global.
6. Kerja Sama Global: Negara-negara harus bekerja sama dalam mengatasi
ketimpangan sosial di tingkat global. Ini termasuk mendukung kebijakan
perdagangan yang adil dan berkelanjutan serta mengatasi masalah seperti
perubahan iklim yang mempengaruhi kelompok yang rentan.
7. Transparansi dan Akuntabilitas: Pemerintah dan perusahaan harus beroperasi
dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi untuk memastikan bahwa kebijakan
dan praktik mereka mendukung pengurangan ketimpangan sosial.

Ketimpangan sosial yang disebabkan oleh globalisasi adalah masalah global yang
memerlukan perhatian dan tindakan serius. Dengan upaya bersama, kita dapat
mengurangi ketidaksetaraan dalam masyarakat dan memastikan bahwa manfaat
globalisasi lebih merata didistribusikan kepada seluruh populasi.

Daftar Pustaka
Suparmini dan Agustina T.W. 2015. Buku Ajar Masyarakat Desa dan Kota: Tinjauan
Geografis, Sosiologis, dan Historis. Universitas Negeri Yogyakarta. Yogyakarta.

Pranawa, Sigit. 2018. Materi Kuliah Studi Masyarakat Indonesia: Perbedaan Desa Kota.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.

Mulyadi, Yad dkk. 2014. Sosiologi SMA Kelas XII. Yudhistira. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai