Anda di halaman 1dari 17

1.

Tujuan

1.1 Metode geolistrik resistivitas

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi lapisan bawah


permukaan dengan menggunakan metode geolistrik resistivitas konfigurasi wenner,
wenner-schlumberger, dan dipole-dipole di daerah pembangunan jalan Sepakat 2
samping fakultas kedokteran Universitas Tanjungpura.

1.2 Metode Self Potential (SP)

Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengidentifikasi aliran air bawah tanah
menggunakan metode Self Potential (SP) di area FMIPA Universitas Tanjungpura.

2. Teori dasar

2.1 Metode geolistrik resistivitas

Metode resistivitas adalah salah satu metode geolistrik yang digunakan untuk
mempelajari sifat resistivitas dari lapisan batuan di bawah permukaan (Manrulu
and Nurfalaq 2017). Prinsip metode resisitivitas adalah dengan mengalirkan arus
listrik ke dalam bumi melalui kontak dua elektroda arus, kemudian di ukur
distribusi potensial yang dihasilkan. Resistivitas batuan bawah permukaan dapat
dihitung dengan mengetahui besar arus yang dipancarkan melalui elektroda dan
besar potensial yang dihasilkan. Pengukuran resistivitas batuan di pegaruhi oleh
beberapa faktor seperti homogenitas batuan, kandungan air, porositas,
permeabilitas, dan kandungan mineral. Hasil pengukuran yang sudah diolah
kemudian dikorelasikan dengan pengetahuan geologi sehingga akan memberikan
informasi mengenai keadaan geologi bawah permukaan secara logis pada daerah
penelitian. Perhitungan resistivitas semu pada tahanan jenis menggunakan
persamaan (Gerkens, 1988) :

dengan K adalah faktor geometri dari konfigurasi elektroda yang digunakan di


lapangan. Rumusan faktor geometri dapat dituliskan :
tabel 1. Nilai resistivitas batuan (Telford et al.1990; Seigel, 1959; Kearey,2002;
Summer, 1976)

a. Konfigurasi wenner

Susunan elektroda untuk konfigurasi wenner alpha adalah A-B-M-N,


dengan spasi antarelektroda nya sama. Konfigurasi ini memiliki factor
geometri K=2a.

gambar 1. susunan konfigurasi wenner alpha

b. Konfigurasi wenner-schlumberger

Konfigurasi Wenner-Schlumberger adalah merupakan konfigurasi


gabungan antara konfigurasi wenner dan schlumberger, serta memiliki
bentuk konfigurasi A-M-N-B. Memiliki sistem aturan spasi yang konstan
dengan catatan faktor pembanding “n” untuk konfigurasi ini adalah
perbandingan jarak antara elektroda AM dengan jarak antara MN seperti
pada Gambar 2. Jika jarak antara elektroda potensial MN adalah a maka
jarak antar elektroda arus (A dan B) adalah 2na+ a. Faktor geometri dari
konfigurasi Wenner-Sclumberger adalah K=n(n +1)πa
gambar 2. susunan konfigurasi wenner-schlumberger

c. Konfigurasi dipole-dipole

Susunan elektroda konfigurasi dipole-dipole adalah B-A-M-N. Metode


pengukuran resistivitas pada konfigurasi Dipole-dipole dilakukan dengan
kedua elektroda arus dan elektroda potensial terpisah dengan jarak a.
Elektroda arus dan elektroda potensial pada bagian dalam sistem
konfigurasi terpisah sejauh na, dengan n adalah bilangan bulat. Factor
geometri konfigurasi dipole-dipole adalah K = πan(n+1)(n+2)

gambar 3. susunan konfigurasi dipole-dipole

2.2 Metode Self Potensial

Metode Potensial Diri (Self Potential) adalah salah satu metode pasif
yang memanfaatkan potensial alami pada mineral-mineral yang terdapat di
dalam bumi. Metode Self Potential merupakan salah satu metode geofisika
yang digunakan untuk mengeinterpretasi sumber daya alam yang ada di
bawah permukaan tanpa harus menginjeksikan arus listrik ke dalam tanah
tetapi hanya didasarkan pada pengukuran potensial diri massa endapan
batuan dalam kerak bumi (Sehah et al, 2011). SP terjadi di bawah permukaan
tanah dan disebabkan oleh elektrokinetik atau potensial aliran yang dihasilkan
oleh fluida dan fluks panas di tanah, potensi difusi melintasi batas-batas
antara wilayah komposisi kimia yang berbeda, dan reaksi redoks di sekitar
badan bijih dan benda logam yang terkubur (Zakaria dkk., 2020)

Potensial alami terjadi akibat ketidaksamaan atau perbedaan


material-material, dekat larutan elektrolit dengan perbedaan konsentrasi dan
karena aliran fluida di bawah permukaan Selain itu, hal lain yang
mengakibatkan terjadinya potensial diri di bawah permukaan yaitu dapat
dihasilkan oleh perbedaan perlapisan tubuh mineral sulfida (weathering of
sulphide mineral body), perubahan dalam sifat-sifat batuan pada daerah
kontak - kontak geologi, aktifitas bioelektrik dari material organik, korosi,
perbedaan suhu dan tekanan dalam fluida di bawah permukaan dan
fenomena alam lainnya.

Metode ini menggunakan elektroda khusus untuk memperoleh beda


potensial yang terdapat di bawah permukaan bumi yang disebut porous
pot.Elektoda porous pot berada dalam wadah porselin atau plastik yang
bersifat non konduktif. Di dalam wadah tersebut terdapat larutan tembaga
sulfat (CuSO4). Metode ini kurang baik untuk lapisan tanah yang terdapat
bahan isolator. Metode ini cocok digunakan pada lapisan tanah yang
cenderung basah. Pendekatan SP umumnya mengukur listrik potensial yang
terdapat secara alami di permukaan tanah dan teknik yang dapat digunakan
untuk mengidentifikasi jalur aliran air tanah di skala besar.

a. Air Bawah Tanah


Air tanah merupakan salah satu sumber akan kebutuhan air bagi
kehidupan makhluk di muka bumi (Halik dan Jojok 2008). Menurut Sadjab et
al. (2012) air tanah tersimpan dalam suatu wadah (akuifer), yaitu formasi
geologi yang jenuh air yang mempunyai kemampuan untuk menyimpan dan
meloloskan air dalam jumlah cukup dan ekonomis. Kebanyakan air tanah
berasal dari hujan. Air tanah ditemukan pada formasi geologi permeabel
(tembus air) yang dikenal sebagai akuifer yang merupakan formasi pengikat
air yang memungkinkan jumlah air yang cukup besar untuk bergerak
melaluinya pada kondisi lapangan yang biasa. Air tanah juga di temukan
pada akiklud (atau dasar semi permeabel) yaitu suatu formasi yang berisi air
tetapi tidak dapat memindahkannya dengan cukup cepat untuk melengkapi
persediaan yang berarti pada sumur atau mata air. Deposit glasial pasir dan
kerikil, kipas aluvial dataran banjir dan deposit delta pasir semuanya
merupakan sumber-sumber air yang sangat baik (Yuristina 2015).

b. Aliran Air Tanah


Air tanah secara umum akan mengalir sangat perlahan melalui suatu
celah yang sangat kecil dan atau melalui butiran antar batuan. Batuan yang
mampu menyimpan dan mengalirkan air tanah ini disebut akuifer. Air tanah
bergerak dari tekanan tinggi ke tekanan rendah. Perbedaan tekanan ini
secara umum diakibatkan oleh gaya gravitasi, adanya lapisan penutup yang
impermeabel diatas lapisan akuifer, gaya lainnya yang diakibatkan oleh pola
struktur batuan atau fenomena lainnya yang ada dibawah permukaan tanah.
Pergerakan ini secara umum disebut gradien aliran air tanah. Secara alamiah
pola gradien ini dapat ditentukan dengan menarik kesamaan muka air tanah
yang berada dalam satu sistem aliran air tanah yang sama.
Dengan mengetahui aliran air tanah, maka dapat menentukan suatu
daerah kaya dengan air tanah atau tidak. Model aliran air tanah dimulai dari
daerah resapan air tanah. Daerah ini adalah wilayah dimana air yang berada
dipermukaan tanah baik air hujan ataupun air permukaan mengalami proses
penyusupan (infiltrasi). Secara gravitasi melalui lubang pori batuan atau celah
rekahan batuan. Dalam kehidupan sehari-hari pola pemanfaatan air tanah
bebas sering digunakan untuk sumur bor yang sebelumnya telah menembus
lapisan penutupnya.
3. Metodologi

3.1 Metodologi dalam praktikum geolistrik

a. Alat dan Bahan

- Elektroda 18 buah

- Kabel 4 roll

- Resistivity meter Geotitis GL-MD-300

- Konektor

- Palu 2 buah

- Meteran 1 roll

- Payung 3 buah

- Jas Hujan 1 buah

- ATK (pulpen, papan ujian)

- Aki 2 buah

- Tabel stacking chart masing-masing konfigurasi dan tabel elevasi

- Selang pengukur elevasi

- Balok kayu pengukur elevasi

- Laptop sebagai media software Res2dinv

- Handphone sebagai media software AlphineQuest

b. Prosedur Kerja

1) Pengukuran arus listrik dan beda potensial

- Siapkan semua alat yang diperlukan untuk praktikum.


- Gunakan jas hujan sebagai alas dan payung untuk melindungi
resistivity meter.
- Pasang aki pada resistivity meter.
- Ukur Panjang lintasan menggunakan meteran. Panjang lintasan yang
digunakan pada praktikum ini adalah sepanjang 85 meter.
- Colokkan kabel elektoda arus (AB) dan elektroda potensial (MN) pada
resistivity meter.
- Tancapkan elektroda ke dalam tanah dengan jarak antar elektroda
sejauh 5 meter sedalam kurang lebih 5 cm.
- Pasang kabel pada elektoda arus (AB) dan elektroda potensial (MN)
sesuai dengan konfigurasi yang digunakan.
- Lakukan pengukuran dengan menginjeksikan arus dan beda potensial
- Catat nilai arus dan beda potensial yang terbaca pada resistivity meter
ke dalam tabel stacking chart
- Untuk pengukuran kedua dan seterusnya dilakukan dengan
memindahkan elektroda arus (AB) dan elektroda potensial (MN)
dengan jarak sesuai konfigurasi yang digunakan.

2) Pengukuran sudut elevasi

- Siapkan alat berupa balok kayu, selang air, software alphinequest,


dan atk.
- Isi selang dengan air sampai tidak ada udara di dalam selangnya.
- Pada titik elektroda ke-1, gunakan software alphinequest untuk
mengetahui titik koordinat
- Letakkan 2 balok kayu pada elektroda ke-2 dan elektroda ke-3
- Letakkan selang air diantara kedua balok kayu tersebut
- Lihat ketinggian air dalam selang ketika berada diantara dua balok
kayu
- Catat hasil pengukuran dan lakukan hal yang sama untuk elektroda
selanjutnya.
- Setelah mendapatkan nilai H, lakukan perhitungan dengan cara
pengurangan, yaitu H2-H1, H3-H2, H4-H3 dan seterusnya hingga
elektroda ke-18.
- Hasil pengurangan tersebut disebut sudut elevasi. Konversi satuan
dari cm ke m.

c. Perhitungan/pengolahan data

Pengolahan data dilakukan dengan software Microsoft Excel, Notepad,


dan Res2Dinv. Masukkan data praktikum yang telah didapat ke dalam
software Microsoft excel. Data praktikum terdiri dari nilai letak elektroda, nilai
kuat arus (I), dan beda potensial (V). Kemudian hitung nilai resistivitas
menggunakan excel sesuai dengan konfigurasi yang digunakan. Selain nilai
resistivitas, masukkan nilai jumlah datum, nilai titik datum, spasi elektroda,
panjang lintasan, dan sudut elevasi. Setelah semua komponen telah
dihitung, ubah format kedalam .txt yang kemudian akan diolah
menggunakan software Res2dinv. Pada software Res2dinv, pertama-tama
pilih File – Read data file – (cari tempat dan nama file) – kemudian tekan
Enter. Setelah itu pilih Inversion – last square inversian -- tekan Enter.
Tunggu beberapa saat, komputer sedang menghitung dan menggambar
hasil kontur penampang resistivitas lintasan pengukuran. Setelah selesai
diproses, maka akan muncul gambar penampang resistivitas, gambar inilah
yang dicari dan diinterpretasi.
3.2 metodologi dalam praktikum self potential (SP)

a. Alat dan Bahan

- Porous pot 4 buah


- Multimeter 2 buah
- Kabel 4 roll
- Larutan CuSO4
- Cangkul 1 buah
- Meteran 1 roll
- Tabel SP terdiri dari tabel baseline dan tabel rover
- Laptop sebagai media software surfer
- Handphone sebagai media software AlphineQuest
- ATK (pulpen, papan ujian)
- Payung
- Jerigen
- Corong
- Gelas ukur
- Ember

b. Prosedur Kerja

1) Kalibrasi Alat

Kalibrasikan alat multimeter digital yang bertujuan untuk membaca nilai


dari beda potensial pada rover serta base line dengan acuan nilai yang
digunakan. Untuk melakukan kalibrasi alatnya yaitu dengan cara
menancapkan 2 elektroda porous pot ke tanah yang telah dilubangi dengan
jarak spasi 5 meter dan terhubung melalui kabel dengan multimeter,
kemudian dapat diukur beda potensial dalam kurun waktu yang di tetapkan.
Adapun beberapa hal yang bisa mempengaruhi nilai dari beda potensial yaitu
porous pot yang kotor serta larutan CuSO4 yang bocor, sehingga nilai dari
beda potensial bisa lebih besar dari 2 milivolt.

2) Pengambilan Data sebagai Fungsi Waktu (Base)


- Penentuan titik acuan (nilai potensial 0). Titik referensi ini berada di
luar area target survei dan digunakan sebagai tempat pengumpulan
data base SP.
- Tetapkan titik-titik untuk base, tiang listrik, sungai dan noise lainnya
- Setelah memastikan titik referensi, selanjutnya menancapkan dua
elektroda porous pot dengan jarak yang sudah ditentukan. Perhatikan
elektroda porous pot tersebut tertancap dengan baik.
- Pasang alat ukur multimeter diantara kedua porous pot dengan
memasangkan kabel penghubung.
- Catat nilai beda potensial yang terhitung misalnya setiap 1 menit
sekali.
- Jika nilai beda potensial yang terhitung dirasa terlalu besar, perhatikan
daerah sekitar. Nilai beda potensial yang besar bisa disebabkan oleh
noise. Jika hal itu terjadi, maka sebaiknya titik pengukuran base
dipindah. Perhatikan juga keadaan porous pot, pastikan bahwa
larutan CuSO4 masih ada di dalam tabung tersebut.

3) Pengambilan Data Sebagai Fungsi Posisi (Rover)


- Pengukuran rover ini dilakukan dengan jarak lintas pengukuran
sepanjang 50 m.
- Bentang lintasan praktikum dengan menggunakan meteran. Langkah
ini digunakan untuk memudahkan dalam menentukan tempat
pemasangan elektroda porous pot.
- Buatlah lubang menggunakan cangkul sedalam kurang lebih 30 cm
dengan jarak antar lubang sejauh 5 m.
- Menentukan titik koordinat dari base awal dan base akhir
menggunakan aplikasi Alpinequest.
- Setelah itu dilakukan pengukuran nilai beda potensial dengan
menghubungkan alat ukur Multimeter Digital pada dua buah porous
pot yang ditanam terpisah dengan jarak sepanjang 5 m.
- Setiap satu kali pengukuran yang dilakukan, diambil 5 data nilai beda
potensial. Setelah itu catat setiap nilai yang didapat pada tabel
praktikum.
- Pengambilan data rover adalah nilai beda potensial yang diukur pada
titik yang diusahakan stabil karena pengambilan data dilakukan 5 kali
pada titik yang sama
- Apabila selama pengambilan data ditemukan nilai beda potensial
bernilai besar atau turun secara drastis, maka perhatikan lingkungan
disekitar apakah terdapat noise. Jika terdapat noise disekitar titik
pengukuran, maka titik pengukuran dapat digeser. Perhatikan juga
kondisi porous pot, pastikan larutan CuSO4 tidak habis.
- Hasil perhitungan yang sudah diperoleh kemudian diolah
menggunakan perangkat lunak Excell dan Surfer. Input data berupa
jarak porous pot ke base lintasan dan beda potensial alami dari hasil
pengukuran.

c. Perhitungan/Pengolahan Data

Pengolahan data beda potensial dilakukan melalui Excel dan software surfer,
dimana hasil pengolahan akan berupa gambar peta dengan format jpg. Berikut ini
merupakan prosedur pengolahan data

- Input data praktikum ke dalam excel


- Hitung koreksi baseline dan koreksi diurnal melalui excel
- Buka software surfer dan pilih new worksheet
- Input data excel ke halaman worksheet di surfer
- Pilih save as dan simpan file dalam format “bln”
- Setelah minimize pilih perintah “grid” dan pilih data yang sebelumnya
telah di save, kemudian klik open
- Setting x = colum A, y = colum B, z = colum C dan x direction = 0-140,
y direction = 0-120
- Open kemudian klik “Ok”
- Tampilan kontur dapat memilih perintah “contoures”
- Centang perintah “fill contour” dan pilih “fill contour rainbow”
- Centang “colour scale” dan rotasi tampilan colour scale pada gambar
- Masukkan rotasi angka 90 kemudian pilih angel degrees 90
- Pilih “add post layer” dan pilih file dengan format “bln”
- Hasil akan muncul setelah ditambahkan file (data diurnal hanya
sampai langkah ini)
- Pilih add file 1 grid vector layer kemudian pilih file tanpa format
- Export file dalam bentuk jpg atau png

4. Hasil dan pembahasan

4.1 Metode Geolistrik

a. Konfigurasi Wenner

Gambar 4. penampang resistivitas 2D konfigurasi wenner tanpa data elevasi

Gambar 4 merupakan penampang resistivitas konfigurasi wenner


tanpa elevasi. Pada gambar 4 menunjukkan eror 21,9 % dengan iterasi
sebanyak 25 kali dan memiliki kedalaman hingga 12,4 m. Gambar di kotak
teratas menunjukkan bahwa lapisan bawah permukaan memiliki 3 lapisan.
Lapisan dengan nilai resistivitas 0,553 Ωm - 15,7 Ωm diduga sebagai lapisan
akuifer berupa lempung yang mengandung air tanah, berada pada kedalaman
2,56 m - 7,68 m dan disimbolkan warna biru tua hingga biru muda. Nilai
resistivitas 83,8 Ωm - 447 Ωm, kedalaman 7,7 m - 8 m diduga sebagai lapisan
lempung berpasir disimbolkan warna hijau muda hingga hijau tua. Nilai
resistivitas 2385 Ωm - 12724 Ωm, kedalaman 8 m - 12,8 m diduga sebagai
lapisan batu pasir dan disimbolkan warna kuning hingga merah.

Pada kotak ke-2 dan kotak ke-3 hanya memiliki 1 lapisan. Nilai
resistivitas sebesar 15,7 Ωm disimbolkan warna biru muda, diduga sebagai
lapisan akuifer berupa lempung yang mengandung air tanah.

Gambar 5. Penampang resistivitas 2D konfigurasi wenner dengan data elevasi

Pada praktikum yang telah dilakukan yaitu dengan menggunakan metode


geolistrik konfigurasi wenner, didapatlah hasil penampang tahanan jenis dengan data
elevasi 2D menggunakan Res2Dinv terlihat pada gambar 5. Berdasarkan gambar 5,
dapat diketahui bahwa lokasi praktikum tingginya 4 meter di atas permukaan laut dan
kedalamannya mencapai 8 m di bawah permukaan laut dengan RMS-error 21.9 %
dan iterasi sebanyak 25 kali. Tahanan jenis menghasilkan nilai resistivitas sebesar
15,7 Ωm diduga lapisan tanah tersebut merupakan lapisan akuifer berupa
lempung yang mengandung air tanah dan terlihat bahwa warna pada
penampang tersebut hanya terdapat warna biru. Hal ini disebabkan karena
faktor geologi, dimana lokasi tanah pada saat pengambilan data merupakan
tanah timbunan yang berjenis lempung dan dibawah tanah timbunan tersebut
juga jenis tanah lempung.

b. Konfigurasi Wenner - Schlumberger


Gambar 6. penampang resistivitas 2D konfigurasi wenner schlumberger tanpa data
elevasi

Gambar 6 merupakan penampang resistivitas dari konfigurasi wenner


schlumberger tanpa data elevasi yang telah diolah menggunakan Res2Dinv. Pada
penampang ini memiliki eror sebesar 38,9 % dan iterasi sebanyak 25 kali, serta
memiliki kedalaman yang mencapai 15,9 m. Pada kotak teratas menunjukkan bahwa
lapisan bawah permukaan memiliki 3 lapisan. Nilai resistivitas 0,637 Ωm - 6,17 Ωm
diduga sebagai lapisan air tanah yang disimbolkan dengan warna biru tua hingga
biru muda. Lapisan kedua dengan resistivitas 19,2 Ωm diduga sebagai lapisan
akuifer berupa lempung yang mengandung air tanah dan disimbolkan warna hijau.
Lapisan ketiga dengan resistivitas 186 Ωm - 578 Ωm diduga sebagai pasir dan
disimbolkan warna kuning sampai merah.

Pada kotak ke-2 dan kotak ke-3 sama - sama memiliki 2 lapisan. Nilai
resistivitas 0,637 Ωm - 6,17 Ωm diduga sebagai air tanah yang disimbolkan dengan
warna biru tua hingga biru muda. Lapisan kedua dengan resistivitas 19,2 Ωm diduga
sebagai lapisan lempung yang mengandung air tanah dan disimbolkan dengan
warna hijau.
Gambar 7. penampang resistivitas 2D konfigurasi wenner schlumberger dengan data
elevasi

Pada metode geolistrik resistivitas konfigurasi Wenner-Schlumberger,


didapatlah hasil berupa penampang jenis 2D yang ditambah data elevasi dan diolah
menggunakan Res2Dinv terlihat pada gambar 7. Berdasarkan gambar 7, dapat
diketahui bahwa lokasi praktikum tingginya 4 meter di atas permukaan laut dan
kedalamannya mencapai 12 m di bawah permukaan laut dengan RMS error 38,9 %
dan iterasi sebanyak 25 kali. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa lapisan bawah
permukaan diduga mempunyai 2 lapisan, yang ditunjukkan warna biru dan hijau.
Nilai resistivitas 2,0 Ωm - 6,2 Ωm disimbolkan warna biru tua hingga biru muda,
diduga sebagai lapisan akuifer yang berupa lempung dan mengandung air tanah.
Nilai resistivitas 19,2 Ωm - 59,7 Ωm disimbolkan warna hijau muda hingga hijau tua,
diduga sebagai lapisan pasir.

c. Konfigurasi Dipole-Dipole

Gambar 8. penampang resistivitas 2D konfigurasi dipole-dipole tanpa data elevasi

Penampang resistivitas pada konfigurasi dipole-dipole yang diolah tanpa


menggunakan data elevasi menunjukkan eror sebesar 47,7 %, iterasi sebanyak 25
kali dan mencapai kedalaman 19,6 m. Hasil interpretasi pada lapisan teratas memiliki
3 lapisan. Lapisan dengan resistivitas 2,62 Ωm - 40,1 Ωm diduga sebagai lapisan
akuifer berupa lempung yang mengandung air tanah dan disimbolkan dengan warna
biru tua hingga biru muda. Lapisan kedua dengan resistivitas 157 Ωm - 614 Ωm
diduga sebagai lapisan lempung berpasir dan disimbolkan dengan warna hijau muda
hingga hijau tua. Lapisan ketiga memiliki nilai resistivitas 2404 Ωm - 9409 Ωm diduga
sebagai lapisan pasir kerikil dan disimbolkan dengan warna kuning hingga merah.

Pada kotak ke-2 dan ke-3 memiliki interpretasi yang sama dengan 2 lapisan.
Lapisan 1 dengan resistivitas 2,62 Ωm - 40,1 Ωm diduga sebagai lapisan akuifer
berupa lempung yang mengandung air tanah dan disimbolkan dengan warna biru tua
hingga biru muda. Nilai resistivitas 157 Ωm - 614 Ωm diduga sebagai lapisan batu
pasir dan disimbolkan dengan warna hijau muda hingga hijau tua.

Gambar 9. penampang resistivitas konfigurasi dipole-dipole

Pada metode geolistrik resistivitas konfigurasi Dipole-Dipole, hasil yang


didapat berupa penampang jenis 2D yang ditambah data elevasi dan diolah
menggunakan Res2Dinv terlihat pada gambar 9. Berdasarkan gambar 7, dapat
diketahui bahwa lokasi praktikum tingginya 4 meter di atas permukaan laut dan
kedalamannya mencapai 16 m di bawah permukaan laut dengan RMS eror 47,7 %
dan iterasi sebanyak 25 kali. Hasil interpretasi menunjukkan bahwa lapisan bawah
permukaan diduga memiliki 2 lapisan. Nilai resistivitas 2,6 Ωm - 40,1 Ωm diduga
sebagai lapisan akuifer berupa lempung yang mengandung air tanah, disimbolkan
warna biru tua hingga biru muda. Lapisan kedua dengan nilai resistivitas 157 Ωm -
614 Ωm diduga sebagai lapisan batu pasir, disimbolkan dengan warna hijau tua
hingga hijau muda dan terletak pada kedalaman 4 m - 16 m.
4.2 Metode Self Potential (SP)

Gambar 10. Arah aliran fluida


Hasil pengolahan menggunakan software Surfer menghasilkan peta kontur aliran
fluida yang ditunjukkan pada gambar 10. Berdasarkan gambar 10, aliran fluida memiliki arah
tegak lurus terhadap bidang ekipotensial yang ditunjukkan dengan tanda panah warna
hitam. Daerah yang disimbolkan warna biru sampai hijau memiliki nilai beda potensial
negatif, sedangkan warna kuning sampai merah memiliki beda potensial positif. Nilai
potensial di daerah sebelah barat menunjukkan nilai potensial yang tinggi berkisar 50 - 300
mV yang disimbolkan warna kuning sampai oranye. Nilai potensial yang berada di tengah
sebelah utara berkisar -50 mV sampai 0 mV disimbolkan dengan warna hijau. Pada bagian
tengah sebelah tenggara memiliki nilai potensial berkisar 50 - 100 mV disimbolkan warna
kuning, dan potensial di bagian selatan memiliki nilai berkisar -100 mV sampai 0 mV
disimbolkan warna biru hingga hijau. Bagian timur memiliki potensial berkisar -250 mV
sampai -50 mV dan disimbolkan dengan warna biru hingga hijau.

Aliran air tanah diinterpretasi berasal dari potensial tinggi ke potensial rendah (Hasan
et al., 2018). Berdasarkan hasil interpretasi gambar 10, maka aliran air tanah bergerak dari
arah barat menuju arah timur. Hal itu juga ditunjukkan oleh tanda panah yang cenderung
bergerak dari barat menuju arah timur. Daerah barat yang memiliki nilai potensial tinggi,
dengan dugaan tidak terdapat air tanah. Sedangkan daerah timur memiliki nilai potensial
rendah diduga merupakan daerah yang memiliki air tanah.

5. Kesimpulan

5.1 Metode Geolistrik Resistivitas

Dari hasil yang diperoleh menggunakan metode geolistrik resistivitas


konfigurasi wenner, wenner schlumberger, dan dipole - dipole dapat disimpulkan
bahwa lapisan bawah permukaan di daerah pembangunan jalan Sepakat 2
samping fakultas kedokteran Universitas Tanjungpura memiliki 3 lapisan, yaitu
lapisan akuifer berupa lempung yang mengandung air tanah dengan resistivitas
0,55 Ωm - 15,7 Ωm. Lapisan kedua berupa lempung berpasir dengan resistivitas
157 Ωm - 614 Ωm. Lapisan ketiga berupa batu pasir dengan resistivitas 2385 Ωm -
12724 Ωm.

Dari hasil yang diperoleh juga dapat disimpulkan bahwa ketiga


konfigurasi memiliki jangkauan kedalaman yang berbeda-beda meskipun
spasi elektrodanya sama. Konfigurasi dipole-dipole memiliki jangkauan yang
paling dalam dibandingkan konfigurasi wenner dan konfigurasi wenner
schlumberger.

5.2 Metode Self Potential (SP)

Berdasarkan hasil analisa peta kontur fluida, daerah barat memiliki nilai
potensial berkisar 50 - 300 mV dan daerah timur memiliki nilai potensial -250 mV
sampai -50 mV. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa aliran air tanah bergerak
dari arah barat menuju timur.
DAFTAR PUSTAKA

Muhardi, Perdhana, R., & Nasharuddin. (2019). Identifikasi Keberadaan Air Tanah
Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Schlumberger (Studi
Kasus: Desa Clapar Kabupaten Banjarnegara). Prisma Fisika, 7 (3), 331-336.

Ardi, N. D., & Iryanti, M. (2009). PROFIL RESISTIVITAS 2D PADA GUA BAWAH TANAH
DENGAN METODE GEOLISTRIK KONFIGURASI WENNER-SCHLUMBERGER
(STUDI KASUS GUA DAGO PAKAR, BANDUNG). Jurnal Pengajaran MIPA, 14 (2),
79-86.

Adiputra, Y. F., Putra, Y. S., & Muhardi. (2021). APLIKASI METODE GEOLISTRIK
RESISTIVITAS UNTUK MENGIDENTIFIKASI LAPISAN BAWAH PERMUKAAN
JALAN RASAU JAYA, KABUPATEN KUBU RAYA. JoP, 7(1), 47-51.

Bahri, A. S., Padlilah, M., Widodo, A., dkk. (2021). IDENTIFIKASI SUNGAI BAWAH
PERMUKAAN PADA DATA RESISTIVITAS 2D KONFIGURASI DIPOLE-DIPOLE DI
DESA GEDOMPOL, KABUPATEN PACITAN. Jurnal Geosaintek, 7(3), 125-134.

Manrulu, R. H., Nurfalaq, A., & Hamid, D. I. (2018). Pendugaan Sebaran Air Tanah
Menggunakan Metode Geolistrik Resistivitas Konfigurasi Wenner dan
Schlumberger Di Kampus 2 Universitas Cokroaminoto Palopo. Jurnal Fisika FLUX,
15 (1), 6-12.

Haraty, S. R., Arliska, E. A., & Septialara, A. (2022). PENDUGAAN KANDUNGAN AIR
DEKAT PERMUKAAN MENGGUNAKAN METODE SELF POTENTIAL DI
KABUPATEN KONAWE. JGE (Jurnal Geofisika Eksplorasi). 8 (2), 103-112.

Indriana, Nurwidyanto, & Haryono. (2007). INTERPRETASI BAWAH PERMUKAAN


DENGAN METODE SELF POTENTIAL DAERAH BLEDUG KUWU KRADENAN
GROBOGAN . Berkala Fisika.10 (3), 155-167.

Lusia, Fajriani, & Putra. (2020). Identifikasi Pola Sebaran Air Tanah di Gampong Lengkong
Melalui Anomali Self-Potential. Jurnal Hadron. 2 (2), 43-48.

Arisalwadi, Cahyani, Septiana,dkk. (2020). Aplikasi Metode Self-Potential untuk Pemetaan


Bawah Permukaan di Area Kampus ITK. Indonesian Physical Review. 3(3),
123-131.

Rupiningsih, Setyo. 2010. Aplikasi Metode Self Potensial dalam Menentukan Aliran Air
Bawah Tanah di Wilayah Cisoka Tangerang. Skripsi. Jakarta: Universitas Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai